menyampaikan kebijakan tersebut dan mendukung bahkan jika kebijakan tersebut tidak mereka yakini secara pribadi. Teori-teori diplomasi yang dikenal sekarang dibentuk dengan kerangka pengalaman negaranegara Eropa/Amerika utara. Dengan kemajuan hubungan internasionlny pada abad ke 20 dan munculnya AS sebagai kekuatan baru, pemikiran Amerika telah mempengaruhi praktik diplomasi secara signifikan. Henry Kissinger mengatakan AS memiliki sistem pemerintahan baik didunia, dan semua umat manusia dapat mencapai perdamaian dan kemakmuran dengan cara meninggalkan diplomasi tradisional dan mengadopsi referensi AS untuk menerapkan hukum internasional dan demokratis. Teori-teori Eropa dan Amerika Utara kemungkinan tidak relevan dengan negara-negara di Asia yang memiliki konteks sosial, politik, dan kebudayaan yang sangat berbeda. Ada kesamaan dalam sudut pandang sejarah antara kehidupan politik Indonesia dengan negara-negara Asia lainnya, khususnya pada dekade tahun 1960-1970-an ketika kebudayaan politik menjadi paradigma yang dominan. Disini para ahli berekasi terhadap pemikiran yang muncul terutama era tahun 1950an bahwa politik Asia secara sederhana adalah politik Eropa dan Amerika Utara yang dimainkan di Asia. Pemikiran Diplomasi Asia Arthasastra karangan Kautilya, kitab dari jaman India kuno mengatakan Hubungan dengan negara-negara luar dan negosisasi dilaksanakan melalui Duta, Duta besar atau envoy. Arthasastra mengidentifkasikan 3 tipe Duta: Nisrstrarta, yaitu Duta Besar berkuasa penuh, Parimitarta, yang memiliki kuasaan terbatas dalam melakukan perundingan, dan Sasanahara yang kedudukannya lebih tinggi daripada pembawa pesan. Selain di India, Studi Diplomasi juga sudah dikenal di China kuno, dasar ajarannya adalah penolakan untuk mempercayai bahwa perang merupakan suatu kondisi yang alami dalam masyarakat. Dia mengajarkan bahwa merupaan suatu hal yang wajr jika seseorang berkerjasama, untuk bekerja keras, bukan untuk saling memanfaatkan, tetapi untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. China mengenai penyerehan upeti yang tujuannya untuk mengakui kekuasaan rajayang elbih besar dari raja yang lebih rendah dan untuk menunjukan status dan posisi yang lebih rendah juga menjadi salah satu warisan ajaran diplomasi dari China yang signifikan. Globalisasi dan pengaruh budaya Barat memiliki konsekuensi langsung terhadap pemakaian praktik diplomasi secara internasional. Ide-ide Barat menjadi lebih dominan dibandingkan dengan
ide-ide dan kebudayaan yang berasal dari timur. Demikian pula yang terjadi dalam diplomasi, yang menggunakan standar internasional yang berasal dari budaya Barat. Berdasarkan kondisi nyata dan globalisasi, pelaksanaan diplomasi sesuai dengan tuntutan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai upaya agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan global. Kegagalan dalam mengadaptasikan dan menerapkan konsep-konsep diplomasi Barat berarti kegagalan diplomasi sehingga merupakan kegagalan untuk menjadi masyarakat internasional yang dihormati. Diplomasi dan Kebijakan Luar Negeri Diplomasi memiliki kaitan yang erat dengan politik luar negeri, karena diplomasi merupakan implementasi dari kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh pejabat-pejabat resmi yang terlatih. Teori sistem dapat juga dipakai untuk menjelaskan kaitan antara diplomasi dan kebijakan luar negeri. Perubahan dalam kebijakan luar negeri akan merubah praktik diplomasinya. Kondisi ini akan mengarah pada implikasi sistem yang berat: konsekuensi tingkah laku seringkali tidak diharapkan atau tidak disengaja oleh para aktor diplomasi. Suatu tindakan diplomasi tidak dapat dilaksanakan tanpa didukung oleh suatu kebijakan luar negeri. Keberhasilan atau kegagalan diplomasi akna tergantung tidak hanya pada manajemen hubungan internasioanl yang dilakukan oleh para diplomat yang menempatkan diri di luar negeri, tetapi juga tergantung pada arahan dari Menlu atau Direktur Jenderal. Tujuan Diplomasi Diplomat melakukan diplomasi untuk mengejar kepentingan nasionalnya dengan cara saling bertukar informasi secara terus-menerus dengan negara lain atau rakyat dari negara lain. Tujuan persuasif antar negara adalah untukmerubah sikap dan tingakh laku lawannya. Diplomasi dalam Praktik Sebuah kelemahan mendasar dari semua pendekatan diplomasi dan peran diplomat adalah mereka mengasumsikan bahwa semua negara beroperasi di dalam latar belakang politik, ekonomi, dan budaya yang sama. Abad lalu telah ditandai dengan perubahan-perubahan yang luar biasa dengan adanya revolusi teknologi informasi. Revolusi tersebut mengarah pada perubahan penting dalam praktik diplomasi khususnya dalam peran diplomat dan peran Deplu. Selain itu, terdapat peningkatan media massa, tumbuhnya aktor-aktor yang melaksanakan diplomasi jalur kedua, serta meningkatnya peran NGOs dan INGOs.
Pengaruh Teknologi Modern dalam Diplomasi Perubahan mendasar dunia di abad ke 21, khususnya terkait dengan teknologi informasi telah memaksa negara-negara untuk menilai kembali pelaksanaan diplomasi. Harold Nicholson mengatakan Dengan perkembangan komunikasi, peran dan fungsi seorang diplomat telah se,akin berkurang sehingga diplomat sekarang telah menurun statusya menjadi juru tulis yang bertugas mencatat pesan-pesan telepon. Maka waktu tidak lagi menjadi isu yang relevan sehingga menyebabkan kegiatan diplomasi tradisional berjuang keras untuk mempertahankan relevansinya. Perubahan-prubahan lain yang terjadi adalah meningkatnya peran media massa, globalisasi bisnis dan keuangan, meningkatnya partisipasi masyarakat di dalam kegiatan hubunga internasional, dan masalah-masalah kompleks yang menghapus batasan nasional suatu negara. Peran Media Massa dan Diplomatik Publik Barson mengatakan bahwa opini lebih kuat daripada tentara, khususnya jika opini tersebut dimobilisasi dalam bentuk propaganda. Teknologi penyiaran membuat sebuah kejadian memiliki dimensi tambahan dalam bentuk tekanan masyarakat. Baik konsep dan aktivitas diplomasi, maupun peran diplomat telah berubah bersamaan dengan perubahan teknologi komunikasi. Revolusi bidang teknologi telah memperluas diplomasi diluar struktur Departemen Luar Negeri untuk menjawab berbagai permasalahan masyarakat diseluruh dunia. Secara tradisional, diplomasi bersifat tertutup dan hanya dilakukan oleh para diplomat dan wakil-wakil pemerintahan resmi. Sedangkan era keterbukaan tidak memungkinkan manutup informasi dan mempertahankan kerahasiaan dan pemilikan informasi secara ekslusif. Dalam aktivitas komunikasi global, apa yang dilihat dan didengar oleh sseorang yang mempengaruhi secara langsung tindakan pemerintah selanjutnya. Dunia yang semacam ini akan memerlukan bersatunya masalah-masalh domestik dan internasional dan pengaruh yang terkoordinasi bagi manajemen informasi. Diplomasi Jalur Utama dan Kedua Perubahan-perubahan teknologi memberi pengaruh terhadap aktivitas negosiasi diplomatik, tindakan yang kurang independent bagi diplomat profesional dan negosiasi yang lebih langsung antara Menteri Luar Negeri dan Kepala Negara. Upaya-upaya diplomasi melalui jalur pertama (pemerintah kepada pemerintah) biasanya gagal menyelesaikan akar permasalahan dari sebuah konflik. Karena kegagalan jalur pertama diplomasi, jalur kedua (atau diplomasi antar warga negara)
harus dikembangkan sebagai salah satu alternatif untuk menangani akar permasalahan dari konflikkonflik antar negara. Aktor-aktor diplomasi pertama, yang memiliki ciri: melakukan kegiatan berdasrkan pada kekuasaan dan sifat kaku dalam menjalankan interaksi resmi antara wakil-wakil yang telah diberi instruksi ileh negara yang berdaulat. Diplomasi jalur kedua diciri kan sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan oleh aktor-aktor bukan pemerintah, infomal, dan memiliki sifat tidak resmi dalam menangani konflik-konflik antara kelompok masyarakat yang tujuannya menurunkan ketegangan dengan cara meredakan kemarahan, ketakutan, dengan cara meningkatkan komunikasi dan saling pengertian. Peran NGOs dan INGOs Globalisasi telah memaksa ator-aktor negara dalam sistem internasional untuk mengakui relevansi yang semakin luas dan pengaruh semakin kuat dari aktor-aktor transnasional (misalnya perusahaan-perusahaan multinasional, organisasi-organisasi tingkat kawasan, IGO dan NGOs) dalam melaksanakan diplomasi Internasional. Isu-isu yang relevan dalam diplomasi modern
Isu-isu tradisional (perbatasan negara, keamanan, kekuasaan)
Diplomasi tradisional mengasumsikan bahwa hubungan internasional dikendalikan oleh negara-negara berdaulat. Diplomasi tradisional memfokuskan perhatian pada pengerahan kekuatan untuk mengadakan pendekatan, sambil mempercayai bahwa kekuasaan adalah komoditas yang perlu diperjuangkan, sehingga semakin banyak yang dimiliki oleh satu pihak, menyebabkan berkurangnya pemilihan pihak lain. Diplomasi semacam ini sifatnya lebih mudah dijalankan melalui pendekatan geografi daripada dengan memakai cara lain. Wilayah telah menjadi mata uang dalam diplomasi. Diplomasi tradisional akan semakin berkurang fungsinya ketika melihat dunia dimana wilayah-wilayahnya tidak lagi merupakan prinsip-prinsip yang telah didefinisikan. Revolusi dalam teknologi informasi telah merubah sifat kekuasaaan, dengan konsekwensi terhadap pengaruh dalam sifat kedaulatan wilayah teritorial.
Isu-isu kontemporer (hak asasi manusia, arus informasi bebas)
Masyarakat internasional tidak hanya tertarik pada masalah-masalah yang terkait dengan poitik, keamanan, dan militer, tetapi juga meningkatkan perhatian mereka terhadap isu-isu
kemanusiaan seperti hak asasi manusia (HAM) dan arus infomasi bebas. Perhatian terhadap masalah-masalah HAM telah meningkatkan kesadaran untuk memanfaatkan kegiatan diplomasi. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat internasional percaya bahwa intervensi dimungkinkan jika tujuannya menyangkut pertimbangan kemanusiaan dan untuk membela HAM. Diplomasi dan Isu-Isu Ekonomi Diplomasi modern juga mengalami tantangan dalam bidang ekonomi. Didalam dunia yang terglobalisasi dan saling tergantung, diplomasi ekonomi merupakan komponen yag dapat di ukur dari hubungan antar negara dan menjadi lebih penting daripada sebelumnya sebagai sebuah elemen mendasar didalam masalah internasional. Dibawah kondisi ini peran MNC dan TNCs menjadi semakinh signifikan sebagai aktor-aktor diplomasi, selain memiliki pengaruh yang besar terhadap produk kebijakan pemerintah. Hal ini menyebabkan masalah-masalah kesejahteraan ditangani oleh sekelompok kecil minoritas. Ketidakmerataan ini semakin meningkatkan kemiskinan dan menurunkan kondisi lingkungan, bahkan seringkali menyeret ke kondisi-kondisi menuju konflik bahkan perang. Diplomasi Indonesia Struktur organisasi dalam Departemen Luar Negeri Republik Indonesia (Deplu RI) kurang lebih sama antara Indonesia dengan negara lain. Sama halnya negara-negara lain, diplomatdiplomat Indonesia berasal dari strata sosial-ekonomi menengah-atas yang berpendidikan tinggi. Persyaratan lainnya adalah kemapuan bahasa, khususnya inggris dan bahasa-bahasa resmi PBB lainnya. Deplu RI telah memainkan peran yang besar dalam mengkomunikasikan kebijakan luar negeri Indonesia kepada masyarakat Internasional, selain menyebarkan perubahan-perubahan dan hubungan internasional kepada masyarakat domestik. Akan tetapi, upaya-upaya tersebut didukung oleh budaya politik, dan proses pengambilan keputusan di dalam pemerintahan Indonesia. Kesimpulan Aktivitas dan pelaksanaan diplomasi telah berkembang secara signifikan sejak isu ini pertamakali diperkenalkan di Eropa Barat. Diplomasi modern juga ditandai dengan perubahanperubahan dalam aktor-aktornya: dari aktor-aktornya tradisional yang terdiri atas perwakilanperwakilan pemerintah sampai keterlibatan yang lebih besar dari media massa, NGO dan perorangan. Lebih penting lagi, teknologi informasi telah merubah peran dan dungsi diplomat, kegiatan-kegiatannya serta meningkatkannya peran masyarakat awam melalui aktivitas diplomasi publik. Keterbukaan yang lebih besar serta keterlibatan masyarakat luas menjadi ciri diplomasi kontemporer.
Perubahan-perubahan tersebut bersamaan dengan kondisi politik domestik serta interaksi antar aktor-aktor politik diplomasi Indonesia. Di luar munculnya aktor-aktor diplomatik didalam jaringan politik dan diplomasi di Indonesia. Deplu tetap merupakan lembaga yang paling bertanggungjawab terhadap pelaksanaan diplomasi Indonesia. Struktur organisasi deplu yang terbentuk menjadi keunikan diplomasi Indonesia selama masa Orde baru. Berdasarkan kondisi diatas, tidak ada teori diplomasi, yang dapat menyediakan arahan bagi studi diplomasi di Indonesia atau membantu menjelaskan kompleksitas diplomasi Indonesia. Maka dari itu, terdapat jurang didalam literatur mengenai diplomasi, dan sehingga informasi ini dpat membantu menjelaskan sifat dplomasi Indonesia. Indonesia selama Orde Baru menjadi salah satu kasus unik dalam diplomasi, karena kondisi terjadi didakam kondisi Indonesia yang secara resmi merupakan negara demokrasi. Sehingga seharusnya terdapat pembagian yang jelas antara fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif di dalam pemerintahan. Pada kenyataannya, sifat pemerintahan Indonesia era Orde Baru adalah otoritarian dengan dukungan dan peran kuar militer. Maka dari itu, diplomasi Indonesia harus dijelaskan oleh konsep khsusus yang secaraa tegas dapat menunjukan posisi indonesia didalam diplomasi Barat dan Asia.
4. Mewujudkan suasana yang baik melalui pembentukan suatu sistem atau organisasi permanen sebagai wadah memecahkan masalah-masalah secara damai, selain sebagai upaya
menghindarkan konflik potensial dimasa mendatang. Tujuan dasar dari negosiasi adalah perdamaian dan mencapai kesepakatan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Tantangan dariaktivitas negosisasi adalah mencari jalan tengah yang saling menguntungkn kedua belah pihak, tanpa masing-masing pihak merasa dirugikan. Dengan kata lain, negosiasi menuntut hasil akhir yang sifatnya win-win solution. Maka negosiasi merupakan proses yang berkesinambungan, jika suasana sudah mengarah pada kekerasan dan peperangan. Seperti yang dikatakan oleh Clausewitz, perang adalah bentuk lain dari diplomasi, yang seringkali tidak terhindarkan dalam hubungan internasional. Negosiasi masa pernag anatra lain diperlukan agar masalah tidak menyebar, tidak lebih banyak pihak terlibat, sehingga menyebabkan permasalahan menjadi kompleks. Dapat disimpulkan bahwa tujuan politik negosiasi adalah 1. Pengamanan kebebasan politik dan integrasi sosial. 2. Meningkatkan hubungan dengan negara sahabat. 3. Memelihara perdamaian/hubungan baik. 4. Menetralisir suasana. Seni Bernegosiasi Peran diplomat dan pengertian diplomasi menurut Sir Henry Wotton menggambarkan pemahaman diplomasi lama ketika masyarakat umum tidak memiliki akses yang cukup untuk mengetahui masalah-masalah kenegaraan. Doplomasi semata-mata merupakan aktivitas formal yang dilakukan oleh aktor-aktor resmi yang mewakili negara-negara yang erdeka dan berdaulat. Banyak maslah kenegaraan muncul dalam lingkup yang lebih kompleks, yang telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat internasional masa kini. Agen diplomatik yang diterima secara resmi pada suatu negara berhak untuk mendapatkan hak kekebalan (imunitas) selama menjalankan tugasnya. Diplomat mempunyai kedudukan yang sama, dan tidak lebih dihormati bila berhadapan dengan diplomat lain yang mempunyai pangkat yang sama. Pada jamuan kenegaraan, tuan rumah duduk pada kepala meja, dan yang duduk tepat sebelah kanannya adalh yang bertugas paling lama, diikuti dengan nomor dua lamanua, ketiga, dan seterusnya. Diplomat pada tingkatan pertama berhak mendapatkan sebutan Your Excellence.
Hak-hak istimewa diplomatik juga berlaku bagi staf kedutaan, keluarga, tempat menginap dan tempat tinggalnya. Mereka juga kebal hukum (extrateritorial) baik hukum pidana maupun perdata, bebas membayar pajak, dan bebas untuk menjalankan ibadah mereka. Lingkup kerja diplomat Dalam melakukan komunikasi dan perundingan-perundingan, seorang diplomat juga harus menyadari bahwa negara yang saat ini menjadi kawan (allies) harus dianggap bahwa suatu saat nanti akan menjadi musuh (enemy), dan lawan juga suatu saat nanti akan menjadi kawan. Pengangkatan diplomat atau Duta besar dilakukan berdasarkan 3 cara: karir, pengangkatan dan penghormatan. Manajemen Departemen Luar Negeri Jika pekerjaan seorang diplomat menjadi berkurang pengaruhnya dan kurang glamor, sebaliknya pekerjaan-pekerjaan seorang konsul menjadi semakin penting. Negara-negara biasanya saling mempertukarkan konsul sebelum membuka hubungan diplomatik. Khususnya untuk membantu keperluan para pedagang agar memiliki hubungan satu dnegan yang lainnya yang melewati perbatasan negara, sebelum pemerintah melakukan kontak dalam negosiasi. Tugas-tugas seorang konsul dipengaruhi oleh tata cara, ketetapan-ketetapan traktat, dan perolehan exequaturs, atau surat kepercayaan konsuler. Seorang petugas konsuler tidak bertindak sebgai juru bicara dari pemerintahannya, meskipun kadang-kadang dapat bertindak seperti itu dalam fungsi-fungsi diplomatik. Seorang konsuler juga memiliki hak kekebalan diplomatik, meskipun tak seluas seorang pejabat diplomatik. Kekebalan yang dimilikinya meliputi kekbalan hukum atas diri dan benda-benda miliknya, bebas dari penangkapan/penggeledahan, bebas dari tuduhan kriminal, bebas dari tugas menjadi saksi di pengadilan, bebas dari membayar pajak, dan sebagainya. Aspek-aspek pemungutan suara (voting) Pada setiap konperensi di mana dilakukan pemungutan suara (voting), para delegasi perlu mengetahi 4 aspek pemungutan suara: bobot voting, syarat kuorum, syarat mayoritas, dan cara-cara pemungutan suara. Berikut ini masing-masing ketentuan pemungutan suara; 1. Bobot Voting Jika dalam sebuah konperensi cara suatu negara suatu suara tidak dapat diterapkan, maka dalam kasus ini dipakai sistem bobot suara, diaman suatu negara dapat mempunyai beberapa suara, sesuai dengan aturan konstitusional yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Persyaratan Kuorum Peraturan konperensi pada umumnya menentukan syarat minimum kehadiran. Kuorum ditentukan oleh kehadiran delegasi minimal terwakili oleh satu orang. Jika tidak memenuhi kuorum, pemungutan suara tidak dapat dijalankan. 3. Syarat mayoritas Konperensin pada umumnya dibuat oleh mayoritas delegasi yang hadir dan memberikan suaranya. Artinya, delegasi yang tidak memberikan suaranya (abstain) dalam pemungutan suara, yang tidak hadir atau memberikan suara tidak sah, tidak dihitung. Perkecualian terjadi jika sebuah delegasi tetap diam selama dilakukan pengambilan suara. Dalam kasus seperti itu, delegasi itu dinyatakan absen, bahkan jika delegasi tersebut secara fisik berada diruang sidang. 4. Mayoritas 2/3 yang hadir dan memberikan suara Dalam hal ini, delegasi yang tidak hadir tidak dihitung. Jadi jumlah yang setuju minimal duakali lipat dari jumalh yang tidak setuju. 5. Persetujuan dengan suara bulat (Unanimity) Persetujuan dengan suara bulat tidak umum diberlakuakan di badan-badan PBB, akan tetapi diterapkan di bebrapa organisasi internasiinal khusus. Contoh OECD (Organization for economic Cooperation and Development). 6. Persetujuan atau penolakan anggota khusus Dalam hal ini anggota khusus sebuah organisasi mempunyai hak istimewa untuk menyetujui atau menolak suatu keputusan. Keputusan yang sudah diambil sebelumnya dapat berubah, bahkan jika jumlah anggota yang sudah setuju sudah memenuhi syarat mayoritas yang diperlukan. 7. Dual Voting Pada beberapa konperensi, mayoritas suara diperlukan tidak hanya dari semua anggota, akan tetapi juaga oleh anggota khusus. Metode pemungutan suara: 1. Dengan mengangkat tangan 2. Dengan cara berdiri
3. Melalui Roll Call ( Pemanggilan) 4. Dengan pemungutan suara rahasia (Secret Ballot) 5. Postal Ballot
Eropa Barat, melainkan juga aktor-aktor yang sbelumnya dikenal dengan istilah belahan dunia ketiga. Fasilitas dan teknologi komunikasi yang semakin canggih juga menyebabkan meningkatnya kativitas diplomasi personal yang dilakukan kepala pemerintah. Menurunnya peran Duta Besar tentu saja tergantung pada kualitas pejabat yang ditunjuk, posisi negara yang akan ditempati, dan henis posisi diplomatik yang akan diduduki. Kemunduran pengaruh Dubes jugadisebabkan meningkatnya jumlah keputusan yang diambil langsung oleh kepala pemerintahan, kemajuan sistem komunikasi modern dan meningkatnya diplomasi personal. Pengelompokan Negara dan Diplomasi Multilateral Selain meningkatnya jumlah aktor diplomasi, pengaruh faktor ideologi dalam diplomasi juga semakin meningkat. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan: Dapatkah diplomasi (dalam arti luas) mengimbanginya? Periode ini juga ditandai dengan maraknya aktivitas diplomasi multilateral, khususnya yang membahas topik-topik kerjasama ekonomi dan perdagangan. Bentuk lain pada setting diplomasi adalah semakin berkembangnya pengelompokan negara. Diplomasi juga telah menjadi kendaraan penting dalam pertumbuhan kerjasama kawasan dan meningkatnya desentralisasi sistem internasional. Selanjutnya juga terjadi perkembangan dalam aktivitas diplomasi multilateral dalam bidang sosial, ekonomi, dan teknologi. Berkembangnya konperensi multilateral telah diimbangi dengan unculnya inovasi-inovasi dalam teknik konperensi dan meningkatkan penerapan konsensus dalam pegambilan keputusan. Meningkatnya bilateralisme, khususnya di dalam diplomasi perdagangan antar negara, telah membawa hubungan baru antara aktor-aktor pemerintah dan aktor-aktor non pemerintah dan pengaturan inovatif seperti pertukaran barang (barter) yang kompleks, termasuk pembayaran dalam beberapa jenis produk perdagangan. Meningkatnya peran negosiasi aktor-aktor pemerintahan dalam bidang pertahanan dan kepentingan ekonomi dalam negeri telah mengaburkan garis antara kebijakan luar negeri dan dalam negeri. Salah satu perkembangan khusus metode diplomasi adalah meningkatnya jumlah aktivitas-aktivitas diplomasi seperti pertemuan, kunjungan, negosiasi, dan penandatanganan traktat. Perubahan isi diplomasi merupakan pengaruh meluasnya agenda diplomatik secara mendasar. Dewasa ini aktor-aktor yang terlibat dalam diplomasi harus komunikatif terutama dengan semakin intensifnya pemakaian alat-alat komunikasi canggih, seperti telekomunikasi, hak-hak untuk mengekploitasi kekayaan maritim dilepas pantai, perdebatan masalah tarif, kesepakatan penerbangan sipil, dan dipomasi mengenai utang luarnegeri yang kompleks.
Agenda utama diplomasi berubah karena munculnya agenda-agenda baru seperti isu kontraterorisme. Meluasnya agenda-agenda diplomatik dan kebijakan luar negeri khususnya terlihat dari perubahan aktor-aktor yang berpartisipasi dalam diplomasi. Redefinisi Diplomasi di Era Informasi Disadari bahwa terdapat dilema bagi diplomasi modern dengan meningkatkan konflik antar negara. Secara keseluruhan, diplomasi telah meningkatkan konstribusinya dalam mengatur teknikteknik atau aspek-aspek fungsional dari hubungan internasional. Secara garis besar, praktik diplomasi kini dipengaruhi oleh: 1. Revolusi Teknologi informasi 2. Meningkatnya peran media massa 3. Globalisasi bisnis dan sistem keuangan, sehingga aktivitas diplomasi ekonomi menjadi semakin signifikan. 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Hubungan Internasional (Diplomasi Publik). 5. Munculnya isu-isu kompleks yang melewati batas-batas negara (HAM, lingkungan hidup, arus pengungsi, terorisme, dan masalah-masalah lain yang terkait dengan Trans-Organized Crime (TOC) 1. Revolusi Teknologi Informasi Perubahan mendasar dalam cara, metode dan aktor diplomasi terjadi terutama setelah terjadinya revolusi teknologi informasi. Akses informasi tidak lagi terbatas dan dimiliki oelh kelompok-kelompok eksklusif dalam pemerintahan. Selain revolusi teknologi informasi, perubahanperubahan situasi dan kondisi juga perlu diperhitungkan, untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut, maka mendefinisikan ulang diplomasi menjadi suatu keniscayaan. Pendefinisian kembali diplomasi juga termasuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola teknologi informasi yang berarti juga menyediakan state of the art jaringan komputer dan elektronik untuk mempermudah akses, manajemen dan penyebarluasan informasi. 2. Meningkatnya peran media massa Perkembang teknologi media massa memungkinkan akses informasi dengan mudah dengan biaya rendah. Para ahli elektronik berhasil mengatasi dominasi media-media massa konvensional ang dikontrol oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan media raksasa. Peran gatekeeper dalam sistem media konvensional telah dihapuskan dengan perubahan dari terakselerasinya media dari massa ke personal.
Melalui media massa modern, masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain tanpa halangan birokratis. Media massa modern telah mengegaskan ide diplomasi tanpa diplomat. Peranan mereka dalam menyediakan informasi satelit, sangat membantu dalam menyediakan data sebagai bahan baku bernegosiasi. Peran media massa telah disadari sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan diplomasi masa kini. Revolusi komunikasi juga telah meubah peraturan-peraturan diplomatik. Informasi semakin mudah diakses telah memperlebar lingkup diplomasi sehingga masyarakat di seluruh dunia bisa terlibat didalamna. Diplomasi tidak lagi menjadi domain khusus para diplomat resmi. 3. Diplomasi Ekonomi; Globalisasi bisnis dan sistem keuangan internasional Globalisasi bidang keuangan dan bisnis telah menghapuskan batas-batas negar dan hukum permintaan dan penawaran (supply and demand). Perdagangan internasional melalui fasilitas elektronik (e-commerce) ini telah memperluas aktivitas perekonomian dunia. Pasar menjadi lebih efesien, tetapi juagmenjadi lebih rentan terhadap perubahan. Banyak negara maju akan memperoleh keuntungan pada era globalisasi dan informasi ini, selain muncul ketakutan akan semakin terbentangnya jurang perbedaan antara negara kaya dan miskin, smapai ketakutan kehilangan kesempatan kerja warga negara-negara maju di negara-negara berkembang. 4. Meningkatnya Aktivitas Diplomasi Publik. Kesadaran akan pentingnya keterlibatan publik dalam diplomasi diawali dengan asumsi bahwa pecahnya peperangan di berbagai belahan dunia telah menunjukan bahwa organisasi internasional seperti PBB tidak dirancang untuk menangani konflik-konflik internasional. Aktivitas diplomasi publik dapat melengkapi upaya-upaya diplomasi yang dilakukan aktor-aktor pemerintahan. Ketelibatan publik diharapkan dapat membuka jalan bagi negosiasi yang dilakukan wakil-wakil pemerintah selain membei masukan dan memberikan cara panadang yang berbeda dalam memandang suatu masalah. Dimensi publik menjadi elemen mendasar dari diplomasi baru dan secara mendasar mempengaruhi kbijakan luar negeri. Keterlibatan masyarakat luas di luar agen-agen resmi pemerintah, termasuk didalamnya termasuk kelompok epistemik dalam diplomasi telah lama disadari pentingnya oleh para peneliti diplomasi selain diakui membawa dampak positif dalam memperjuangkan kepentingan negara. Diplomasi publik berkaitan dengan berubahnya sikap masyarakat dalam melihat persoalanpersoalan politik luar negeri yang tidak lagi dibatasi oleh interpretasi yang diberikan oelh diplomat tradisional. Era keterbukaan dewasa ini tidak memungkinkan lagi bagi kerahasiaan dan
eksklusivitas diplomasi. Melalui diplomasi publik, masyarakat dapat berperan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang dirancang oleh pemerintah untuk menumbuhkan opini publik yang baik di negara lain. Diplomasi publik telah mengaburkan batas-batas negara yang membatasi penyebaran informasi, sehingga sifat informasi menjadi lebih demokratis. Karakter diplomasi publik yang informal seringkali berhasil menurunkan ketegangan, menghilangkan ketakutan, dan meningkatkan saling pengertian di antara pihak-pihak yang bertikai. 5. Munculnya isu-isu baru; diplomasi hak asasi manusia Masyarakat internasional tidak hanya berkepentingan terhadap masalah-masalah politik dan keamanan tetapi telah meningkatkan kepedulian mereka terhadap isu-isu Hak Asasi Manusia dan meningkatnya kebutuhan untuk dapat memperoleh dan mengakses informasi secara bebas. Kepedulian terhadap maraknya pelanggaran-pelanggaran HAM terutama disejumlah negara bekembang, telah meningkatkan kepedulian untuk memakai diplomasi sebagai alat
mempertahankan dan membela HAM. Rein mullerson mendefinisikan HAM sebagai: Pemakaian instrumen-instrumen politik luar negeri untuk mempromosikan HAM, selain pemakaian isu-isu HAM bagi kepentingan politik luar negeri yang lain. Kesimpulan Era informasi selain banyak memberi kemudahan juga tetap merupakan wilayah yang berbahaya bagi diplomasi maupun aktivita-kativitas kemasyarakatan lainnya. Kesiapan dalam menghadapi perubahan-perubahan global terutama perlu diimbangi dengan kemampuan kompetensi dalam merespon perubahan-perubahan global.
4. Diplomasi Bilateral
Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara. Sampai saat ini, kebanyakan diplomasi internasional dilakukan secara bilateral. Alternatif bilateral lainnya adalah multilateral, yang melibatkan banyak negara dan unilateral, jika suatu negara bertindak sendiri. Sering terjadi perdebatan mengenai efektifitas penerapan diplomasi bilateral dan multilateral. Penerapan diplomasi bilateral Pada berbagai bentuk hubungan bilateral terdapat situasi ketika keberadaan dan fungsi Kedutaan Besar tidak dapat dipertahankan. Keputusan formal untuk menutup kedutaan besar terjadi ketika timbul masalah dengan satu atau lebih negara. Pemutusan hubungan diplomatik merupaan bagian dari masalah politik dan kekerasan misalnya dalam bentuk penolakan untuk memberikan pengakuan negara. Komunikasi di antara negara-negara yang berkonflik tetap perlu dipertahankan karena kebutuhan untuk meminimalisir akibat dari menurunnya hubungan diplomatik, atau sebgai jalur untuk memulihkan hubungan formal. Jika fungsi kedutaan besar yang normal secara politik tidak dimungkinkan, fungsi-fungsi diplomatik mungkin dapa melakukan tugasnya lebih baik dalam skala yang lebih terbatas melalui empat alternatif utama misis diplomatik. Keempat alternatif ini adalah mendirikan Kantor Urusan kepentingan (Interest Section), Konsulat,Kantor perwakilan, dan Misi Utama. Kantor Urusan Kepentingan Kantor urusan kepentingan (KUK) umunya terdiri atas sekelompok diplomat dari suatu negara yang bekerja pada kedutaan besar negara kedua diwilayah negara ketiga. Biasanya negara yang tidak memiliki misi diplomatik dinegara kedua akan mempercayakan pengamanan kepentingan dinegaranya kepada diplomat-diplomat di negara ketiga. Negara ketiga ini dikenal sebagai negara pelindung, dan bentuk-bentuk perlindungan diatur melalui kesepakatan tiga-negara (trilateral) antara negara pemberi perlindungan, yang dilindungi, dan negara penerima. Kantor urursan kepentingan akan terdiri atas diplomat-diplomat dari negara yang dilindungi, yang betugas dibawah pengawasan negara pelindung, baik secara fisik berada didalam kedutaan
negara pelindung maupun kedutaanmilik sendiri, yang secara nominal ditutup setelah putusnya hubungan diplomatik. Pengaturannya tetap membutuhkan kesepakatan trilateral meskipun beuk kesepakatan itu bervariasi. Maka negara pelindung biasanya menegosiasikan peraturan-peraturan formal yang dapat diselesaikan bersama negara yang tetap berada di negara setempat dijamin secara informal maupun tersirat. Kantor urusan semakin populer sejak pertengahan tahun 1960an, sesuai naik turunnya hubungan diplomatik. Kantor-kantor urusan kepentingan biasanya sangat kecil, tidak mampu memperkerjakan pegawai kalau tidak ingin diprotes oleh negara penerima, dan seringkali tidak memiliki jaminan akses pada pejabat-pejabat tingkat tinggi secara tetap dan teratur. Namun, Kantor Urusa Kepentingan tetap berguna sebagai cara untuk mempertahankan atau memprakasai, kegiatan diplomasi bilateral dengan pemerintah setempt ketika tidak ada hubungan diplomatik. Pos-pos konsuler dan kantor urusan kepentingan. Fungsi konsuler dikerjakan di pos-pos konsuler yang dibangun di kota-kota besar dan kotakota pelabuhan yang letaknya jauh dari ibu kota dan di kantor konsuler yang ada di kedutaankedutaan besar, ada juga tradisi lama penempatan pos-pos ini sebagai alat yang baisa digunakan untuk menjalankan diplomasi publik (residen) ketika hubungan iplomatik terputus meskipun untuk waktu yang lama hal imi mengalami ketidak pastian hukum. Keuntungan yang pasti mempergunakan kantor konsuler daripada tentu, Kantor Urusan Kepentingan adalah menghindari masalah-masalah yang mungkin timbul dari pihak ketiga; hutang, kemungkinan salah paham, keperluan untuk membuka rahasia dan lain-lain. Kantor konsuler juga dapat menjadi sebuah metode penengah yang menguntungkan untuk membangun hubungan terbatas dengan negara-negara yang belum memperoleh pengakuan. Kantor Perwakilan Dalam kondisi tertentu, terutama ketika hubungan bisnis diantara dua pemerintahan sangat diperlukan, tetapi salah satunya tetap memberikn pengakuan diplomatik kepada negara lawan, maka keberadaan KUK maupun pos-pos konsuler bukan pilihan menarik. Kantor perwakilan atau kadangkadang disebut sebagai akntor penghubung mempunyai misi dan operasinya kurang lebih sama dengan Kedutaan Besar, dengan perbedaannya hanya pada sifat informalnya. Tidak seperti KUK, Kantor perwakilan tidak memiliki kerugian-kerugian akibatnya adanya keterlibatan pihak ke tiga: dan tidak seperti kantor konsuler, kantor urusan kepentingan dan pegawai-pegawainya dapat melakukan tindakan-tindakan yang lebih luas seperti yang dilakukan lebih luas seperti yang dilakukan misi-misi diplomatik.
Misi Garis Depan Misi garis depan ini ukuran dan bentuknya bermacam-macam. Kantor-kantor perdagangan atau misi-misi perdagangan, kantor informasi atau urusan pariwisata, agen-agen perjalanan, misimisi ilmiah, dan kantor-kantor urusan kebudayaan, semuanya merupakan bentuk-bentuk yang menjalankan fungsi diplomatik. Ringkasan Negara dapat menolak mengakui keberadaan negara lain atau menolak mengakui pemerintahannya sebagai pemerintahan yang sah. Sementara masing-masing negara masih berupaya mengatasi masalah pengakuan, biasanya diikuti dengan penolakan untuk berhubungan sama-sekali sehingga kehidupan diplomatik terputus, dalam kondisi sepeti ini, misi diplomatik setempat sifatnya konvensional tidak dapat dipertahankan. Jika salah satu pihak menginginkan mempertahankan beberapa tingkat komunikasi oleh diplomat setempat, perlu dicari suatu alternatif. Disinilah fungsi KUK, Pos-pos Konsuler, Kantor-kantor Perwakilan, dan misi garis depan, dengan pengecualian Pos-pos konsuler dan seksi-konsuler. Semuanya merupakan kantor kedutaan besar terselubung. Semua cara alternatif tersebut dimaksudkan agar para diplomat dapat memperoleh keuntungan dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda. Tetapi kesamaan-kesamaan dengan misi diplomatik konvesional tidak perlu dibesar-besarkan. Semuanya bekerja didalam kondisi Kedutaan Besar sedang tidak berfungsi. Ketika salah satu moda diplomatik konvesional tersebut diterapkan, semuanya menjalankan fungsi-fungsi diplomatik, kecuali nama yang dipakai berbeda-beda.
5. Kasus dalam diplomasi bilateral; hubungan Indonesia Australia dalam masalah Timor Timur
Faktor penting bagi keberhasilan dan kegagalan dilomasi publik indonesia anatara lain peran media massa di australia yang konsisten bersikap kritis terhadap pemerintaha indonesia. Masalah muncul karena kurang tepatnya penanganan kasus oleh pemerintah indonesia australia sehingga menimbulkan tuduhan telah terjadi konspirasi untuk menutupi kasus ini dari publik kedua negara. Diplomasi sukses apabila kedua belah pihak berhasil mengatasi kepentingankepentingan yanag berbeda, atau apabila kedua belah pihak berhasil berkompromi dalam mengatasi perbedaan kepentingan.
Aktor-aktor diplomasi indonesia Efektifitas dan keberhasilan diplomasi indonesia dipengaruhi oleh aktor-aktor dlam sistem politik Indonesia. Aktor-aktor diplomasi termasuk aktor-aktor pribadi, diplomat, presiden, para pejabat militer angkatan darat, dan institusi-institusi lain yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat . sedangkan sistem politik indonesia termasuk budaya politik dan pola hubungan antara aktor-aktor politik, termasuk Deplu, Presiden, ABRI/TNI, Opsus, Bakin, CSIS, dan dalam skala kecil Depdagri. Salah satu ciri diplomasi Orde Baru adalah signifikannya peran aktor-aktor politik dengan latar belakang militer daripada aktor profesional yaitu diplomat karir. Hal ini sesuai dengan interpretasi yang diberikan militer terhadap konsep dwifungsi. Peran Departemen Luar Negeri Konsep dwifungsi diterapkan dalam tubuh deplu melalui penunjukan personel-personel militer pada posisi-posisi penting seperti inspektur jenderal, sekertaris jendral, beberapa jabatan direktur jenderal seperti dirjen hubungan sosial, budaya dan penerangan (Hubsosbudpen), direktur Asia-Pasifik, dan beberapa posisi Duta besar diseluruh dunia terutama di negara-negara yang dianggap penting bagi politik luar negeri Indonesia. Sebagai diplomat, para pejabat militer tidak memiliki pelatihan dan pengalaman yang memadai untuk menangani masalah-masalah hubungan internasional dan diplomasi, sedangkan tidak memungkinkan Deplu menjalankan politik luar negeri yang independen, dengan demikian, munculah konflik kepentingan 2 institusi. Diplomasi Indonesia juga ditandai dengan dominasi Presiden. Strategi dan taktik diplomasi deplu Secara umum deplu tidak menerapkan taktik dan strategi khusus untuk menangani diplomasi Timor-Timur. Dilain pihak, para diplomat Timor timur telah secara aktif membangun dan mengembangkan jaringan diplomatik di Australia, baik dengan pemerintahan, masyarakat dan media massa. Selain itu, media massa australia memainkan peranan yang sangat besar bagi peforma diplomasi Indonesia di australia. Sayangnya opini publik di Australia tidak mendukung bagi perbaikan citra pemerintah indonesia yang otoritarian dan militerisme. Peran dominan militer dan birokrasi yang membuat diplomasi indonesia mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi terutama untuk memenangkan opini publik internasional. Selain itu, diplomasi Indonesia bertambah tingkat kesulitanya dengan maraknya pelanggaran hak asasi manusia oleh militer.
Deplu dan Diplomasi Hak Asasi Manusia Pelanggaran HAM di timor Timur oleh militer merupakan isu yang paling berpengaruh terhadap berfluktuasinya dukungan dari pemerintah dan publik australia terhadap integritas Timor Timur. Hal ini meningkatkan dukungan publik Australia terhadap perjuangan rakyat Timor Timur untuk memperoleh kemerdekaan dan menentukan nasib sendiri. Kendala-kendala internal deplu Deplu memiliki beberapa kelemahan dalam proses rekrutmen diplomat karir dan penunjukan diplomat non-karir. Kelemahan tersebut termasuk persyaratan bagi pejabat-pejabat militer di luar Deplu untuk mencapai posisi sebagai Duta Besar. Seorang Duta Besar dan Konsul Jendral dengan latar belakang militer lebih banyak ditunjuk atas pertimbangan politisi daripada kualitas dan prestasi. Masalah budaya dan komunikasi Diplomat Indonesia juga memiliki kelemahan dalam kemampuanberkomunikasi, khususnya dalam menghadapi publik dan media Internasional. Terbatasnya kontak menyebabkan keterbatasan dalam menyebarkan pengaruh dan membina hubungan baik dengan masyarakat dan kelompokkelompok kepentingan. Budaya politik Budaya politik Indonesia menuntut penghormatan terhadap minoritas. Konsekwensinya, posisi presiden sebagai pengambil keputusan dan sumber rujukan utama menjadi sangat penting. Posisi presiden bahkan dihormati seperti halnya seorang raja, sehingga keputusan politik seringkali diambil berdasarkan kedekatan dengan presiden daripada sistem pengambilan keputusan yang berlaku. Sistem birokrasi Deplu sebagai bagian dari struktur pemerintahan memilii struktur birokrasi yang komples dan diwanai dominasi Dephankam. Meskipun disatu pihak diplomat indonesia dituntut untuk bersikap pro-aktif , akan tetapi birokrasi Deplu tidak memungkinkan diplomat untuk bersikap fleksible. Segala tindakan dan keputusan yang diambil mewakili keputusan dan tindakan organisatoris.
Intervensi Presiden Struktur politik indonesia berupa sebuah piramid dengan puncak kekuasaan ditangan presiden. Pada masa Orde baru, presiden Soeharto (1966-1999) berperan sebagai aktor utama dalam merancang kebijakan dalam mauapun luar negeri Indonesia. Otoritas Soeharto semakin menonjol pada awal dan pertengahan 1980an, yang ditunjukan dengan terbentuknya otoritas kekuasaannya setiap tahapan birokrasi. Hal tersebut meyakinkan dia bahwa setiap keputusan penting memerlukan restunya, apalagi banyak pejabat pemerintahan yang menghadap untuk memperoleh petunjuk atas kebijakan-kebijakan yang harus diambil. Hubungan antara Soeharto-Opsus Ketika rencana Integrasi Timor Timur pertamakali dicetuskanoleh elite politik Indonesia awal 1970an, ditunjuk deputy bakin Ali Moertopo, yang sbelumnya dinilai berhasil dalam menangani Operasi Khusus pada kasus konfrontasi Malaysia. Moertopo diberi wewenang penuh untuk mengambil setiap tindakan untuk suksesnya integrasi. Hubungan Soeharto-Deplu Pengaruh Soeharto terhadap diplomasi Timor Timur sangat luas sehingga keputusan yang telah diambilnya adalah kata akhir. Soeharto mengkritik deplu atas keterlambatan dan kegagalan diplomasi untuk meningkatkan dukungan dan legitimasi internasional. Secara psikologis, Soeharto merasa terganggu dengan pertanyaandan komentar dari para pemimpin negara lain mengenai situasi dan kondisi di Timor Timur, terutama ketika mengikuti pertemuan-pertemuan Internasional. Soeharto merasa bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut telah merusak reputasinya sebagai ketua Gerakan Non-Blok dan reputasinya sebagai bapak pembangunan yang telah membawa rakyat Indonesia memiliki ekonomi yang lebih baik. Diplomasi publik Indonesia Peristiwa Dili merupakan awal meningkatnya aktivitas diplomasi publik Indonesia. Kebijakan-kebijakan strategis tetap ditangani Soeharto dan para jendralnya. Sementara Deplu hanya menangani masalah-masaah yang menurutp presepsi ABRI tidak merupakan isu strategis selain masalah-masalah rutin yang secara tidak langsung membawa dampak terhadap reputasi Internasional.
Diplomasi masa Habibie Ketika Soeharto dipaksa turun dari jabatan Presiden oleh kondisi politik dan ekonomi tahun 1998, posisi Presiden digantikan oleh B.J Habibie. Cara pandang Habibie terhadap Timor Timur berbeda dengan Soeharto, dimana Soeharto ingin mempertahankan Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia dengan berbagai cara, sementara Habibie lebih memandang sebagai beban ekonomi. Secara umum kebijakan yang diambil Habibie mencerminkan kurangnya informasi terhadap pemahaman masalah Timor Timur. Peran Militer/TNI Peran Militer sangat dominan sepanjang masa integrasi Timor Timur dengan Indonesia. Hubungan Militer dengan Deplu yang tidak harmonis seringkali merugikan bagi kepentingan diplomasi Indonesia. Hubungan antar aktor Diplomasi Banyak aktor yang berbeda dan saling bertentangan menyebabkan konflik tidak bisa dihindari . masalah komunikasi dalam koordinasi dalam diplomasi Timor Timur bukan hal yang baru karea telah muncul semenjak era Ali Moertopo. Kurangnya koordinasi juga terus terjadi terutama karena operasi militer tetap dijalankan meskipun dalam berbagai kesempatan Adam Malik menegaskan bahwa Indonesia akan menyelesaikan masalah secara diplomatik. Hal ini menunjukan bahwa posisi Adam Malik sebatas mengamankan kebijakan militer dan mempertahankan citra pemerintah dan militer Indonesia di dunia Internasional. Bukti nyata kegagalan diplomasi Indonesia adalah lepasnya Timor Timur sebagai wilayah negara Indonesia. Diplomasi Indonesia kemungkinan akan berhasil apabila Deplu lebih banyak diberikan otoritas untuk melakukan aktivitas diplomasi independen serta mengurangi campur tangan militer.
6. Diplomasi Multiateral
Peran Duta Besar pada abad kedua puluh telah banyak berubah. Perubahan tersebut antara lain disebabkan mulai maraknya penyelenggaraan diplomasi melalui konferensi yang diikuti oleh paling sedikit tiga negara atau lebih, sehingga muncul istilah diplomasi multilateral. Lahirnya diplomasi multilateral Meskipun diplomasi multilatral dianggap fenomena penting diabad ke duapuluh, aktivitas ini sebenarnya telah berkembang jauh sebelumnya. Diplomasi multirateral brkembang secara modern
samapai abad ke sembilan belas, sejak sistem negara global yang dikenal sekarang, yang bersumber dari sistem negara-negara eropa, maka eropa menjadi awal sejarah diplomasi multilateral modern. Dalam bergbagai situasi, diplomasi multilateral memberi keungkinan paling besar untuk keberhasilan negosiasi. Konferensi negara-negara pada abad 19 telah melahirkan multilateralisme yang dikenal pada abad ke 20, yang penting artinya untuk menunjukan keberadaan negara-negara besar. Diplomasi konferensi berhasil menjadi cara paling bermanfaat untuk meningkatkan negosiasi antar banyak pihak, selain sebagai pendorong diplomasi bilateral. Pada akhirnya, konferensi multilateral memberi harapan bahwa semua kesepakatan yang telah diambil telah mendapatkan persetujuan bersama. Organisasi intrenasional Keuntungan-keuntungan diplomasi multirateral sejauh ini tidak menjelaskan mengapa beberapa konferesi bersifat permanen, atau yang lebih dikenal sebagai Organisasi Internasional atau Organisasi antar pemerintah. Sebuah organisasi internasional memiliki konstitusi atau piagam yang memuat tujuan, struktur, prosedur-prosedur dan aturan. Hal terpenting adalah pembentukan tata pemerintahan dan skertariat tetap pada kantor pusat yang menetap. Masalah-masalah prosedural Terlepas konferensi multilateral itu berstatus permanen atau sementara/ad hock, konferensi multirateral cenderung memiliki masalah-masalah prosedural yang sama meskipun memerlukan solusi yang tidak sama. Lokasi sidang Lokasi konferensi memiliki nilai simbolis dan selalu menjadi masalah awal dalam negosiasi. Namun maslah tempat harus tetap dibahas, karena merupakan hal penting ketika membentuk konferensi permanen atau organisasi internasional. Semakin petning organisasi internasional itu semakin banyak isu yang akan dibahas. Partisipasi Para penggagas konferensi mengenai keamanan dan perdamaian biasanya adalh negara adidaya atau negara-negara besar kawasan. Pada konferensi yang membahas masalah-maslah lain., penyelenggara adalah negara-negara besar maupun kecil, yang berkepentingan terhadap isu tersebut. Diluar masalah ini, partisipasi dalam konferensi juga menjadi maslah karena pada
kenyataannya pihak penyelenggara konferensi sering dipengaruhi oleh pertimbangan rivalitas politik yang biasanya menimbulkan dilema. Agenda Sidang Agenda onferensi multilateral adalah daftar masalah yang akan dibahas baik dalam sidang pleno maupun ad-hoc. Apabila suatu negara diundang untuk menghadiri sidang ad-hoc, apakah akan dihadiri atau tidak, aka sangat dipengaruhi oleh rancangan agenda yang telah dibagikan sebelumnya oleh calon penyelenggara. Pada praktiknya, perbedaanantara dplomasi konferensi permanen dan ad-hoc adalah mengenai persoalan agenda tidak sehebat seperti pertama kali dibahas. Negara-negara minoritas cenderung tidak tinggal diam selama diskusi berlangsung, karena suara mereka ingin didengaran dan ingin tetap mengambil bagian dalam organisasi. Semangat membentuk organisasi internasional telah berlalu, sementara organisasi-organisasi yang ada berkurang jumlahnya. Tentu saja kebutuhan terhadap organisasi multilateral tetap ada, dan sebagai salah satu cara diplomasi, multilateralisme masih bertahan. Dalam kondisi krisis, fungsinya semakin berkurang, selain sifatnya yang lebih diplomatis. Pengambilan keputusan Metode pengambilan keputusan dalam diplomasi bilateral tidak menjadi masalah karena sudah jelas bahwa kesepakatan tidak akan tercapai apabila salah satu dari dua pihak tidak setuju, dengan kata lain karena masing-masing pihak mempunyai hak veto.
7. Diplomasi Preventif
Prinsip diplomasi preventif adalh membuat jarak dengan kepentingan langsung sebuah negara untuk memberikan bantuan moril atau materil. Diplomasi preventif lebih dari sekedar menyelamatkan dunia tetapi mencegah agar tidak terisolasi dari masyarakat internasional. Diploamsi preventif layaknya sebagai obat pencegah yang bertujuan mencegah penyakit sebelum mengobati. Dewasa ini dunia telah menjadi sebuah global village. Telekomunikasi membuat perbatasan negara semakin memudar, polusi tidak mengenal perbatasan laut atau batasan daratan, dan perekonomian negara bergantung sepenuhnya pada sistem perekonomian dunia.
8. Diplomasi publik
Diplomasi publik adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan diplomasi jalur pertama yang dilakukan oleh wakil-wakil pemerintah. Pentingnya diplomasi publik Globalisasi dan revolusi teknologi yang terjadi dewasa ini telah membawa konsekuanesi langsung pada praktik diplomasi. Diplomasi publik telah berkembang pesat terutama dalam dua dekade akhir. Diplomasi publik bukan berarti menggantikan tapi melengkapi upaya-upaya yang dilakukan oleh pemertintah dalam diplomasi tradisional. Diplomasi publik bertujuan untuk menumbuhkan opini masyarakat di negara lain melalui interaksi dengan kelompok-kelompok kepentingan. Strategi dalam diplomasi publik Dalam pelaksanaannya, diplomasi publik memerlukan strategi yang didasarkan pada tujuan politik luar negeri. Misalnya menyangkut negara/kawasan sasarandari program, penunjukan aktor utama dan program.