Anda di halaman 1dari 1

Bagaimana ulama-ulama dalam memerangi hawa nafsunya, sehingga mereka bisa melepaskan pengaruh nafsunya. Memang tidak mudah.

Seperti kita melihat jumlah wiridan atau bacaan yang banyak. Nafsu sangat mempengaruhi sekali; ingin cepat selesai, disisi lain bacaannya terlalu banyak dan panjang. Lalu bagaimana mengalahkan nafsu, dan bagaimana ingin dekat dengan sang khalik. Para ulama bisa mengatasi itu semua. Sehingga bisa menemukan dan bisa merasakan lezatnya taqarub pada Allah Swt. Saya sebutkan sepintas diantara gambaran kesalehan ulama kita. Seperti Habib Husain bin Thahir, -kita katakan ini tidak masuk akal, tetapi kalau kita kembalikan kepada Allah Swt tidak mustahil- satu hari satu malam beliau membaca 'la ilaha ilallah' 25.000, dan shalawat sehari 25.000 belum yang lain-lainnya. Ibadah mereka begitu hebatnya, tidak ada waktu terbuang sia-sia, coba kita muhasabah (introfeksi). Setelah salat Subuh kita lebih mengutamakan jalan-jalan, daripada membaca al-Quran, walaupun satu atau dua ayat. Para ulama kita tidak begitu, setelah wiridan selesai baru jalan, jalan dirumahnya sendiri tidak keluar. Sampai menunggu isyraq, kemudian salat Isyraq, setelah Isyraq istrhat sebentar, bangun kemudian salat Dhuha, setelah salat Dhuha yang mengajar ya mengajar, ya mencari nafkah ya mencari nafkah. Dan mereka selalu menyambut datangnya waktu bukan diundang oleh waktu. Kalau kita kan selalu diundang terus menerus. Kalau para ulama begitu sudah masuk waktu salat, mereka dalam keadaan sudah mandi, pakai baju rapi dan siap menyambut panggilan Allah Swt. Bukan menghormati adzan, tetapi mau menyambut panggilan Allah Swt. [Dalam Secercah Tinta; jalinan cinta dengan sang Pencipta].

Anda mungkin juga menyukai