Anda di halaman 1dari 33

Arah Kebijakan Bank Indonesia Tahun 2011

By bi February 2, 2011 No comments Informasi Perbankan Tagged: corner solution, dunia usaha, ekonomi indonesia, inflasi, kebijakan bank indonesia, kebijakan moneter, likuiditas, nilai tukar, pemulihan, penca, pictures

Kita telah melewati masa krisis global 2008/2009 dan boleh dikatakan ekonomi Indonesia selama 2010-2011 berada dalam tahapan transformasi dari pemulihan menuju pertumbuhan yang berkesinambungan melalui penguatan stabilitas. Sebagai first line of defense, Bank Indonesia senantiasa mengedepankan pengelolaan kebijakan moneter dan perbankan secara berhati-hati (prudent) dan konsisten. Respon kebijakan Bank Indonesia yang telah ditempuh selama 2010 dalam rangka menjaga stabilitas makro dan sistem keuangan. Sebagaimana tema yang diusung pada kesempatan ini, dengan memperkuat stabilitas diharapkan akan menopang proses transformasi ekonomi Indonesia paska krisis global menjadi ekonomi yang tumbuh berkelanjutan (sustainable). Kebijakan Bank Indonesia selama tahun 2011 akan berbentuk penguatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial sebagaimana yang telah ditempuh selama tahun 2010. Penguatan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh instrumen yang tersedia untuk kemudian dikalibrasi secara optimal. Instrumen-instrumen dimaksud meliputi: 1. Kebijakan suku bunga (BI rate) diarahkan agar tetap konsisten terhadap pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan, yaitu 5%1% dan 4,5%1% pada tahun 2011 dan 2012, dengan mewaspadai risiko tekanan inflasi yang akan meningkat ke depan. 2. Kebijakan nilai tukar diarahkan untuk membantu pencapaian sasaran inflasi, dengan tetap konsisten pada pencapaian sasaran makroekonomi lain, serta memberikan kepastian bagi dunia usaha. Solusi possible trinity akan berbentuk konfigurasi optimal dari stabilisasi nilai tukar, pengendalian arus modal, dan respon suku bunga. Dengan kata lain, mempertimbangkan berbagai kompleksitas yang dihadapi, Bank Indonesia mensiasati kerangka impossible trinity melalui pemilihan middle ground solution, bukan corner solution. 3. Operasi moneter dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas domestik diarahkan agar konsisten dan mendukung kebijakan suku bunga dalam pencapaian sasaran inflasi dan pengendalian permintaan domestik. 4. Kebijakan makroprudensial lalu lintas modal diarahkan untuk mendukung kebijakan nilai tukar, dengan tidak menimbulkan dampak terhadap likuiditas domestik secara berlebihan. Dua dari paket kebijakan yang diterbitkan pada Desember 2010 lalu yaitu kenaikkan giro wajib minimum (GWM) valas dan penerapan kembali batas posisi saldo harian pinjaman luar negeri (PLN) bank jangka pendek, merupakan instrumen makroprudensial yang juga terkait dengan pengelolaan arus modal. Di tengah derasnya modal masuk, kenaikan GWM valas akan memperkuat managemen likuiditas perbankan. Sementara itu, pembatasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri bank jangka pendek, akan

memperkuat prinsip kehati-hatian dalam mengelola pinjaman luar negeri bank jangka pendek. Perumusan dan implementasi bauran kebijakan tersebut sangat penting mempertimbangkan keterkaitan stabilitas moneter dan stabilitas keuangan. Bank Indonesia juga akan terus melakukan kalibrasi agar bauran kebijakan yang diambil tetap memberikan hasil optimal antara stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi. ARAH KEBIJAKAN BANK INDONESIA Meningkatnya kegiatan ekonomi tahun 2010 ditopang oleh ketahanan dan kinerja sektor perbankan yang positif, tercermin dari terjaganya stabilitas. Financial Stability Index yang mencapai sebesar 1,75 atau jauh lebih rendah dibandingkan pada saat krisis 2007/2008 sebesar 2,43. Fungsi intermediasi juga meningkat meski masih ada peluang untuk lebih tumbuh, risiko kredit masih terjaga (NPL dibawah 5%), permodalan yang memadai (CAR mencapai 16%). Sebagaimana diketahui Bank Indonesia telah mengeluarkan Paket Kebijakan Desember 2010 dengan sasaran utamanya adalah untuk memperkokoh stabilitas makroekonomi dan meningkatkan intermediasi dan ketahanan perbankan, yaitu: 1. Kebijakan untuk meningkatkan intermediasi perbankan yang dilakukan guna menjamin ketersediaan pasokan melalui pendalaman pasar, mendorong biaya pinjaman yang lebih efisien, melonggarkan bobot risiko untuk kredit ritel dan KMK serta upaya mengurangi asymmetric information dengan penyediaan data informasi kredit yang lebih akurat dan lengkap. Untuk lebih mendorong keluasan jangkauan dan kedalaman intermediasi, dilakukan upaya-upaya besar melalui program perluasan akses kepada lembaga keuangan (financial inclusion) dan program BPD Regional Champion. 2. Kebijakan untuk meningkatkan ketahanan bank yang dimaksudkan untuk lebih mendukung pertumbuhan bank, daya saing dan kemampuan dalam menyerap risiko. Untuk mencapainya akan dilakukan penguatan melalui penyempurnaan aturan terkait dengan fit and proper test, peningkatan fungsi kepatuhan bank umum, aktiva tertimbang menurut risiko, dan manajemen risiko terkait kerjasama bisnis Bancassurance. 3. Kebijakan untuk penguatan kelembagaan, daya saing dan ketahanan bank perkreditan rakyat dan bank syariah yang ditujukan untuk membangun kesetaraan playing field dengan bank konvensional. Upaya ini akan didukung penyempurnaan aturan yang terkait penilaian kualitas aktiva produktif, restrukturisasi pembiayaan bank dan unit syariah, batas maksimum pembiayaan dana BPR syariah, dan perubahan perizinan bank umum menjadi bank syariah. 4. Kebijakan untuk meningkatkan efektivitas fungsi pengawasan bank yang ditujukan untuk meningkatkan fungsi detektif early warning system dan penerapan macroprudential supervision. Untuk mencapainya dilakukan penyempurnaan aturan-aturan terkait dengan sistem pengawasan bank berdasarkan risiko, penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy) dan penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko.

Arah kebijakan ke depan difokuskan pada upaya untuk mentransformasikan kondisi perekonomian dan perbankan paska krisis saat ini, menuju pertumbuhan yang berkesinambungan, melalui: 1. Pemanfaatan pasokan devisa yang berkesinambungan untuk menutupi kebutuhan impor dan kebutuhan pembiayaan, disamping dapat digunakan untuk memperdalam pasar keuangan serta menopang stabilitas makro, utamanya nilai tukar. 2. Peningkatan permodalan dan kelembagaan serta daya saing perbankan nasional dengan mempercepat proses konsolidasi untuk menyongsong penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN. 3. Mendorong pertumbuhan yang produktif dan meningkatkan efisiensi dengan mendorong NIM perbankan ke arah yang lebih rendah, efisien, dan kondusif bagi dunia usaha, termasuk sektor UMKM. 4. Partisipatif dalam meningkatkan akses dan keterhubungan masyarakat dengan jasa keuangan maupun lembaga perbankan. 5. Pengembangan Sistem Pembayaran yang diupayakan agar lebih efisien, handal, mudah, dan aman dilakukan dengan menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur, pengembangan sistem, dan penguatan aturan hukum. Upaya pengembangan di bidang Sistem Pembayaran tersebut juga terkait dalam rangka mendorong financial inclusion. 6. Arah implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dilakukan dengan mendudukkan berbagai jenis bank pada posisi yang tepat, sesuai dengan alasan keberadaannya masing-masing agar satu sama lain dapat saling bersinergi dan mempertimbangkan roadmap API berdasarkan best practice perbankan. 7. Mempertimbangkan potensi demografis Indonesia dan relatif masih rendahnya akses keuangan masyarakat, Bank Indonesia bersama pemerintah sedang merumuskan strategi nasional keuangan inklusif. 8. Penguatan tata kelola untuk mencegah pengambilan risiko secara berlebihan bagi eksekutif yang berpotensi memunculkan moral hazard.

Definisi Corner Solusi: Solusi sudut adalah pilihan yang dibuat oleh seorang agen yang ada di kendala, dan tidak di singgung dua kurva klasik pada grafik, salah satu karakteristik apa agen dapat memperoleh dan yang lainnya mencirikan pilihan dibayangkan yang akan mencapai nilai tertinggi dicapai agen tujuan.

Sebuah contoh klasik dari solusi sudut adalah persimpangan antara garis anggaran konsumen (mencirikan jumlah maksimum yang baik X dan Y yang baik yang konsumen mampu) dan kurva indiferen tertinggi layak. Jika pilihan terbaik tersedia agen adalah pada kendala - misalnya antara bundel terjangkau baik X dan Y yang baik agen nol lebih suka kuantitas X yang baik - pilihan yang sering tidak di singgung dari kurva indiferen dan garis anggaran, namun di "pojok"

DUA SOLUSI CORNER


Sebuah kebijaksanaan konvensional baru tentang pilihan nilai tukar telah muncul dalam forum-forum internasional. Untuk membuka pasar yang benar-benar, seperti Hong Kong, pilihan dipercaya dapat berupa nilai tukar dihubungkan ditembus atau free float asli.

Globalisasi, sebagaimana diwujudkan dalam pasar keuangan, telah melibatkan ledakan belum pernah terjadi sebelumnya arus keuangan internasional. Fenomena ini memiliki implikasi besar pada pilihan dari rezim nilai tukar, terutama untuk yurisdiksi dengan pasar keuangan yang terbuka dan cair, yang cukup besar untuk menarik jumlah terus meningkat pelaku pasar mampu memobilisasi modal internasional besar dan mencari keuntungan jangka pendek peluang. Dimana kesempatan seperti menampilkan diri, apakah sebagai akibat prospek ekonomi yang terus membaik atau kelemahan kebijakan yang dirasakan, atau melalui shock ekonomi, relatif terhadap ukuran pasar yang sangat besar jumlah bisa, dalam waktu singkat, aliran masuk dan keluar dari pasar tersebut . Hal ini sering menyebabkan volatilitas yang cukup besar dan dislokasi pasar, menyebabkan harga apa pun yang diperdagangkan di pasar-pasar untuk overshoot, sepanjang menciptakan masalah sistemik yang bisa sangat merusak dan sulit untuk menangani. Pasar valuta asing adalah saluran untuk modal internasional, dan oleh karena fenomena ini tidak stabil sering muncul pertama di pasar tersebut. Dimana khusus ada target nilai tukar terhadap yang taruhan bisa diungkapkan, pada nilai tukar itu sendiri dan pada tingkat suku bunga untuk mata uang yang bersangkutan, tekanan yang membangun bisa sangat tangguh. Bahkan ketika nilai tukar bebas mengambang, dan karena itu secara teoritis tanpa target yang tepat untuk tujuan di, ketika sentimen adalah salah satu sisi, yang sering terjadi di pasar keuangan, nilai overshoot tingkat cukup umum. Krisis keuangan tahun 1990-an penuh dengan insiden semacam ini. Akibatnya, pilihan rezim nilai tukar telah menjadi isu utama, jika tidak pusat, untuk diskusi di forum keuangan internasional. Setelah mengambil bagian dalam banyak diskusi ini, saya rasa munculnya kebijaksanaan konvensional baru yang bisa, di risiko over-penyederhanaan, dapat digambarkan sebagai berikut: a. kredibilitas dari setiap rezim nilai tukar tersebut dibangun di atas kebijakan ekonomi yang masuk akal, institusi yang kuat dan kokoh infrastruktur pasar; b. untuk pasar yang benar-benar terbuka, pilihannya adalah antara apa yang sekarang disebut sebagai solusi dua sudut, yaitu baik nilai tukar target yang dianggap tak tertembus, seperti dalam kasus sistem dewan mata uang, atau suatu rezim yang tidak melibatkan target nilai tukar, seperti dalam bebas float; c. sedangkan dua solusi sudut tampaknya masih layak, mereka tidak krisis kekebalan tubuh, terutama untuk pasar terbuka dan cair berukuran besar; d. faktor penting yang harus diperhitungkan saat memilih antara dua meliputi derajat orientasi eksternal ekonomi dan tanggap ekonomi untuk bertukar perubahan tingkat; dan e. sementara rezim di antara dua solusi sudut tidak sesuai untuk pasar yang terbuka, yang dengan kontrol baik di pasar valuta asing atau pasar uang domestik, atau keduanya, yang secara efektif mencegah arus dana atau kegiatan yang dislokasi risiko pasar mampu untuk bereksperimen dengan mereka .

Tapi yang jelas tidak ada rezim nilai tukar bisa sempurna dan tidak ada rezim satu yang cocok untuk semua. mata uang sistem papan kami telah melayani kita dengan baik dan kasus untuk itu tidak pernah jelas. Rezim tukar mengambang tampaknya saat ini menjadi cukup populer di tempat lain. Tapi tampaknya bekerja dengan baik hanya untuk ekonomi yang dipilih, terutama yang besar dimana pasar valuta asing cukup besar untuk menyerap aliran modal tebal. Amerika Serikat adalah sebuah contoh nyata, meskipun dengan dolar AS yang berfungsi sebagai "numeraire" dalam ekspresi nilai tukar untuk semua mata uang lainnya, tidak ada satu nilai tukar yang untuk fokus sebagai instrumen kebijakan. Selain itu, ekonomi AS tidak terlalu berorientasi eksternal. Tingkat nilai tukar, namun diukur, adalah penting yang lebih sedikit untuk kebijakan ekonomi di AS daripada di yurisdiksi lain. Tapi ada, bagaimanapun, kebijakan dolar yang kuat, apa pun artinya, dan kebetulan ini tampaknya bertentangan dengan advokasi berdiri lama untuk rezim nilai tukar mengambang bebas tukar. Untuk mata uang utama lainnya yang saat ini bebas mengambang dalam kondisi pasar terbuka, sangat sulit untuk mengatakan apakah seperti rezim adalah bekerja dengan baik. Tapi kemudian tidak ada alternatif politik yang layak. Intervensi terpadu cukup sulit dicapai, belum lagi nilai tukar co-ordinasi atau pembentukan mata uang global, seperti yang dianjurkan baru-baru ini oleh beberapa akademisi. Maka, dengan pengecualian dari AS, mereka tetap menghadapi kemungkinan overshoot nilai tukar - saksi kelemahan saat euro. Mari kita berharap bahwa ini akan berubah menjadi suatu fenomena jangka pendek sehingga tingkat overshoot akan tidak dalam memimpin waktu yang berarti masalah sistemik atau menghasilkan inflasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Pengantar Ekonomi Mikro Islami Ilmu Ekonomi Mikro adalah penerapan ilmu ekonomi dalam perilaku individual sebagai konsumen, produsen maupun sebagai tenaga kerja, serta implikasi kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi perilaku tersebut. Sedangkan Ilmu Ekonomi Makro adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan (agregat). Salah satu kelemahan ilmu ekonomi konvensional adalah tidak adanya hubungan yang jelas antara tujuan-tujuan makroekonomi dan mikroekonomi. Ilmu Ekonomi Islam juga berusaha mengatasi kelemahan ini dengan membangun fondasi mikro bagi makroekonominya. Namun usaha ini belum sepenuhnya terpenuhi, ilmu mikroekonomi Islam masih meraba-raba di permukaan dan baru membicarakan sejumlah konsep kunci, diantaranya soal self-interest, kepentingan sosial, kepemilikan individu, preferensi individu, mekanisme pasar, persaingan, laba, utilitas dan rasionalitas. Konsepkonsep ini secara bahasa sama dengan yang dikemukan ekonomi konvensional sehingga cenderung memberi kesan tidak ada perbedaan, tetapi sebenarnya landasan filosofi pandangan dunia Islam telah memberikan makna dan signifikansi yang berbeda.

Pada dataran teoritis, ada beberapa pokok bahasan ilmu mikroekonomi yang telah menjadi kajian dari sudut pandang ilmu ekonomi Islam, diantaranya adalah: 1. Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islami - Perluasan konsep Rasionalitas melalui persyaratan transitivitas dan pengaruh infak (sedekah) terhadap utilitas.

- Perluasan spektrum utilitas oleh nilai Islam tentang halal dan haram - Pelonggaran persyaratan kontinuitas, misal permintaan barang haram ketika keadaan darurat. - Perluasan horison waktu (kebalikan konsep time value of money) 2. Teori Permintaan Islami - Peningkatan Utilitas antara barang halal dan haram. - Corner Solution untuk pilihan halal-haram. - Permintaan barang haram dalam keadaan darurat (tidak optimal) 3. Teori Konsumsi Islami - Konsumsi Interporal dalam Islam - Hubungan terbalik riba dengan sedekah - Hubungan terbalik rasio tabungan dengan konsumsi akhir - Investasi Tabungan 4. Teori Produksi Islami - Perbandingan pengaruh sistem bunga dan bagi hasil terhadap biaya produksi, pendapatan, dan efisiensi produksi. 5. Teori Penawaran Islami - Perbandingan pengaruh pajak penjualan dan zakat perniagaan terhadap surplus produsen. - Internalisasi Biaya Eksternal. - Penerapan Biaya Kompensasi, batas ukuran, atau daur ulang. 6. Mekanisme Pasar Islami - Mekanisme pasar menurut Abu Yusuf, al-Ghazaly, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun. - Mekanisme pasar Islami dan intervensi harga Islami. - Intervensi harga yang adil dan zalim (versi Ibnu Taimiyah). 7. Distorsi Pasar Perpektif Islam - Distorsi Permintaan dan penawaran (Bai Najasy, Ikhtikar) - Tadlis/penipuan dan Taghrir/ketidakpastian ( kuantitas, kualitas, harga, waktu) 8. Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan - Infak dan maksimalisasi utilitas - Superioritas sistem ekonomi Islam Diskursus ilmu mikroekonomi ini masih memiliki kekurangan mendasar karena seringkali diadopsi dari model yang dipergunakan dalam ekonomi konvensional sehingga tidak selalu sesuai dengan asumsi paradigmatiknya. Lebih-lebih lagi, pengujian empiris terhadap model-model ini tidak mungkin dilakukan sekarang karena tidak adanya sebuah perekonomian yang benar-benar islami atau yang mendekatinya, dan juga tidak tersedianya data yang diperlukan untuk pengujian tersebut. Sangat sedikit kajian yang

memperlihatkan bagaimana aktivitas perekonomian muslim beroperasi pada zaman dahulu. Bahkan kajian empiris terhadap masyarakat muslim modern di negara-negara muslim maupun nonmuslim dari perspektif Islam juga amat jarang. Namun demikian, ini tidak berarti mengurangi minat dan semangat kita mengembangkan ilmu Ekonomi Islam. Kerangka hipotesis yang telah terintis dapat berfungsi sebagai tujuan yang berguna dalam menyediakan bangunan teoritis bagi ilmu Ekonomi Islam dan mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan suatu perekonomian islam, ketika kelak hal itu telah dipraktekkan di suatu negara. Hanya dengan mengembangkan mikroekonomi yang sesuai dengan paradigma Islamlah yang akan meneguhkan identitas unik Ekonomi Islam. Oleh karena itu, Konstruksi teori mikroekonomi di bawah batasan-batasan Islam merupakan tugas yang paling menantang di depan ilmu Ekonomi Islam.

Diposkan oleh Ekonomi Mikro Syariah di 01:00

TEORI K ONSUMSI I SLAMI


Ada beberapa asumsi :
Islam dilaksanakan oleh masyarakat Tidak ada riba dalam pereko-nomian Mudharabah wujud dalam perekonomian Perilaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan

Konvensional = Y = C + S
Y = Pendapatan C = Konsumsi S = Tabungan

Hadits Rasul : Yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang telah kamu infakkan Pendapatan = (C+infak) + S Secara grafis, hal ini seharusnya digambarkan dengan tiga dimensi agar mudah dijadikan dua dimensi, y.i : Y = FS + S FS = Final spending (C + Infak, yaitu : kebutuhan dunia dan akhirat)

TEORI K ONSUMSI I SLAMI


Penyederhanaan dilakukan krn biasanya digunakan alat analisis garfis, y.i:
Memaksimalkan fungsi utilitas dengan garis pendapatan tertentu; atau

Meminimalkan budget line dengan fungsi utilitas tertentu.

Konsumsi satu periode terjadi :


Konsumsi barang X Konsumsi barang Y

Konsumsi intemporal :
Sumbu X = Y, C dan S Sumbu Y = St untuk Ct-1

Hubungan Terbalik Riba dengan Sedekah Keadaan dimana orang tidak mau bekerja mencari pendptan Praktek riba menjadi tradisi masyarakat Zakat wajib dilaksanakan Keadaan ini = sumber penda-patan masy. Hanya dari riba dan tidak ada yang lainnya. Secara mikro-ekonomi dapat digambarkan dalam bentuk kurve indifference

TEORI K ONSUMSI I SLAMI


Kasus 1:
Budget line YY menunjukkan keadaan dimana :
Orang tidak mau makan riba (I=0)= Yt=Yt + riba, dimana riba = 0, shg. YT+1 = Yt Orang tidak mau mengeluarkan zakat atas hartanya Bila ia mengeluarkan zakatnya ketika menerima pendapatan, maka ia tidak mengeluarkan zakat lagi pada periode pertama

Titik optimal terjadi pada persinggungan budget line dengan Indef. Curve, pada titik R (tingkat konsumsi dan infaknya = FS)
Saving

S FS

FSR Y I
NoZakat and noriba: ifi = 0, income YY

TEORI K ONSUMSI I SLAMI


Kasus 2:
Budget line YY menunjukkan keadaan dimana :
Orang tidak mau makan riba (I=0)= Yt=Yt + riba, dimana riba = 0, shg. YT+1 = Yt Orang tidak mau mengeluarkan zakat atas hartanya Bila ia mengeluarkan zakatnya ketika menerima pendapatan, maka ia tidak mengeluarkan zakat lagi pada periode pertama

Titik optimal terjadi pada persinggungan budget line dengan

Indef. Curve, pada titik R (tingkat konsumsi dan infaknya = FS)


Saving

S FS FS R Y I
Withriba and nozakat: ifi > 0, income YY

TEORI K ONSUMSI I SLAMI


Kasus 3:
Budget line YY menunjukkan keadaan dimana :
Orang tidak mau makan riba dan tidak juga mau bekerja mencari pendapatan, sehingga tambahan pendapatannya nihil (I=0)= Yt=Yt + riba, dimana riba = 0, shg. YT+1 > Yt Orang harus mengeluarkan zakat atas

hartanya, dalam hal ini pendapatan periode pertama yang disimpan saja. Bila ia melakukan konsumsi atau infak pada periode pertama (FSt = 0), maka Yt+1 - (Ct + Infak) = St. Zakat dikeluarkan sebesar zSt dimana z adalah rate zakat.

Titik optimal terjadi pada persinggungan budget line dengan Indef. Curve, pada titik R (tingkat konsumsi dan infaknya = FS) Dibanding dengan kasus 1dan kasus 2, maka kasus 3 ini tingkat I-nya berada pada tk paling rendah.Krn, tidak kerja dan tidak memakan riba. Saving

S FS FS R Y I
Withzakat and noriba: ifi = 0, income YY

TEORI K ONSUMSI I SLAMI


Pendapatan dan Final Spending :

Untuk tk pendapatan tertentu kasus 3 > dibanding kasus 2 dan 1(Fs > FS > FS) Logikanya sbb : orang yg tidak mempu-nyai sumber pendapatan apapun sedangka ia sadar harus mengeluarkan zakat ketika mencapai haul, maka ada empat pilihan :
Mempertahankan tk konsumsi (Y-C1Infak1 = S1 & zakatnya = z1=zS1 Meningkatkan tingkat konsumsi menjadi C2, shg C2>C1 berarti S2<S1 dan Z2<Z1 Meningkatkan tingkat infaknya menjadi infak2, dimana infak 2 = infak 1 + infak. Jadi infak2 > infak1. Mk obyek zakat = YC1-infak2=S3, & jumlah zakat Z3=zS3. Oleh karena inf2> inf1, maka S3 < S1 dan Z3 < Z1. Kombinasi dari pilihan di atas

Hubungan Terbalik : Saving Ratio dgn Final Spending :

Untuk melihat hub. antara Saving Ratio

dan FS, dilihat dari FSt1 dan FSt2 Dimana : FSt1 = Y - S dan FSt2 = S-Sz Karena S = sY, maka : FS = (Y-S) + (SzS) = (Y-sY) + (sY-zsY) = Y(1-zs) Dari persamaan terlihat zs bertanda negatif, berarti ada hubungan terbalik antara FS dengan rasio menabung.

A. Pendahuluan Dalam kajian ekonomi secara mikro, pembahasan didasarkan pada perilaku individu sebagai pelaku ekonomi yang berperan menentukan tingkat harga dalam proses mekanisme pasar. Mekanisme pasar itu sendiri adalah interaksi yang terjadi antara permintaan (demand) dari sisi konsumen dan penawaran (supply) dari sisi produsen, sehingga harga yang diciptakan merupakan perpaduan dari kekuatan masing-masing pihak tersebut. Oleh karena itu, maka perilaku permintaan dan penawaran merupakan konsep dasar dari kegiatan ekonomi yang lebih luas. Permintaan dan penawaran adalah dua kata yang paling sering digunakan oleh para ekonom, keduanya merupakan kekuatan-kekuatan yang membuat perekonomian pasar bekerja. Jika Anda ingin mengetahui bagaimana kebijakan atau peristiwa akan mempengaruhi perekonomian, terlebih dahulu Anda harus memikirkan pengaruh keduanya terhadap permintaan dan penawaran.[2] Pandangan ekonomi islam mengenai permintaan, penawaran dan mekanisme pasar ini relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi islam, norma dan moral islami yang merupakan prinsip islam dalam ber-ekonomi, merupakan faktor yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi konvensional.

Dalam tulisan ini, penulis hanya memaparkan inti dari permintaan dalam ekonomi konvensional dan ekonomi islam serta perbedaan antara keduanya.

B. Permintaan menurut Ekonomi Konvensional Konsep permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang diminta (Qd) dengan harga (P) berbagai tingkat harga. Hukum permintaan (law of demand) menerangkan bahwa dalam keadaan hal lain tetap (cateris paribus) apabila harga naik, maka permintaan terhadap suatu barang akan berkurang, dan sebaliknya apabila harga turun, maka permintaan terhadap suatu barang akan meningkat. Dalam grafik diatas menunjukkan bahwa pada saat harga turun dari P1 ke P2, maka permintaan terhadap suatu barang meningkat dari Q1 ke Q2. Bentuk kurva permintaan diatas arahnya turun, yaitu dari kiri atas ke kanan bawah ( downward sloping to the right) yang menunjukkan bahwa hubungan antara harga dengan permintaan merupakan hubungan yang terbalik (negatif). Secara matematis, hubungan antara permintaan dengan harga dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan : Apabila kurva berbentuk hiperbola (melengkung), maka :

, namun untuk menyederhanakan, garis melengkung di daerah yang penting didekati dengan persamaan garis lurus. Pada dasarnya ada tiga alasan yang menerangkan hukum permintaan seperti diatas,[3] yaitu : 1. Pengaruh penghasilan (income effect)

Apabila suatu harga barang naik, maka dengan uang yang sama orang akan mengurangi jumlah barang yang akan dibeli. Sebaliknya, jika harga barang turun, dengan anggaran yang sama orang bisa membeli lebih banyak barang. 2. Pengaruh substitusi (substitution effect)

Jika harga suatu barang naik, maka orang akan mencari barang lain yang harganya lebih murah tetapi fungsinya sama. Pencarian barang lain itu merupakan substitusi. 3. Penghargaan subjektif (Marginal Utility)

Tinggi rendahnya harga yang bersedia dibayar konsumen untuk barang tertentu mencerminkan kegunaan atau kepuasan dari barang tersebut. Makin banyak dari satu macam barang yang dimiliki, maka semakin rendah penghargaan terhadap barang tersebut. Ini dinamakan Law of diminishing marginal utility.

Perubahan pada tingkat harga akan memindahkan titik permintaan dalam suatu kurva permintaan, sedangkan perubahan pada faktor selain harga (misalnya pendapatan) akan menggeser kurva permintaan Selain harga barang itu sendiri, faktor lain: 1. Harga barang lain. faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan antara

Permintaan akan dipengaruhi juga oleh harga barang lain. Dengan catatan barang lain itu merupakan barang substitusi (pengganti) atau pelengkap (komplementer). Apabila barang substitusi naik, maka permintaan terhadap barang itu sendiri akan meningkat. Sebaliknya, apabila harga barang substitusi turun, maka permintaan terhadap barang itu sendiri akan turun. 2. Tingkat pendapatan.

Tingkat pendapatan konsumen akan menunjukkan daya beli konsumen. Semakin tinggi tingkat pendapatan, daya beli konsumen kuat, sehingga akhirnya akan mendorong permintaan terhadap suatu barang. 3. Selera, kebiasaan, mode

Selera, kebiasaan, mode atau musim juga akan memengaruhi permintaan suatu barang. Jika selera masyarakat terhadap suatu barang meningkat, permintaan terhadap barang itu pun akan meningkat. 4. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk mencerminkan jumlah pembeli. Sifat hubungan jumlah penduduk dengan permintaan suatu barang adalah positif, apabila jumlah penduduk meningkat, maka konsumen terhadap barangpun meningkat. 5. Perkiraan harga dimasa datang

Apabila kita memperkirakan harga suatu barang di masa mendatang naik, kita lebih baik membeli barang tersebut sekarang guna menghemat belanja di masa mendatang, maka permintaan terhadap barang itu sekarang akan meningkat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan antara permintaan dan perkiraan harga di masa mendatang adalah positif.

C. Permintaan menurut Ekonomi Islam Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai. Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta[4]. Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya. Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam keadaan darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap nya muslim tersebut. Di saat darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya. Selain itu, dalam ajaran islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget constrain) belum cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf), dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah). Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan, kemewahan dan kemubadziran. Bahkan islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab, untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah. Permintaan Terhadap Barang Halal Permintaan terhadap barang halal sama dengan permintaan dalam ekonomi pada umumnya, yaitu berbanding terbalik terhadap harga, apabila harga naik, maka permintaan terhadap barang halal tersebut berkurang, dan sebaliknya, dengan asumsi cateris paribus. Apabila pilihan konsumen pada barang halal dan halal, maka kurva permintaannya sebagai berikut [5]: Permintaan Barang Halal dalam Pilihan Halal-Haram Apabila menghadapi pilihan antara barang halal dan haram, maka optimal solutionnya adalah corner solution, yaitu keadaan dimana kepuasan maksimal terjadi di kurva indiferen dengan konsumsi barang haramnya di titik 0. Dengan kata lain, gunakan anggaran untuk mengkonsumsi barang halal seluruhnya. Apabila Y adalah barang haram dan X adalah barang halal, maka optimal solution nya adalah pada titik dimana konsumsi barang haram berada di titik O.

Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) dalam kitab Majmu Fatawa menjelaskan, bahwa hal-hal yang mempengaruhi terhadap permintaan suatu barang antara lain: 1. Keinginan atau selera masyarakat (Raghbah) terhadap berbagai jenis barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Di mana ketika masyarakat telah memiliki selera terhadap suatu barang maka hal ini akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap barang tersebut. 2. Jumlah para peminat (Tullab) terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang semakin banyak, maka harga barang tersebut akan semakin meningkat. Dalam hal ini dapat disamakan dengan jumlah penduduk, di mana semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah para peminat terhadap suatu barang. 3. Kualitas pembeli (Al-Muawid). Di mana tingkat pendapatan merupakan salah satu ciri kualitas pembeli yang baik. Semakin besar tingkat pendapatan masyarakat, maka kualitas masyarakat untuk membeli suatu barang akan naik. 4. Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang. Apabila kebutuhan terhadap suatu barang tinggi, maka permintaan terhadap barang tersebut tinggi. 5. Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran. Apabila pembayaran dilakukan dengan tunai, maka permintaan tinggi. 6. Besarnya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi dari suatu barang rendah, maka besar permintaan meningkat.

D. Perbedaan Teori Permintaan Konvensional dengan Permintaan Islami

Definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan, antara permintaan konvensional dan islam mempunyai kesamaan. Ini dikarenakan bahwa keduanya merupakan hasil dari penelitian kenyataan dilapangan (empiris) dari tiap-tiap unit ekonomi. Namun terdapat perbedaan yang mendasar di antara keduanya, diantaranya : 1. Perbedaan utama antara kedua teori tersebut tentunya adalah mengenai sumber hukum dan adanya batasan syariah dalam teori permintaan Islami. Permintaan Islam berprinsip pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai pedoman hidup yang langsung dibimbing oleh Allah SWT. Permintaan Islam secara jelas mengakui bahwa sumber ilmu tidak hanya berasal dari pengalaman berupa data-data yang kemudian mengkristal menjadi teori-teori, tapi juga berasal

dari firman-firman Tuhan (revelation), yang menggambarkan bahwa ekonomi Islam didominasi oleh variabel keyakinan religi dalam mekanisme sistemnya. Sementara itu dalam ekonomi konvensional filosofi dasarnya terfokus pada tujuan keuntungan dan materialme. Hal ini wajar saja karena sumber inspirasi ekonomi konvensional adalah akal manusia yang tergambar pada daya kreatifitas, daya olah informasi dan imajinasi manusia. Padahal akal manusia merupakan ciptaan Tuhan, dan memiliki keterbatasan bila dibandingkan dengan kemampuan 2. Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87, 88 : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya.

Oleh karenanya dalam teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau digunakan. 3. Dalam motif permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih didominasi oleh nilai-nilai kepuasan (interest). Konvensional menilai bahwa egoisme merupakan nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas manusia. 4. Permintaan Islam bertujuan mendapatkan kesejahteraan atau kemenangan akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan akhirat, sehingga anggaran yang ada harus disisihkan sebagai bekal untukkehidupan akhirat.

E. Kesimpulan Perbedaan yang menjadi asumsi dasar konsep permintaan baik konvensional maupun Islami memiliki keterkaitan langsung terhadap implementasi konsep permintaan tersebut. Perbedaan

yang perlu diperhatikan terutama pada permintaan dalam islam adalah sumber hukum dan adanya batasan syariah, sudut pandang barangnya, motif dari permintaan dan tujuannya. Dengan asumsi bahwa tidak ada hubungan keterkaitan antara permintaan dalam ekonomi konvensional dengan permintaan dalam ekonomi islam, maka kita harus memilih salah satu dari keduanya. Oleh karenanya penulis mengharapkan bahwa permintaan dalam eonomi islam ini benar-benar bisa diaplikasikan oleh kita sehingga tercipta perekonomian masyarakat yang islami. DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim; Ekonomi Mikro Islami. IIIT Indonesia. Jakarta. 2003 ______________; Ekonomi Islam, Suatu kajian Kontemporer. Gema Insani Press. Jakarta. 2001 T. Gilarso SJ ; Pengantar ilmu Ekonomi Mikro. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 2003 Rahardja dan Manurung; Uang, perbankan dan ekonmi moneter. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. 2004. N. Gregory Mankiw; Principle of Microeconomics. jilid 1. edisi terjemahan. Erlangga. Jakarta. 1998. Syafii Antonio; Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. Gema Insani Press. Jakarta. 2001.
Teori Permintaan Dalam Ekonomi Islam

BAB I PENDAHULUAN Dalam kajian ekonomi secara mikro, pembahasan didasarkan pada perilaku individu sebagai pelaku ekonomi yang berperan menentukan tingkat harga dalam proses mekanisme pasar. Mekanisme pasar itu sendiri adalah interaksi yang terjadi antara permintaan (demand) dari sisi konsumen dan penawaran (supply) dari sisi produsen, sehingga harga yang diciptakan merupakan perpaduan dari kekuatan masing-masing pihak tersebut. Oleh karena itu, maka perilaku permintaan dan penawaran

merupakan konsep dasar dari kegiatan ekonomi yang lebih luas. Permintaan dan penawaran adalah dua kata yang paling sering digunakan oleh para ekonom, keduanya merupakan kekuatan-kekuatan yang membuat perekonomian pasar bekerja. Jika Anda ingin mengetahui bagaimana kebijakan atau peristiwa akan mempengaruhi perekonomian, terlebih dahulu Anda harus memikirkan pengaruh keduanya terhadap permintaan dan penawaran. Pandangan ekonomi islam mengenai permintaan, penawaran dan mekanisme pasar ini relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi islam, norma dan moral islami yang merupakan prinsip islam dalam ber-ekonomi, merupakan faktor yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi konvensional.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pembahasan Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Sedangkan pengertian penawaran adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu. Contoh permintaan adalah di pasar kebayoran lama yang bertindak sebagai permintaan adalah pembeli sedangkan penjual sebagai penawaran. Ketika terjadi transaksi antara pembeli dan penjual

maka keduanya akan sepakat terjadi transaksi pada harga tertentu yang mungkin hasil dari tawarmenawar yang alot.[1] B. Hukum Permintaan Jika semua asumsi diabaikan (ceteris paribus) : Jika harga semakin murah maka permintaan atau pembeli akan semakin banyak dan sebaliknya. Jika harga semakin rendah/murah maka penawaran akan semakin sedikit dan sebaliknya. Semua terjadi karena semua ingin mencari kepuasan (keuntungan) sebesar-besarnya dari harga yang ada. Apabila harga terlalu tinggi maka pembeli mungkin akan membeli sedikit karena uang yang dimiliki terbatas, namun bagi penjual dengan tingginya harga ia akan mencoba memperbanyak barang yang dijual atau diproduksi agar keuntungan yang didapat semakin besar. Harga yang tinggi juga bisa menyebabkan konsumen/pembeli akan mencari produk lain sebagai pengganti barang yang harganya mahal.[2] C. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Permintaan 1. Perilaku konsumen / selera konsumen , Saat ini handphone blackberry sedang trend dan banyak yang beli, tetapi beberapa tahun mendatang mungkin blackberry sudah dianggap kuno 2. Ketersediaan dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap

Jika roti tawar tidak ada atau harganya sangat mahal maka meises, selai dan margarin akan turun permintaannya. 3. Pendapatan/penghasilan konsumen,Orang yang punya gaji dan tunjangan besar dia dapat membeli banyak barang yang dia inginkan, tetapi jika pendapatannya rendah maka seseorang mungkin akan mengirit pemakaian barang yang dibelinya agar jarang beli.

4.

Perkiraan harga di masa depan, Barang yang harganya diperkirakan akan naik, maka orang akan menimbun atau membeli ketika harganya masih rendah misalnya seperti bbm/bensin.

5.

Banyaknya/intensitas kebutuhan konsumen, Ketika flu burung dan flu babi sedang menggila, produk masker pelindung akan sangat laris. Pada bulan puasa (ramadhan) permintaan belewah, timun suri, cincau, sirup, es batu, kurma, dan lain sebagainya akan sangat tinggi dibandingkan bulan lainnya.

D. Permintaan menurut Ekonomi Konvensional Konsep permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang diminta (Qd) dengan harga (P) berbagai tingkat harga. Hukum permintaan (law of demand) menerangkan bahwa dalam keadaan hal lain tetap (cateris paribus) apabila harga naik, maka permintaan terhadap suatu barang akan berkurang, dan sebaliknya apabila harga turun, maka permintaan terhadap suatu barang akan meningkat. Dalam grafik diatas menunjukkan bahwa pada saat harga turun dari P1 ke P2, maka permintaan terhadap suatu barang meningkat dari Q1 ke Q2. Bentuk kurva permintaan diatas arahnya turun, yaitu dari kiri atas ke kanan bawah ( downward sloping to the right) yang menunjukkan bahwa hubungan antara harga dengan permintaan merupakan hubungan yang terbalik (negatif). Secara matematis, hubungan antara permintaan dengan harga dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan : Apabila kurva berbentuk hiperbola (melengkung), maka : namun untuk menyederhanakan, garis melengkung di daerah yang penting didekati dengan persamaan garis lurus. Pada dasarnya ada tiga alasan yang menerangkan hukum permintaan seperti diatas, yaitu :

1. Pengaruh penghasilan (income effect) Apabila suatu harga barang naik, maka dengan uang yang sama orang akan mengurangi jumlah barang yang akan dibeli. Sebaliknya, jika harga barang turun, dengan anggaran yang sama orang bisa membeli lebih banyak barang.

2. Pengaruh substitusi (substitution effect) Jika harga suatu barang naik, maka orang akan mencari barang lain yang harganya lebih murah tetapi fungsinya sama. Pencarian barang lain itu merupakan substitusi. 3. Penghargaan subjektif (Marginal Utility) Tinggi rendahnya harga yang bersedia dibayar konsumen untuk barang tertentu mencerminkan kegunaan atau kepuasan dari barang tersebut. Makin banyak dari satu macam barang yang dimiliki, maka semakin rendah penghargaan terhadap barang tersebut. Ini dinamakan Law of diminishing marginal utility. Perubahan pada tingkat harga akan memindahkan titik permintaan dalam suatu kurva permintaan, sedangkan perubahan pada faktor selain harga (misalnya pendapatan) akan menggeser kurva permintaan Selain harga barang itu sendiri, faktor faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan antara lain: a. Harga barang lain. Permintaan akan dipengaruhi juga oleh harga barang lain. Dengan catatan barang lain itu merupakan barang substitusi (pengganti) atau pelengkap (komplementer). Apabila barang substitusi

naik, maka permintaan terhadap barang itu sendiri akan meningkat. Sebaliknya, apabila harga barang substitusi turun, maka permintaan terhadap barang itu sendiri akan turun. b. Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan konsumen akan menunjukkan daya beli konsumen. Semakin tinggi tingkat pendapatan, daya beli konsumen kuat, sehingga akhirnya akan mendorong permintaan terhadap suatu barang. c. Selera, kebiasaan, mode Selera, kebiasaan, mode atau musim juga akan memengaruhi permintaan suatu barang. Jika selera masyarakat terhadap suatu barang meningkat, permintaan terhadap barang itu pun akan meningkat. d. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk mencerminkan jumlah pembeli. Sifat hubungan jumlah penduduk dengan permintaan suatu barang adalah positif, apabila jumlah penduduk e. Perkiraan harga dimasa datang Apabila kita memperkirakan harga suatu barang di masa mendatang naik, kita lebih baik membeli barang tersebut sekarang guna menghemat belanja di masa mendatang, maka permintaan terhadap barang itu sekarang akan meningkat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan antara permintaan dan perkiraan harga di masa mendatang adalah positif. E. Permintaan menurut Ekonomi Islam

Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai. Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta. Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya. Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam keadaan darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap nya muslim tersebut. Di saat darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya. Selain itu, dalam ajaran islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget constrain) belum cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf), dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah). Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan, kemewahan dan kemubadziran. Bahkan islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab, untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah. 1. Permintaan Terhadap Barang Halal Permintaan terhadap barang halal sama dengan permintaan dalam ekonomi pada umumnya, yaitu berbanding terbalik terhadap harga, apabila harga naik, maka permintaan terhadap barang halal tersebut berkurang, dan sebaliknya, dengan asumsi cateris paribus.[3] Apabila pilihan konsumen pada barang halal dan halal, maka kurva permintaannya sebagai berikut :

2. Permintaan Barang Halal dalam Pilihan Halal-Haram Apabila menghadapi pilihan antara barang halal dan haram, maka optimal solutionnya adalah corner solution, yaitu keadaan dimana kepuasan maksimal terjadi di kurva indiferen dengan konsumsi barang haramnya di titik 0. Dengan kata lain, gunakan anggaran untuk mengkonsumsi barang halal seluruhnya. Apabila Y adalah barang haram dan X adalah barang halal, maka optimal solution nya adalah pada titik dimana konsumsi barang haram berada di titik O. Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) dalam kitab Majmu Fatawa menjelaskan, bahwa hal-hal yang mempengaruhi terhadap permintaan suatu barang antara lain: 1. Keinginan atau selera masyarakat (Raghbah) terhadap berbagai jenis barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Di mana ketika masyarakat telah memiliki selera terhadap suatu barang maka hal ini akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap barang tersebut. 2. Jumlah para peminat (Tullab) terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang semakin banyak, maka harga barang tersebut akan semakin meningkat. Dalam hal ini dapat disamakan dengan jumlah penduduk, di mana semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah para peminat terhadap suatu barang. 3. Kualitas pembeli (Al-Muawid). Di mana tingkat pendapatan merupakan salah satu ciri kualitas pembeli yang baik. Semakin besar tingkat pendapatan masyarakat, maka kualitas masyarakat untuk membeli suatu barang akan naik. 4. Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang. Apabila kebutuhan terhadap suatu barang tinggi, maka permintaan terhadap barang tersebut tinggi.

5.

Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran. Apabila pembayaran dilakukan dengan tunai, maka permintaan tinggi

6.

Besarnya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi dari suatu barang rendah, maka besar permintaan meningkat.

F. Perbedaan Teori Permintaan Konvensional dengan Permintaan Islami Definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan, antara permintaan konvensional dan islam mempunyai kesamaan. Ini dikarenakan bahwa keduanya merupakan hasil dari penelitian kenyataan dilapangan (empiris) dari tiap-tiap unit ekonomi. Namun terdapat perbedaan yang mendasar di antara keduanya, diantaranya : a. Perbedaan utama antara kedua teori tersebut tentunya adalah mengenai sumber hukum dan adanya batasan syariah dalam teori permintaan Islami. Permintaan Islam berprinsip pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai pedoman hidup yang langsung dibimbing oleh Allah SWT. Permintaan Islam secara jelas mengakui bahwa sumber ilmu tidak hanya berasal dari pengalaman berupa data-data yang kemudian mengkristal menjadi teori-teori, tapi juga berasal dari firman-firman Tuhan (revelation), yang menggambarkan bahwa ekonomi Islam didominasi oleh variabel keyakinan religi dalam mekanisme sistemnya.[4] Sementara itu dalam ekonomi konvensional filosofi dasarnya terfokus pada tujuan keuntungan dan materialme. Hal ini wajar saja karena sumber inspirasi ekonomi konvensional adalah akal manusia yang tergambar pada daya kreatifitas, daya olah informasi dan imajinasi manusia. Padahal akal manusia merupakan ciptaan Tuhan, dan memiliki keterbatasan bila dibandingkan dengan kemampuan

b. Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah berfirman dalam Surat AlMaidah ayat 87, 88 : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. Oleh karenanya dalam teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau digunakan. c. Dalam motif permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih didominasi oleh nilai-nilai kepuasan (interest). Konvensional menilai bahwa egoisme merupakan nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas manusia. d. Permintaan Islam bertujuan mendapatkan kesejahteraan atau kemenangan akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan akhirat, sehingga anggaran yang ada harus disisihkan sebagai bekal untukkehidupan akhirat.

BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan Perbedaan yang menjadi asumsi dasar konsep permintaan baik konvensional maupun Islami memiliki keterkaitan langsung terhadap implementasi konsep permintaan tersebut. Perbedaan yang perlu diperhatikan terutama pada permintaan dalam islam adalah sumber hukum dan adanya batasan syariah, sudut pandang barangnya, motif dari permintaan dan tujuannya. Dengan asumsi bahwa tidak ada hubungan keterkaitan antara permintaan dalam ekonomi konvensional dengan permintaan dalam ekonomi islam, maka kita harus memilih salah satu dari keduanya. Oleh

karenanya penulis mengharapkan bahwa permintaan dalam eonomi islam ini benar-benar bisa diaplikasikan oleh kita sehingga tercipta perekonomian masyarakat yang islami. B. Daftar Pustaka 1. Adiwarman Karim; Ekonomi Mikro Islami. IIIT Indonesia. Jakarta. 2003 Press. Jakarta. 2001 2. T. Gilarso SJ ; Pengantar ilmu Ekonomi Mikro. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 2003 3. Rahardja dan Manurung; Uang, perbankan dan ekonmi moneter. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. 2004. 4. N. Gregory Mankiw; Principle of Microeconomics. jilid 1. edisi terjemahan. Erlangga. Jakarta. 1998. 5. Syafii Antonio; Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. Gema Insani Press. Jakarta. 2001.

[1] N. Gregory Mankiw, Pengantar Ekonomi mikro, Erlangga, Jakarta, 1998.

[2] T. Gilarso SJ, Pengantar ilmu Ekonomi Mikro, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2003

[3] Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, The International Institute of Islamic Thougt Indonesia, Jakarta, 2003.

[4] Mahasiswa Ekonomi Islam Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Anda mungkin juga menyukai