Anda di halaman 1dari 25

DEMAM BERDARAH DENGUE

I. Pendahuluan Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorrhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai dengan sakit kepala, nyeri pada retro-orbital, nyeri otot dan/atau nyeri sendi, ruam dan manifestasi perdarahan yang disertai leukopenia, dan trombositopenia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1

II.

Etiologi dan Transmisi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.1 Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomya) dan Toxorhynchites.1 Vektor virus dengue adalah nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus. Virus dengue ditransmisikan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes betina yang terinfeksi. Nyamuk betina tersebut mendapatkan infeksi virus dengue saat sedang mencari makanan dalam darah manusia yang terinfeksi. Setelah melewati masa inkubasi yang biasanya sekitar 8-10 hari, nyamuk tersebut dapat menularkan infeksi virus dengue kepada manusia lain hingga seumur hidupnya saat sedang mencari makanan dalam darah manusia tersebut. Nyamuk betina tersebut juga dapat menularkan infeksi virus melalui telur yang dikeluarkannya, tetapi mekanisme transmisi tersebut hingga saat ini belum diketahui secara rinci.2

III.

Patogenesis Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan

masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah danmerembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.

Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut

didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris3,

Gambar 1. Hiotesis secondary heterologus infecton (dikutip dari kepustakaan 1)

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh

darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigenantibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.1

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor

Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan

permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

IV. Perjalanan dan Manifestasi Klinis Demam Berdarah Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD).1 Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2 7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.1

1. Fase Febris Pasien biasanya demam tinggi tiba-tiba. Fase demam akut ini berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah, eritema kulit, sakit seluruh badan, mialgia, arthralgia, sakit mata retro-orbital, fotofobia dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin mengeluh sakit tenggorokan. Pasien juga biasanya mengeluh tidak nafsu makan, mual dan muntah.5

Di fase awal demam, bisa jadi sulit untuk membedakan klinis DBD dari penyakit demam non-dengue.Tes tourniquet positif dalam fase ini menunjukkan peningkatan probabilitas dengue. Namun, gambaran klinis tidak memprediksi tingkat keparahan penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk memantau tanda-tanda peringatan dan parameter klinis lain untuk mengenali perkembangan ke fase kritis.5 Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae dan perdarahan membrane mukosa (misalnya dari hidung dan gusi) dapat ditemukan. Perdarahan massif per vaginam (pada wanitausia subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini meskipun hal ini tidak umum ditemukan. Pembesaran hepar bisa saja terjadi setelah beberapa hari demam. Awal kelainan pada hitung darah lengkap adalah penurunan progresif jumlah sel darah putih, yang harus diwaspadai oleh dokter untuk probabilitas tinggi dengue.5

2. Fase Kritis Selama transisi dari fase demam ke fase penyembuhan, pasien dengan tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan mengalami perbaikan tanpa melalui fase kritis.Pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat bermanifestasi dengan tanda-tanda peringatan, sebagian besar sebagai akibat dari kebocoran plasma.5 Tanda-tanda peringatan menandai awal dari fase kritis. Keadaan pasienmenjadi lebih buruk pada waktu penurunan suhu badan sampai yang normal, saat suhu turun menjadi 37,5-38 C atau kurang dan tetap berda pada fase ini, biasanya pada hari 3-8 sakit. Leukopenia progresif yang diikuti oleh penurunan cepat jumlah trombosit biasanya mendahului kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit menjadi salah satu tanda tambahan awal. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya berlangsung 24-48 jam. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah dan denyut nadi.5 Tingkat hemokonsentrasi mencerminkan tingkat keparahan kebocoran plasma.Namun hal ini dapat dikurangi dengan pemberian cairan intravena. Oleh

karena itu, pemeriksaan pengukuran hematokrit sesering mungkin penting karena sebagai tanda perlunya kemungkinan penyesuaian terapi cairan intravena. Selain kebocoran plasma, manifestasi perdarahan seperti mudah memar sering terjadi.5 Jika syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran, seringkali didahului oleh tanda-tanda peringatan. Suhu tubuh bisa subnormal ketika syok terjadi. Dengan syok mendalam dan/atau berkepanjangan, hipoperfusi mengakibatkan asidosis metabolik dan gangguan organ progresif. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat yang menyebabkan hematokrit menurun. Peningkatan leukosit biasanya ditemukan pada fase ini, total jumlah sel putih mungkin meningkat sebagai respon stres pada pasien dengan perdarahan hebat. Beberapa pasien maju ke fase kritis yaitu mengalami kebocoran plasma dan syok sebelum penurunan suhu badan sampai yg normal. Pada pasien ini mengalami peningkatan hematokrit dan timbulnya trombositopenia atau tanda-tanda peringatan, menunjukkan terjadinya kebocoran plasma. Pasien dengue dengan tanda peringatan biasanya akan membaik dengan rehidrasi intravena. Beberapa pasien memburuk menjadi dengue berat.5

Tanda Peringatan Dengue Tanda-tanda peringatan biasanya mendahului manifestasi syok dan muncul menjelang akhir fase demam, biasanya antara hari 3-7 sakit. Muntah dan nyeri perut hebat adalah indikasi awal kebocoran plasma dan menjadi semakin memburuk karena kondisi pasien berkembang menjadi syok. Pasien menjadi semakin lesu tapi biasanya tetap waspada secara mental. Gejala ini dapat menetap sampai ke tahap syok. Kelemahan, pusing atau hipotensi postural terjadi selama keadaan shock. Perdarahan mukosa spontan merupakan manifestasi penting. Pembesaran hepar sering dijumpai. Namun akumulasi cairan klinis hanya dapat dideteksi jika kehilangan plasmasecara signifikan atau setelahpengobatan dengan cairan intravena. Peningkatan platelet secara cepat dan progresif menjadi 100.000/mm3 dan kenaikan hematokrit melebihi batas normal menjadi tanda awal kebocoran plasma. Hal ini biasanya didahului dengan leukopenia ( 5000 sel/mm3).5

3. Fase Penyembuhan Setelah pasien berada pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap cairan kompartemen ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa pasien memiliki eritematosa konfluen atau petekie dengan daerah kecil kulit normal, digambarkan sebagai "pulau putih di laut merah". Beberapa mungkin mengalami generalized pruritus. Bradikardi dan perubahan EKG sering terjadi pada fase ini. Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi penyerapan cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan sampai yang normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya lambat dibandingkan dengan jumlah sel darah putih. Gangguan pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites, edema paru atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase pemulihan jika diberikan cairan intravena yang berlebihan.5 Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif); derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain, derajat III yangditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah; serta derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.5 IV. Pemeriksaan Lababoratorium Parameter Laboratorium yang dapat diperiksa antara lain1 :
o Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui

limfositosis relatif (>45% dari total leukosit)


o Trombosit: terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8

o Hematokrit

: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, dimulai pada hari ke3 demam
o Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,

atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
o Protein / albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma o SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat. o Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal. o Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan o Golongan Darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan

transfusi darah atau komponen darah.


o Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. o IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningakat sampai minggu ke-3,

menghilang setelah 60-90 hari.


o IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada

infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.

V.

Diagnosis Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis

menurut WHO tahun 2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.3 A. Kriteria Klinis 1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2 7 hari. 2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
Uji tourniquet positif Petekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi. Hemetamesis dan atau melena.

3. Pembesaran hati

4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah. B. Kriteria Laboratoris 1. Trombositopenia (<100.000 sel/ mm3 atau kurang) 2. Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih. 1 Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue.3

VI.

PENGOBATAN

10

Tidak ada spesifikasi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.1

Terapi cairan VII.

PROGNOSIS

Kematian oleh Demam dengue (DD) hampir tidak ada. Sebaliknya pada DHF/DSS mortaliasnya cukup tinggi. Menurut penelitian prognosis dan perjalanan penyakit orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak.3 IX.

PENCEGAHAN Untuk memutuskan rantai penularan pemberantasan vektor dianggap cara

paling memadai. Ada 2 cara pemberantasan vektor :6 1. Menggunakan Insektisida Biasanya digunakan malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan abate untuk membunuh jentik. Dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gr Abate 56 1% per 10 ltr air.

11

2. Tanpa Insektisida Minimal 1 x minggu


Menutup tempat penampungan air rapat-rapat. Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, bool-botol pecah

dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR CATATAN RIWAYAT PENYAKIT

12

Nama Penderita Jenis Kelamin Umur Alamat No. Rekam Medis Tanggal Pemeriksaan Dokter muda

: Tn. A : Laki-laki : 19 tahun : Jl. Penghibur : 014535 : 29 Desember 2013 : Erin Nurul Mowoka

I. SUBJEKTIF a. Anamnesis b. Keluhan Utama : Heteroanamnesis : Demam

c. Anamnesis Terpimpin : Demam dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, terusmenerus, menggigil (+), pusing (-), nyeri kepala (-), mual (+), muntah (+) dialami sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 6x dalam sehari, isi sisa makanan dan air. Nyeri ulu hati (-), batuk (-), sesak (-), nyeri saat menelan (-). Pasien telah diberi obat penurun panas namun panas tidak turun. Riwayat perdarahan spontan (+) pada gusi 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri pada otot dan sendi (-), lemas (+), dan nafsu makan berkurang. BAB BAK : biasa, kuning, riwayat BAB hitam (-) : lancar, warna kuning, kesan cukup

Riwayat penyakit sebelumnya: - Riw keluhan dan penyakit sebelumnya (-) Riwayat berkunjung ke daerah endemik:
- Riw berkunjung ke daerah endemik malaria (-)

Riwayat penyakit keluarga : - Riw. Keluhan dan penyakit yang sama didalam keluarga (-) Riwayat Pengobatan: - Tidak pernah berobat sebelumnya ke dokter. Hanya mengkonsumsi obat penurun demam. II. OBJEKTIF
- Status Pasien

: Sakit sedang/gizi baik/composmentis

13

- Tanda vital : BB : 48 kg - Pemeriksaan Fisik : TB : 148 cm a. IMT Kepala : = = = 21,9 kg/m2 -

Ekspresi Simetris muka Deformitas Rambut

: biasa, Mongolian Face (+) : simetris kiri dan kanan : tidak ada : hitam, lurus, sukar dicabut

Tekanan Darah : 110/70 mmHg : 80x/menit b. Nadi Mata : 20x/menit - Pernapasan Eksoptalmus/enoptalmus : normal, gerakan sulit dinilai Suhu : 39,3C - Tekanan bola mata: tidak dilakukan pemeriksaan -

Kelopak mata Konjungtiva Sklera Kornea Pupil

: dalam batas normal : anemia -/: icterus -/: refleks (+) : isokor 2,5 mm/ 2,5 mm

c. Telinga
-

Tophi Nyeri tekan di prosessus mastoideus Pendengaran

: tidak ada : tidak ada : normal

d. Hidung
-

Perdarahan Sekret

: tidak ada : tidak ada

e. Mulut
-

Bibir

: kering (+)

Gigi geligi : karies tidak ada Gusi Tonsil Farings Lidah : perdarahan gusi (+) : T1-T1 hiperemis (-) : sulit dnilai : lidah kotor (-) hiperemis (-) tremor (-)

f. Leher

14

Kelenjar getah bening ada

: massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak

Kelenjar gondok ada

: massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak

DVS Pembuluh darah Kaku kuduk Tumor

: R -2 cm H2O : normal : tidak ada : tidak ada

g. Thorax 1. Inspeksi : bentuk normochest, simetris kiri dan kanan, pergerakan

napas simetris kiri dan kanan, pembuluh darah tidak ada kelainan, buah dada mengalami pertumbuhan sesuai usia, sela iga tidak mengalami pelebaran. 2. Palpasi 3. Perkusi : vocal fremitus kiri dan kanan sama, nyeri tekan tidak ada : sonor kiri dan kanan, batas paru hepar normal ICS V

dextra, batas paru belakang kanan normal CV Th IX, batas paru belakang kiri normal CV Th X 4. Auskultasi : Paru : vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing. h. Jantung 1. Inspeksi 2. Palpasi 3. Perkusi 4. Auskultasi i. Abdomen 1. Inspeksi 2. Palpasi : datar, ikut gerak napas : nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar/lien tidak teraba 3. Perkusi 4. Auskultasi j. Alat kelamin : tympani : peristaltik (+) kesan normal : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak teraba : pekak, batas jantung kesan normal : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan tidak ada

15

Tidak dilakukan pemeriksaan k. Anus dan rectum Tidak dilakukan pemeriksaan l. Punggung 1. Inspeksi ada 2. Palpasi 3. Perkusi 4. Auskultasi m. Ekstremitas Edema pretibial -/Rumple-leede test (+)

: scoliosis tidak ada, lordosis tidak ada, kifosis tidak

: massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada : normal tidak ada kelainan : ronchi tidak ada, wheezing tidak ada

Laboratorium Jenis Pemerikaan WBC RBC Hasil (29/12/2014) 2.8x103/uL 6.0x106/uL 17,1 g/dL 50.8% 7x 103/uL 332 U/L 155 U/L 26 mg/dL 0.9 mg/dL 112 mg/dL Positif Nilai Rujukan 4 - 10 x 103/uL 46 x 106/uL 12 - 18 g/dL 37 48% 150-400x103/uL <38 U/L <41 U/L 10-50 mg/dL L(<1.3), P(<1.1) 140 mg/dL

DARAH RUTIN

HGB HCT PLT

KIMIA DARAH FUNGSI GINJAL

SGOT SGPT Ureum Creatinin GDS IgM anti

16

IgG dengue

Negatif

III.
-

ASSESSMENT DHF grade II Sindrome Down

IV.PLANNING Pengobatan :
-

IVFD NaCl 0,9 % 32 tpm Sistenol (Paracetamol + N Acetyl Sistein) 3x1 Maxiliv 2x1 Ranitidin 1 amp/12j/iv

Rencana pemeriksaan :
-

DDR, ADT Foto thorax PA/LD

V.
-

PROGNOSIS Ad Functionam Ad Sanationam Ad Vitam : Bonam : Bonam : Bonam

17

FOLLOW UP PASIEN TANGGAL 29/12/2013 T : 110/70 mmHg N : 80 x/i P : 20 x/i S : 39.3 C PERJALANAN PENYAKIT S: Demam (+), Menggigil (+), P:
IVFD NaCl 0,9 % 32

INSTRUKSI DOKTER

Perdarahan gusi (+), Mual (+), Muntah (+) BAB : biasa, BAK : lancar O:
SS / GC / CM Anemis -/-, ikterus -/-, MT(-),

tpm
Sistenol (Paracetamol +

N Acetyl Sistein) 3x1


Maxiliv 2x1 Ranitidin 1 amp/12j/iv

NT(-),

DVS

R-

2cmH2O
BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/ BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba

18

Ext : Edema -/-, peteki -/-

A :DHF Grade II perjalanan penyakit hari ke-3 30/12/2013 T : 120/80 mmHg N : 64 x/i P : 20 x/i S : 36.8 C O:
SS / GC / CM Anemis -/-, ikterus -/-, MT(-),

S: Demam (-), menggigil (-), Gusi berdarah (+), Mual (-), Muntah (-) BAB : biasa, BAK : lancar

P:
IVFD NaCl 0,9 % 42

tpm
Sistenol (Paracetamol +

N Acetyl Sistein) 3x1 (bila demam)


Maxiliv 2x1

NT(-),

DVS

R-

2cmH2O
BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/ BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba


Ext : Edema -/-, peteki -/-

A :DHF Grade II
31/12/2013

S: Demam (-), Gusi berdarah (+) Menurun, Mual (-), muntah (-) BAB : biasa, BAK : lancar O:
SS / GC / CM Anemis -/-, ikterus -/-, MT(-),

P:
IVFD NaCl 0,9 % 42

T : 110/80 mmHg N : 72 x/i P : 20 x/i S : 36.5 C

tpm
Sistenol (Paracetamol +

N Acetyl Sistein) 3x1 (bila demam)


Maxiliv 2x1

NT(-),

DVS

R-

19

2cmH2O
BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/ BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba


Ext : Edema -/-, peteki -/-

A : DHF Grade II 01/01/2014 T : 120/80 mmHg N : 68 x/i P : 20 x/i S : 36.5C S: Demam (-), menggigil (-), Gusi berdarah (+) menurun, Mual (-), Muntah (-) BAB : biasa, BAK : lancar O:
SS / GC / CM Anemis -/-, ikterus -/-, MT(-),

P:
IVFD NaCl 0,9 % 40

tpm
Sistenol (Paracetamol +

N Acetyl Sistein) 3x1 (bila demam)


Maxiliv 2x1

NT(-),

DVS

R-

2cmH2O
BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/ BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba


Ext : Edema -/-, peteki -/-

A : DHF Grade II 02/01/2014 T : 110/80 mmHg S: Demam (-), Menggigil (-), Gusi P:
IVFD NaCl 0,9 % 42

20

N : 72 x/i P : 20 x/i S : 36.5C

berdarah (-), Mual (-), Muntah (-) BAB : biasa, BAK : lancar

tpm
Sistenol (Paracetamol +

N Acetyl Sistein) 3x1 O:


SS / GC / CM Anemis -/-, ikterus -/-, MT(-),

(bila demam)
Maxiliv 2x1

NT(-),

DVS

R-

2cmH2O
BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/ BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba


Ext : Edema -/-, peteki -/-

A : DHF Grade II

RESUME

Seorang pria 19 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan febris, dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, febris terus-menerus, disertai

21

menggigil, mual, dan muntah yang dialami sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 6x dalam sehari, isi sisa makanan dan air, pasien juga merasa lemas. Pasien telah diberi obat penurun febris namun febris tidak turun. BAB: biasa, kuning, tidak ada riwayat BAB hitam, BAK: lancar, warna kuning, kesan cukup. Riwayat perdarahan spontan pada gusi 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada riwayat kontak dengan pasien DBD. Tidak ada riwayat berkunjug ke daerah endemik malaria. Tidak ada riwayat penyakit terdahulu. Tidak ada riwayat keluarga.

Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/mnt, suhu 39,3oC (axilla). Berat badan 48 kg, tinggi badan 148 cm dan perhitungan indeks massa tubuh 21,9 kg/m2. Mogolian Face (+), perdarahan gusi (+). Rumple-leede test (+).

Pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil Laboratotium WBC : 2.8x103/uL, Hb : 17.1 g/dL, PLT : 7x103/UI, SGOT : 332 U/L, SGPT : 155 U/L, IgG anti dengue positif, IgM anti dengue: negatif.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, maka pasien didiagnosis DHF Grade II.

DISKUSI Pasien masuk dengan keluhan demam, maka kita dapat memikirkan berbagai kemungkinan. Ada banyak penyakit yang dapat menimbulkan keluhan demam, misalnya DHF, demam tifoid, malaria, ISPA, dan penyakit-penyakit lain. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah demam yang dialami sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, demam terus-menerus disertai

22

menggigil, mual, dan muntah. Dari pemeriksaan fisis didapatkan rumple leede positif dan ada perdarahan pada gusi sejak 1 hari sebelum masuk RS. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan PLT menjadi 7x103/Ul dan penurunan WBC menjadi 2,8x103/uL. Dari pemeriksaan laboratorium juga didapatkan IgM positif yang berarti dideteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien didiagnosa DHF grade II karena didapatkan rumple leede positif dan ada perdarahan gusi. Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif); derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain, derajat III yangditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah; serta derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. Pada pasien yang didiagnosa DHF, pemeriksaan darah rutin khususnya trombosit dan hematokrit harus dipantau ketat, setidaknya per hari. Karena peningkatan hematokrit >20% dari kadar hematokrit awal menjadi indikasi adanya kebocoran plasma. Tidak ada spesifikasi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.Asupan cairan pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Leonard Nainggolan, khie chen, Herdiman T. Pohan, 2006. Demam Berdarah Dengue. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal 2773-2779. 2. World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva, 2011. 3. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi,Suharyono. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup 2001. Hal 1 33.

24

4.

Hendrawanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia.1996. Hal 417 426.

5.

WHO. www.who.int. Handbook for Clinical Management of Dengue 2012. Diakses tanggal 12 Oktober 2012.

6.

http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2HTML/2011200289IFBab2/page3436.html

25

Anda mungkin juga menyukai