Anda di halaman 1dari 32

5

BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini diuraikan beberapa landasan teori yang terkait, mencakup konsep
hyperspectral, neurofuzzy dan soft computing, teori himpunan fuzzy meliputi himpunan
fuzzy, sistem inferensi fuzzy (fuzzy inference system, FIS), serta fuzzy clustering, yaitu
fuzzy c-means (FCM), jaringan syaraf tiruan, metode regresi penduga kuadrat terkecil
(least square estimator, LSE) , metode optimisasi penurunan tercuram (steepest descent,
SD), Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) dan Hyperspectral.
2.1. Neuro-Fuzzy dan Soft Computing
2.1.1. Pengertian Neuro-Fuzzy dan Soft Computing
Menurut J ang (1997, p76), neuro-fuzzy dan soft computing (SC) adalah integrasi
dua pendekatan komplementer: jaringan syaraf (neural network, NN) yang mengenali
pola dan beradaptasi untuk menanggulangi lingkungan yang berubah-ubah; sistem
inferensi fuzzy (fuzzy inference systems, FIS) yang menggabungkan pengetahuan
manusia serta melakukan inferensi dan pembuatan keputusan.
Sinergi ini memungkinkan SC menggabungkan pengetahuan manusia secara
efektif, menghadapi ketidaktepatan dan ketidakpastian, dan belajar beradaptasi dengan
lingkungan yang tidak diketahui atau berubah ubah untuk performa yang lebih baik.

6

2.1.2. Karakteristik Neuro-Fuzzy dan Soft Computing
a) Kepakaran Manusia
SC menggunakan kepakaran manusia dalam bentuk aturan if-then fuzzy, sama
baiknya seperti dalam representasi pengetahuan konvensional, untuk
memecahkan masalah-masalah praktis.
b) Model-model komputasi biologically inspired
Diinspirasi oleh NN biologis, NN tiruan digunakan secara ekstensif
dalam SC untuk menghadapi persepsi, pengenalan pola, dan regresi nonlinier
serta masalah-masalah klasifikasi.
c) Teknik-teknik optimasi baru
SC mengaplikasikan metode-metode optimasi inovatif yang timbul dari berbagai
sumber.
d) Komputasi numeris
Tidak seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence / AI) yang
simbolik, SC terutama bergantung pada komputasi numeris.
e) Domain-domain aplikasi baru
Karena komputasi numerisnya, SC telah menemukan sejumlah
domain aplikasi baru disamping domain-domain dengan pendekatan AI. Domain-
domain aplikasi ini membutuhkan komputasi yang intensif.
f) Pembelajaran bebas model
NN dan FIS adaptif mempunyai kemampuan untuk membangun model
menggunakan hanya data contoh system target. Pengetahuan detil dalam sistem
target menolong men-set struktur model inisial, tetapi bukan keharusan.

7

g) Komputasi intensif
Tanpa asumsi banyak pengetahuan background masalah yang sedang
diselesaikan, neuro-fuzzy dan SC sangat bergantung pada komputasi menerkah
angka kecepatan tinggi untuk menemukan aturan-aturan atau keberaturan dalam
himpunan data.
h) Toleransi kesalahan
Penghapusan sebuah neuron dalam suatu NN atau sebuah aturan dalam FIS, tidak
menghancurkan system. Sistem tetap bekerja karena arsitektur parallel dan
redundannya meskipun kualitas performa berangsur memburuk.
i) Karakteristik goal driven
Neuro-fuzzy dan SC adalah goal-driven; jalan yang memimpin state kini ke
solusi tidak terlalu penting selama bergerak menuju tujuan dalam long run.
Pengetahuan domain spesifik menolong mengurangi waktu komputasi dan
pencarian tetapi bukan suatu kebutuhan.
j) Aplikasi-aplikasi dunia riil
Semua masalah dunia riil mengandung ketidakpastian built-in yang tidak dapat
dielakkan, sehingga terlalu cepat menggunakan pendekatan konvensional yang
memerlukan deskripsi detil masalah yang sedang dipecahkan. SC adalah
pendekatan terintegrasi yang seringkali dapat menggunakan teknik-teknik
spesifik dalam subtugas-subtugas untuk membangun solusi umum yang
memuaskan untuk masalah dunia riil.



8

2.2. Logika Fuzzy
Dalam teori logika fuzzy menjelaskan sejarah, definisi dan terminologi dasar,
teori operasi himpunan fuzzy, parameter dan formulasi fungsi keanggotaan (membership
function) serta konfigurasi dan desain sistem logika fuzzy.
Teori logika fuzzy dikemukakan pertama kali oleh Lotfi A. Zadech tahun 1965,
yaitu suatu pendekatan komputasional dalam pengambilan keputusan sesuai dengan cara
berfikir manusia yang mengijinkan adanya ketidakpastian dan memperlihatkan suatu
logika yang bergradasi. Seperti yang dilakukan oleh manusia dalam mengambil
keputusan, pengertian pengertian yang ada di dalam pemikiran manusia diukur dengan
kualitas daripada kuantitas.
Dalam logika klasik hanya mengenal dua nilai kebenaran yaitu benar atau salah
yang disimbolkan oleh nilai 1 dan 0, serta perubahan keanggotaan pada himpunan klasik
berubah secara drastis. Tetapi pada logika fuzzy sesuatu dapat bernilai diantara 0 dan 1,
serta nilai anggota himpunan diperbolehkan mempunyai gradasi diantara menjadi
anggota penuh atau hanya sebagian. Sehingga perubahan keanggotaan pada logika fuzzy
berlangsung secara perlahan atau memberikan nilai kebenaran yang bergradasi.
Misalkan pada pengertian tinggi yang sering digunakan dalam hidup
keseharian. Pada himpunan klasik hanya mengenal seseorang tinggi jika orang tersebut
memiliki tinggi 180 cm, sedangkan dibawah 180 cm disebut pendek. Namun pada
himpunan fuzzy, orang yang memiliki tinggi badan 2m mempunyai nilai kebenaran
penuh atau 1. Sedangkan bila tingginya 175 cm maka seseorang dianggap misalnya 90
% tinggi. Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukkan perbedaan antara himpunan klasik dan
himpunan fuzzy.

9


1

0 180
Tinggi badan (cm)
Gambar 2.1. Fungsi keanggotaan tinggi badan orang berdasarkan teori logika klasik

1

0 175 180
Tinggi badan (cm)
Gambar 2.2. Fungsi keanggotaan tinggi badan orang berdasarkan teori logika fuzzy

2.2.1. Himpunan Fuzzy
Himpunan fuzzy (kabur) adalah generalisasi konsep himpunan biasa (ordiner).
Untuk semesta wacana x, himpunan fuzzy ditentukan oleh fungsi keanggotaan yang
memetakan anggota x ke rentang keanggotaan dalam interval [0,1]. Sedangkan untuk
himpunan biasa fungsi keanggotaan bernilai diskrit 0 dan 1.
Menurut Kusumadewi (2006, p19) Fungsi keanggotaan (Membership Function /
MF) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai
keanggotaannya. Berikut didefinisikan beberapa kelas Membership Function (MF)
terparameter satu dimensi, yaitu MF dengan sebuah input tunggal.


10

MF segitiga dispesifikasikan oleh tiga parameter {a,b,c} seperti berikut:







Gambar 2.3. MF segitiga
Parameter {a,b,c} {dengan a<b<c} menentukan koordinat x dari ketiga corner yang
mendasari MF segitiga.
MF trapesium dispesifikasikan oleh empat parameter {a,b,c,d} sebagai berikut:







Gambar 2.4. MF trapesium
Parameter {a,b,c,d} (dengan a<bc<d) menentukan koordinat x dari keempat corner
yang mendasari MF trapesium.
MF Gauss dispesifikasikan oleh dua parameter {c,}:
11


gauss
(x; c,) =e
1
2
(
x-c
o
)
2
(2.1)
dimana c merepresentasikan pusat MF dan mendefinisikan lebar MF.
MF bel umum (atau MF bel) dispesifikasikan oleh tiga parameter {a,b,c}:
Bell = (x;a,b,c) =
1
1+|
x-c
a
|
2b
(2.2)
Dengan b selalu positif (+)
MF sigmoid didefinisikan oleh

Gambar 2.5. MF sigmoid

sig(x;a,c) =
1
1+cxp |-a(x-c)]
(2.3)
dengan a =pengontrol slope pada titik perpotongan x =c.
MF left right (L-R) dispesifikasikan oleh tiga parameter {, , c}:
F
L
(
c-x
u
), x c
LR(x; , , c) (2.4)
F
R
(
c-x
u
), x c
12

dengan F
L
(x) dan F
R
(x) adalah fungsi yang secara monoton berkurang pada [0,]
dengan F
L
(0) =F
R
(0) =1 dan lim
x-
F
L
(x) =lim
x-
F
R
(x) =0, yaitu :
F
L
(x) =maks (0, 1 -x
2
(2.5)
F
L
(x) = e
-|x|
3
(2.6)
2.2.2. Konfigurasi Sistem Logika Fuzzy
Sebuah proses pengambilan keputusan akan mengambil masukan-masukan yang
selanjutnya akan dipetakan ke keluaran yang sesuai berdasarkan aturan-aturan tertentu
dan dilakukan dengan mengikuti alur pola logika fuzzy. Secara umum, proses sistem
logika fuzzy dapat dijelaskan dengan gambar berikut ini:

Masukkan Keluaran



Gambar 2.6. Blok diagram konfigurasi sistem logika fuzzy
Secara singkat, bagian utama dari konfigurasi system logika fuzzy sesuai dengan yang
ditunjukkan Gambar 2.6. adalah :
Fungsi keanggotaan input dan output adalah suatu fungsi yang memetakan tiap
anggotanya dalam derajat keanggotaan.
Fuzzifikator adalah bagian yang mengubah input-input crisp yang dimasukkan
ke dalam himpunan fuzzy, serta menghasilkan derajat keanggotaan input pada
daerah yang sesuai.
Defuzzifikator Inferensiator Fuzzifikator
Fungsi
Keanggotaan
Input
Bank Aturan
(Memory
Asosiatif Fuzzy
Fungsi
Keanggotaan
Output
13

Inferensiator adalah bagian yang memproses inferensi (membangkitkan aturan-
aturan sesuai daerah input). Di dalamnya terdapat kumpulan aturan yang
selanjutnya menghasilkan daerah output dengan derajat aktivasi.
Defuzzifikator adalah proses defuzzifikasi yang menghubungkan daerah output ke
output crisp.
Bank Aturan (Memori Asosiatif Fuzzy) adalah bagian berisi kumpulan aturan-
aturan yang memetakan input terhadap output.
2.2.3. Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System)
Menurut Kusumadewi (2006, p34), sistem inferensi fuzzy adalah suatu kerangka
komputasi berdasarkan pada konsep teori set fuzzy, fuzzy if-then rules dan pemikiran
fuzzy. Sistem ini telah berhasil diaplikasikan dalam berbagai bidang yang sangat luas,
seperti pengendalian otomatis, klasifikasi data, analisis keputusan, system pakar,
prediksi rentetan waktu, robotic dan pengenalan pola. Oleh karena banyak diaplikasikan
dalam berbagai bidang multidisiplin, maka sistem inferensi fuzzy sering disebut juga
system fuzzy rule based, system pakar fuzzy, model fuzzy, memory asosiatif fuzzy,
pengendalian logika fuzzy dan sistem fuzzy lainnya.
Struktur dasar dari systeminferensi fuzzy terdiri dari tiga komponen yaitu suatu
kumpulan aturan-aturan berupa pilihan aturan-aturan fuzzy, pusat data (database) berupa
fungsi-fungsi kenggotaan yang digunakan di dalam aturan-aturan fuzzy, dan mekanisme
pemikiran, yang melakukan prosedur penyimpulan (umumnya pemikiran fuzzy) atas
aturan-aturan dan memberikan fakta untuk mendapatkan suatu keluaran yang layak atau
kesimpulan.
Untuk masukkan berupa set crisp atau fuzzy dan keluarannya menghasilkan
hampir selalu set fuzzy. Kadang-kadang diperlukan keluaran berupa suatu set crisp,
14

khususnya dalam suatu situasi dimana sistem inferensi fuzzy digunakan sebagai
pengendali. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode defuzzifikasi untuk menggali nilai
crisp yang mewakili suatu set fuzzy terbaik.
Rule 1
fuzzy
crisp or fuzzy Rule 2 fuzzy
X Y
Rule n
Fuzzy

Gambar 2.7. Diagram blok sistem inferensi fuzzy.
Adapun diagram blok dari sistem inferensi fuzzy ditunjukkan dalam Gambar 2.7.
Pada sistem inferensi fuzzy tersebut sebagai input adalah X yang berupa nilai crisp,
beberapa aturan-aturan atau rule (rule-1, rule-2, , rule-n) yang menghubungkan input
dengan pengumpul (aggregator) dan menghasilkan suatu set fuzzy, kemudian oleh
pendefuzzifikasi (deffuzifier) nilai dalam set fuzzy akan diubah lagi ke nilai crisp pada
output Y.
2.2.4 Fuzzy C-Means (FCM)
Menurut Kusumadewi (2006, p282) FCM adalah suatu teknik pengclusteran data
yang mana keberadaan tiap-tiap data dalam suatu cluster ditentukan oleh nilai
keanggotaan. Konsep dasar FCM, pertama kali adalah menentukan pusat cluster yang
akan menandai lokasi rata-rata untuk tiap-tiap cluster.
Pada kondisi awal, pusat cluster ini masih belum akurat. Tiap-tiap data memiliki
derajat keanggotaan untuk tiap-tiap cluster. Dengan cara memperbaiki pusat cluster dan
X is A
1
Y is B
1
X is A
2
Y is B
2
X is A
3
Y is B
3
Aggregator Defuzzifier
15

nilai keanggotaan tiap-tiap data secara berulang, maka akan dapat dilihat bahwa pusat
cluster akan bergerak menuju lokasi yang tepat.
Menurut Kusamadewi (Zimmerman, 1991, p283), algoritma FCM diberikan
sebagai berikut:
1. Tentukan:
a. Matriks X berukuran n x m, dengan n =jumlah data yang akan dicluster;
dan m =jumlah variabel (kriteria).
b. J umlah cluster yang akan dibentuk =C (2).
c. Pangkat (pembobot) =w (>1).
d. Maksimum iterasi.
e. Kriteria penghentian = (nilai positif yang sangat kecil)
f. Iterasi awal, t =1, dan =1.
2. Bentuk matriks partisi awal, U
0
, sebagai berikut:

11
(x
1
)
12
(x
2
)
1n
(x
n
)

21
(x
1
)
22
(x
2
)
2n
(x
n
)
U= . . . .
. . . .

C1
(x
1
)
C2
(x
2
)
Cn
(x
n
)
(matriks partisi awal biasanya dipilih secara acak).
3. Hitung pusat cluster (V), untuk setiap cluster :
V
ij
=
(
R
)
v n
R=1
. X
R]
(
R
)
v
n
R=1
(2.7)
4. Perbaiki derajat keanggotaan setiap data pada setiap cluster (perbaiki matriks
partisi), sebagai berikut :
16

Ik
= | (
d
R
d
]R
)
2(w-1) C
j=1
]
-1
(2.8)
Dengan:
d
ik
= d(x
k
- v
i
) = | (x
kj
-v
Ij
)
m
j=1
]
12
(2.9)
5. Tentukan criteria berhenti, yaitu perubahan matriks partisi pada iterasi
sekarang dengan iterasi sebelumnya, sebagai berikut:
= || 0
t
-0
t-1
|| (2.10)
Apabila maka iterasi dihentikan, namun apabila > , maka naikkan
iterasi (t=t+1) dan kembali ke langkah-3.
2.3. Jaringan Syaraf Tiruan
Menurut Kusumadewi (2006, p59), jaringan syaraf tiruan adalah merupakan
salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk
mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Jaringan syaraf tiruan
dikembangkan sebagai model matematis dari syaraf biologis dengan berdasarkan asumsi
bahwa:
1. Pemrosesan terjadi pada elemen-elemen sederhana yang disebut neuron.
2. Sinyal dilewatkan antar neuron melalui penghubung.
3. Setiap penghubung memiliki bobot yang akan mengalikan sinyal yang lewat.
4. Setiap neuron memiliki fungsi aktivasi yang akan menentukan nilai sinyal output.
Jaringan syaraf dapat digolongkan menjadi berbagai jenis berdasarkan pada
arsitekturnya, yaitu pola hubungan antara neuron-neuron, dan algoritma trainingnya,
yaitu cara penentuan nilai bobot pada penghubung.


17

2.3.1 Multi-Layer Perceptron
Multi-Layer Perceptron adalah jaringan syaraf tiruan feedforward yang terdiri
dari sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot penghubung. Neuron-neuron
tersebut disusun dalam lapisan-lapisan yang terdiri dari satu lapisan input (input layer),
satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan output (output layer).
Menurut Riedmiller (1994, p50), lapisan input menerima sinyal dari luar, kemudian
melewatkannya ke lapisan tersembunyi pertama, yang akan diteruskan sehingga
akhirnya mencapai lapisan output. Setiap neuron i di dalam jaringan adalah sebuah unit
pemrosesan sederhana yang menghitung nilai aktivasinya yaitu si terhadap input eksitasi
yang juga disebut net input net
i
.
net
i =
s
j j eprcd(I)
w
Ij
-
I
(2.11)
dimana pred(i) melambangkan himpunan predesesor dari unit i,w
ij

melambangkan bobot koneksi dari unit j ke unit i, dan
I
adalah nilai bias dari unit i.
Untuk membuat representasi menjadi lebih mudah, seringkali bias digantikan dengan
suatu bobot yang terhubung dengan unit bernilai 1. Dengan demikian bias dapat
diperlakukan secara sama dengan bobot koneksi. Aktivasi dari unit i, yaitu s
i
, dihitung
dengan memasukkan net input ke dalam sebuah fungsi aktivasi non-linear. Biasanya
digunakan fungsi logistik sigmoid:
s
i
= f
Iog
(net
I
) =
1
1+c
-net

(2.12)
Salah satu keuntungan dari fungsi ini adalah memiliki turunan yang mudah dihitung:
0s

0nct

= f

Iog
(net
I
) = s
I
- (1 - s
I
) (2.13)
18

Menurut Fausett (1994, p78), nilai dari fungsi sigmoid di atas memiliki nilai output
antara 0 dan 1. Jika diinginkan nilai output antara 1 dan 1, dapat digunakan fungsi
bipolar sigmoid berikut :
s
I
= g
Iog
(net
I
) =
2
1+ c
-net

- 1 (2.14)
Derivatif dari fungsi tersebut adalah:
0s

0nct

= g

Iog
(net
I
) =
1
2
(1 +s
I
) - (1 - s
I
) (2.15)
Back Propagation adalah istilah dalam penggunaan metoda Multi Layer
Perceptron untuk melakukan proses update pada nilai vektor weight dan bias. Adapun
bentuk metoda weight ini memiliki beberapa macam, antara lain adalah sebagai berikut :
Gradient Descent Back Propagation (GD)
Metode steepest descent, juga dikenal sebagai gradient descent method, salah
satu dari teknik lama untuk meminimalkan fungsi yang didefinisikan pada ruang
input multidimensi. Metode ini membentuk dasar bagi banyak metode langsung yang
digunakan dalam mengoptimalkan masalah yang terbatas maupun yang tidak
terbatas. Walaupun metode ini konvergensinya lambat, tetapi metode ini paling
sering digunakan dalam teknik optimasi nonlinier karena kesederhanaanya.
Metoda ini merupakan proses update untuk nilai weight dan bias dengan arah
propagasi fungsinya selalu menurunkan nilai weight sebelumnya. Bentuk vektor
weight tersebut berlaku seperti metoda berikut :
W
k+1
= wk . g
k
(2.16)
Dimana merupakan Learning rate serta g merupakan gradient yang
berhubungan dengan nilai error yang

diakibatkan oleh weight tersebut.

19

Gradient Descent Back Propagation dengan Momentum (GDM)
Penggunaan Momentum pada Metoda ini memberikan nilai tambah dimana hasil
update diharapkan tidak berhenti pada kondisi yang dinamakan Local Minimum,
sehingga proses penelusuran hingga mencapai nilai minimum yang paling puncak
dalam pengertian nilai error yang paling kecil dapat tercapai.
Variable Learning Rate Back Propagation dengan Momentum (GDX)
Penggunaan metoda ini bertujuan untuk mempercepat waktu penyelesaian
sehingga proses mendapatkan nilai error yang paling kecil dapat tercapai dengan
cepat serta penelusuran yang lebih singkat. Sebaliknya jika nilai yang digunakan
dalam praktisnya maka hasil yang didapatkan biasanya akan memperlambat proses
penelusuran nilai error yang paling kecil. Dalam penggunaan metoda ini para peniliti
biasanya menggunakan cara memperbesar nilai dari Variabel Learning Rate saat
hasil yang dicapai jauh dari target, dan sebaliknya saat hasil yang dicapai dekat
dengan nilai target.
Conjugate Gradient Back Propagation (CGP)
Conjugate Gradient Back Propagation memiliki perbedaan dibandingkan dengan
metoda GD yaitu pada saat melakukan proses update, dimana untuk metoda GD
proses tersebut dilakukan setiap penggunaan rumus sedangkan pada proses CGX,
update dilakukan setiap iterasi dilakukan.
Quasi-Newton Back Propagation (BPGS)
Metoda Newton ini merupakan improvisasi dari metoda CGX, dimana
pencapaian nilai konfigurasi dapat dilakukan lebih cepat.

20

2.3.2 Supervised Learning
Tujuan pada pembelajaran supervised learning adalah untuk menentukan nilai
bobot-bobot koneksi di dalam jaringan sehingga jaringan dapat melakukan pemetaan
(mapping) dari input ke output sesuai dengan yang diinginkan. Pemetaan ini ditentukan
melalui satu set pola contoh atau data pelatihan (training data set). Setiap pasangan pola
p terdiri dari vektor input xp dan vektor target t
p
.
Setelah selesai pelatihan, jika diberikan masukan x
p
seharusnya jaringan
menghasilkan nilai output t
p
. Besarnya perbedaan antara nilai vektor target dengan
output aktual diukur dengan nilai error yang disebut juga dengan cost function:
E =
1
2
(t
n
p
- s
n
p
)
2
n p eP
(2.17)
di mana n adalah banyaknya unit pada output layer. Tujuan dari training ini
pada dasarnya sama dengan mencari suatu nilai minimum global dari E.
2.4. Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS)
Menurut Kusumadewi (2006, p359), Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System
(ANFIS) adalah arsitektur yang secara fungsional sama dengan fuzzy rule base model
Sugeno, dan juga sama dengan jaringan syaraf dengan fungsi radial dengan sedikit
batasan tertentu.
Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) merupakan jaringan adaptif
yang berbasis pada sistem kesimpulan fuzzy (fuzzy inference system). Dengan
penggunaan suatu prosedur hybrid learning, ANFIS dapat membangun suatu mapping
input-output yang keduanya berdasarkan pada pengetahuan manusia (pada bentuk aturan
fuzzy if-then) dengan fungsi keanggotaan yang tepat.
21

Sistem kesimpulan fuzzy yang memanfaatkan aturan fuzzy if-then dapat
memodelkan aspek pengetahuan manusia yang kwalitatif dan memberi reasoning
processes tanpa memanfaatkan analisa kwantitatif yang tepat. Ada beberapa aspek dasar
dalam pendekatan ini yang membutuhkan pemahaman lebih baik, secara rinci:
1. Tidak ada metoda baku untuk men-transform pengetahuan atau pengalaman
manusia ke dalam aturan dasar (rule base) dan database tentang fuzzy inference
system.
2. Ada suatu kebutuhan bagi metoda efektif untuk mengatur (tuning) fungsi
keanggotaan (Membership Function / MF) untuk memperkecil ukuran kesalahan
keluaran atau memaksimalkan indeks pencapaian.
ANFIS dapat bertindak sebagai suatu dasar untuk membangun satu kumpulan
aturan fuzzy if-then dengan fungsi keanggotaan yang tepat, yang berfungsi untuk
menghasilkan pasangan input-output yang tepat.
Sistem inferensi fuzzy yang digunakan adalah sistem inferensi fuzzy model
Tagaki-Sugeno-Kang (TSK) orde satu dengan pertimbangan kesederhanaan dan
kemudahan komputasi.
Rule 1 : if x is A
1
and y is B
1
then z
1
= ax + by + c
premis konsekuen
Rule 2 : if x is A
2
and y is B
2
then z
2
= px + qy + r
premis konsekuen
Input adalah x dan y. Konsekuen adalah z.
Langkah dari fuzzy reasoning dilakukan oleh sistem kesimpulan fuzzy adalah:


22









Gambar 2.8. Model fuzzy Sugeno orde satu dengan dua buah input
(a) feedforward

X
1
X
8


X
2
X
9



(a) recurrent

X
1
X
8


X
2
X
9



Gambar 2.9. Jaringan adaptif : Arsitektur dan algoritma pembelajaran
3
4
5
6
9
7
8
3
4
5
6
9
7
8
23

Sesuai dengan namanya, jaringan adaptif merupakan suatu struktur jaringan yang
terdiri dari sejumlah simpul yang terhubung melalui penghubung secara langsung
(directional links). Tiap simpul menggambarkan sebuah unit proses, dan penghubung
antara simpul menentukan hubungan kausal antara simpul yang saling berhubungan.
Semua atau sebagian simpul bersifat adaptif (bersimbol kotak) dapat dilihat pada gambar
2.8, yang artinya keluaran dari simpul tersebut bergantung pada parameter peubah yang
mempengaruhi simpul itu.
Layer 1 Layer 2 Layer 3 Layer 4 Layer 5

x
x y


y
x y
Gambar 2.10. Arsitektur ANFIS
Simpul-simpul (neuron-neuron) pada arsitektur ANFIS (Gambar 2.10.):
- Nilai-nilai (Membership function).
- Aturan- aturan (T-norm yang berbeda, umumnya yang digunakan operasi produk).
- Normalisasi (Penjumlahan dan pembagian aritmatika).
- Fungsi-fungsi (Regresi linier dan perkalian ).
- Output (Penjumlahan aljabar).
Simpul-simpul tersebut dibentuk dalam arsitektur ANFIS yang terdiri dari lima
lapis. Fungsi dari setiap lapis tersebut sebagai berikut
A1
A2
B1
B2

N
N

24

Lapis 1
Setiap simpul i pada lapis 1 adalah simpul adaptif dengan nilai fungsi simpul
sebagai berikut:
O
1,i
=
Ai
(X) untuk i=1,2 (2.18)
O
1,i
=
Ai
(X) untuk j=1,2 (2.19)
dengan x dan y adalah masukan simpul ke i. A
i
(x) dan B
j
(y) adalah label linguistik
yang terkait dengan simpul tersebut. O
1,i
dan O
1,j
adalah derajat keanggotaan himpunan
fuzzy A1, A2, atau B1 B2.
Fungsi keanggotaan untuk A atau B dapat diparameterkan, misalnya fungsi segitiga:

Gambar 2.11. Fungsi Segitiga
Dengan {a,b,c} adalah himpunan parameter. Parameter dalam lapis ini disebut premise
parameters yang adaptif.
Lapis 2
Setiap simpul pada lapis ini adalah simpul tetap berlabel dengan keluarannya
adalah produk dari semua sinyal yang datang.
O
2,i
=
Ai
(X) x
Bi
(X), I = 1,2; (2.20)
Setiap keluaran simpul dari lapis ini menyatakan kuat penyulutan (fire strength) dari tiap
aturan fuzzy. Fungsi ini dapat diperluas apabila bagian premis memiliki lebih dari dua
25

himpunan fuzzy. Banyaknya simpul pada lapisan ini menunjukkan banyaknya aturan
yang dibentuk. Fungsi perkalian yang digunakan adalah interpretasi operator and.
Lapis 3
Setiap simpul pada lapis ini adalah simpul tetap berlabel N. Simpul ini
menghitung rasio dari kuat penyulutan atau fungsi derajat pengaktifan aturan ke i pada
lapisan sebelumnya terhadap jumlah semua kuat penyulut dari semua aturan pada
lapisan sebelumnya.
(2.21)
Keluaran lapis ini disebut kuat penyulut ternormalisasi.
Lapis 4
Setiap simpul pada lapis ini adalah simpul adaptif dengan fungsi simpul:
(2.22)
dengan: w
i
adalah kuat penyulut ternormalisasi dari lapis 3. Parameter {p
i
x + q
i
y + r
i
}
Adalah himpunan parameter dari simpul ini. Parameter pada lapis ini disebut consequent
parameters.
Lapis 5
Simpul tunggal pada lapis ini adalah simpul tetap dengan label yang
menghitung keluaran keseluruhan sebagai penjumlahan semua sinyal yang datang dari
lapisan 4.
(2.23)
Jaringan adaptif dengan lima lapisan diatas ekivalen dengan sistem inferensi fuzzy
TakagiSugenoKang (TSK) atau yang lebih dikenal dengan Sugeno.

26

2.5. Algortima Pembelajaran Hybrid
Pada saat premise parameters ditemukan, output yang terjadi akan merupakan
kombinasi linear dari consequent parameters, yaitu :
y =
W
1
W
1
+W
2
y
1
+
W
2
W
1
+W
2
y
2
(2.24)


= w
1
(c
11
x
1
+ c
12
x
2
+ c
10
) + w
2
(c
21
x
1
+ c
22
x
2
+ c
20
); (2.25)
= (w
1
x
1
)c
11
+ (w
1
x
2
)c
12
+ w
1
c
10
+(w
2
x
1
)c
21
+ (w
2
x
2
)c
22
+ w
2
c
20
; (2.26)
Linear terhadap parameter c
ij
(i = 1,2 dan j = 0,1,2).
Algortima hybrid akan mengatur parameter-parameter c
ij
secara maju (forward)
dan akan mengatur parameter-parameter {a
i
, b
i
, c
i
} secara mundur (backward).
Pada langkah maju (forward), input jaringan akan merambat maju sampai pada
lapisan keempat, dimana parameter-parameter c
ij
akan diidentifikasi dengan
menggunakan metode least-square. Sedangkan pada langkah mundur (backward), error
sinyal akan merambat mundur dan parameter-parameter { a
i
, b
i
, c
i
} akan diperbaiki
dengan menggunakan metode gradient descent.
Menurut Jang (1997, p87), menggunakan algoritma backpropagation atau
gradient descent untuk mengidentifikasi paramter-parameter pada suatu jaringan adaptif
biasanya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk konvergen. Mengemukakan
algoritma hybrid yang akan menggabungkan antara steepest descent (SD) dan least
square estimator (LSE) untuk mengidentifikasi parameter-parameter linear.
2.5.1. Least Square Estimator (LSE) Rekursif
Salah satu metode LSE adalah LSE rekursif. Pada LSE rekursif, dapat
menambahkan suatu pasangan data [a
T
|
y], sehingga memiliki sebanyak (m+1) pasangan
27

data. Dari sini dapat dihitung kembali LSE
k+1
dengan bantuan
k
. Bentuk semacam ini
dikenal dengan LSE rekursif.
Karena jumlah paramater ada sebanyak n, maka matriks m x n dapat
diselelsaikan dengan menggunakan metode invers, sebagai berikut:
P
n
= (A
n
T
A
n
)
-1
(2.27)

n
= P
n
A
n
T
y
n
(2.28)
Selanjutnya, iterasi dimulai dari data ke-(n+1), dengan nilai P
k+1
dan
k+1
dapat dihitung
sebagai berikut:
P
k+1
= P
k
-
P
R
a
R+1
a
R+1
T
P
R
1+a
R+1
T
P
R
a
R+1
(2.29)

k+1
=
k
+ P
k+1
a
k+1
(y
k+1
- a
k+1
T

k
)

(2.30)
2.6. K-fold Cross Validation
K-fold cross validation dilakukan untuk membagi data menjadi training set dan
test set.
Menurut Fu (1994, p95), K-fold cross validation mengulang k-kali untuk
membagi sebuah himpunan contoh secara acak menjadi k subset yang saling
bebas, setiap ulangan disisakan satu subset untuk pengujian dan subset lainnya
untuk pelatihan.
2.7. Hyperspectral
Menurut Smith (2006, p4), data citra hyperspectral dihasilkan oleh alat yang
disebut imaging spectrometer yang melibatkan konvergensi dua teknologi yaitu
spektroskopi dan pencitraan jauh.
Pada umumnya, sensor mengumpulkan data secara pasif dan aktif. Sensor pasif
mengumpulkan dan merekam energi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan
28

oleh permukaan suatu fitur tertentu, khususnya terusan dari sebuah lensa optik. Sensor
aktif menghasilkan energi pemiliknya dan kemudian mengumpulkan sinyal yang
dipantulkan dari permukaan bumi.
Pada citra hyperspectral sumber data memasukkan 10 atau lebih data band.
Lebar band data memiliki range 1 sampai 15 nanometer , sedangkan pada
multispectral lebar band berkisar antara 50 sampai 120 nanometer. Menurut
Borengasser (2008), data multispectral bisa memiliki celah / renggang antara spectral
band yang dikumpulkan, sedangkan data hyperspectral memiliki kumpulan band
yang kontinyu.
Menurut Borengasser (2008, p60), Reflectance adalah persentase cahaya yang
dipantulkan oleh suatu material. Nilai reflectance bervariasi untuk setiap benda dengan
bahan yang berbeda.
Menurut Smith (2006, p7), Hubungan linear dari perubahan panjang gelombang
dengan leaf area index (LAI) atau indeks luas permukaan daun dan kandungan klorofil
gandum mengindikasikan bahwa resolusi tinggi data spektral dapat digunakan untuk
memperkirakan kondisi pertumbuhan hasil panen dan mengidentifikasi tekanan hasil
panen.
Grafik hubungan antara panjang gelombang spektrum gandum dengan LAI dapat
dilihat pada Gambar 2.12. dan hubungan antara panjang gelombang spektrum gandum
dengan kandungan klorofil dapat dilihat pada Gambar 2.13.




29

Anda mungkin juga menyukai