Anda di halaman 1dari 16

EMBRYO VOL. 5 NO.

2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188




133
PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAMBILOTO
(Andrographis paniculata, Nees)

Siti Fatimah
1
, Budi Meryanto Handarto
2
1. Dosen J urusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian Unijoyo
2. Mahasiswa J urusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian Unijoyo


Abstract
The objective of this study was to examine the effect of media composition on the growth and yield of
Andrographis paniculata, Nees. The research was arranged in a complete random design with 3 treatments;
P0 (soil withouth compost), P1 (1 : 3; soil : compost), P2 (1 : 1; soil : compost), and P3 (3 : 1; soil :
compost ). Each treatment was replicated for 5 times.
The result showed that media composition influenced significantly on the plant height at 109, 116, 123, and
102 days after planting. The treatment of P2 gaved the highest plant height, branch numbers, and leaf
number. The fresh and dry weight of plant was highest at P2. It is concluded that medium composition of
P2 gives the highest result.

Key words: Kata kunci: compost, sambiloto (Andrographis paniculata, Nees), grumusol (vertisol)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki keanekaragaman hayati
yang cukup besar, hal ini disebabkan karena
letak geografis Indonesia berada si daerah
tropis. Dari 30.000 jenis tanaman yang ada,
lebih dari 2.500 jenis merupakan tumbuhan
berkhasiat obat yang telah banyak digunakan
oleh nenek moyang sebagai ramuan obat
tradisional untuk menyembuhakan berbagai
macam penyakit. Namun nilai perdagangan
obat alami Indonesia masih jauh ketinggalan.
Volume total perdagangan pada tahun 1999
perkiraan baru mencapai sekitar Rp 400 milyar
atau ekivalensi dengan US $50 juta.
Sebenarnya potensi dan peluang
pengembangan obat alami saat ini masih
terbuka lebar. Apalagi dengan berkembangnya
berbagai macam teknologi yang ada di negara-
negara maju membuat perkembangan volume
obat alami dibeberapa negara pasar dunia
cenderung meningkat. Obat alami tersebut
disajikan dalam bentuk pil, minuman segar,
kapsul (Supriatna, 2002). Di Amerika Serikat
tingkat pertumbuhan pasar obat alami tahun
1993-1999 rata-rata sebesar 12%, di Eropa
12%, di J epang 15% dan d Asia Tenggara
sebesar 12%. Nilai penjualan total obat alami
diseluruh dunia pada tahun 1998 mencapai
lebih dari US $17 milyar.
Sambiloto sudah dikenal luas
dikalangan masyarakat pengguna tanaman
Pengaruh Komposisi Media 133148 (Siti Fatimah, Budi MH)


134
obat, pembuat jamu, pengobatan tradisional,
dan penelitian obat. Sambiloto tumbuh
menyebar luas hampir diseluruh nusantara. Ini
terbukti dari beragamnya nama yang berbeda-
beda dari tanaman sambiloto. Budidaya
samboloto tidak sulit, pengembang biakan bisa
dilakukan secara generatif ataupun vegetatif.
Selama ini produksi sambiloto sangat terbatas,
hanya bagi kepentingan praktisi pengobatan
saja, padahal tanaman ini cukup potensial
dikembangkan untuk kebutuhan industri jamu,
farmasi maupun ekspor. Pengalaman
menunjukkan sambiloto sudah dipakai secara
turun temuru, baik sebagai jamu maupun obat
keluarga. Selain itu sambiloto dimasukkan
dalam TOGA (Tanaman Obat Keluarga)
karena cara pemeliharaannya mudah, bisa
ditanam dihalaman rumah atau kebun, tidak
membutuhkan tempat yang luas, dan tampak
indah bila sedang berbunga dan mudah
pengolahannya menjadi obat. Beberapa
penelitian sambiloto yang sudah dilakukan
diantaranya tentang etnobotani, kandungan
kimia, budidaya, efek farmakologi, uji
praklinis maupun uji klinis. Bahkan, ekstrak
sambiloto sudah dipatenkan sebagai anti HIV
pada 1996 oleh Pracelsian Inc, bekerja sama
dengan Bastry University, dengan nama
dagang Andro Vir. Berdasarkan hasil-hasil
penelitian itu, sambiloto sudah memenuhi
persyaratan obat untuk dimasukkan dalam
pelayanan kesehatan formal di Indonesia
(Winarto, 2003).
Kandungan zat kimia pada daun dan
cabang sambiloto yaitu laktone yang terdiri
dari deoxy-andrographolide, neoandro-
grapholide, 14-deoxy-11, 12
didehydrographolide, dan
homoandrographolide (Mahendra, 2005).
Penggunaan tanaman sambiloto
berdasarkan penelitian pabrik obat tradisional
di Indonesia pada tahun 1995 tercatat 24 ton,
sebagian besar pemenuhan sambiloto sebagai
bahan baku ramuan obat tradisional diperoleh
dari tanaman yang tidak jelas budidayanya
(liar), oleh karena itu perlu dilakukan suatu
penelitian tentang bagaimana budidaya
tanaman sambiloto yang baik dan benar agar
dapat diperoleh hasil dan kualitas yang optimal
(Sugeng, 2000).
Penanaman sambiloto memang tidak
memerlukan persyaratan tanah khusus tapi
harus memperhatikan faktor-faktor yang
berhubungan dengan kesuburan tanah
diantaranya ketersediaan unsur hara makro dan
mikro serta mineral, drainase dan tata udara
dalam tanah (Winarto, 2004).
Media tumbuh tanaman merupakan
salah satu faktor yang harus diperhatikan,
sebab mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman untuk mendapatkan
hasil yang optimal. Menurut Haryadi (1986),
menyatakan bahwa media yang baik untuk
pertumbuhan tanaman harus mempunyai sifat
fisik yang baik, gembur dan mempunyai
kemampuan menahan air. Kondisi fisik tanah
EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188


135
sangat penting untuk berlangsungnya
kehidupan tanaman menjadi tanaman dewasa.
Selanjutnya Kramer (1975),
menambahkan media yang terbaik untuk
pertumbuhan tanaman adalah tanah dan
kompos dengan perbandingan 1 : 1 karena
mempunyai kemampuan menyerap air yang
tinggi dan dapat memperbaiki drainase media
sebab mempunyai ruang pori besar.
Selanjutnya permasalahan yang dapat
dikemukakan dalam penelitian adalah
bagaimana meningkatkan hasil tanaman
sambiloto melalui pemberian bahan organik
sehingga dapat diharapkan tanaman yang
mempunyai nilai produksi tinggi dan
berkhasiat obat serta bebas dari bahan kimia.


Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh komposisi media tanam
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
Sambiloto (Andrographis paniculata, Nees)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Kebun
Percobaan J urusan Agronomi, Fakultas
Pertanian, Universitas Trunojoyo dengan
ketinggian tempat 3 (tiga) meter diatas
permukaan laut, pada bulan Maret - J uni
2007.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah polybag
40 x 20 cm, sprayer, oven, timbangan,
penggaris. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah tanah grumosol, kompos dan benih
sambiloto yang diperoleh dari Desa Socah
Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.
Pengaruh Komposisi Media 133148 (Siti Fatimah, Budi MH)


136
Metode Penelitian
Penelitian menggukan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 5 ulangan.
Perlakuan yang diteliti adalah komposisi media
tanam (jenis tanah dan kompos) yang terdiri
atas:
P0 = Tanah grumosol tanpa kompos
P1 =1 : 3 (1/4 bagian tanah grumosol : 3/4
bagian kompos)
P2 =1 : 1 (1/2 bagian tanah grumosol : 1/2
bagian kompos)
P3 =3 : 1 (3/4 bagian tanah grumosol : 1/4
bagian kompos)
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan media tanam
Penanaman Sambiloto dalam
penelitian ini ditanam pada polybag dengan
berat media tanam 6 kg, dengan komposisi
antara tanah dan kompos sesuai dengan
perlakuan.
Persemaian
Persemaian benih Sambiloto dilakukan
dengan cara menanam kedalam plastik kecil
yang berukuran 5 x 5 cm yang diisi dengan
media tanah grumosol.
Penaburan Benih
Penaburan benih dilakukan dengan
cara, benih dikecambahkan dengan direndam
menggunakan air kelapa selama 1 hari. Benih
yang sudah terlihat agak putih, dimasukkan
dalam plastik kecil, setiap plastik diisi 2 benih
Sambiloto. Sebelum benih ditabur, media
tanam harus disiram dengan air sampai basah.
Pemeliharaan Persemaian
Setelah benih ditabur, dilakukan
penyiraman secara teratur pagi dan sore agar
benih terhindar dari kekeringan dan dapat
tumbuh dengan normal.
Pemindahan Bibit
Pemindahan bibit dilakukan pada saat
tanaman berumur 38 hari dan mempunyai
sekitar 4 - 6 helai daun yang membuka
sempurna dengan kondisi bibit kuat dan segar.
Penanaman
Penanaman bibit sambiloto dilakukan
dengan memilih bibit yang tumbuh sehat dan
kuat. Pada saat pemindahan bibit tersebut
diusahakan agar tanah tidak retak agar proses
pertumbuhan tanaman tidak terganggu. J arak
antar polybag yang dilakukan 25 x 25 cm.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 (dua) kali
sehari yaitu pagi dan sore. Namun apabila ada
hujan tidak perlu dilakukan penyiraman.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan sedini mungkin
bila ada bibit yang mati atau pertumbuhan
tidak normal. Tanaman pengganti harus
seumur dengan tanaman lama agar
pertumbuhan sama dengan tanaman lainnya.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan terhadap gulma
yang tumbuh di polybag penanaman dan
sekitar tanaman agar tidak terjadi kompetisi,
selain itu mencegah dari bersarangnya hama
dan penyakit yang dapat menyerang tanaman
sambiloto. Penyiangan dilakukan dengan cara
EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188


137
mekanis yaitu menggunakan tangan dengan
cara dicabut. Penyiangan dilakukan seminggu
atau tergantung dari kondisi gulma.
Pemupukan
Pemupukan penelitian tanaman
Sambiloto ini disesuaikan pada perlakuan
komposisi media tanam (jenis tanah dan
kompos) yang ada pada metode penelitian.
Pemangkasan
Pemangkasan pucuk dilakukan pada
saat tanaman Sambiloto berumur dua bulan
setelah tanam, menurut penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Ariyana Dwi Astuti 2007
dengan tingkat pemangkasan sebesar 50% dari
jumlah daun yang dilakukan setiap 3 minggu
sekali memberikan hasil yang maksimal.
Penanggulangan Hama dan Penyakit
Perlindungan tanaman dari serangan
hama dengan menggunakan teknik
pengendalian fisik yaitu dengan cara
mengumpulkan ulat, larva, dan serangga yang
menjadi hama pengganggu lalu memusnahkan
atau membakar.
Pemanenan
Produk hasil sambiloto biasanya
berupa daun, tangkai daun, dan batang. Ciri-
ciri tanaman siap panen berumur 3-4 bulan
pada saat tanaman belum tumbuh maksimal
atau belum tampaknya bunga atau biji
sambiloto.
Parameter Pengamatan
Pengamatan dilakukan secara merusak
tanaman (destruktif) dan tidak merusak
tanaman (non destruktif) meliputi :
1. Tinggi tanaman, dihitung dari pangkal
sampai titik tumbuh tanaman.
2. J umlah cabang, dihitung cabang yang
mempunyai daun yang telah membuka
sempurna.
3. J umlah daun, dihitung daun yang telah
membuka sempurna.
4. Berat segar total tanaman, dihitung dengan
menimbang keseluruhan bagian-bagian
tanaman (akar, batang dan daun) yang
terlebih dahulu dibersihkan dari tanah
yang menempel.
5. Berat kering total tanaman, dihitung
dengan cara menimbang keseluruhan
tanaman (akar, batang dan daun) yang
telah di oven pada suhu 80
o
C selama 2 x
24 jam.
6. Analisis tanah media dilakukan di
Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian.

Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh
komposisi media tanam terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman Sambiloto maka data yang
diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis
dengan menggunakan tabel Anova dan apabila
ada pengaruh dilanjutkan dengan
menggunakan uji BNT 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi Tanaman
Hasil analisis sidik ragam terhadap
tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan
komposisi media tanam (grumosol dan
Pengaruh Komposisi Media 133148 (Siti Fatimah, Budi MH)


138
kompos) tidak berpengaruh nyata pada umur
pengamatan 74, 81, 88, 95 hari setelah tanam
(HST), berpengaruh nyata (P = 0,05) pada
umur 109, 116, 123 HST dan berpengaruh
sangat nyata (P =0,01) pada umur 102 HST,
hal ini dapat ditunjukkan pada (lampiran 1).
Rata-rata tinggi tanaman pada berbagai umur
pengamatan disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) akibat perlakuan komposisi media tanam (tanah
grumosol dan kompos) pada berbagai umur pengamatan (HST).
Perlakuan
Rata-rata tinggi tanaman pada umur pengamatan
74 81 88 95 102 109 116 123
P0 17,5 17,7 18 22,1 24,2 a 32,4 a 39,2 a 43,8 a
P1 19,4 19,9 20,34 22,8 25,9 a 35,2 a 43,8 b 48,2 a
P2 18,3 19 19,2 29,3 35,3 c
45
c 54,4 c 58,5 b
P3 20,8 21,1 21,36 26,5 31,8 b 40,6 b 45,8 b 48,1 a
BNT 5% tn tn tn tn 3,09 3,92 4,48 4,49
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji BNT 5% (P =0,05), tn =tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 1 dapat
dijelaskan bahwa perlakuan komposisi media
tanam ( bagian grumosol : bagian kompos)
P2 memberikan rata-rata tinggi yang paling
tinggi, namun komposisi media tanam
terendah dicapai pada perlakuan (grumosol
tanpa kompos) P0, sedangkan pada perlakuan
( bagian grumosol : bagian kompos) P3
dan ( bagian grumosol : bagian kompos)
P1 memberikan rata-rata yang hampir sama
pada umur pengamatan 123 HST dan tanaman
tidak bertambah tingginya karena adanya
faktor genetik yang hanya akan memperbanyak
pertumbuhan jumlah cabang.
Grafik 1. Tinggi Tanaman pada berbagai umur pengamatan

Tinggi Tanaman
0
10
20
30
40
50
60
70
74 81 88 95 102 109 116 123
Umur Pengamatan
c
m
P0 P1 P2 P3

EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188


139
Rata-rata tinggi tanaman pada umur
pengamatan 74, 81, 88, 95 HST tidak berbeda
nyata, hal ini disebabkan pada saat umur
pertumbuhan tersebut mikro organisme masih
belum melakuan aktivitasnya secara penuh,
sehingga unsur hara yang ada dalam kompos
belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman
(Guritno, 1986). Kadar N (nitrogen) yang
rendah pada media tanam sangat
mempengaruhi terhadap pertumbuhan fase
vegetatif, yang dicirikan oleh penambahan
volume sel tanaman (tinggi dan panjang
tanaman) dan organ tanaman lainnya, berupa
daun dan cabang baru. Saat fase tersebut, peran
unsur N sangat penting, khususnya pada saat
pembelahan sel yang termasuk bagian dari
proses metabolisme bagi tanaman.
Kompos mempunyai peran yang
sangat penting yaitu untuk menggemburkan
lapisan tanah permukaan (top soil),
meningkatkan populasi jasad renik,
mempertinggi daya serap dan daya simpan air,
yang keseluruhannya dapat meningkatkan
kesuburan tanah (Sutejo, 1999). Menurut
Rinsema, (1983) peningkatan tinggi tanaman
merupakan suatu pencerminan dari
pertumbuhan tanaman yang menyebabkan
perpanjangan ruas-ruas tanaman akibat
memanjang dan membesarnya sel-sel, seiring
dengan bertambahnya umur tanaman, untuk
pertumbuhan suatu tanaman ditentukan oleh
tersedianya unsur hara dalam tanah.
Haryadi, (1986) menambahkan bahwa
pemberian air dalam kondisi optimal
memungkinkan hormon tertentu bekerja
secara aktif dalam dinding sel untuk
merentang. Kondisi ini pula memacu
pembentukan gula yang dapat memperbesar
sel-sel sehingga vakuola yang besar terbentuk
dan secara relatif mengisap air dalam jumlah
besar akibat absorbsi. Keberadaan hormon
perentang sel memacu untuk memanjang dan
dinding sel bertambah tebal sebagai akibat
menumpuknya selulosa tambahan yang
terbentuk dari gula. J adi apabila suatu
tanaman membuat sel baru, pemanjangan dan
pembelahan sel akan mempercepat
pertumbuhan batang, daun dan sistem
perakaran.
Jumlah Cabang
Hasil analisis sidik ragam terhadap
jumlah cabang menunjukkan bahwa perlakuan
komposisi media tanam (grumosol dan
kompos) tidak berpengaruh nyata pada umur
pengamatan 81, 88, 109, 116 HST, dan
berpengaruh sangat nyata (P = 0,01) pada
umur 95, 102, 123 HST, hal ini dapat
ditunjukkan pada (lampiran 2). Rata-rata
jumlah cabang per tanaman pada berbagai
umur pengamatan disajikan pada tabel 2.
Pengaruh Komposisi Media 133148 (Siti Fatimah, Budi MH)


140
Tabel 2. Rata-rata jumlah cabang akibat perlakuan komposisi media tanam (grumosol dan
kompos) pada berbagai umur pengamatan (HST).
Perlakuan
Rata-rata jumlah cabang pada umur pengamatan
81 88 95 102 109 116 123
P0 2,8 4 5 ab 5,2 a 12,8 16,4 14,8 a
P1 1,4 3 4,6 a 5,4 a 12,4 16,8 18,4 b
P2 3 4,2 7,6 c 12,2 b 15,4 20,6 25,6 c
P3 2,6 4,8 5,8 b 5,8 a 12,8 14,8 16,4 ab
BNT 5% tn tn 0,8 1,29 tn tn 2,71
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji BNT 5% (P =0,05), tn =tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 2 dapat
dijelaskan bahwa perlakuan komposisi media
tanam ( bagian grumosol : bagian kompos)
P2 memberikan rata-rata jumlah cabang yang
paling banyak, namun perlakuan (grumosol
tanpa kompos) P0 memberikan rata-rata
jumlah cabang yang paling sedikit
dibandingkan dengan perlakuan ( bagian
grumosol : bagian kompos) P3 dan (
bagian grumosol : bagian kompos) P1 pada
umur pengamatan 123 HST.
Grafik 2. J umlah Cabang pada berbagai umur
pengamatan

Jumlah Cabang
0
5
10
15
20
25
30
81 88 95 102 109 116 123
Umur Pengamatan
J
u
m
l
a
h
P0 P1 P2 P3

Rata-rata jumlah cabang pada umur
pengamatan 81 dan 88 HST tidak berbeda
nyata, hal ini disebabkan pada saat umur
pertumbuhan tersebut peran bahan organik
pada kompos dalam menyediakan unsur hara
relatif lambat bila dibandingkan unsur hara
yang sudah dalam pupuk tersedia, sedangkan
bahan organik masih mengalami dekomposisi
sehingga membutuhkan waktu yang agak
lama. Begitu pula pada umur pengamatan 109
dan 116 HST tidak berbeda nyata, hal ini
disebabkan pada fase vegetatif tunas cabang
yang akan tumbuh terhambat atau terhalang
oleh tunas yang ada di pucuk dan
EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188


141
mengakibatkan batang memanjang dan tinggi
tanaman pada umur pengamatan tersebut
semakin meningkat.
Menurut Widiana et al., (1993)
menyatakan bahwa tersedianya nitrogen di
dalam tanah dan di permukaan tanah dapat
meningkatkan ketersediaan nitrogen bagi
tanaman. Unsur nitrogen banyak berperan
dalam pertumbuhan vegetatif tanaman seperti
pembentukan zat hijau daun (klorofil) yang
dibutuhkan dalam fotosintesis sebagai proses
memasak makanan di daun melalui bantuan
sinar matahari, membutuhkan unsur karbon
(C) dan nitrogen (N) sebagai bahan utama
penghasil fotosintat yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan cabang, batang, daun dan akar.
J umlah fotosintat yang cukup pada fase
vegetatif akan menyebabkan munculnya tunas
baru pada organ tubuh tanaman.

Jumlah Daun
Hasil analisis sidik ragam terhadap
jumlah daun (helai) menunjukkan bahwa
perlakuan komposisi media tanam (grumosol
dan kompos) tidak berpengaruh nyata pada
umur pengamatan 74, 81, 88, 109, 116 hari
setelah tanam HST, berpengaruh nyata (P =
0,05) pada umur 123 HST dan berpengaruh
sangat nyata (P =0,01) pada umur 95, 102
HST, hal ini dapat ditunjukkan pada (lampiran
3). Rata-rata jumlah daun per tanaman pada
berbagai umur pengamatan disajikan pada
tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah daun (helai) akibat perlakuan komposisi media tanam (grumosol dan
kompos) pada berbagai umur pengamatan (HST).
Perlakuan
Rata-rata jumlah daun pada umur pengamatan
74 81 88 95 102 109 116 123
P0 6,6 12 14,2 14,2 b 35,2 c 77,2 102,8 102,6 a
P1 4,6 6,4 9,6 9,6 a 26,2 b 73,6 95,8 113,2 b
P2 7,4 14,2 17,8 38,6 c 64 d 81,6 124,4 133 c
P3 6,6 9,8 13,6 13,6 b 17,2 a 71,6 98,2 110,2 ab
BNT 5% tn tn tn 3,74 8,77 tn tn 9,29
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji BNT 5% (P =0,05), tn =tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 3 dapat
dijelaskan bahwa perlakuan komposisi media
tanam ( bagian grumosol : bagian kompos)
P2 memberikan rata-rata jumlah daun yang
paling banyak pada semua umur pengamatan,
namun perlakuan (grumosol tanpa kompos) P0
memberikan rata-rata jumlah daun yang paling
sedikit dibandingkan dengan perlakuan (
bagian grumosol : bagian kompos) P1 dan
( bagian grumosol : bagian kompos) P3
pada umur pengamatan 123 HST.
Pengaruh Komposisi Media 133148 (Siti Fatimah, Budi MH)


142
Grafik 3. J umlah Daun pada berbagai umur pengamatan

Jumlah Daun
0
20
40
60
80
100
120
140
160
74 81 88 95 102 109 116 123
Umur Pengamatan
J
u
m
l
a
h

(
h
e
l
a
i
)
P0 P1 P2 P3

Rata-rata jumlah daun pada umur
pengamatan 74, 81, 88 HST tidak berbeda
nyata, hal ini disebabkan pada fase vegetatif
tersebut bahan organik pada kompos belum
terdekomposisi secara sempurna, sehingga
unsur hara yang ada belum dapat dimanfaatkan
oleh tanaman. Sedangkan pada umur
pengamatan 109 dan 116 HST tidak berbeda
nyata, hal ini disebabkan pada saat fase
vegetatif pembentukan daun yang akan tumbuh
terhambat atau terhalang oleh tunas yang ada
di pucuk dan mengakibatkan batang
memanjang tinggi tanaman pada umur
pengamatan tersebut meningkat. Peningkatan
jumlah daun sangat dipengaruhi oleh unsur
netrogen, fosfor dan kalium selain faktor
lingkungan seperti suhu dan cahaya. Hal ini
juga tidak terlepas dari fungsi ketiga unsur
tersebut bagi tanaman, yaitu dapat memacu
pertumbuhan.
Unsur netrogen dapat memperbaiki
pembelahan sel dan pembentukan bunga, unsur
kalium dapat mengaktifkan enzim dan
melancarkan proses penyerapan unsur hara
(Haryadi, 1986). Hara yang ada dalam tanah
akan terangkut mengikuti air yang terserap
oleh akar tanaman. Kemampuan atau daya
hisap matrik/ partikel tanah sangat jelas
mempengaruhi jumlah air tersedia. Faktor-
faktor yang mempengaruhi hal tersebut selain
tekstur tanah adalah struktur dan ketersediaan
bahan organik tanah.
Struktur tanah merupakan penyusunan
partikel primer tanah seperti pasir, debu dan
liat yang membentuk agregat. Struktur
memodifikasikan pengaruh tekstur dalam
hubungannya dengan kelembaban, porositas,
tersedianya unsur hara, kegiatan jasad hidup
dan pertumbuhan akar. Struktur tanah
grumosol didominasi oleh fraksi liat. Semakin
tinggi kadar liat maka kapasitas tukar kation
(KTK) akan semakin baik (Hakim et al, 1986).
KTK tanah yang semakin baik akan mampu
menjerap hara lebih baik, sehingga unsur
tersedia bagi pertumbuhan tanaman akan lebih
baik pula.
Deposit bahan organik dalam bentuk
kompos dalam tanah akan mempengaruhi
terhadap pertumbuhan tanaman sebagai bahan
asupan dasar dalam proses pembentukan sel-
EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188


143
sel baru bagi tanaman. Sehingga semakin baik
kemampuan tanah dalam mengikat air dan
menjerap hara, maka tanah tersebut akan
semakin baik dalam memberikan tunjangan
bagi pertumbuhan tanaman. Salah satu
indikator bagi pertumbuhan tanaman yang baik
adalah perkembangan daun tanaman yang baik
pula.
Lakitan (1996), menambahkan bahwa
unsur hara yang paling berpengaruh dalam
pertumbuhan dan perkembangan daun adalah
nitrogen, konsentrasi nitrogen tinggi umumnya
menghasilkan jumlah daun yang lebih besar.
Menurut Susilo (1991) dengan adanya nitrogen
yang cukup dalam tanah dapat meningkatkan
sintesis protein untuk pembelahan dan
pembesaran sel yang menyebabkan
bertambahnya jumlah dan peningkatan ukuran
sel sehingga pertumbuhan tanaman dan jumlah
daun meningkat.
Berat Segar Total Tanaman
Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan komposisi
media tanam (grumosol dan kompos)
berpengaruh sangat nyata (P = 0,01) pada
semua perlakuan terhadap berat segar total
tanaman sambiloto, hal ini dapat ditunjukkan
pada (lampiran 4). Rata-rata berat segar total
tanaman pada semua perlakuan disajikan pada
tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata berat segar total tanaman (gr) akibat perlakuan komposisi media tanam
(grumosol dan kompos) pada berbagai perlakuan.
Perlakuan Rata-rata berat segar total tanaman (pada saat panen)
P0 30,26 a
P1 41,4 c
P2 43,24 c
P3 36,52 b
BNT 5% 2,58
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji BNT 5% (P =0,05), tn =tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 4 dapat
dijelaskan bahwa pengamatan pada saat panen
menunjukkan bahwa nilai rata-rata berat segar
total tanaman akibat perlakuan komposisi
media tanam lebih banyak diperoleh pada
perlakuan ( bagian grumosol : bagian
kompos) P2, namun pada perlakuan (grumosol
tanpa kompos) P0 memberikan nilai paling
sedikit dibandingkan dengan perlakuan (
bagian grumosol dan bagian kompos) P1, (
bagian grumosol : bagian kompos) P3, berat
segar total tanaman merupakan hasil
pertumbuhan suatu tanaman diperoleh dari
pengubahan energi matahari menjadi energi
kimia yang berkaitan pula dengan ketersediaan
hara dan air dalam tanah.
Grafik 4. Berat Segar Total Tanaman
Pengaruh Komposisi Media 133148 (Siti Fatimah, Budi MH)


144

0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
gram
P0 P1 P2 P3
Perlakuan
Berat Segar Total Tanaman

Air merupakan komponen utama
dalam kehidupan tanaman, sekitar 70-90%
berat segar tanaman berupa air yang
merupakan media penunjang untuk
berlangsungnya reaksi biokimia. Didalam
tubuh tanaman air dapat masuk ke jaringan
tanaman berlangsung melalui proses difusi.
Proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya adanya faktor lingkungan yang
berperan dalam proses keseimbangan air yang
ada pada sistem tanah, tanaman dan udara.
Proses pembentukan dan
perkembangan organ tanaman sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan air dan kompos
dalam tanah. Pembentukan dan perkembangan
organ tanaman (daun, akar, dan batang)
berhubungan dengan proses sel tanaman untuk
membesar. Sel tanaman akan membesar
seiring dengan menebalnya dinding sel dan
terbentuknya selulosa pada tanaman. pengaruh
lainnya terkait dengan ketersediaan air bagi
tanaman, berupa transport hara dari tanah bagi
tanaman. Hara yang berada dalam tanah
diangkut melalui air yang terserap oleh
tanaman melalui proses difusi osmosis yang
terjadi. Semakin baik hara yang terjerap oleh
tanaman, maka ketersediaan bahan dasar bagi
proses fotosintesis akan semakin baik pula.
Proses fotosintesis yang berlangsung dengan
baik, akan memacu penimbunan karbohidrat
dan protein pada organ tubuh tanaman
sambiloto. Penimbunan karbohidrat dan
protein sebagai akumulasi hasil proses
fotosintesis akan berpengaruh pada berat basah
tanaman. Hasil ini menunjukkan bahwa
semakin banyak kompos yang diberikan maka
berat basah tanaman semakin berkurang
begitupula sebaliknya jika tanaman sambiloto
kekurangan kompos berat basah tanaman
sangat rendah.

Berat Kering Total Tanaman
Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan komposisi
media tanam (grumosol dan kompos)
berpengaruh sangat nyata (P =0,01) terhadap
berat kering total tanaman sambiloto, hal ini
dapat ditunjukkan pada (lampiran 5). Rata-rata
berat kering total tanaman pada semua
perlakuan disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata berat kering total tanaman (gr) akibat perlakuan komposisi media tanam
(grumosol dan kompos) pada berbagai perlakuan.
EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188


145
Perlakuan Rata-rata berat kering total tanaman (pada saat panen)
P0 8,42 a
P1 11,34 c
P2 12,34 c
P3 9,84 b
BNT 5% 1,05
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji BNT 5% (P =0,05), tn =tidak berbeda nyata.

Berdasarkan pada tabel 5 dapat
dijelaskan bahwa perlakuan (grumosol tanpa
kompos) P0 memberikan nilai paling sedikit
bila dibandingkan dengan perlakuan ( bagian
grumosol : bagian kompos) P3, perlakuan
( bagian grumosol : bagian kompos) P1,
namun pada perlakuan ( bagian grumosol :
bagian kompos) P2 memberikan nilai yang
paling banyak.
Grafik 5. Berat Kering Total Tanaman

0
2
4
6
8
10
12
gram
P0 P1 P2 P3
Perlakuan
Berat Kering Total Tanaman

Dari hasil sidik ragam berpengaruh
sangat nyata terhadap berat kering total
tanaman sambiloto, besarnya nilai berat kering
tanaman sangat tergantung dari proses
fotosintesis yang dilakukan. Proses fotosintesis
merupakan proses memasak makanan dalam
daun yang memerlukan bahan dasar yang
berupa bahan organik, air dan matahari.
Ketersediaan bahan organik dan air tersebut
sangat tergantung pada kemampuan tanah
dalam menyediakan kedua bahan tersebut, tiap
komposisi media tanam memiliki kemampuan
yang berbeda dalam menyediakan bahan
organik dan air bagi pertumbuhan tanaman.
Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
sifat fisik (tekstur dan struktur), sifat kimia
(KTK, pH dan suhu) dan sifat biologi
(kandungan mikrobiologi tanah).
Menurut (Dwijiseputro, 1990) bahwa
pertumbuhan tinggi tanaman, batang dan
jumlah daun yang baik akan menghasilkan
berat kering total tanaman yang lebih baik.
Berat kering total tanaman merupakan hasil
keseimbangan antara pengambilan
Pengaruh Komposisi Media 133148 (Siti Fatimah, Budi MH)


146
karbondioksida dan pengeluaran oksigen
secara nyata ditunjukkan pada berat segar
tanaman, begitu pula dengan laju fotosintesis
yang berpengaruh terhadap berat kering
tanaman dimana semakin tinggi laju
fotosintesis semakin meningkat pula berat
kering tanaman.
Menurut Anas (1979), berat kering
yang dihasilkan oleh suatu tanaman sangat
bergantung pada perkembangan daun. Proses
fotosintesis adalah suatu faktor yang penting
dalam pertumbuhan tanaman dimana
banyaknya daun yang tinggi dapat menerima
sinar matahari yang tinggi pula, sehingga
menyebabkan hasil fotosintesis meningkat
yang kemudian senyawa-senyawa hasil
fotosintesis diedarkan keseluruh organ
tanaman yang membutuhkan dan
menyebabkan bahan kering tanaman menjadi
tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perlakuan komposisi media tanam
grumosol dan kompos berpengaruh nyata
pada umur pengamatan 109, 116, 123 HST
dan berpengaruh sangat nyata pada umur
pengamatan 102 HST terhadap parameter
tinggi tanaman. Hasil uji BNT pada
parameter tinggi tanaman memberikan
nilai tertinggi pada perlakuan bagian
tanah grumosol dan bagian kompos
(P2).
2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perlakuan komposisi media tanam
grumosol dan kompos pada parameter
jumlah cabang pada umur pengamatan 95,
102, 123 HST berpengaruh sangat nyata.
Hasil uji BNT pada parameter jumlah
cabang memberikan nilai tertinggi pada
perlakuan bagian tanah grumosol dan
bagian kompos (P2).
3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perlakuan komposisi media tanam
grumosol dan kompos pada parameter
jumlah daun memberikan pengaruh nyata
pada umur pengamatan 123 HST, dan
berpengaruh sangat nyata pada umur
pengamatan 95, 102 HST. Hasil uji BNT
pada parameter jumlah daun memberikan
nilai tertinggi pada perlakuan bagian
tanah grumosol dan bagian kompos
(P2).
4. Perlakuan komposisi media tanam
grumosol dan kompos memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap parameter
berat segar total tanaman dan berat kering
total tanaman. Hasil uji BNT pada
parameter berat segar total tanaman dan
berat kering total tanaman memberikan
nilai tertinggi pada perlakuan bagian
tanah grumosol dan bagian kompos
(P2).
Saran
EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188


147
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang komposisi media tanam jenis tanah
dan kompos agar didapatkan hasil yang lebih
akurat, selanjutnya yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Analisis terhadap media dilakukan
sebelum tanam dan setelah panen untuk
mengetahui kadar unsur hara yang
terserap tanaman.
2. Sampel tanaman sebaiknya lebih dari tiga
agar diperoleh data sebaran normal.
Perlu juga adanya penelitian lain untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman
sambiloto agar teknologi budidayanya lebih
dikenal oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anas, M. Didi Suari dan Haryono, 1978.
Pengaruh Naungan Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Biji
Kedelai. Balitan Bogor P : 1978
Anonimous.2000b. Gema Teknologi EM. IPSA
Vol 2 No 1. Jakarta Hal 2-3
Buckman, P. 1983. Pengantar Pengkajian
Tanah-Tanah Wilayah Tropis Dan
Sub Tropika. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta. 164
Hal.
Effendi, S. 1982. Ensiklopedi Tumbuh-
Tumbuhan. Karya Anda.
Surabaya.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah.
Mediyatama Sarana Perkasa. J akarta. 218 Hal.
____________1993. Klasifikasi Tanah dan
Pedogenesis. Akademi Presindo
J akarta. 274 Hal.
Haryadi , 1986. Pengantar Agronomi.
Departemen Agronomi Fakultas
Pertanian IPB PP : 191 hal
Hakim, N. , M. Y. Nyakpa, A. M Lubis, S. G.
Nugroho. 1986. Dasar-dasar Ilmu
Tanah. Universitas Lampung. 285
hal.
Kramer, P. J .1975.Plant And Soil Water
Relation Ships Modern Syntesis.Tata Mc.
Graw Hill. Pub. Co. Ltd. New
Delhi. 482 Hal.
Kartasapoetra, G.1992.Budidaya Tanaman
Berkhasiat Obat. Rineka Cipta. J akarta
Mahendra, B.2005. 13 Jenis Tanaman Obat
Ampuh. Penebar Swadaya.
J akarta. 140 Hal.
Murbandono, L.2000. Membuat Kompos. PT
Penebar Swadaya. J akarta.
54 Hal.
Prihmantoro, H. 1999. Memupuk Tanaman
Sayur. PT Penebar Swadaya.
J akarta. 69 Hal.
Rinsema, W. T. 1983. Pupuk dan Pemupukan.
Bharata Karya Aksara. J akarta.
41-43 hal.
Soepardi, 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Penebar
Swadaya. J akarta. 35 hal.
Sugito, Y. , Nuraini, Y. Dan Nihayati, E.1994.
Sistem Pertanian Organik.
Universitas Brawijaya. Malang.
47 Hal
Pengaruh Komposisi Media 133148 (Siti Fatimah, Budi MH)


148
Supriatna, S. 2002. Warta Penelitian dan
Pengambangan Tanaman
Industri, Vol 8 no 2. Balitro
Susilo, H. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia Press
Salemba. J akarta. Hal 113 121.
Sutejo, M. M. 1999. Pupuk dan Cara
Pemupukan. PT. Reneka Cipta.
J akarta. 177 hal.
Winarto, W, P.2004. Sambiloto Budidaya dan
Pemanfaatan untuk Obat. Penebar
Swadaya. J akarta. 72 Hal.

Anda mungkin juga menyukai