Anda di halaman 1dari 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. GASTRITIS 1. Definisi Gastritis Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.

Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung samapai terlepasnya epitel mukosa superfisial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2012).

Menurut Hirlan dalam Suyono (2008), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Surantum (2010), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit gastritis atau sakit ulu hati ialah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Yuliarti, 2009).

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis.

2. Gejala Klinis Walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda-tanda penyakit ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala tersebut diantaranya adalah perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan, mual, muntah, kembung dan terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan (Balentine, tanpa tahun).

3. Patofisiologi Gastritis Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan

garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang

didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport lambung, ion untuk

memelihara PH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion 3 sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari ketika mekanisme pelindung ini hilang atau rusak sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Fauci, 2008 )

Respons mukosa gaster terhadap berbagai penyebab iritasi mukosa baik yang endogen maupun eksogen seperti yang telah diungkapkan

sebelumnya, yaitu dengan meregenerasi mukosanya sehingga gangguan gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Iritasi yang terus menerus terhadap mukosa gaster, lapisan epitel yang

meliputinya oleh karena zat- zat seperti asam dan basa yang bersifat korosif dapat mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung (gastritis korosif). Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung yang nantinya akan menyebabkan peritonitis yang yang memerlukan

merupakan salah satu kegawatdaruratan medis

tindakan secepatnya untuk menyelamatkan nyawa penderitanya (Fauci, 2008).

4. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik sangat penting dilakukan dalam rangka

pembuktian bahwa benar adanya pada

penderita 20

% penderita

gastritis mengeluhkan nyeri tekan disekitar epigastrium. Gejala lain seperti takikardia dan hipotensi ortostatik yang diduga sebagai akibat dari muntah yang terus-menerus dan perdarahan saluran pencernaan yang berlangsung kronis. Nyeri menyeluruh di daerah abdomen atau dikenal dengan istilah defance musculare menunjukkan adanya perforasi gaster yang berawal dari gastritis kronis (Fauci, 2008).

B. FAKTOR-FAKTOR RESIKO GASTRITIS 1. Pola Makan Menurut Potter (2008), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. a. Frekuensi Makan Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama

makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika ratarata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).

Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001).

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).

Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005). Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).

b. Jenis Makanan Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).

Mengkonsumsi

makanan

pedas

secara

berlebihan

akan

merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan

mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).

Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).

c. Porsi Makan Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus

makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas

(kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004).

2. Kopi Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral.

Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam chlorogenic.

Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab (Anonim, 2011).

Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang

sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).

Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan pencernaan dan

ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).

3. Teh Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku The Miracle of Enzyme menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).

Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap

mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Shinya, 2008).

Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008).

4. Rokok Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010).

Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obatobatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung

(menurunkan

sekresi

bikarbonat

dan

aliran

darah

di

mukosa),

memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).

Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).

5. Stress Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2008).

6. Alkohol Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).

Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi

alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya

kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004).

7. Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid. Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).

Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik. Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan

penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga

kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti, 2010).

8. Usia Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat.

Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).

C. HUBUNGAN ANTARA KETIDAK TERATURAN MAKAN DAN GASTRITIS Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit gastritis atau sakit ulu hati ialah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Yuliarti, 2009).

Banyak penyebab timbulnya radang pada lambung diantaranya adalah sering terlambat makan. Meski reaksi tersebut pada setiap orang tidak sama, terkadang ada orang yang meski terlambat makan tapi tidak apa-apa. Semuanya terkait dengan asam lambung, didalam tubuh manusia asam lambung diproduksi oleh Sel Parietal yang bertujuan untuk membantu proses pencernaan makanan, jadi produksinya sesuai siklus makan orang tersebut. Jadi, kalau seseorang makannya teratur 3 kali sehari, begitu juga dengan asam lambung diproduksi pada jam-jam makan itu juga, jika orang ini tidak makan pada jam yang biasanya karena terlambat makan, asam lambung terlanjur diproduksi dan tidak ada makanan yang dicerna, sehingga bisa melukai lapisan lambung dan terjadilah gastritis (Agung, 2011).

Gejala yang sering terjadi pada saat gastritis seperti perut kembung, mual dan muntah, sering merasa lapar dan merasa sakit saat buang air besar. Perut kembung diakibatkan karena asam lambung yang tinggi dan kurangnya enzim pada alat pencernaan. Gejala gastritis kronis yang paling dapat dirasakan adalah rasa kembung pada perut. Kembung ini merupakan gejala yang dialami seseorang yang masih dalam tingkat gastritis ringan. Para penderita gastritis memang sering mengalami perut kembung yang disebabkab produksi asam lambung berlebih karena tidak teraturnya suplay makanan ke dalam lambung. Apabila makan makanan secara teratur ke dalam lambung maka lambung akan memproduksi asam lambung dalam jumlah yang normal, sebaliknya jika tidak teratur maka bisa memproduksi asam lambung yang berlebih (Anonimous, 2013).

Mual serta muntah yang terjadi akibat impuls dari otak bawah yang berhubungan dengan saraf rasa sakit dan iritasi dari traktus gastrointestinal. Sering merasa lapar yang disebabkan karena makan yang telat dilakukan oleh penderita gastritis sering kali makan dengan porsi yang terlalu banyak agar menampung kekosongan lambung. Sakit saat buang air besar disebabkan

karena pola hidup yang tidak teratur dapat menyebabkan ganguan pada pencernaan termasuk pada saluran pembuangan akhir seperti rektum dan anus. Makan yang tidak teratur juga mempengaruhi sistem pembuangan akhir sehingga menyebabkan gangguan pencernaan. Jadi aturlah pola makan biar tidak terjadi gejala gastritis (Anonimous, 2013).

D. HUBUNGAN MINUM KOPI DAN GASTRITIS Beberapa orang yang memiliki gangguan pencernaan kadang disarankan untuk membatasi minum kopi. Berikut ini gangguan pencernaan yang terkait dengan seringnya minum kopi.

Orang yang memiliki riwayat penyakit luka di usus, acid refluks serta ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disarankan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah.

Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral.

Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Meski begitu ada 2 unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung yaitu kafein dan asam chlorogenic.

Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab.

Gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung) dengan gejala nyeri ulu hati, mual, nyeri perut serta mudah berdarah.

Kondisi ini disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori yang bisa melemahkan lapisan lambung sehingga asam lambung bisa lebih mudah mengiritasi. Orang yang sering minum kopi akan menjadi lebih rentan terinfeksi bakteri H.pylori yang dengan sendirinya menyebabkan kerusakan jangka panjang pada lapisan lambung (Bararah, 2011).

E. KERANGKA KONSEP PENELITIAN VARIABEL INDEPENDENT 1. Ketidak Teraturan Makan 2. Minum Kopi VARIABEL DEPENDENT

Pemilihan Penolong Persalinan

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

: Variabel yang diteliti : Hubungan antar variabel

Anda mungkin juga menyukai