Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI DI PT.

CORE LABORATORIES INDONESIA JAKARTA

Oleh: Wisnu Rochman Hidayatullah NIS 07.53.06085

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor 2011

LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI DI PT. CORE LABORATORIES INDONESIA JAKARTA

Sebagai Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor Tahun Ajaran 2010/2011

oleh Wisnu Rochman Hidayatullah NIS 07.53.06085

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor 2011

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Disetujui dan disahkan oleh: Disetujui oleh:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Miftahudin, M.Si Supervisor PCTE Tribology

Veralyn Andayani Group Leader

Pembimbing III,

Drs. Ahma Yulius Usman NIP 19630120 199011 1 001

Disahkan oleh, Kepala Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor

Dra. Hadiati Agustine NIP 19570817 198103 2 002

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbilalamin. Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW kepada Para Sahabatnya, Keluarganya, serta Para Pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis dengan keterbatasan pengetahuan, wawasan serta kemampuan mencoba memberikan yang terbaik sehingga dapat menyelesaikan laporan praktik kerja industri (Prakerin) di Laboratorium Petroleum Chemistry di PT Core Laboratories Indonesia yang dilaksanakan sejak tanggal 1 November 2010 sampai dengan 1 Februari 2011 guna memenuhi salah satu syarat kelulusan di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo) program studi Analis Kimia. Laporan ini berjudul Praktik Kerja Industri di PT Core Laboratories Indonesia yang menekankan pada "Uji Spesifikasi Mutu Minyak Solar sebagai Bahan Bakar Diesel". Laporan ini berisi tentang pendahuluan, (uraian maksud dan tujuan Prakerin), institusi Prakerin, Tinjauan Pustaka (uraian tentang komoditas yang dianalisis dan teori dari parameter-parameter), Metode Analisis hasil dan pembahasan, simpulan dan saran, daftar pustaka, dan lampiran. Namun Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan prakerin ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. 2. 3. Dra. Hadiati Agustine selaku kepala Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor, Rahman Arief, STP, selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kerja Sama, Mark Forbes, selaku Senior Supervisor, Reservoir Fluids Laboratory, & Petroleum Service Division, 4. Miftahudin, M.Si, selaku Supervisor di laboratorium Petroleum Chemistry, Tribology, & Environmental, 5. 6. Veralyn Andayani, selaku Group Leader Lube Oil Division, Drs. Ahma Yulius Usman, selaku Pembimbing sekolah yang telah membantu penyusun dalam melaksanakan Praktik Kerja Industri,

iv

7.

Ayah, Bunda, yang senyumnya selalu mendamaikan hati, dan adikku yang selalu memberi semangat,

8.

Rekan seperjuangan Praktik Kerja Industri di PT. Corelab Indonesia, Guruh Nurijal dan Adi Nuryadi,

9.

Teman seperjuangan angkatan 53 NAFTALENT FORCES,

10. Bang Mamet, Mas Heri, Bang Adjie dan Mba Pipit yang senantiasa menjadi guru terbaik di laboratorium, 11. Seluruh staff dan karyawan Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor, juga staff dan karyawan PT. Core Laboratories Indonesia, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah membantu

kelancaran Praktik Kerja Industri. Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa laporan prakerin yang disusun ini masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan maupun penyajian materinya. Oleh karena itu, Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya serta berharap atas segala masukan baik berupa saran maupun kritik yang membangun dari pembaca. Wassalamualaikum Wr.Wb. Bogor, Februari 2010

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. iv DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii DAFTAR TABEL ................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................x BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Tujuan Prakerin.................................................................................. 2 C. Sistematika Laporan........................................................................... 4 BAB II INSTITUSI TEMPAT PRAKTIK KERJA INDUSTRI ......................... 5 A. Sejarah Singkat PT Corelab Indonesia .............................................. 5 B. Struktur Organisasi ............................................................................ 6 C. Tugas dan Fungsi ............................................................................... 7 D. Fasilitas dan Sarana ........................................................................... 7 E. Kegiatan ............................................................................................. 7 F. Administrasi Laboratorium ................................................................ 8 G. Disiplin Kerja..................................................................................... 8 H. Keselamatan dan Kesehatan Kerja .................................................... 8 I. Kebijakan Etika ................................................................................... 9 BAB III KEGIATAN DI LABORATORIUM ................................................... 11 A. Minyak Bumi ................................................................................... 11 B. Proses Pengolahan Minyak Bumi .................................................... 11 C. Solar (Diesel fuel) ............................................................................ 16 D. Parameter-parameter Analisa Bahan Bakar Solar............................ 19 E. Metode Analisis ............................................................................... 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 37 A. Hasil Analisis ................................................................................... 37 B. Pembahasan...................................................................................... 38 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 42 vi

vii

A. Simpulan .......................................................................................... 42 B. Saran................................................................................................. 42 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43 LAMPIRAN .......................................................................................................... 44

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. PROSES DISTILASI BERTINGKAT................................................ 15

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Elemental Minyak Bumi ....................................................... 11 Tabel 2. Kategori Minyak Bumi Berdasarkan Kadar Belerang ............................ 22 Tabel 3. Data Hasil Analisis Bahan Bakar Solar Sampel FG 11009-3 ................. 38

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat-Alat yang Terdapat di dalam Laboratorium ............................. 44 Lampiran 2. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Transparan .................. 45 Lampiran 3. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Non-Transparan.......... 45 Lampiran 4. Gambar Struktur Organisasi di PT Corelab Indonesia ..................... 45

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu kimia telah berkembang bukan saja pada materi kimia tetapi juga pada teknologi dan instrumentasi. Perubahan yang sangat jelas dapat dilihat pada hasil percobaan dan kecepatan cara kerja analisis. Tetapi itu semua tidak berarti bahwa teori dan prinsip dasar mengenai teori kimia dan cara kerja dapat diabaikan, melainkan dapat digunakan untuk mempelajari metode dan teknik peralatan yang lebih lanjut. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di sektor industri maka tidak dapat dielakkan lagi sekolah-sekolah kejuruan, tak terkecuali Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor harus mampu menghadapi tuntutan dan tantangan yang senantiasa muncul dalam kondisi seperti sekarang ini. Mengingat tuntutan dan tantangan masyarakat industri di tahun-tahun

mendatang akan semakin meningkat dan bersifat padat pengetahuan dan keterampilan, maka pengembangan pendidikan menengah kejuruan

khususnya rumpun kimia analisis harus difokuskan kepada kualitas lulusan. Berkaitan dengan itu, maka pola pengembangan yang digunakan dalam pembinaan sistem pendidikan menjadi sangat penting. Seperti halnya sekolah menengah kejuruan lainnya, Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor

(SMAKBO) mempunyai visi dan mengemban misi sebagai berikut. Visi Menjadi sekolah menengah analis kimia nasional bertaraf internasional yang menghasilkan lulusan professional dan bermartabat.

Misi 1. Melaksanakan pendidikan analis kimia kejuruan yang berkualitas mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dunia usaha dan dunia industri baik tingkat nasional maupun internasional. 2. Meningkatkan kemitraan nasional dan membina kemitraan internasional. 3. Membina dan menyelenggarakan fungsi sosial dan kemasyarakatan. Dengan memperhatikan visi dan misi di atas, Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor wajib mengadakan praktik kerja industri sesuai dengan program studinya. B. Tujuan Prakerin Kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang kimia telah memainkan peran penting seorang analis di sektor industri. Untuk mempersiapkan serta memantapkan diri terhadap ilmu

pengetahuan dan mengembangkan kemampuan sebagai langkah menuju dunia kerja dan masyarakat, maka Sekolah Menengah Analis Bogor mendukung dan memenuhi program tersebut. SMAK Bogor sebagai sekolah kejuruan yang memiliki program tersebut, mewajibkan para siswa kelas 13 untuk melaksanakan praktik kerja industri pada semester VIII selama tiga bulan sesuai dengan kurikulum

sekolah. Kegiatan praktik kerja industri ini dilaksanakan pada instansi pemerintah maupun swasta. Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) mempunyai tujuan umum sebagai berikut: 1. Meningkatkan kemampuan dan memantapkan keterampilan siswa sebagai bekal menuju dunia kerja sesungguhnya yang sesuai dengan program studi kimia analisis. 2. Menumbuhkembangkan dan memantapkan sikap profesional dan tanggung jawab siswa dalam rangka memasuki dunia kerja sesuai dengan bidangnya. 3. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kerja siswa pada aspek-aspek usaha yang potensial dalam dunia kerja seperti struktur organisasi, displin

kerja, manajemen, lingkungan, bidang usaha, jenjang karir dan sistem kerja. 4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyesuaikan diri pada suasana atau iklim kerja yang sebenarnya. 5. Meningkatkan, memperluas, dan memantapkan proses penyerapan

teknologi baru dari dunia kerja ke sekolah atau sebaliknya. 6. Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan

mengembangkan kesesuaian pendidikan kejuruan. 7. Meningkatkan pengetahuan siswa dalam hal penggunaan instrument kimia analisis yang lebih modern. 8. Memperkenalkan fungsi dan tugas seorang analis kimia kepada lembagalembaga dan perusahaan industri di tempat Prakerin (sebagai konsumen tenaga analis kimia) Kegiatan Praktik Kerja Industri ini dapat dilaksanakan di suatu instansi atau perusahaan yang menggunakan tenaga analis sebagai

pegawainya pada bagian tertentu. Setelah melaksanakan dan menyelesaikan Praktik Kerja Industri ini, setiap siswa diwajibkan membuat laporan hasil kerjanya, yang bertujuan untuk: 1. Mengumpulkan data, baik untuk kepentingan sekolah maupun untuk kepentingan pribadi dan perusahaan. 2. Siswa mampu mencari alternatif pemecahan masalah secara lebih luas dan mendalam. 3. Siswa mampu memahami, memantapkan, dan mengembangkan pelajaran yang didapat di sekolah dan penerapannya dalam dunia kerja. 4. Menambah perbendaharaan kepustakaan yang menunjang peningkatan pengetahuan siswa.

C. Sistematika Laporan Laporan Praktik Kerja Industri ini dibagi dalam beberapa bagian yang disusun sebagai berikut: 1. Bagian Pertama a. Lembar Judul b. Lembar Persetujuan Pembimbing dan Pengesahan Kepala Sekolah c. Kata Pengantar d. Daftar Isi e. Daftar Gambar f. Daftar Tabel 2. Pendahuluan a. Latar Belakang Pelaksanaan Prakerin

b. Uraian Tujuan Prakerin c. Sistematika Laporan Prakerin

3. Institusi Tempat Prakerin a. Sejarah PT Corelab Indonesia

b. Struktur Organisasi c. Tugas dan Fungsi

d. Fasilitas dan Sarana e. f. g. h. i. Kegiatan Administrasi Disiplin Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kebijakan Etika

4. Kegiatan di Laboratorium 5. Hasil dan Pembahasan 6. Simpulan dan Saran 7. Daftar Pustaka 8. Lampiran

BAB II INSTITUSI TEMPAT PRAKTIK KERJA INDUSTRI

A. Sejarah Singkat PT Corelab Indonesia Core Laboratories International adalah sebuah perusahaan

multinasional yang bergerak di bidang jasa perminyakan. Kantor pusatnya berkedudukan di Houston, Texas, Amerika Serikat, dan mulai beroperasi di Indonesia tahun 1969 dengan Field Core Analysis, Mud Logging dan PVT. Pada saat itu Core Laboratories beralamat di jalan Petogogan No. 34 Jakarta Selatan. Pada tahun 1972, Core Laboratories Indonesia bekerja sama dengan LEMIGAS. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kegiatan operasi di

bidang Field Core Analysis dengan membentuk Production service dan pada tahun 1973, Production Service mulai bekerja sama dengan LEMIGAS. Sesuai dengan anjuran Pemerintah bahwa perusahaan asing harus bekerjasama dengan perusahaan nasional, maka pada tahun 1980 Corelab International

bekerjasama dengan PT Seta Yasa dan kegiatan operasionalnya pindah ke jalan Kebon Sirih No. 46. Kegiatan operasi meliputi bidang Mud Logging, Production Analysis, dan Core Analysis. Pada tahun 1985, perusahaan berubah status menjadi Penanaman Modal Asing (PMA) dengan nama PT Corelab Indonesia dan bekerjasama dengan PT Wahana Bakti Muda, kegiatan operasi meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mud Logging (sudah dijual sejak tahun 1987). Production Service (dipisah sejak tahun 1992). PVT. Chemistry. Biostatigrafi. Petrologi. Geochemistry. Sejak menjadi PMA, kegiatan berpindah dari jalan Kebon Sirih No. 46 ke Cilandak Commercial Estate, Building 303 dan 404, jalan Cilandak KKO,

Jakarta Selatan.

Kegiatan operasi bertambah dengan dibukanya jasa pelayanan

di bidang lingkungan pada tahun 1998. B. Struktur Organisasi PT Corelab Indonesia adalah suatu perusahaan swasta yang memberikan jasa pelayanan di bidang minyak dan gas bumi serta merupakan perusahaan asing yang menjadi cabang dari Core Laboratories International yang berpusat di Houston, Amerika Serikat. PT Corelab Indonesia dipimpin oleh seorang Manajer Operasional, yang langsung membawahi bidang-bidang sebagai berikut: 1. Bidang Geoscience, yang meliputi: a. Divisi Geokimia. b. Divisi Biostatigrafi. 2. Bidang Petroleum Chemistry and Environmental, yang meliputi: a. Divisi Petroleum Chemistry. b. Divisi Tribology. c. Divisi Environmental. 3. Bidang Reservoir Fluid, yang meliputi: a. Divisi Wellsite Services. b. Divisi PVT Laboratory. 4. Bidang Rock Properties, yang meliputi: a. Divisi Core Analisis. b. Divisi Special Core Analisis. c. Divisi Reservoir Geology (Petrology).

C. Tugas dan Fungsi PT Corelab Indonesia sebagai perusahaan asing mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut: 1. Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi eksplorasi dan

eksploitasi minyak dan gas bumi. 2. Memberikan pelayanan jasa laboratorium dan petunjuk teknologi

eksploitasi minyak dan gas bumi. 3. Melakukan penelitian dan pelayanan jasa di bidang lingkungan. D. Fasilitas dan Sarana Fasilitas utama untuk Indonesia di antaranya adalah: 1. Laboratorium analisis, beserta seluruh kelengkapannya. 2. Buku-buku tentang minyak dan gas bumi. 3. Komputer. 4. Tenaga Ahli. E. Kegiatan PT Corelab Indonesia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, menjalankan tugas dan fungsi PT Corelab

melakukan kegiatan yang tersusun dalam berbagai program yaitu tentang studi, penelitian maupun pelayanan jasa. Jasa penelitian yang dapat diberikan oleh PT Core Laboratories Indonesia antara lain: 1. Biostatigrafi. 2. Geokimia. 3. Analisis Reservoir Fluid. 4. Analisis Core Convensionsal dan Special. 5. Evaluasi Mutu dari Minyak dan Gas Bumi. 6. Analisis Produk Minyak dan Gas Bumi. 7. Pengujian Mutu Minyak Pelumas. 8. Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 9. Analisis Limbah Industri dan Domestik.

F. Administrasi Laboratorium Sesuai dengan pengembangan dan pelayanan teknologi, maka bagi yang membutuhkan, laboratorium. PT Corelab Indonesia dapat melayani kegiatan jasa

Adapun prosedur yang harus dilalui untuk setiap sampel yang

masuk adalah sebagai berikut : 1. Konsumen menyerahkan sampel yang akan diperiksa kepada petugas penerima contoh. 2. Petugas penerima contoh melakukan pendataan identitas sampel,

kemudian didistribusikan sampel tersebut ke laboratorium yang sesuai dengan permintaan analisis dari konsumen. 3. Setelah analisis selesai hasil akan diperiksa oleh bagian Quality Control yang kemudian dilaporkan ke Manajer laboratorium untuk disahkan. 4. Hasil analisis yang telah disahkan kemudian dilanjutkan ke bagian pengiriman dan diteruskan kepada konsumen yang bersangkutan. G. Disiplin Kerja Jam kerja di PT Corelab Indonesia dimulai pukul 07.30 WIB hingga pukul 16.25 WIB, dengan waktu istirahat selama 45 menit mulai pukul 11.45 WIB hingga pukul 12.30 WIB. Dalam waktu satu minggu terdapat lima hari

kerja, dari hari Senin sampai Jumat. Jumlah jam kerja seminggu sesuai dengan ketentuan Kementerian Tenaga Kerja yaitu 40 jam seminggu. Untuk

meningkatkan disiplin kerja, setiap karyawan memiliki kartu jam kerja sehingga perusahaan dapat mengetahui jam masuk dan keluar karyawan kantor. Peraturan dibuat dalam bentuk Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang ditandatangani oleh pihak manajemen dan pengurus unit kerja FSPS I (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Ketentuan-ketentuan lain yang

menyangkut ketenagakerjaan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia. H. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Para pekerja yang bekerja di tempat-tempat berbahaya diwajibkan untuk memakai alat-alat keselamatan kerja seperti masker, kacamata keselamatan, sepatu keselamatan, sarung tangan, dan lain-lain. Latihan evakuasi kecelakaan

pun secara berkala dilakukan. Bagi pekerja yang lalai dikenakan sanksi berupa surat peringatan ataupun tidak mendapat penggantian biaya pengobatan atau rumah sakit bila terjadi kecelakaan. Alat-alat keselamatan dan kesehatan yang tersedia seperti pemadam kebakaran, alarm, boorwater atau eyewash, dan lain sebagainya. Bagi

karyawan maupun keluarga yang sakit, biaya pengobatan diganti 100 % oleh perusahaan, dan juga secara rutin diadakan pemeriksaan mata cuma-cuma, serta diselenggarakan juga asuransi rawat inap untuk karyawan dan

keluarganya. Selain itu kesehatan karyawan merupakan hal utama bagi perusahaan, maka setiap dua kali sepekan disediakan sarana lapangan untuk berolahraga. I. Kebijakan Etika Setiap pekerja di PT Core Laboratories harus dapat memahami kebijakan etika yang dikeluarkan oleh perusahaan, di mana isi dari kebijakan etika itu adalah: 1. Core Laboratories dan cabangnya dengan kebijakan ini mengakui usaha dan keuntungan legal dengan cara yang pantas. diterapkan dan dijalankan diseluruh perusahaan. 2. Seluruh karyawan setiap saat harus bertingkah laku dan bekerja di perusahaan dengan cara yang jujur dan beretika. 3. Komitmen dan ketaatan karyawan terhadap cara yang pantas harus dikembangkan melalui pelatihan, dengan contoh, dan dengan dukungan etikal dan teknikal terhadap fungsi kerja, tugas dan situasi karyawan. 4. Petunjuk dan/atau bantuan yang jelas harus diberikan kepada karyawan demi untuk pemenuhan pengambilan keputusan yang tepat baik untuk tugas-tugas rutin ataupun untuk keadaan luar biasa. 5. Mekanisme untuk membangkitkan dan menunjukkan masalah etika Kebijakan ini untuk

internal harus diketahui oleh karyawan. 6. Seluruh karyawan yang mengetahui adanya urusan pekerjaan yang tidak pantas yang dilakukan oleh karyawan lain harus melaporkan segera kepada supervisor, manajer, Compliance Officer atau Helpline.

10

7.

Karyawan yang melaporkan pelanggaran terhadap kebijakan ini harus dilindungi dari intimidasi dan tuduhan yang ditimbulkan dari laporan tersebut.

8.

Karyawan tidak perlu takut akan tindakan balasan yang timbul dari pertengkaran dengan rekan sekerja atau atasan.

11

BAB III KEGIATAN DI LABORATORIUM

A. Minyak Bumi Minyak mentah atau crude oil adalah cairan coklat kehijauan sampai hitam yang terutama terdiri dari karbon dan hidrogen. Teori yang paling umum digunakan untuk menjelaskan asal- usul minyak bumi adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun. Akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa logam dan mineral serta letak geologis selama proses perubahan tersebut, maka minyak bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda. Minyak bumi memiliki campuran senyawa hidrokarbon sebanyak 5098% berat, sisanya terdiri atas zat-zat organik yang mengandung belerang, oksigen, dan nitrogen serta senyawa-senyawa anorganik seperti vanadium, nikel, natrium, besi, aluminium, kalsium, dan magnesium. Secara umum, komposisi minyak bumi dapat dilihat pada tabel berikut: Komposisi Karbon (C) Hidrogen (H) Sulfur (S) Nitrogen (N) Oksigen (O) Persentase 84 87 11 14 03 01 02

Tabel 1. Komposisi Elemental Minyak Bumi

B. Proses Pengolahan Minyak Bumi Minyak bumi baru dapat dimanfaatkan setelah dipisahkan melalui penyulingan atau distilasi bertingkat. Dasar pemisahan masing-masing fraksi minyak bumi adalah perbedaan titik didih. Proses penyulingan dikerjakan dengan menggunakan kolom atau menara distilasi. Di dalam kolom ini pada

12

jarak tertentu terdapat pelat-pelat yang mempunyai sejumlah bubble caps. Maksud dilengkapi pelat-pelat tersebut adalah untuk memudahkan pemisahan antara berbagai fraksi dan trayek suhu yang berbeda-beda. Minyak mentah dimasukkan ke dalam tangki, kemudian dipanaskan
o

kurang lebih 350 C dan dipompakan ke dalam kolom distilasi. Minyak yang menguap bergerak ke atas melalui bubble caps, sedangkan minyak cair turun ke bawah. Fraksi-fraksi yang dihasilkan pada berbagai temperatur penyulingan ada yang berwujud gas, cair dan padat. Fraksi yang berwujud gas terdari atas metana, etana, propana, iso-butana, dan n-butana yang mempunyai titik didih sangat rendah. Campuran gas ini mempunyai nilai kalori tinggi dan banyak digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga. Fraksi yang berwujud cair adalah bensin, minyak tanah dan solar. Fraksi minyak bumi yang berwujud padat adalah parafin dan aspal. Fraksi-fraksi yang dihasilkan dari destilasi bertingkat minyak bumi adalah sebagai berikut: 1. Gas Gas merupakan senyawa hidrokarbon dengan tiga atau empat atom karbon dengan titik didih maksimum 40 o C. Pada temperatur dan tekanan normal berbentuk gas dan dapat dicairkan dengan tekanan tertentu. Digunakan sebagai bahan bakar cair di rumah tangga seperti LPG (Liquiefied Petroleum Gas). 2. Gasoline (bensin) Gasoline merupakan senyawa hidrokarbon dengan rantai C 5 -C11 dengan titik didih antara 40 o C sampai 200 o C. Digunakan sebagai Bahan Bakar Pesawat Terbang (Avgas). Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (Mogas) 3. Naftha Naftha merupakan senyawa hidrokarbon dengan jarak didih antara 65 o C 150 o C. Digunakan sebagai bahan bakar dasar proses reforming dan sebagai pelarut dalam industri.

13

4.

Kerosin (minyak tanah) Kerosin merupakan senyawa hidrokarbon dengan jarak didih antara 150 o C 300 o C, terdiri dari hidrokarbon dengan rantai C 11 dan C12 . 150
o

Digunakan

sebagai bahan
o

bakar

rumah

tangga dan untuk

penerangan. Fraksi kerosine yang lebih ringan yaitu yang jarak didihnya C sampai 230 C digunakan sebagai bahan bakar pesawat jet

(avtur). 5. Gas oil (solar) Gas oil merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki jarak didih antara 230o C 350o C. Digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Kerosin dan gas oil merupakan fraksi destilat pertengahan. 6. Minyak pelumas Minyak pelumas merupakan hasil minyak bumi yang mempunyai titik didih di atas gas oil. Digunakan sebagai pelumas mesin-mesin motor untuk mengurangi gesekan antara dua mesin. 7. Lilin parafin Lilin parafin merupakan hasil minyak atas 40 o C dan berbentuk kristal di bawah 40 o C. 8. Minyak bakar Minyak bakar pada umumnya terdiri dari residu penyulingan atmosfirik dan penyulingan hampa. Digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin-mesin diesel berkecepatan rendah dan ketel uap pada kapal laut. 9. Aspal Aspal merupakan hasil minyak bumi yang berasal dari residu penyulingan minyak mentah asphaltik, tetapi komposisi asli dari aspal belum diketahui dengan pasti. Digunakan sebagai bahan untuk pelapis jalan. bumi yang diperoleh

dengan cara pengembunan terhadap destilasi hampa. Titik leburnya di

14

10. Destilat berat Destilat berat terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon yang mempunyai titik didih sekitar 305 o C atau di atasnya dan senyawa ini

lebih kompleks dari senyawa parafin, naften dan aromatik. Fraksi ini merupakan fraksi minyak pelumas. 11. Residu Diperoleh setelah distilasi vakum pada temperatur tinggi.

Merupakan campuran yang sangat kompleks dan sukar dianalisa. Residu banyak mengandung senyawa-senyawa poliaromat dan sedikit

mengandung parafin. Pada pemrosesan minyak bumi melibatkan 2 proses utama, yaitu: 1. Proses pemisahan (separation processes) Unit operasi yang digunakan dalam penyulingan minyak biasanya sederhana tetapi yang kompleks adalah interkoneksi dan interaksinya. 2. Proses konversi (convertion processes) Hampir 70% dari minyak mentah di proses secara konversi di USA, mekanisme yang terjadi berupa pembentukan ion karbonium dan radikal bebas. Proses pemisahan yang dilakukan adalah distilasi, absorpsi, adsorpsi, filtrasi, kristalisasi, dan ekstraksi. Sedangkan proses konversi yang dilakukan adalah cracking atau pyrolisis, polimerisasi, alkilasi, hidrogenasi,

hydrocracking, isomerisasi, dan aromatisasi. Proses pengilangan pertama-tama adalah mengubah komponen

minyak menjadi fraksi-fraksi yang laku dijual berupa beberapa tipe dari destilasi. Beberapa perlakuan kimia dan pemanasan dilakukan untuk

memperbaiki kualitas dari produk minyak mentah yang diperoleh. Misalnya pada tahun 1912 permintaan gasolin melebihi supply dan untuk memenuhi permintaan tersebut maka digunakan proses pemanasan dan tekanan yang tinggi untuk mengubah fraksi yang tidak diharapkan. Molekul besar menjadi yang lebih kecil dalam jarak titik didih gasolin, proses ini disebut cracking.

15

Gambar 1. PROSES DISTILAS I BERTINGKAT

16

C. Solar (Diesel fuel ) Solar (gas oil) merupakan produk minyak bumi yang mempunyai titik didih antara 230 o C sampai 350 o C. Bahan bakar mesin diesel sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon dan senyawa nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam bahan bakar diesel antara lain parafinik, naftenik, olefin dan aromatik. Sedangkan untuk senyawa

nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang mengandung unsur non logam, yaitu S, N, O dan unsur logam seperti vanadium, nikel dan besi. Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1. Automotive Diesel Oil (ADO), yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin di atas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel. Biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor. 2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesinmesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel. Mesin-mesin dengan putaran mesin yang cepat (>1000 rpm)

membutuhkan bahan dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan minyak diesel. Karakteristik yang diperlukan berhubungan dengan auto ignition (kemampuan menyala sendiri), kemudaham mengalir dalam saluran bahan bakar, kemampuan untuk teratomisasi, kemampuan lubrikasi, nilai kalor dan karakteristik lain. Minyak bumi parafinik merupakan jenis minyak bumi yang paling baik untuk diolah menjadi minyak solar, karena minyak solar yang dihasilkan mempunyai kualitas penyalaan yang baik walaupun pada temperatur rendah.

17

Solar dalam penggunaannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu: 1. Penyalaan Sifat penyalaan dalam bahan bakar diesel dinilai dengan Angka Setana (cetane number) yang diukur dengan mesin pengukur standar. Angka setana menunjukan kemampuan bahan bakar tersebut untuk menyala dengan sendirinya dalam ruang bakar dari motor diesel. Sifat penyalaan yang sesuai dengan kebutuhan mesin, akan terjadi pembakaran yang teratur tanpa terjadi ketukan. 2. Penguapan Kemudahan penguapan bahan bakar diesel merupakan faktor penting untuk mendapatkan pembakaran yang memuaskan. Kemudahan menguap ditunjukkan dengan pengujian desitlasi metode ASTM.D 89. 3. Pemompaan dan penyemprotan Minyak solar harus cukup encer dan cair agar mudah dalam pemompaan dan penyemprotan. Untuk ini viskositas dan titik tuang ditentukan batas-batasnya. Viskositas yang terlalu rendah akan mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar. Sebaliknya viskositas yang terlalu tinggi akan mempengaruhi kerja pompa injeksi. Di samping itu juga akan mengakibatkan tetesan-tetesan minyak mempunyai ukuran yang relatif besar, yang mana tetesan-tetesan ini akan lambat menyala dan dapat

menempel pada dinding silinder yang dapat membentuk karbon atau mengalir ke bawah, ke dalam karter dan akan mengencerkan minyak pelumas yang menyebabkan keausan pada mesin tersebut. 4. Sifat-sifat lain Sifat-sifat lain bahan bakar diesel yang harus juga diperhatikan adalah kebersihan bahan bakar dari kotoran, kecenderungan bahan bakar untuk memberikan endapan karbon dan kandungan belerang.

18

Adanya kotoran dalam bahan bakar diesel merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan keausan bagian-bagian pompa injeksi bahan bakar. Keausan dapat dilihat dari parameter kadar abu. Kecenderungan bahan bakar diesel untuk memberikan endapan karbon dapat diukur dengan pengujian karbon residu. Kandungan belerang yang tinggi dalam bahan bakar diesel dapat mengakibatkan korosi pada silinder, cincin torak, bantalan dan saluran pembuangan gas hasil

pembakaran.

19

D. Parameter-parameter Analisa Bahan Bakar Solar Parameter yang dikerjakan pada analisa bahan bakar solar, yaitu: 1. Color Berdasarkan Metode ASTM D 1500 Warna menunjukkan terang atau gelapnya suatu minyak pelumas, diukur dari intensitas cahaya yang dapat menembus sejumlah minyak tertentu. Perbedaan warna dari minyak itu karena variasi minyak mentah, viskositasnya, cara dan derajat destilasi serta jenis dan jumlah aditif di dalamnya 2. Specific Gravity Berdasarkan Metode ASTM D 1298 Specific Gravity adalah suatu kualitas dari suatu besaran yang diperoleh dari perbandingan kerapatan suatu minyak dengan kerapatan air pada suhu yang telah ditentukan. Pembacaan skala pada alat hidrometer yang dicelupkan ke dalam contoh dikonversikan pada tabel maka nilai gravitasi spesifik dapat diketahui. Sifat ini penting dalam perdagangan dan biasa dinyatakan dalam o API (American Petroleum Institute) gravity yang diukur pada tekanan 1 atm dan temperatur 60o F. API Gravity adalah fungsi khusus pada densitas relatif pada 60o F yang ditunjukkan dengan: API Gravity : (141.5 / specific gravity ) 131.5 Berat jenis adalah perbandingan berat suatu senyawa pada volume yang sama dan pada temperatur tertentu yaitu pada 60 o F. 3. Titik Nyala Berdasarkan Metode ASTM D 93 Titk nyala adalah suhu terendah pada saat minyak solar mulai menyala di atas permukaan bahan bakar saat dilewatkan api. Semakin rendah titik nyala suatu zat maka zat tersebut semakin mudah terbakar. Tujuan penentuan titik nyala ini yaitu untuk keamanan dalam pemakaian, penyimpanan, dan pengangkutan terhadap sampel itu sendiri.

20

4.

Viskositas Kinematik Berdasarkan Metode ASTM D 445 Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, tekanan injeksi serta ukuran lubang injektor. Viskositas yang lebih tingi akan membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar dengan momentum tinggi dan memiliki kecenderungan untuk bertumbukan dengan dinding silinder yang relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan pemadaman flame dan peningkatan deposit dan emisi mesin. Bahan bakar dengan viskositas lebih rendah memproduksi spray yang terlalu halus dan tidak dapat masuk lebih jauh ke dalam silinder pembakaran, sehingga terbentuk daerah fuel rich zone yang menyebabkan pembentukan jelaga. Viskositas juga menunjukkan sifat

pelumasan atau lubrikasi dari bahan bakar. Viskositas yang relatif tinggi mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik. Pada umumnya, bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar dapat mudah mengalir dan teratomisasi. Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat

membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas minimal karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah terjadinya keausan akibat gerakan piston yang cepat. Viskositas kinematik adalah pengukuran kekentalan berdasarkan

waktu mengalirnya contoh dalam pipa kapiler yang dinyatakan dalam centistoke (cSt). Besarnya viskositas tersebut tergantung pada komposisi fluida. Pada umumnya makin tinggi derajat API maka viskositasnya semakin tinggi. 5. Kadar Air Berdasarkan Metode ASTM D 4377 Penentuan kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan air yang terdapat dalam minyak bumi dan produk-produknya. Air yang terkandung dalam minyak dapat menurunkan kualitas dari minyak bumi tersebut. Karena

21

air akan berpengaruh pada proses pengolahan dan dapat merusak bila terdapat dalam produk-produknya 6. Copper Strip Corrosion Berdasarkan Metode ASTM D 130 Copper Strip Corrosion ini berguna untuk menunjukkan sifat

korosifitas bahan bakar karena adanya belerang atau senyawa belerang lainnya. Pengujian ini sangat penting untuk menjamin bahwa bahan bakar tidak akan menimbulkan korosi pada bagian-bagian sistem yang terbuat dari tembaga atau campurannya. Di samping itu pengujian bermanfaat untuk mengetahui timbulnya sifat korosi bahan bakar selama penyimpanan dalam tanki. Sifat korosi ini timbul karena adanya aktifitas bakteri pereduksi sulfat, sehingga terbentuk H2 S oleh sebab itu adanya air pada dasar tanki harus dihindarkan karena dalam air inilah bakteri itu hidup. Reaksi yang terjadi yaitu: 4 Fe + SO 4 2- + 4 H2 O 7.
Hidrogenase

FeS + 3 Fe (OH)2 + 2 OH-

Titik Tuang Berdasarkan Metode ASTM D 97 Titik tuang adalah temperatur terendah dimana minyak bumi dan produknya masih dapat mengalir atau masih dapat dituang di bawah kondisi tersebut apabila didinginkan pada kondisi tertentu, dan waktu yang

diperlukan Untuk melihat titik tuang contoh maksimal 5 detik. Titik tuang mempunyai arti yang sangat besar bagi bahan bakar premium terutama bila digunakan pada suhu rendah. Titik tuang sebagai indikasi tentang sifat pemompaan dan kemampuan alir pada suhu rendah. Titik tuang ini dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium), semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga

dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi titik tuang. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metode ASTM D 97. 8. Calculated Cetane Index Berdasarkan Metode ASTM D 976 Calculated Cetane Index atau indeks setana terhitung adalah suatu angka yang didapatkan dari hasil perhitungan tertentu antara API Gravity dan suhu pada 50% volume destilasi. Atau dapat juga ditentukan dari grafik

22

(terlampir). mengetahui

Tujuan kualitas

penentuan suatu

indeks

setana

terhitung setana

adalah yang

untuk tinggi

bahan

bakar.

Angka

menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya angka setana rendah menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana yang tinggi dapat mencegah terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi 9. Kadar Belerang Berdasarkan Metode ASTM D 4249 Kadar belerang adalah jumlah belerang yang terkandung dalam contoh. Sulfur yang terkandung dalam bahan bakar dengan adanya air dapat membentuk asam yang bersifat. Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama (straight-run) sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah. Pada umumnya, kadar sulfur dalam bahan bakar diesel adalah 50-60% dari kandungan-kandungan dalam minyak mentahnya. Kandungan sulfur yang berlebihan dalam bahan bakar diesel dapat menyebabkan terjadinya keausan pada bagian-bagian mesin. Hal ini terjadi karena adanya partikel-partikel padat yang terbentuk ketika terjadi pembakaran dan dapat juga disebabkan karena keberadaan oksida Minyak bumi Kadar belerang tinggi Kadar belerang sedang Kadar belerang rendah Kadar belerang (% berat) >2.0 0.1-0.2 0.1

Tabel 2. Kategori Minyak Bumi Berdasarkan Kadar Belerang

23

10. Conradson Carbon Residu berdasarkan metode ASTM D 189 Conradson Carbon Residue (CCR) adalah kandungan residu karbon yang tersisa setelah minyak menguap dan terbakar pada waktu dan kondisi tertentu yang dinyatakan dalam % berat. Parameter ini untuk mengetahui besarnya kecenderungan terbentuknya Karbon dalam minyak pada suatu mesin akibat pembakaran yang tidak sempurna. Deposit Karbon tidak disukai karena tetap membara walaupun mesin sudah dimatikan dan bila terbentuk deposit yang keras akan mempercepat proses pengausan. Deposit Karbon dapat menyumbat lubang penyemprotan bahan bakar yang tidak diinginkan. CCR ditentukan dengan metode ASTM D 189 dari 10 % residu (diperoleh dari hasil destilasi 10 % terakhir) dibakar tanpa udara pada suhu tinggi sampai penguapan dari bagian yang dapat menguap selesai. Sisa dari pembakaran ditimbang dan dihitung dalam % berat 11. Kandungan Sedimen Berdasarkan Metode ASTM D 473 Tujuan penentuan kandungan sedimen ini untuk mengetahui kualitas bahan bakar. Sedimen di dalam bahan bakar akan segera menyumbat saringan bahan bakar dan juga dapat membentuk deposit pada sistem injeksi atau ruangan pembakaran. 12. Kadar Abu Kadar abu dari bahan bakar berasal dari senyawa logam yang

memang terdapat di dalam bahan bakar atau dapat juga berasal dari sabun metal yang larut dalam bahan bakar yang terbentuk akibat pengolahan alkali pada proses netralisasi asam. Abu, sebagian akan keluar dari ruang pembakaran, tetapi sedikit bagian yang tertinggal akan menyebabkan

gangguan pada mesin, mempercepat proses pengikisan (abu yang keras) dan berupa deposit di dalam ruang pembakaran.

24

13. Angka Asam Total Bilangan asam total adalah jumlah basa yang dinyatakan dalam mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam yang ada di dalam 1 gram contoh. Penentuan TAN ini penting untuk mengetahui tingkat keasaman dari contoh. Karena asam ini dengan adanya air akan mengakibatkan korosi 14. Angka Asam Kuat Bilangan asam kuat adalah jumlah basa yang dinyatakan dalam mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam kuat di dalam 1 gram contoh. Asam ini didapatkan dalam contoh yang sudah diekstrak dalam air panas. 15. Destilasi Berdasarkan Metode ASTM D 86 Destilasi berdasarkan metode ini bertujuan menganalisis secara mudah dan cepat untuk mengetahui produk hasil pengolahan dari kilang dan untuk menentukan kemurnian contoh. Destilasi berdasarkan metode ini titik didih awal : 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 95% dan titik didih (% volume). Destilasi ini hanya dapat dilakukan pada tekanan atmosfir dan pada temperatur di bawah 375o C. 16. Sistem Karl Fischer Prosedur ini digunakan jika penentuan air dengan cara penentuan kehilangan bobot pada pengeringan tidak memungkinkan atau jika jumlah air yang ditentukan hanya sedikit. Metode ini berdasarkan reduksi Iod oleh Sulfur dioksida dengan adanya air dan basa (Piridin). Iod dan Sulfur dioksida digunakan dalam larutan terpisah atau disatukan dalam satu larutan sebagai larutan Karl Fischer. Dalam praktek dibutuhkan pelarut yang dapat melarutkan baik Sulfur dioksida ataupun Iod. Berdasarkan hal inilah maka Piridin dan Metanol digunakan sebagai pelarut. Larutan Karl Fischer mengandung Metanol, Piridin, Sulfur dioksida dan Iod. Iod dan Belerang dioksida membentuk kompleks dengan Piridin, dan bila terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan kelebihan Piridin bereaksi dengan air tersebut. C5 H5 N.I2 + C5 H5 N.SO 2 + C5 H5 N + H2 O 2 C5 H5 N+ + 2 I- + C5 H5 N.SO 3

25

Metanol perlu untuk mengikat C 5 H5 N.SO 3 , agar tidak bereaksi dengan air C5 H5 N.SO 3 + CH3 OH C5 H5 NH+ + CH3 OSO 3 -

Metanol dengan kelebihan besar menjamin reaksi di atas dan mencegah reaksi ini : C5 H5 N.SO 3 + H2 O C5 H5 NH+ + HOSO 3 -

Perhitungan menjadi cukup sulit karena tidak spesifik untuk air. Pada reaksi stokhiometri reaksi Karl Fischer, yang harus diperhatikan adalah bahwa tanpa adanya Metanol, satu mol air membutuhkan setengah mol Iod. Jika menggunakan Metanol, maka perbandingannya adalah 1:1 yaitu satu mol air menggunakan satu mol Iod. Seperti pada reaksi yang telah disederhanakan berikut ini : Reaksi tanpa Metanol : I2 + SO 2 + 2 H2 O H2 SO4 + 2 HI H3 C-OSO 3 H + 2 HI

Reaksi dengan Metanol : I2 + SO 2 +H2 O + CH3 OH

Penentuan titik akhir dapat ditentukan dengan tiga cara : a. Penentuan Secara Visual Titik akhir secara visual dapat ditunjukkan dengan perubahan warna dari larutan berwarna kuning menjadi cokelat, merupakan petunjuk kelebihan pereaksi Karl Fischer. Hal ini menunjukkan kelebihan kompleks Piridin-Iod setelah air habis bereaksi. b. Penentuan Secara Amperometri Penentuan titik akhir dengan amperometer ini yang diukur adalah perubahan kekuatan arus yang dipasang pada saat tegangan tetap (10-500 mV) pada kedua elektroda. Selama titrasi persamaan reaksi akan berjalan irreversible dari kiri ke kanan. Sebelum titik ekuivalen, tidak ada aliran arus karena Iod yang ditambahkan segera direduksi oleh Belerang dioksida. Segera setelah titik ekuivalen tercapai, yang dapat diketahui dengan terbentuknya Iod berlebih. Pada katoda Iod akan direduksi menjadi Iodida. Sedangkan di anoda, Iodida akan dioksidasi kembali menjadi Iod dengan membebaskan dua elektron. Karena itu, akan terjadi aliran arus yang akan mengakibatkan bertambahnya kekuatan arus.

26

c. Penentuan dengan Voltametri Penentuan titik akhir dengan voltmeter terjadi pada saat adanya perbedaan tegangan dan arus yang tetap antara kedua elektroda (1-10 A) yang mengalir sehingga terjadi depolarisasi. Depolarisasi ini menghasilkan perbedaan yang tajam pada tahanan dan akibatnya akan terjadi perubahan tegangan antara kedua elektroda.

27

E. Metode Analisis Penetapan-penetapan berikut ini dilakukan untuk menentukan mutu bahan bakar solar. 1. Analisis Specific Gravity (SG) Pada 60/60 0 F dengan Metode ASTM D 1298; 2006 Dasar : Analisis specific gravity atau kerapatan dilakukan dengan metode hidrometer. Alat ini telah diatur

hidrometri dengan menggunakan

sedemikian rupa sehingga besarnya gaya ke atas yang dialami hidrometer ketika dicelupkan ke dalam cairan akan sebanding dengan jumlah zat terlarut dalam cairan tersebut dan telah dikalibrasi dengan skala gr/ml. Reaksi : Alat dan Bahan : a. b. c. d. Hidrometer. Gelas ukur 250 ml. Termometer skala 0 F. Bahan bakar solar.

Cara kerja: a. b. c. d. Gelas ukur dibilas dengan larutan contoh yang akan diperiksa. Diisi gelas ukur dengan contoh (250 ml). Hidrometer dicelupkan ke dalam contoh, dan didiamkan sampai stabil. Nilai API gravity dibaca pada skala yang berimpit dengan permukaan cairan dan diukur suhu suhu contoh. Pengamatan : Nilai hasil pembacaan pada alat adalah nilai API gravity pada suhu kerja, kemudian dicari nilai API gravity pada suhu 60OF dan specific gravity pada tabel.

28

2. Titik Nyala dengan Metode ASTM D 93; 2010 Dasar : Penetapan ini dilakukan dengan memanaskan contoh, dan diukur suhu pada saat timbul nyala yang dicatat sebagai nilai titik nyala contoh tersebut. Reaksi : Alat dan Bahan : a. b. c. Flash Point Cleveland Close Cup Tester, Stan Hope Seta Flash Point . Pembakar. Temperatur.

Cara Kerja: a. Contoh dimasukkan ke dalam mangkuk uji, kemudian termometer dipasang hingga mengenai contoh. b. Kemudian diletakkan pada lubang pemanas, dan mangkuk uji ditutup dengan pengaduk yang telah dipasang pengaduk. c. Termometer dipasang hingga mengenai contoh dan tidak bersentuhan dengan pengaduk d. e. Api dan pemanas dinyalakan dan diatur suhunya. Termometer dibaca untuk setiap kenaikan 5oF dengan cara

melewatkan api penguji ke dalam contoh sampai timbul nyala api sesaat pada permukaan contoh. 3. Titik Tuang dengan Metode ASTM D 97; 2009 Dasar : Penetapan ini dilakukan dengan cara menurunkan suhu contoh sampai contoh tersebut tidak bisa dituang lagi selama sepuluh detik.

29

Alat dan Kerja : a. b. c. d. e. Alat pendingin. Tabung silinder gelas. Gabus. Termometer. Bahan bakar solar.

Cara Kerja: a. b. c. d. Contoh dimasukkan dalam tabung penguji. Termometer dimasukkan ke dalam tabung penguji. Contoh didinginkan. Tiap penurunan 5
0

F tabung dimiringkan dalam posisi horisontal

untuk melihat contoh masih bergerak atau tidak selama 5 detik. e. Suhu dicatat ketika contoh tak bergerak dan ditambahkan 5 0 C yaitu sebagai nilai pour point Pengamatan: Bila contoh sudah membeku dan saat dituangkan selama 10 detik contoh tidak mengalir lagi, maka suhunnya dicatat. 4. Penetapan Kadar Air dalam Bahan Bakar Solar dengan Metode Karl Fischer Metode ini untuk penetapan kadar air dengan kadar 50-1000 mg/L dalam minyak. Dasar : Kadar air yang terdapat dalam minyak solar dapat diketahui kadarnya atas dasar reduksi yod oleh belerang dioksida (SO 2 ) dalam air dan basa yaitu piridin. Dalam metode ini dipakai pereaksi Fischer yang terdiri dari larutan iod, belerang dioksida dan piridin dalam metanol mutlak

(anhydrous). Reaksi : CH3 OH + SO 2 + H2 O + I2 +3 R3 N 3 R3 NH+ + CH3 OSO 3 - + 2 I-

30

Alat dan bahan : a. b. c. d. e. Alat Karl Fischer Syringe 5 ml Pereaksi Karl Fischer Pelarut Karl Fischer Bahan bakar solar

Cara kerja: a. b. c. Alat dan stirer dinyalakan. Pelarut ditambahkan sampai elektroda terendam. Pelarut dinetralkan dengan penitar sampai titik akhir (volume penitar I). d. e. 10 ml contoh dipipet dan dimasukkan ke dalam pelarut. Contoh dititrasi sampai titik akhir.

Penghitungan : Kadar air (ppm) = faktor x volume penitar x 1000 volume contoh 5. Viskositas Kinematik dengan Metode ASTM D 445; 2009 Dasar : Viskositas dapat ditentukan dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder. Penentuan di sini meliputi viskositas kinematik dari contoh yang harganya merupakan perkalian dari waktu aliran dengan faktor tabung viskometer. Alat dan Bahan: a. b. c. d. e. f. g. h. Viskometer. Termometer. Stopwatch. Pompa vakum. Bahan bakar solar. Minyak tanah. Toluen. Silicon oil.

31

Cara kerja: a. b. c. d. e. Viskometer yang akan dipakai dibersihkan dan dikeringkan. Penangas minyak dan termostat dinyalakan dan diatur suhunya. Contoh dimasukkan kedalam viskometer. Didiamkan selama 15 menit, hingga panasnya homogen. Contoh diperiksa dengan cara menghisap contoh dengan pompa vakum sampai di bawah tanda batas. f. Waktu alir diukur mulai tanda batas awal sampai tanda batas akhir. V = C xt

Penghitungan :

Keterangan : V = viskositas kinematik (cSt) C = faktor (konstanta) viskometer (cSt/detik) t = waktu alir (detik) 6. Kadar Belerang dengan Metode ASTM D 4249; 2010 Dasar : Pada penentuan belerang dan sulfat ini dilakukan dengan metode sinar X. Sampel disimpan dalam suatu wadah khusus yang kemudian ditembak menggunakan sinar X. Alat dan Bahan: a. 1 set X-Ray Flurescence Sulphur Analyzer Tanaka Scientific model RX 620 S. b. c. Film transparan sinar X. Bahan bakar solar.

Cara kerja: a. d. Standar atau sampel yang akan dianalisa disiapkan. Standar atau sampel dimasukkan ke dalam sampel cell yang sebelumnya telah di lapisi film transparan sinar X. b. Preparasi pengukuran harus dilakukan secara hati-hati agar sinar X tidak terhalang, terutama pada bagian film transparan sinar X. c. d. Pengaturan pada alat dilakukan. Hasil akan keluar secara otomatis dalam bentuk Print Paper.

32

7. Destilasi dengan Metode ASTM D 86; 2009 Dasar : Sejumlah contoh didestilasi pada keadaan vakum sampai dengan nilai end point atau sampai suhu 375
o

C. Kemudian dilakukan pembacaan

temperatur-temperatur dan destilat yang didapat ditampung pada jarak tertentu maka dapat diketahui fraksi-fraksi yang terkandung di dalam contoh. Alat dan Bahan: a. b. c. d. e. f. Labu destilasi. Gelas ukur 100 ml. Batu didih. Termometer. Alat destilasi. Bahan bakar solar.

Cara kerja: a. b. c. d. e. Contoh sebanyak 100 ml dimasukkan dalam labu destilasi. Labu destilasi diletakkan sedemikian rupa pada alat destilasi. Termometer diletakkan pada posisi yang benar. Alat dinyalakan, kemudian suhunya diatur. Suhu dicatat pada saat pertama kali menetes sebagai nilai IBP, 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan EP ( end point). f. Bila destilasi telah selesai, alat dimatikan.

8. Conradson Carbon Residue dengan Metode ASTM D 189; 2006 Dasar : Sejumlah contoh diletakkan dalam cawan dan contoh dibakar tanpa adanya oksigen. Residu yang berupa kerak akan terbentuk dalam waktu yang akan ditentukan pemanasannya. Kemudian cawan didinginkan dan ditimbang, dihitung sebagai persen berat. Reaksi : Contoh C + H2 O

33

Alat dan Bahan: a. b. c. d. e. Cawan porselin. Neraca analitik digital. Pembakar Meker. Stopwatch / timer. Alat CCR.

Cara kerja: a. b. Ditimbang contoh sebanyak kurang lebih 3 gram. Diletakkan dalam alat CCR sedemikian rupa hingga udara luar tidak mungkin masuk. c. d. e. Dibakar dengan pembakar Meker selama 30 menit. Cawan didinginkan dan ditimbang. Kadarnya dihitung dalam % berat.

Penghitungan :

9.

Color berdasarkan metode ASTM D 1500; 2009 Dasar : Contoh dimasukkan ke dalam tabung silinder kemudian dimasukkan ke dalam alat lalu dibandingkan dengan warna standar yang terdapat pada alat. Alat : a. Tabung silinder. b. Alat Color ASTM. Cara Kerja : a. b. Alat Color ASTM dinyalakan. Larutan contoh dimasukkan kedalam tabung silinder sampai tanda garis. c. Warna contoh dibandingkan dengan warna yang terdapat pada alat.

Perhitungan : Hasil sudah tercantum pada alat.

34

10. Angka Asam Total (Total Acid Number) dengan Metode ASTM D 974; 2008 Dasar : Contoh dilarutkan dalam campuran Toluen, iso-propil alkohol yang memiliki kandungan air yang sedikit dan dititar dengan KOH alkohol dengan metode Titrimetri. Titik akhir terjadi pada saat perubahan warna indikator p-naphtolbenzen dari warna sindur menjadi hijau-cokelat. Reaksi : H+ + KOH alkohol Alat : 1. 2. Buret 20 ml. Erlenmeyar 250 ml. K+ + H2 O

Bahan : 1. 2. 3. KOH alkohol 0,1 N. Pelarut (campuran Toluen, iso-propil alkohol dan sedikit air). Indikator p-naphtolbenzen.

Cara kerja : 1. 2. Contoh ditimbang kurang lebih 2 gram ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 100 ml pelarut dan 2 tetes Indikator p-naphtolbenzen (larutan berwarna sindur). 3. Larutan dititar dengan KOH alkohol 0,1 N yang sudah distandarisasi hingga titik akhir berwarna hijau-cokelat. Pembuatan pelarut : 1000 ml Toluen + 1000 ml iso-propil alkohol + 10 ml aquadest . Pembuatan larutan KOH alkohol 0,1 N : 1. Kalium Hidrogen Ptalat (KHP) ditimbang kurang lebih 0,1 gram ke dalam Erlenmeyer. 2. Ditambahkan 100 ml aquadest dan indikator PP. 3. Dititrasi dengan KOH alkohol sampai titik akhir merah muda seulas. Perhitungan : (V contoh -V blanko) x bst KOH x N KOH alkohol TAN (mg KOH/g) = gram contoh

35

N KOH alkohol =

gram KHP Bst KHP

1000 ml

Keterangan : KHP = Kalium Hidrogen Phtalat (bst = 204,2). 11. Kadar Abu (Ash Content) dengan Metode ASTM D 482; 2007 Dasar : Sampel ditimbang dalam suatu wadah yang kemudian dipanaskan hingga zat zat yang terkandung menguap dan berubah menjadi abu pada pemanasan 700-750C. Kadar abu adalah selisih bobot awal dan bobot setelah pemijaran. Alat dan Bahan : 1. 2. 3. 4. Cawan platina Tanur Hot plate Timbangan

Cara kerja: 1. Cawan platina dipanaskan ke dalam tanur pada 700-800o C selama 10 menit atau lebih. Lalu didinginkan hingga mencapai suhu ruangan dalam desikator tanpa desikant dan timbang sampai pada angka pendekatan 0.1 mg. Penimbangan terhadap cawan dilakukan sesegera mungkin saat cawan telah dingin. Pemanasan diulangi sampai

bobotnya tetap atau hanya memiliki perbedaan kurang dari 0.5 mg. 2. Jumlah sampel yang digunakan untuk pengujian tergantung pada kandungan abu dari sampel. Sampel ditimbang ke dalam cawan 10 20 g sampai angka pendekatan 0.1 mg (sisa abu dari berat sampel sesungguhnya harus tidak boleh lebih dari 20 mg bila hal ini terjadi maka, pengujian harus diulang dengan menggunakan sampel yang lebih sedikit). Cawan dan sampel dipanaskan sampai sampelnya dapat dinyalakan. Temperatur stabil dipertahankan agar sampel terus

36

terbakar secara merata sehingga akan meninggalkan karbon dan abu. Cawan platina dipastikan tidak menyentuh bagian nyala bunsen yang akan menyebabkan berkurangnya berat cawan tersebut. 3. Bila sampel mengandung cukup kelembaban yang akan menyebabkan terjadinya buih dan berkurangnya bahan, sampel dibuang dan

dipergunakan sampel yang baru, kemudian ditambahkan 1 - 2 ml propan-2-ol sebelum dipanaskan. Bila tidak berhasil ditambahkan 10 ml 1:1 v/v toluene:propan-2-ol ke dalam sampel dan campurkan Beberapa lembar kertas saring ditempatkan ke dalam

secara merata.

cawan dan dipanaskan, saat kertas saring mulai terbakar sebagian besar air akan terbuang. Atau ditambahkan campuran toluene/propan2-ol, 2 ml sampai 3 ml pada saat, pemanasan antara penambahan sampai air telah hilang. 4. Residu dipanaskan pada tanur 775 o C sampai karbonnya hilang. Lalu dinginkan dalam desikator tanpa desikan lalu ditimbang sampai pada angka pendekatan 0.1 mg. 5. Cawan dipanaskan pada 775 o C selama 20 - 30 menit. Didinginkan dalam desikator tanpa menggunakan desikan lalu ditimbang setelah dingin sampai dengan angka pendekatan 0.1 mg. dan dtimbang kembali sampai beratnya Pemanasan diulangi atau hanya

konstan

mempunyai perbedaan kurang dari 0.5 mg. Perhitungan : Kadar abu (% m/m) = [w/W] x 100 Keterangan : w = Berat abu (g) W = Berat sampel (g)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Berdasarkan hasil analisis bahan bakar solar, didapatkan data analisis dibandingkan dengan spesifikasi Dirjen MIGAS untuk bahan bakar diesel jenis high speed diesel (HSD) seperti terlihat pada tabel berikut :
Dirjen MIGAS K/24/DJM/2006 No.3675 HSD 48 Max 3.0 815 870 Min. 60 2.0 - 5.0 Satuan Metode

Parameter Uji 1. Color ASTM 2. API Gravity @ 60 o F Density @ 15 F 3. Flash Point 4. Kinematic.Viscosity @ 40 C 5. Water Content 6. Copper Strip Corrosion (3 hrs/50 o C) 7. Pour Point 8. Cetane Index 9. Total Sulphur 10. Conradson Carbon Residue on 10 % Distllation Residue 11. Ash Content 12. Sediment
13. Distillation Rec. Basis :
o

Hasil 8.0 34.0 855 62 3.52

Kg/m3 C cSt

ASTM D 1500 ASTM D 1298 ASTM D 1298 ASTM D 93 ASTM D 445

437 1a -6 49.4 0.390 0.06

Max. 500 No. 1 max Max.18 Min. 45 Max. 0.35 Max. 0.10

ppm C % wt % wt

Karl Fischer ASTM D 130 ASTM D 97 ASTM D 976 ASTM D 4294 ASTM D 189

0.006 0.008 150 194 210 236

Max. 0.01 Max. 0.01

% wt % wt C

ASTM D 482 ASTM D 473 ASTM D 86

IBP 5% vol. 10% vol. 20% vol.

37

38

30% vol. 40% vol. 50% vol. 60% vol. 70% vol. 80% vol. 90% vol. 95% vol. End Point Recovery, % vol. Residue, % vol. Loss, % vol. 14. Strong Acid Number 15. Total Acid Number

257 273 287 300 314 330 350 365 374 98 1.5 0.5 NIL 0.11 NIL Max. 0.6 mg KOH/g mg KOH/g ASTM D 664 ASTM D 664 Max 370

Tabel 3. Data Hasil Analisis Bahan Bakar Solar Sampel FG 11009-3

B. Pembahasan Berdasarkan hasil analasis yang diperoleh dapat diketahui bahwa hampir semua parameter yang diujikan telah memenuhi persyaratan dari Dirjen Migas. Namun untuk warna ASTM dan kandungan sulfur total tidak memenuhi persyaratan. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut telah mengalami kontaminasi. Hasil pengamatan warna yang dilakukan didapatkan hasil yang tidak sesuai persyaratan Dirjen Migas, yaitu sebesar 8.0. Warna minyak

menunjukkan indikasi kesempurnaan pada proses penyulingannya. Minyakminyak yang berbeda jarak didihnya dan berbeda asal minyak mentahnya akan mempunyai warna yang berbeda pula. Produk-produk penyulingan yang berwarna menunjukkan indikasi: (a) terjadinya peruraian termis; (b) masuknya material yang berwarna gelap;

39

Perubahan

warna

tersebut

dapat

disebabkan

oleh

peruraian

(dekomposisi) yang terjadi karena suhu terlalu tinggi. Perubahan warna karena masuknya material disebabkan karena melubernya material itu ke dalam peralatan yang kapasitasnya telah maksimum. Pada umumnya warna dari minyak bumi ditentukan oleh berat jenisnya, jika berat jenisnya tinggi warna menjadi hijau kehitam-hitaman, sedangkan jika berat jenisnya rendah warna akan coklat kehitam-hitaman, ini disebabkan karena adanya pengotor, misalnya dari oksidasi senyawa

hidrokarbon, karena hidrokarbon sendiri tidak memperlihatkan warna tertentu (SOEBROTO, 1990). Hasil analisis kandungan sulfur total kali ini diperoleh nilai yang lebih tinggi dari persyaratan Dirjen Migas. Parameter ini merupakan salah satu parameter yang cukup penting. Sulfur yang terkandung dalam contoh kali ini dengan adanya air dapat membentuk asam yang bersifat korosif.. Sulfur yang tinggi dalam solar memiliki efek nyata pada mesin, pengerakan pada piston, katup-katup, cincin-cincin maupun silinder mesin. Akibatnya mesin

memerlukan seringnya pergantian minyak

dan harus memakai pelumas

beraditif tinggi. Sulfur yang diperbolehkan dalam bahan bakar tergantung pada kecepatan dan tujuan penggunaan mesin. Berdasarkan hasil analasis yang diperoleh dapat diketahui nilai API Gravity @ 60
o o

C yang diperoleh dari sampel yaitu sebesar 34.0. Hal ini

menunjukkan bahwa sampel tersebut masih memenuhi standar. API Gravity @ 60 C tidak berhubungan langsung terhadap kinerja mesin, tetapi

menunjukkan indikasi tentang viskositas, sifat destilas, dan heating value. Solar yang lebih berat akan memiliki harga pemanasan yang lebih besar, walaupun kadang-kadang menggunakan solar yang lebih berat dibanding ukuran mesin, akan menghasilkan pembakaran yang tidak sempurna. Titik nyala (Flash Point ) tidak memberikan korelasi langsung pada mesin, tapi diperiksa untuk menjamin faktor keselamatan dalam penyimpanan maupun pengangkutan. Selain itu titik nyala juga mengindikasikan adanya lebih banyak asap dan bau akibat

40

kontaminasi bahan yang lebih mudah menguap dan mudah menyala dalam bahan yang kurang volatil. Kekentalan (Viscosity) mempengaruhi ukuran butiran bahan bakar yang disemprotkan ke dalam ruang pembakaran. Kekentalan yang terlalu tinggi akan menyebabkan tekanan ekstrim pada sistem injeksi, menurunkan daya atomisasi dan mengeringkan penyemprotan. Di lain pihak kekentalan terlalu rendah dapat menaikan asupan secara abnormal akibat aliran yang berlebihan, dan kurang melumasi mesin akibatnya menimbulkan keausan. Kandungan Air (Water content ) dalam bahan bakar merupakan faktor penting yang berhubungan dengan keadaan penyaring (filter fuel), peralatan injeksi dan bagian mesin yang lain. Adanya kandungan air yang teremulsi dalam minyak yang membeku akan menghalangi asupan bahan bakar ke dalam mesin. Pemeriksaan kadar air ini menjadi cukup sulit dilakukan karena dalam jumlah kecil air yang teremulsi tidak terlihat, dan bila lebih banyak akan terkumpul di dasar botol karena itu pemipetan sampel sebagai butiran yang nyata, oleh faktor kesalahan karena sulitnya

menjadi

menghomogenkan contoh. Angka asam total merupakan kandungan asam total yang tidak boleh terdapat pada solar, hal ini berhubungan kepada umur mesin. Solar yang memilki sifat korosifitas yang tinggi dapat merusak sistem dengan

mengkorosi mesin. Angka asam kuat adalah kandungan asam kuat yang terdapat pada solar, biasanya jumlah angka asam kuat lebih sedikit atau di bawah angka asam total. Titik tuang (pour point ) yang didapatkan dari hasil analisis yaitu sebesar -6 o C, masih sesuai dengan persyaratan Dirjen Migas. Titik tuang

adalah suhu ketika cairan tidak dapat mengalir lagi. Pada titik tuang solar tidak dapat dipompa melalui sistem injeksi. Penyaring akan tersumbat oleh lilin saat mesin dioperasikan di dekat titik tuang, oleh karena itu parameter ini diperlukan untuk mengetahui kondisi operasi mesin. Indeks Cetana adalah ukuran mutu kenyalaan solar dan membantu pembakaran. Kebutuhannya tergantung pada ukuran dan desain mesin, sifat kecepatan, variasi beban dan kondisi atmosfir. Pada lokasi ketinggian dan

41

suhu rendah membutuhkan nilai yang lebih tinggi. Hasil analisis kali ini diperoleh nilai Indeks Setana sebesar 49.4. Hasil tersebut sesuai dengan persyaratan Dirjen Migas yaitu sebesar minimal 45. Residu karbon (CCR) memiliki hubungan dengan adanya deposit pada mesin. Harga CCR menunjukkan korelasi dengan kebersihan pembakaran. Deposit karbon tidak disukai karena tetap membara walupun mesin sudah dimatikan, juga menyumbat lubang penyemprot bahan bakar. Jumlah CCR yang terkandung dalam contoh FG 11009-3 ini termasuk rendah sehingga memenuhi persyaratan Dirjen Migas. Destilasi yang dilakukan dalam laboratorium bertujuan untuk

mengetahui seberapa banyak bahan bakar yang hilang dalam pembakaran. Sifat penguapan yang diinginkan tergantung dari ukuran dan kecepatan mesin yang dipakai. Sifat penguapan yang terlalu rendah akan menyulitkan

atomisasi yang berdampak pada berkurangnya tenaga. Namun bila terlalu tinggi juga mengakibatkan penurunan tenaga, karena terjadinya vapour lock dan dapat menimbulkan detonasi. Di dalam kilang minyak, destilasi dilakukan untuk memisahkan antar fraksi dan memurnikan hasil fraksi dari residu. Berdasarkan analisis pada Solar FG 11009-3 memberikan hasil yang sesuai dan dapat dimasukkan dalam spesifikasi Dirjen MIGAS.

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sampel bahan bakar solar FG 11009-3 yang dianalisis tidak memenuhi standar setelah dilakukan perbandingan terhadap standar Dirjen MIGAS K/ 24/ DJM/ 2006 No. 3675 HSD 48. Sampel tersebut memiliki nilai Warna ASTM dan kadar sulfur total yang tinggi dan melebihi standar, sehingga sampel FG 11009 tidak layak untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. B. Saran Sebaiknya diadakan uji recovery secara berkala untuk tiap alat / metoda yang digunakan guna menjamin akurasi data analisis Laboratorium Chemistry.

42

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1994. Annual book of ASTM Standards. Petroleum Product, Lubricants, and Fossil Fuels. Vol. 05. 01. Section 5. Philadelphia. Anonim, 2001. Portofolio Bahan Bakar Cair. Depok : Universitas Indonesia. Anonim. 2003. Bahan Bakar Minyak, Elpiji, dan BBG . Pertamina. Anonim. 2010. Panduan Praktik Kerja Industri. Bogor : SMAKBo. Habson, G. D. Modern Petroleum Technology. 4 th ed. Aplied Science Publisher Ltd. Great Britain. Sumarna, Adi. dkk. 2002. Pengantar Kimia Analisis II (Titrimetri). Bogor : SMAKBo. Tian, Ari. 2001. Analisis Bahan Bakar Solar. Bogor : SMAKBo.

43

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat-alat yang terdapat di dalam laboratorium

API Gravity

Pour Point

Condradson Carbon Residue

Karl Fischer

44

45

Total Acid Number

Copper Strip Corrosion

XRF Sulphur Analyzer

Pensky-Martens Closed Cup Flash Point

46

Automatic Distillation

Color ASTM

Sediment Analysis

Kinematic Viscosity @ 40o C

47

Lampiran 2. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Transparan

Bagian yang diperhatikan

Permukaan cairan

cairan

Bagian bawah miniskus

Pembacaan skala pada garis ini

Permukaan cairan

miniskus

48

Lampiran 3. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Non-Transparan

bagian yang diperhatikan cairan

Permukaan cairan miniskus

Pembacaan skala pada garis ini

Permukaan cairan

miniskus

49

Lampiran 4. Gambar Struktur Organisasi di PT Corelab Indonesia

PT. CORE LABORATORIES INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai