PENDAHULUAN Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur dan terbatasnya ketersediaan lahan menjadi salah satu faktor terjadinya disintegrasi dalam pembangunan di perkotaan. Berbagai sektor aktivitas masyarakat kota seringkali memperebutkan lahan-lahan terbuka hijau di kawasan perkotaan dan mengakibatkan semakin minimnya ruang terbuka hijau (RTH). Keberadaan RTH di kawasan perkotaan sangat penting dalam mendukung keberlangsungan sebuah kota ditinjau dari segi ekologis. Fungsi intrinsik (utama) RTH beragam, diantaranya yaitu sebagai produsen (penghasil) oksigen. Oksigen merupakan kebutuhan dasar yang mutlak diperlukan oleh sebuah kota baik oleh penduduk, kendaraan bermotor, hewan ternak, maupun industri. Gas oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk proses respirasi. Perkembangan Kota Malang telah banyak keluar dari rencana semula. Kota Malang mengalami gejala yang sama yaitu perubahan fungsi lahan yang direncanakan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) menjadi kawasan terbangun. Kota Malang seharusnya mencadangkan 3.301,8 ha lahannya untuk dijadikan RTH, namun pada kondisi eksisting RTH Kota Malang hanya 11,82% atau 1.303,19 ha (Masterplan RTH Kota Malang, 2005). Perkembangan Kota Malang seperti yang telah dijelaskan di atas pada akhirnya mengakibatkan menurunnya produksi oksigen yang mampu dihasilkan oleh RTH, karena pengalihfungsian lahan menyebabkan meningkatnya area-area yang diperkeras dengan material yang tidak memungkinkan bagi tanaman untuk tumbuh. Apabila setiap 1 m2 ruang terbuka hijau mampu menghasilkan 50,625 gram O2/m2/hari menurut Gerakis (1974) yang dimodifikasi dalam dalam Wisesa (1988), maka untuk RTH seluas n m2 akan menghasilkan sebesar kg 2 O /hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa luas RTH berbanding lurus dengan besar/kecilnya produksi O2, yaitu semakin tinggi luas RTH akan semakin besar jumlah O2 yang dihasilkan dan semakin rendah luas RTH akan semakin sedikit jumlah O2 yang dihasilkan. Pengalihfungsian ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun di Kota Malang pada akhirnya menyebabkan penurunan produksi oksigen. Konsumsi oksigen penduduk adalah sebesar 0,864 kg/jiwa/hari (Herliani, 2007). Dengan jumlah penduduk sebanyak 816.637 jiwa (Kota Malang Dalam Angka, 2008), maka konsumsi oksigen Kota Malang adalah 705,57 ton O2/hari. Jika luas terbuka hijau (RTH) Kota
66
Malang adalah 1.303,8 ha (Masterplan RTH Kota Malang, 2005) maka produksi O2 yang mampu dihasilkan (Gerakis dalam Wisesa, 1988) oleh RTH adalah sebesar 660,04 ton O2/hari sehingga Kota Malang memerlukan adanya penambahan ruang terbuka hijau (RTH). Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan sub sistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka. Pemerintah Kota Malang melalui dinas pertamanan masih berupaya menyediakan minimal dua unit hutan kota di masing-masing kecamatan. Namun, karena kondisinya yang sudah padat bangunan di dua kecamatan (Kecamatan Sukun dan Lowokwaru) upaya tersebut sulit dilakukan. Optimasi hutan kota merupakan jalan paling efektif yang dapat dilakukan. Konsistensi pengembangan hutan kota diharapkan dapat menjadi gambaran upaya optimasi yang dapat dilakukan dalam meningkatkan produksi oksigen yang mampu dihasilkan oleh RTH khususnya hutan kota di Kota Malang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang produksi oksigen hutan kota Malang yang diduga melalui biomassanya berdasarkan (a) persamaan allometrik (Brown, 1997) atau melalui (b) pendekatan berat kering tanaman dari setiap vegetasi penyusun hutan kota. Persamaan allometrik dapat digunakan untuk menduga besar produksi oksigen pada vegetasi yang memiliki diameter at breast heigh (DBH) sedangkan untuk vegetasi yang tidak memiliki DBH akan diduga produksi oksigennya melalui besar biomassanya. Pada penelitian ini akan dibahas karakteristik masing-masing hutan Kota Malang, mengidentifikasi karakteristik hutan kota, menyusun model pengembangan vegetasi hutan kota (a) menurut tata cara perencanaan teknik lansekap jalan dan (b) dengan pendekatan luas penutupan (LP), serta menyusun arahan pegembangan vegetasi pada masing-masing hutan Kota Malang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesadaran pemerintah dan masyarakat terhadap usaha pelestarian hutan kota, sehingga tercipta hubungan yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. Pengukuran produksi oksigen pada penelitian ini relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan kota menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi oksigen yang mampu dihasilkan.
METODE PENELITIAN 1. Metode Pengumpulan Data a) Survey primer Data primer ini diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung terhadap hutan kota khususnya di Kota Malang. Pada pengamatan awal yang dilakukan pada hutan kota Malang diketahui bahwa hutan kota Malang terdiri dari 3-4 stratum vegetasi dari stratum E hingga B. Kemudian dilakukan pembagian induk petak pengamatan 20 20 meter yang diletakkan pada seluruh bagian hutan kota untuk pengamatan vegetasi stratum B dan C. Metode kombinasi akan digunakan dalam menentukan induk petak pengamatan. Pada metode ini masing-masing induk petak pengamatan terletak saling bersebelahan sehingga mengurangi resiko adanya bagian hutan kota yang tidak terambil datanya.
pengamatan menyesuaikan dengan jumlah induk petaknya. b) Survey sekunder Metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data berupa dokumen, kebijakan dan literatur yang berhubungan dengan pembahasan. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada hutan kota Malang yang memiliki tipe ilkim (Schmidt and Ferguson) C yaitu agak basah. Pemilihan hutan kota yang akan dijadikan objek penelitian didasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, yaitu hutan kota yang dipilih (1) telah ditetapkan sebagai hutan kota oleh pemerintah daerah setempat dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Malang dan (2) memiliki luas minimal 2.500 m2. Berdasarkan kriteri tersebut diperoleh lima hutan kota Malang, yaitu (1) hutan kota Malabar, (2) hutan kota Jakarta, (3) hutan kota Velodrom, (4) hutan kota Indragiri, dan (5) hutan kota Buper Hamid Rusdi. 3. Metode Analisis a) Metode Analisis Deskriptif Pemaparan beberapa data yang diperoleh melalui pengamatan lapangan, antara lain: Data tentang elemen keras Luas dan jenis elemen keras Data tentang elemen lunak (vegetasi) : Stratum B : DBH dan lebar tajuk Stratum C : DBH dan lebar tajuk Stratum D : berat kering dan lebar tajuk Stratum E : berat kering dan luas penutupan (LP) Data-data tersebut kemudian dijabarkan ke dalam bentuk tabel, diagram maupun grafik. b) Metode Analisis Evaluatif Metode ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan hutan Kota Malang dalam menghasilkan oksigen. Estimasi produksi oksigen pada vegetasi hutan kota dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur biomassanya, yaitu : Stratum B dan C : menggunakan persamaan allometrik Stratum D dan E : menggunakan metode berat kering tanaman c) Metode Analisis Development Membandingkan antara produksi oksigen hutan kota Malang pada kondisi eksisting dengan produksi oksigen berdasarkan model pengembangan vegetasi hutan kota. Vegetasi tegakan (stratum B, C dan E)
67
Selanjutnya induk petak dibagi menjadi anak petak berukuran 2 2 meter. Kemudian dari setiap induk petak akan diambil 1 anak petak pengamatan (dipilih secara purposive) untuk menduga biomassa vegetasi stratum D dan E. Pengambilan anak petak pengamatan dilakukan secara purposive (acak) dengan pertimbangan sebagai berikut: Untuk menghindari pengambilan anak petak pengamatan pada bagian hutan kota dengan karakter vegetasi yang terlalu rapat atau terlalu jarang. Pemilihan anak petak pengamatan dengan cara ini juga ditujukan untuk menghindari adanya peluang tidak terambilnya anak petak pengamatan pada induk-induk petak pengamatan tertentu pada hutan kota. Selanjutnya dilakukan pendugaan biomassa, yaitu : Pengukuran biomassa pada vegetasi stratum B dan C dilakukan dengan menggunakan persamaan allometrik. Pengukuran biomassa pada vegetasi stratum D dan E dilakukan dengan pemanenan (destructive). Dari data biomassa dapat diduga produksi oksigen vegetasi hutan Kota Malang. Jumlah induk petak pada hutan kota Malabar, Jakarta; Indragiri; Velodrom dan hutan kota Buper Hamid Rusdi berturut-turut adalah sebanyak 59, 61, 21, 81 dan 56. Jumlah sampel anak petak
Yaitu menduga produksi oksigen hutan kota dengan rekayasa pola penanaman vegetasi (Tata cara perencanaan teknik lansekap jalan, 1996) : cara penanaman persegi, persegi panjang dan segitiga (silang). Selanjutnya akan dipilih 1 dari 3 cara penanaman yang mampu membentuk kerapatan tertinggi pada tegakan vegetasi hutan kota Malang. Vegetasi pelantai (stratum E) Untuk vegetasi pelantai (stratum E) akan dibandingkan dengan produksi oksigen vegetasi apabila diasumsikan luas penutupan (LP) vegetasi stratum E = 100%. Selanjutnya cara tersebut akan digunakan untuk memodelkan pengembangan vegetasi hutan kota. Pada penelitian ini juga akan dikaji mengenai pengaruh elemen keras terhadap produksi oksigen hutan kota Malang. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Hutan Kota Malang Elemen pada hutan kota didominasi oleh elemen lunak (soft element) berupa vegetasi yang terbagi menjadi 3 hingga 4 stratum pada hutan kota Kota Malang.
Tabel 1. Karakteristik Vegetasi Hutan Kota Malang
No. 1 Hutan kota Malabar Vegetasi Stratum B Keterangan Jumlah = 168 DBH = 17-92 cm Lebar tajuk = 5,96 m Jumlah = 818 DBH = 5-122 cm Lebar tajuk = 3,42 m Jmlah = 27 Berat kering = 2.490 Lebar tajuk = 1,41 m Berat kering = 20.650 LP = 51,17% Jumlah = 83 DBH = 17-84 Lebar tajuk = 6,81 Jumlah = 635 DBH = 5-110 Lebar tajuk = 3,37 m D Jumlah = 48 Berat kering = 4.380 Lebar tajuk = 0,53 m Berat kering = 30.779 LP = 86,26% Jumlah = 161 DBH = 6-38 cm Lebar tajuk = 3,61 m Jumlah = 12 Berat kering = 1.110 Lebar tajuk = 0,79 m Berat kering = 14.640 LP = 97,86%
No. 4
Keterangan Jumlah = 143 DBH = 19-88 cm Lebar tajuk = 4,94 m Jumlah = 788 DBH = 5-36 cm Lebar tajuk = 3,51 m Jumlah = 35 Berat kering = 3.500 Lebar tajuk = 1,33 m Berat kering = 33.359 LP = 70,26% Jumlah = 86 DBH = 17-38 cm Lebar tajuk = 5,97 m Jumlah = 408 DBH = 5-22 cm Lebar tajuk = 3,29 m Jumlah = 31 Berat kering = 4.360 Lebar tajuk = 1,16 m Berat kering = 36.480 LP = 95,20%
Elemen keras (hard element) merupakan elemen minoritas pada hutan kota, terlihat gambar 2.
E 2 Jakarta B
Keterangan: 1) Elemen keras (hard element) 2) Elemen lunak (soft element) Gambar 2. Proporsi Elemen Keras terhadap Elemen Lunak pada Hutan Kota Malang
E 3 Indragiri C
2. Produksi Oksigen Hutan Kota Pada kondisi eksisting hutan kota Malang dengan kemampuan menghasilkan oksigen tertinggi adalah hutan kota Malabar, yaitu sebesar 7.868.795,46 gram/hari dan hutan kota Indragiri merupakan hutan kota dengan kemampuan menghasilkan oksigen terendah hutan kota Malang, yaitu sebesar 946.941,24 gram/hari yaitu pada hutan kota Indragiri.
Tabel 2. Kemampuan Hutan Kota Malang sebagai Penghasil Oksigen
No. 1 2 3 4 5 Hutan Kota Malabar Jakarta Indragiri Velodrom Buper Hamid Rusdi Jumlah Produksi Oksigen (gram/hari) 7.868.795,46 4.884.104,58 946.941,24 7.373.751,54 5.777.439,40
68
3. Model Pengembangan Vegetasi Hutan Kota a) Model Pengembangan Vegetasi Tegakan (stratum B, C dan D) Hutan kota Malang memiliki karakteristik dan kemampuan berbeda-beda dalam menghasilkan oksigen baik secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal, vegetasi stratum B memiliki kemampuan menghasilkan oksigen sebesar 25.583,35 gram/hari/vegetasi, vegetasi stratum C memiliki kemampuan menghasilkan oksigen sebesar 2.556,69 gram/hari/vegetasi dan vegetasi stratum D memiliki kemampuan menghasilkan oksigen sebesar 101,65 gram/hari/vegetasi. Secara horisontal, kerapatan vegetasi sangat berpengaruh terhadap besar/ kecilnya oksigen yang mampu dihasilkan oleh hutan kota. Berdasarkan tabel 4.67 dapat diketahui bahwa kerapatan vegetasi erat hubungannya dengan produksi oksigen hutan kota Malang. Semakin tinggi kerapatan vegetasi tegakan (stratum B, C dan D) akan semakin tinggi pula produksi oksigennya.
Tabel 3. Kerapatan Relatif Vegetasi Tegakan (Stratum B, C Dan D) Hutan Kota Malang (Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan, 1996
No. 1 2 3 4 5 Hutan Kota Malabar Jakarta Indragiri Velodrom
Buper Hamid Rusdi
Jumlah
Keterangan: 1) Cara penanaman persegi 2) Cara penanaman persegi panjang 3) Cara penanaman segitiga (silang)
Keterangan: (a) Cara penanaman persegi (b) Cara penanaman persegi panjang (C) Cara penanaman segitiga (silang) Gambar 3. Tata Cara Penanaman Vegetasi Tegakan (stratum B, C dan D)
Kerapatan vegetasi dengan tata cara penanaman bujur sangkar diketahui dengan menggunakan persamaan (3.7) cara penanaman persegi panjang dengan menggunakan persamaan (3.9) dan cara penanaman segi tiga (silang) dengan menggunakan persamaan (3.11). Apabila diasumsikan bahwa hutan kota berbentuk persegi dengan panjang dan lebar berturut-turut adalah 20 meter 20 meter, maka akan diperoleh hasil seperti pada tabel 3.
Selanjutnya tata cara penanaman segi tiga (Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan, 1996) digunakan untuk mengembangkan vegetasi-vegetasi berupa tegakan pada hutan kota Malang dan mengestimasikan peningkatan/ penurunan produksi oksigen oleh vegetasi berupa tegakan (stratum B, C dan D) pada masingmasing hutan kota. b) Model Pengembangan Vegetasi Pelantai (stratum E) Pada vegetasi stratum E, luas bahwa peningkatan luas penutupan (LP) vegetasi stratum E pada lantai hutan kota Malang sangat berpengaruh terhadap biomassa hutan kota (tabel 4.72) dan berpengaruh terhadap produksi oksigen hutan kota Malang. 1) Produksi Oksigen Hutan Kota Malang dengan Model Pengembangan Vegetasi Hutan Kota Produksi Oksigen Vegetasi Tegakan (stratum B, C dan D) Hutan Kota Malang dengan Model Pengembangan Vegetasi Hutan Kota Pengembangan vegetasi tegakan dengan tata cara penanaman segi tiga (Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan, 1996) terbukti mampu meningkatkan produksi oksigen pada masing-masing hutan kota Malang. Perhatikan gambar 4.
69
Model pengembangan vegetasi hutan kota mampu meningkatkan produksi oksigen vegetasi hutan kota Malang.
Tabel 4. Kemampuan Hutan Kota Malang sebagai Penghasil Oksigen Melalui Model Pengembangan Vegetasi Hutan Kota
No. 1 2 3 4 5 Hutan Kota Malabar Jakarta Indragiri Velodrom Buper Hamid Rusdi Jumlah Produksi Oksigen (gram/hari) 16.859.783,07 9.156.962,11 4.922.944,14 22.511.225,16 13.440.095,46
Keterangan : 1) Produksi oksigen dengan tata cara penanaman segitiga (silang) 2) Produksi oksigen eksisting Gambar 4. Peningkatan Produksi Oksigen Vegetasi Tegakan Hutan Kota Malang dengan Model Pengembangan Vegetasi Hutan Kota
Produksi Oksigen Vegetasi Pelantai (stratum E) Hutan Kota Malang dengan Model Pengembangan Vegetasi Hutan Kota Pengembangan vegetasi pelantai (stratum E) dengan Dengan adanya peningkatan biomassa vegetasi stratum E pada masing-masing hutan kota Malang terjadi peningkatan produksi oksigen seperti pada gambar 5.
2) Pengaruh Elemen Keras terhadap Produksi Oksigen Hutan Kota Malang Jika diasumsikan bahwa seluruh bagian hutan kota Malang tidak memiliki elemen keras, maka besar produksi oksigen yang mampu dihasilkan oleh vegetasi tegakan (stratum B, C dan D) hutan kota Malang adalah sebesar 65.432.548,80 gram/hari atau 3.268.182,18 gram/hari lebih tinggi dibanding dengan produksi oksigen pada kondisi eksisting 62.164.366,63 gram/hari.
Tabel 5. Pengaruh Elemen Keras terhadap Produksi Oksigen Hutan Kota Malang
No. 1 2 3 4 5 Hutan Kota Malabar Jakarta Indragiri Velodrom Buper Hamid Rusdi Jumlah Produksi Oksigen (gram/hari) 18.220.278,09 9.725.259,83 5.267.574,92 22.781.030,77 19.241.993,73
Keterangan : 1) Produksi oksigen dengan asumsi LP = 100% 2) Produksi oksigen eksisting Gambar 5. Peningkatan Produksi Oksigen Vegetasi Pelantai (Stratum E) Hutan Kota Malang dengan Asumsi LP = 100%
Berdasarkan tabel 5, dapat disimpulkan bahwa elemen keras berpengaruh terhadap produksi oksigen hutan kota Malang. Jika masing-masing hutan kota Malang tidak memiliki elemen keras maka besar produksi oksigen yang seharusnya mampu dihasilkan oleh vegetasi hutan kota Malabar adalah 18.220.278,09 gram/hari, sebesar 9.725.259,83 gram/hari pada hutan kota Jakarta, sebesar 5.267.574,92 gram/hari pada hutan kota Indragiri, sebesar 22.781.030,77 gram/hari pada hutan kota Velodrom dan sebesar 19.241.993,73 gram/hari pada hutan kota Buper Hamid Rusdi.
Tabel 6. Arahan Optimasi Produksi Oksigen Hutan Kota Malang
Arahan Hutan Kota Malabar B C D Keterangan Penambahan 314 tegakan Penambahan 691 tegakan Penambahan 7.689 tegakan LP rata-rata = 100% Produksi oksigen (gram/hari) 13.021.924,72 3.858.044,98 808.321,43 Jumlah produksi oksigen (gram/hari) 20.432.646,41
Dengan model pengembangan pada komunitas vegetasi stratum E melalui peningkatan LP dari LPeksisting menjadi LP = 100% produksi oksigen pada masing-masing hutan kota Malang meningkat, yaitu sebesar 88,97% pada hutan kota Malabar, sebesar 18,15% pada hutan kota Jakarta, sebesar 3,20% pada hutan kota Indragiri, sebesar 51,78% pada hutan kota Velodrom dan sebesar 6,07% pada hutan kota Buper Hamid Rusdi.
2.744.355,28
70
Arahan Hutan Kota Jakarta B C D Keterangan Penambahan 313 tegakan Penambahan 288 tegakan Penambahan 21.144 tegakan LP rata-rata = 100% Penambahan 140 tegakan Penambahan 102 tegakan Penambahan 5.071 tegakan LP rata-rata = 100% Penambahan 545 tegakan Penambahan 633 tegakan Penambahan 8.945 tegakan LP rata-rata = 100% Penambahan 265 tegakan Penambahan 805 tegakan Penambahan 7.676 tegakan LP rata-rata = 100% Produksi oksigen (gram/hari) 10.131.006,39 2.359.824,69 2.216.784,77
E Indragiri B C D
E Velodrom B C D
Keterangan : 1) Produksi oksigen eksisting Hutan Kota Malang 2) Produksi oksigen hutan kota Malang dengan model pengembangan vegetasi hutan kota, dengan tetap mempertimbangkan adanya elemen keras hutan kota (luas hutan kota = luas efektif) 3) Produksi oksigen hutan kota Malang dengan model pengembangan vegetasi hutan kota, dengan asumsi elemen keras = 0 (luas hutan kota = luas efekti + luas elemen keras)
C D
3.101.264,86 860.062,51
2.603.201,88
Untuk elemen keras yang terdapat pada masing-masing hutan kota tetap dipertahankan seperti pada kondisi eksisting. Tindakan ini bertujuan untuk tetap mempertahankan fungsi sosial yang ada pada masing-masing hutan kota. Peningkatan produksi oksigen hutan kota lebih difokuskan pada upaya mengoptimalkan lahan (melalui penanaman vegetasi) hutan kota yang ada sehingga perlu adanya pembatasan dan atau peniadaan peningkatan (penambahan) elemen keras pada masing-masing hutan kota. KESIMPULAN Perumusan kesimpulan dari penelitian Optimasi Hutan Kota sebagai Fungsi Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Kota Malang ini mengacu pada tahapan analisis yang telah dilakukan. Kesimpulan dari studi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Hutan kota Malang didominasi oleh tiga hingga empat komunitas vegetasi, yaitu vegetasi stratum B, C, D dan E yang tergabung dalam elemen lunak (soft element) hutan kota. Elemen keras (hard element) merupakan elemen minoritas dari masingmasing hutan kota. Keduanya memiliki perbandingan 91,44% dan 8,55%. Berdasarkan hasil analisis diperoleh pembagian bentuk hutan kota Malang: (a) hutan kota Malabar berbentuk bergerombol dan menumpuk, (b) hutan kota Jakarta
71
berbentuk bergerombol dan menumpuk, (c) hutan kota Indragiri berbentuk menyebar dan menumpuk, (d) hutan kota Velodrom berbentuk menyebar dan menumpuk, dan (e) hutan kota Buper hamid Rusdi berbentuk menyebar dan menumpuk. 2. Pada kondisi eksisting kemampuan hutan kota Malang dalam memproduksi oksigen adalah: Malabar : 7.868.795,46 gram/hari Jakarta : 4.884.104,58 gram/hari Indragiri : 946.941,24 gram/hari Velodrom : 7.373.751,54 gram/hari Buper Hamid Rusdi : 5.777.439,40 gram/hari Kemampuan terbesar dalam menghasilkan oksigen pada hutan kota Malang berada pada hutan kota Malabar, yaitu sebesar 7.868.795,46 gram oksigen/hari sedangkan kemampuan terendah berada pada hutan kota Indragiri, yaitu sebesar 946.941,24 gram oksigen/hari. 3. Upaya optimasi dilakukan melalui pembuatan model pengembangan vegetasi hutan kota, yaitu (a) Tata cara penanaman segi tiga (silang) vegetasi tegakan (stratum B, C dan D), dan (b) luas penutupan (LP) = 100% vegetasi pelantai (stratum E) dengan tetap mempertimbangakan adanya elemen keras pada masing-masing hutan kota sehingga diperoleh produksi oksigen seperti pada tabel 5.2. Pada vegetasi tegakan (stratum B, C, dan D), kerapatan vegetasi sangat berpengaruh pada produksi hutan kota Malang (tabel 4.67). Pada vegetasi pelantai (stratum E), luas penutupan (LP) sangat berpengaruh terhadap biomassa hutan kota Malang (tabel 4.72) dan berpengaruh terhadap produksi oksigen (tabel 4.74). Jika kedua kondisi tersebut digunakan sebagai model pengembangan pada hutan kota, maka hutan dapat diprediksi besar produksi oksigen hutan kota Malang akan meningkat 40.039.978,01 gram atau lebih tinggi 149,12% lebih tinggi dari pada kondisi eksisting. Berdasarkan kondisi jumlah penduduk Kota Malang, pengembangan vegetasi hutan kota melalui penerapan model pengembangan vegetasi hutan kota ini mampu mensupport 9,5% kebutuhan oksigen Kota Malang. Berdasarkan model pengembangan hutan kota, kemampuan hutan kota Malang dalam menghasilkan oksigen meningkat menjadi seperti berikut ini: Malabar : 16.859.783,07 gram/hari Jakarta : 9.156.962,11 gram/hari Indragiri : 4.922.944,14 gram/hari
72
Velodrom : 22.511.225,16 gram/hari Buper Hamid Rusdi : 13.440.095,46 gram/hari Elemen keras berpengaruh terhadap produksi oksigen hutan kota Malang, baik pada vegetasi tegakan maupun pada vegetasi pelantai. Jika diasumsikan bahwa masingmasing hutan kota Malang tidak dilengkapi dengan elemen keras, maka (dengan menggunakan model pengembangan hutan kota) produksi oksigen hutan kota Malang akan 8.345.127,40 gram atau 12,48% lebih tinggi dari sebelumnya. Berdasarkan kondisi jumlah penduduk Kota Malang, pengembangan vegetasi hutan kota melalui penerapan model pengembangan vegetasi hutan kota ini mampu mensupport 10,6% kebutuhan oksigen Kota Malang (dengan asumsi bahwa elemen keras = 0). Berdasarkan model pengembangan hutan kota, kemampuan hutan kota Malang dalam menghasilkan oksigen dikaji ulang dengan asumsi bahwa masing-masing hutan kota Malang tidak memiliki elemen keras (luas hutan kota = luas efektif + luas elemen keras)
maka produksi oksigen hutan kota Malang meningkat menjadi seperti berikut ini: Malabar : 18.220.278,09 gram/hari Jakarta : 9.725.259,83gram/hari Indragiri : 5.267.574,92 gram/hari Velodrom : 22.781.030,77 gram/hari Buper Hamid Rusdi: 16.786.565,16 gram/hari
SARAN Berdasarkan kesimpulan dari penelitian Optimasi Hutan Kota sebagai Penghasil Oksigen Kota Malang ini rekomendasi dapat dikemukakan adalah peningkatan dan peran aktif seluruh stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan untuk mendukung keberlangsungan fungsi ekologis hutan kota, yaitu dengan: 1. Membangun pola berfikir masyarakat akan lingkungan hidup, bahwa lingkungan hidup merupakan aset yang harus dipertahankan kelestariannya bukan untuk kepentingan jangka pendek melainkan untuk masa yang akan datang. 2. Peran aktif pemerintah dalam mendukung upaya pelestarian ruang terbuka hijau utamanya hutan kota mengingat banyak terjadinya konversi perubahan ruang terbuka hijau kota Malang yang semakin pesat akibat perebutan kepentingan penggunakaan lahan dari berbagai sektor aktivitas kota Malang. Untuk itu perlu adanya upaya optimasi demi mengoptimumkan fungsi ekologis pada hutan kota yang ada.
3. Penelitian lanjutan mengenai optimasi produksi oksigen Kota Malang pada bentuk ruang terbuka hijau selain yang telah dikaji pada penelitian ini. 4. Penelitian lanjutan mengenai produksi oksigen untuk tiap jenis vegetasi dirasa perlu dilaksanakan. Dengan proses interpretasi yang lebih dalam diharapkan penelitian lanjutan dapat menghasilkan rekomendasi mengenai jenis-jenis vegetasi dengan kemampuan tinggi dalam menghasilkan oksigen utamanya vegetasi yang sesuai dengan kondisi Kota Malang. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum. 1996. Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan: Jakarta. Indrianto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008. 2008. Pedoman Penyediaan dan Penyelenggaraan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan: Jakarta. Sutaryo, Dandun. 2009. Perhitungan Biomassa (Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon). Bogor: Wetlands International Indonesia Programme.
73
74