Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
a. Bab I. Pendahuluan b. Bab II. Tinjauan Umum c. Bab III. Tinjauan Pustaka d. Bab IV. Uraian Analisa e. Bab V. Hasil Analisa dan Pembahasan f. 3. Bab VI. Kesimpulan dan Saran Bagian akhir
2.
Batubara jug memiliki kelemahan, antara lain: 1. Karena komposisi coal adalah CHONS + Ash, coal identik dengan bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan. 2. besar. Hal ini menyebabkan pengeluaran CO2 dari batubara juga jauh lebih banyak. Demikian juga dengan kandungan sulfur (S) dn nitrogen (N) nya yang bila keluar ke udara bebas bisa menjadi H2SO4 dan HNO3 yang merupakan penyebab hujan asam. 2.1.1 Proses Pembentukan Batubara Tahap Pertama : Pembentukan gambut Iklim bumi selama zaman batubara adalah tropis dan berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan subur di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak tumbuhan yang mati dan menumpuk di atas tanah, tumpukan itu semakin lama semakin tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun secara perlahan-lahan dan material tetumbuhan tersebut diuraikan oleh bakteri dan jamur. Tahap ini merupakn tahap awal dari rangkaian pembentukan batubara yang ditandai oleh reaksi biokimia yang luas. Selama proses penguraian tersebut, protein, kanji, dan selulosa mengalami penguraian lebih cepat bila dibandingkan dengan penguraian material kayu (lignin) dan bagian tetumbuhan yang berlilin (kulit ari daun, dinding spora, dan tepung sari). Karena itulah dalam batubara yang muda masih terdapat ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagai sisa tumbuhan. Bagian-bagian tumbuhan itu terurai di bawah kondisi aerob menjadi karbon dioksida, air dan amoniak, serta dipengaruhi oleh iklim. Proses ini disebut proses pembentukan humus dan sebagai hasilnya adalah gambut. Tahap Kedua : Pembentukan lignit Proses terbentuknya gambut berlangsung tanpa menutupi endapan gambut tersebut. Di bawah kondisi yang asam, dengan di bebaskannya H2O, CH4, dan sedikit CO2. Terbentuklah material dengan rumus C65H4O30 yang pada keadaan kering akan mengandung karbon 61,7%, hidrogen 0,3% dan oksigen 38%. Dengan berubahnya topograpi daerah di sekelilingnya, gambut menjadi terkubur di bawah lapisan lanau (silt ) dan pasir yang diendapkan oleh sungai dan rawa. Semakin dalam terkubur, semakin bertambah timbunan sedimen yang menghimpitnya. Sehingga tekanan pada lapisan gambut bertambah serta suhu naik dengan jelas. Tahap ini merupakan tahap kedua dari proses penbentukan batubara atau yang disebut Tahap metamorfik. Penutupan rawa gambut memberikan kesempatan pada bakteri untuk aktif dan penguraian dalam kondisi basa menyebabkan dibebaskannya CO2, sehingga kandungan hidrogen dan karbon bertambah. Tahap kedua dari proses pembentukan batubara ini adalah tahap pembentukan lignit, yaitu batubara rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan C79H5,5O14,1. dalam keadaan kering, lignit mengandung karbon 80,4%, hidrogen 0,5%, dan oksigen 19,1%. Tahap Ketiga : Pembentukan Batubara Subbitumen Tahap selanjutnya dari proses pembentukan batubara ialah pengubahan batubara bitumen rank rendah menjadi batubara bitumen rank pertengahan dan rank tinggi. Selama tahap ketiga, kandungan hidrogen akan tetap konstan dan oksigen turun. Tahap ini merupakan tahap pembentukan batubara subbitumen (sub-bituminous coal). Tahap Keempat : Pembentukan Batubara Bitumen Dalam tahap keempat atau tahap pembentukan batubara bitumen (bituminous coal), kandungan hidrogen turun dengan menurunnya jumlah oksigen secara perlahan-lahan, tidak secepat tahap-tahap sebelumnya. Produk sampingan dari tahap ketiga dan keempat ialah CH4, CO2, dan mungkin H2O. Tahap Kelima : Pembentukan Antrasit Dibanding bahan bakar fosil lainnya, jumlah kandugan C per mol dari batubara jauh lebih
Tahap kelima adalah antrasitisasi. Dalam tahap ini, oksigen hampir konstan, sedangkan hidrogen turun lebih cepat dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. Proses pembentukan batubara terlihat merupakan serangkaian reaksi kimia. Kecepatan reaksi kimia ini dapat diatur oleh suhu dan atau tekanan. Tabel.2.1 Susunan unsur gambut, lignit, batubara subbitumen, bitumen, dan antrasit
Calorivic Value 16,8 MJ/kg 23,0 MJ/kg 29,3 MJ/kg 36,3 MJ/kg
b) Zat mineral Zat mineral atau mineral matter terdiri atas komponen-komponen yang dapat dibedakan secara kima dan fisika. Zat mineral terdiri atas ash (abu) dan zat anorganik yang mudah menguap (inorganic volatile matter). Apabila batubara dibakar akan terbentuk ash yang terdiri atas berbagai oksida logam pembentuk batuan, sedangkan zat anorganik yang mudah menguap akan pecah menjadi gas karbon dioksida (dari karbonat-karbonat), sulfur (dari pirit), dan air yang menguap dari lempung. Material anorganik, yaitu mineral bukan karbonat yang merupakan bagian dari struktur tumbuhan, adalah zat mineral bawaan di dalam batubara yang persentasenya relatif kecil. Zat mineral dari luar yang kemungkinana berasal dari debu atau serpih yang tebawa air atau yang larut dalam air selama pembentukan gambut atau tahapan selanjutnya dari pembentukan batubara persentasenya lebih besar dan bervariasi, baik jumlah maupun susunannya. Mineral terbanyak di dalam batubara, yaitu kaolin, lempung, pirit, dan kalsit. Semua mineral itu akan mempertinggi kadar silikon lainnya. Oksida alumunium, besi, dan kalsium, di dalam ash. Kemudian menyusul berbagai senyawa magnesium, natrium, kalium, mangan, fosfor, dan sulfur yang didapatkan dalam ash dengan persentase yang berbeda-beda. c) Senyawa batubara Senyawa batubara terdiri atas zat organik yang mudah menguap dan fixed carbon. Zat organik yang mudah menguap kebanyakan tersusun atas (1) gas-gas yang dapat terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan, (2) uap yang dapat mengembun, seperti tar dengan sedikit kandungan gas yang dapat terbakar, dan (3) uap seperti karbon dioksida dan air, yang terbentuk dari penguraian senyawa karbon secara termis. Kandungan volatile matter (gabungan zat organik dan anorganik yang mudah menguap) berkaitan sekali dengan peringkat batubara dan merupakan parameter yang penting dalam mengklasifikasikan batubara. Fixed carbon merupakan residu yang tersisa setelah moisture dan volatile matter dihilangkan. Senyawa ini yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen, dapat dibakar.
Mengkoordinasikan sumber daya manusia. Kecakapan atau skill dan tekhnologi. Mempersiapkan pernyataan dampak terhadap lingkungan. Memperoleh perizinan dari pemerintah. Pemasangan peralatan penambangan dan jasa pengangkutan (transportasi). Pembangunan seluruh pemukiman dengan fasilitasnya untuk daerah terpencil (umumnya tambang
batubara letaknya jauh dari perkotaan) dan semua prasyarat untuk penambangan. 2.2.2 Penambangan Terbuka Penambangan terbuka merupakan cara penambangan batubara yang pertama kali dilakukan orang. Dengan menggunakan beliung dan batangan, para penambang zaman dulu menggali batubara, baik yang tersingkap berupa lapisan yang muncul di permukaan maupun yang terkubur beberapa meter di bawah tanah. Sampai saat ini hampir semua tambang batubara di Indonesia menggunakan cara penambangan terbuka, kecuali di beberapa tambang, seperti Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, selain menggunakan cara penambangan terbuka juga menggunakan cara penambangan bawah tanah. Pada prinsipnya ada dua cara penambangan terbuka, yakni : 1) Penambangan pengupasan (strip mining) yang digunakan untuk menambang lapisan batubara tunggal, letaknya horizontal dan kedalamannya mencapai 80 meter. 2) Penambangan sumur terbuka (open pit mining) yang digunakan untuk menambang endapan yang terdiri atas beberapa lapisan batubara. Dengan cara ini dapat ditambang lapisan batubara dengan kedalaman lebih dari 80 meter.
2.2.3 Penambangan Bawah tanah Banyak endapan batubara yang terletak jauh di dalam tanah sehingga hanya dapat ditambang dengan cara penambangan bawah tanah. Untuk mencapai lapisan batubara yang terletak di kedalaman tersebut, umumnya diperlukan penanganan yang lebih rumit. Tidak seperti pada penambangan terbuka, umunya pada penambangan bawah tanah tidak semua batubara yang ada di tempat tersebut dapat diambil. Ada dua cara penambangan bawah tanah yang sampai saat ini banyak dilakukan orang, yaitu cara bord (room) andpillar dan cara longwall. Cara ketiga yang merupakan gabungan unsur-unsur dari kedua cara tadi ialah shortwail. 2.3 Pengambilan Sampel (Sampling) Tujuan utama dari pengambilan sampel ialah untuk mengambil sebagian kecil material yang akan mewakili sifat-sifat keseluruhan material tersebut. Syarat utama adalah sampel itu harus mewakili (respresentatif) bahan yang di sampling. Pengambilan sampel batubara harus dilakukan menurut standar yang telah ditentukan. Karena banyaknya standar batu bara yang ada, pemilihan akan bergantung pada persetujuan antara pembeli dan penjual. 2.3.1 Pengambilan Sampel Batubara Eksplorasi Menurut keadaan batubara, yakni batubara yang masih ada di dalam perut bumi batubara yang telah ditambang, dan batubara yang telah ditumpuk berupa stockpile, maka cara-cara pengambilan sampel dapat dibagi menjadi pengambilan sampel batubara eksplorasi dan pengembangan, serta pengambilan sampel batubara produksi. Dari sekian banyak cara pengambilan sampel batubara eksplorasi , hanya dua cara yang akan dibahas yaitu pengambilan sampel inti bor (core sampling) dan channel sampling. a) Pengambilan sample inti bor. Ketika dilakukan eksplorasi, pengambilan sampel inti bor dari lapisan batubara dilakukan dengan cara pengeboran. Batubara dengan rank rendah mudah sekali teroksidasi, bahkan batubara bitumen yang mengandung volatile matter rendah dapat terpengaruh apabila dibiarkan terbuka dalam kotak sampel. Pengambilan sampel ini dibagi-bagi berdasarkan ply-by-ply dan berdasarkan probable working section. b) Channel sampling Jumlah channel sampel relative banyak, mewakili keseluruhan lapisan batubara pada titik lokasi dimana sampel diambil. Channel sampel dapat diambil baik secara manual maupun mekanis menggunakan peralatan penambangan. Suatu channel sampel diambil dengan mengerat channel vertical dari cross-section mulai dari atas ke bawah setinggi lapisan, yakni dari roof sampai floor. 2.3.2 Pengambilan Sampel Batubara Produksi Tahapan pengambilan sampel batubara produksi terbagi menjadi dua, yakni: (1) Skema pengambilan sampel yang merujuk pada berapa banyak satu lot dapat dibagi menjadi sampling unit dan berapa banyak increment harus diambil untuk setiap sampling unitnya sehingga dicapai presisi yang diinginkan. (2) Sistem pengambilan sampel merupakan implementasi dari pengambilan sampel, apakah akan dilakukan secara manual atau mekanis. Jumlah atau banyaknya increment yang diambil dari satu lot agar dicapai suatu presisi tertentu merupakan fungsi dari bervariasinya kualitas batubara didalam lot tersebut, tanpa memandang dari berat lot. Lot-lot harus dibagi menjadi beberapa sampling unit dengan jumlah yang memadai. Banyaknya increment yang harus diambil dan cara-cara menggabungkan increment sehingga terbentuk sampel atau subsampel, akan ditentukan oleh presisi yang diperlukan untuk menetapkan karateristik kualitas dari lot dan oleh bevariasinya batubara yang akan diuji. Sebelum kita menetapkan besarnya presisi, perlu dilakukan perundingan antara pihak-pihak terkait terlebih dulu (pembeli, penjual, dan cargo superintendent company).
Presisi yang dianjurkan oleh standar ASTM adalah 1/10 kali kandungan ash (kering) untuk general purpose sampling batubara yang telah diketahui ukuran butirannya (partikel) dan keadaan preparasinya (masih kasar atau telah dicuci). Untuk batubara kasar berukuran top size 50 mm, jumlah minimal increment untuk lot 1000 ton adalah 35, sedangkan untuk batubara yang telah mengalami pencucian jumlah itu lebih kecil lagi, yakni 15. Untuk lot yang lebih besar dari 1000 ton dan hanya diperlukan satu gross sample digunakan rumus: Dimana: N1 = jumlah increment N2 = jumlah increment yang diperlukan Dalam standar ASTM D 2234 (dan dalam BS 1017) dinyatakan bahwa berat maksimal lot yang dapat menggunakan rumus diatas adalah 10000 ton. Jadi, untuk batubara kasar dengan lot sebesar 4000 ton dapat dilakukan dua cara: 1) Dibagi menjadi 4 sampling unit dengan jumlah increment 4 x 35 atau 140 dan akan menghasilkan 4 buah gross sampel yang kemudian dibuat satu composite sampel. 2) Bila hanya diperlukan satu gross sampel dengan menggunakan rumus diatas akan menghasilkan 70 increment. Jumlah increment untuk karateristik sampel yang akan ditentukan oleh besarnya presisi yang diinginkan. Untuk lot 24000 ton dapat dibagi menjadi 3 sampling unit, masing-masing dua sampling unit 10000 ton dan satu sampling unit 4000 ton, atau menjadi tiga sampling unit masing-masing 8000 ton dan seterusnya. Table.2.2 Jumlah dan berat increment dalam prosedur general purpose sampling untuk cargo 1000 ton ke bawah.
Top size
50 mm
150 mm
15 1 kg
15 3 kg
15 7 kg
Batubara yang masih kasar Jumlah minimal increment Berat minimal satu increment 35 1 kg 35 3 kg 7 35 kg
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006) 2.3.3 Pengambilan Sampel Batubara Stockpile Dari pengambilan sampel batubara suatu stockpile, umumnya sangat sulit diperoleh sampel yang representative, dan tiap pengambilan sampel harus dikerjakan sesuai dengan kondisinya masing-masing. Suatu sampel yang diambil hanya dari bagian atas atau sisi stockpile saja tidak dapat dipandang sebagai wakil dari seluruh stockpile , terutama untuk stockpile yang terdiri atas beberapa sumber batubara. Menurut standar ASTM penuntun pengambilan gross sampel dari permukaan batubara terbuka dari stockpile, kemudian sampel-sampel ini diporoses dan dikirimkan ke laboratorium untuk dianalisis. Prosedur pengerjaannya adalah sebagai berikut:
Ukuran lot. Pembagian lot dari stockpile yang akan diambil sampelnya harus ditentukan dan disetujui Increment. Berat satu increment akan bergantung pada ukuran partikel. Untuk batubara berukuran
oleh semua badan terkait. top size 15 mm minimal beratnya 1 kg, 50 mm berat minimal 3 kg, dan berukuran top size 150 mm berat minimal 7 kg. banyaknya increment untuk lot dibawah 1000 ton adalah 35 increment dan untuk lot lebih dari 1000 ton menggunakan perumusan 35.
Pengumpulan increment. Increment diambil dari suatu lubang pada permukaan stockpile sedalam 46
cm. Batubara yang telah diambil dari lubang harus ditempatkan jauh dari daerah pengambilan sampel. Kemudian increment diambil dari bagian bawah lubang dan dimasukkan ke dalam container (misalnya ke dalam kantong plastic, disegel, diberi nomor, dan dimasukkan ke dalam drum). Pola tempat pengambilan increment akan bergantung pada tinggi dan kemiringan stockpile. Atur jarak pengambilan increment ini pada permukaan stockpile, sehingga tiap increment mewakili daerah dengan ukuran yang sama.
Parameter
Free Moisture Residual Moistuer Hardgrove Grind. Index General Analysis Moisture (adb) Ash Content Volatile Matter Total Sulfur Calorivic Value Suhu Leleh Ash Analisis Ash Fosfor Arsen Flour Klor
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006) *) -250 m (0,25 mm) untuk standar ASTM dan -200 m (0,20 mm) untuk standar ISO **) untuk batubara dengan ash content 10 % Table 2.4. Berat dan ukuran butir untuk penetuan khusus (diambil dari Standar Australia AS 4264.1-1995)
Uji
Analisis ayak
Standar referensi
AS 3881
Ukuran partikel
Sebelum pengujian tidak ada pengecilan ukuran Sebelum pengujian tidak ada pengecilan ukuran Melewati 16,0 mm Nominal top size 4,0 mm Melewati 4,0 mm Nominal top size 4,0 mm
Float-and sink testing Indeks abrasi Indeks Hardgrove Uji Gleserer plastometer Total Moisture Metode A Metode B Total Moisture Metode C Uji pilot coke oven
AS 4156.1
10 kg 1 kg 1 kg 300 g
AS 1038.1 AS 2267
AS 2061 AS 1038.12.3
200 g 1 kg
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006) 1) Pengeringan Udara Pengeringan udara atau air driying kadang-kadang diperlukan dalam tahapan kerja preparasi sampel. Faktor yang menentukan diperlukan atau tidaknya pengeringan udara adalah apakah batubara akan melalui peralatan pembagi sampel atau melalui penggerus. Jika sampel langsung akan dibagi melalui peralatan pembagi, maka sampel tersebut tidak perlu dikeringkan dulu. Pengeringan sampai berat yang konstan serta suhu yang terus ditinggikan itu tidak perlu untuk General Analysis, karena hal ini dapat berakibat terjadinya oksidasi pada batubara rank rendah. Pengeringan dapat dilakukan di dalam oven atau Drying Set suhu 10C di atas suhu kamar. Aturan pengeringan dalam standard ISO, ASTM, British Standard, dan AS.
Tabel. 2.5 Lamanya waktu pengeringan menurut ASTM, ISO, BS, dan AS
Waktu pengeringan Suhu C 15 diatas suhu ruangan tapi tidak > 25C 25C 30C 40C 45C 105C (hanya untuk high rank coal) 10C- 15C diatas suhu ruangan, tapi tidak > 40C, kecuali suhu ruangan > 40C 3 jam 1 Jam 3 jam 6 jam 6 jam 24 jam 6 jam 3 jam ISO1988 Lebih baik tidak > 24 jam ASTM D2013 BS 1017; AS part 1 2646.6 24 jam
Sampai konstant
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006) 2) Memperkecil ukuran butir Dalam ISO R-1213 diberikan definisi beberapa cara memperkecil ukuran partikel ini: 1. to mill ; memparkecil ukuran partikel dengan cara crushing, grinding, atau pulverizing. 2. to crush (meremukkan) ; memperkecil ukuran partikel sampel sampai ukuran partikel kasar (>3 mm). 3. to grind, to pulverized (menggerus, melumatkan) ; memperkecil ukuran partikel sampel sampai ukuran partikel halus (<1.5 mm). Beberapa aturan dalam cara memperkecil ukuran partikel antara lain: 1) Permukaan harus dilakukan secara mekanis 2) Tidak diperbolehkan mengayak material yang tertahan ayakan (oversize). Misalnya jika akan meremukkan material sampai melalui 10 mm maka tidak boleh hanya mengayak yang -10mm-nya saja dan kemudian hanya meremukkan material +10 mm-nya saja. Alasannya, karena antara batubara halus dan kasar ada perbedaan
sifat petrografi, fisika, dan kimia, serta dalam langkah pencampuran yang perlu menghomogenkan kembali sampel akan sukar untuk dilakukan. 3) Semua penggerus dalam preparasi sampel tidak boleh menghasilkan material yang tertahan ayakan lebih dari 1%. Penggerus-penggerus itu, termasuk Raymond mill, harus dicek secara teratur pada waktu-waktu tertentu untuk meyakinkan bahwa 99% hasil gerusan melalui ayakan. 4) Semua penggerus harus selalu bersih. Misalnya pada pemakaian hammer mill yang selalu menahan batubara setelah penggerusan, sehingga pada penggerusan selanjutnya dapat mengotori sampel yang akan digerus. 5) Memperkecil ukuran dengan tangan tidak diperbolehkan, kecuali untuk batu bara lempengan. Peralatan untuk memperkecil ukuran dalam standar ISO harus yang bekerja secara mekanis, mesin demikian disebut mill. Yang lebih disukai adalah high speed mill. Peralatan tersebut bermacam-macam jenisnya, mulai dari jaw crusher sampai roll crusher dan dari mill sampai high speed impact pulveriser yang khusus diperuntukkan menggerus sampel sampai berukuran -0,2 mm. 3) Pencampuran Persyaratan peralatan pencampur adalah tidak diperbolehkan 1) memecahkan batu bara, 2) menghasilkan debu, 3) membiarkan moisture menguap. 4) Pembagian sampel Bila preparasi sampel dimulai dengan memperkecil ukuran menjadi ukuran pertengahan dan pada langkah kedua diperkecil lagi menjadi ukuran akhir, yakni -200m, maka cara ini disebut two-stage preparation. Ukuran pertengahan umumnya 10 mm atau 3 mm. Setiap pembagian dalam two-stage preparation harus mempunyai berat minimal: 10 mm = 10 kg 3 mm = 2 kg 1 mm = 0,6 kg Apabila ukuran asal dari batubara adalah 120 mm atau lebih besar lagi, maka cara preparasinya adalah theree-stage preparation yang mempunyai dua ukuran pertengahan. Dalam cara ini berat minimal untuk pembagian tersebut adalah: 10 mm = 15 kg 3 mm = 3 kg 1 mm = 1 kg 2.4.1 Peralatan Preparasi Sampel a) Pengering Untuk mengeringkan sampel batu bara dapat dipakai lantai pengering-udara (air-drying floor) atau oven pengering(air-drying oven). Lantai pengering-udara. Suatu lantai yang rata dan halus serta bersih yang terletak di dalam ruangan bebas kontaminasi debu atau material lainnya. Ruangan tersebut mempunyai sirkulasi udara yang baik tanpa panas yang berlebihan atau aliran udara yang berlebihan. Kondisi lantai pengeringan-udara sedapat mungkin harus mendekati kondisi yang disyaratkan untuk oven pengering-udara. Oven pengering udara. Suatu alat yang digunakan untuk mengalirkan udara yang yang sedikit panas pada sampel. Oven harus dapat menjaga suhunya antara 10C-15C di atas suhu kamar. Suhu maksimal oven adalah 40 C. Untuk batubara yang mudah sekali teroksidasi, suhu oven tidak boleh melebihi 10C diatas suhu kamar.
b) Penggerus Beberapa jenis alat penggerus antara lain adalah : Crusher. Ada dua jenis crusher yaitu; hummer mill yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara pukulan atau benturan, jaw crusher yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara menekan, contohnya roll crusher dan jaw crusher. Hummer mill. Memiliki keuntungan :reduction ratio tinggi, dapat memperkecil batubara lempengan (150 mm) dan mempunyai hasil penggerusan tinggi, harganya murah, serta tidak terlalu makan banyak ruang.
Kerugiannya
adalah
mempunyai
angin
yang
deras
sehingga
dapat
berpengaruh
terhadap
sampel Moisture, menghasilkan fines yang banyak dan tidak dapat dipakai pada batubara basah.
Double Roll Crusher. Keuntungan dari double roll crusher antara lain tidak menimbulkan panas dan angin, tidak menghasilkan fines yang berlebihan dan mudah menangani batubara basah.
Jaw Crusher. Alat ini cocok untuk meremukkan batubara keras dan kering. Untuk memperoleh hasil yang halus susah sekali. Kerugian utamanya adalah kapasitas rendah (kecuali lempengannya besar) dan tidak dapat mengerjakan batubara basah. c) Pencampur Ada beberapa jenis alat yang memadai yaitu paddle mixer, drum mixer, dan double cone mixer (untuk batubara berukuran 1.0-0.2 mm). Yang dioperasikan secara manual adalah riffle.
d) Pembagi Pembagian sampel dapat dilakukan baik secara manual maupun mekanis. Jika pembagian akan dilakukan secara manual tetapi tidak menggunakan riffle, dapat dilakukan dengan cara yang disebut sebagai cara coning and quartering. Prinsipnya ialah batu bara dibentuk seperti gunung (timbunan mirip kerucut pendek), ditekan sampai rata dan kemudian dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Dua bagian yang berlawanan disatukan untuk kemudian dibagi empat lagi, begitu seterusnya sampai diperoleh berat yang diinginkan. Dua bagian lainnya dibuang. Umumnya cara ini dipakai untuk membagi sampel apabila tidak tersedia riffle di lapangan. Riffle digunakan untuk membagi sampel menjadi dua bagian sama banyak, kemudian membagi
setengahnya lagi dan demikian seterusnya hingga diperoleh berat yang diinginkan (sama dengan cara kerja coning and quartering). Peralatan pembagi sampel yang bekerja secara mekanis antara lain rotary sample divider (RSD) dan slotted belt. Keuntungan alat pembagi sampel mekanis ialah reduction ratio dapat divariasikan, dan tidak perlu membagi sampel sampai setengahnya secara berurutan. Setelah dibagi, sampel dapat diperoleh dengan mengambil increment kecil yang banyak (diperlukan minimal 50 increment). Jadi, menghindarkan tahap pencampuran. Rotary Sample Divider. Alat ini terdiri atas sejumlah continer misalnya 12 atau 8 yang dibentuk seperti segmen-segmen pada pelat berputar sekitar 60 rpm. Ukuran minimal lubang pintu harus tiga kali ukuran terbesar partikel batubara. Jadi, sejumlah increment akan terpisah pada setiap putarannya, terbagi merata ke settiap kontainer. Jika ada 8 segmen, satu kontainer akan mengandung fraksi seperdelapan dari jumlah batu bara yang masuk ke RSD, sehingga kita dapat mengambil fraksi 1/8, atau . Slotted belt. Suatu belt conveyor yang tidak berakhir mempunyai slot dengan ruang pitch-nya diperalati oleh alat berbentuk bibir yang bertindak sebagai pagar pemotong.
sebagai mineral-mineral sulfit dan sulfat. Ini adalah unsur penting untuk kehidupan dann ditemukan dalam dua asam amino. Penggunaan komersilnya terutama dalam fertilizer namun juga dalam bubuk mesiu, korek apai, insektida, dan fungisida. Belerang atau sulfur adalah mineral yang dihasilkan oleh proses vulkanisme. Sifat-sifat fisik belerang adalah :
Kristal belerang berwarna kuning, kuning kegelapan dan kehitam-hitaman karena pengaruh unsur Berat jenis :2,05 2,09 Kekerasan : 1,5 2,5 (skala Mohs) Ketahanan : getas / mudah hancur (brittle) Pecahan : berbentuk konkoidal dan tidak rata Kilap : dammar Gores :berwarna putih. Sifat belerang lainnya adalah tidak larut dalam air atau H2SO4 Titik lebur 129 0C Titik didihnya 446 0C. Mudah larut dalam CS2, CCl4, minyak bumi, minyak tanah dan aniline, penghantar panas dan listrik Apabila dibakar apinya berwarna biru dan menghasilkan gas-gas SO2 yang berbau busuk.
pengotornya.
yang buruk.
lainnya. Oksida-oksida belerang yang terbawa gas buang dapat bereaksi dengan lelehan abu yang menempel pada dinding tungku maupun pipa boiler sehingga menyebabkan korosi. Sebagian SO2 yang diemisikan ke udara dapat teroksidasi menjadi SO3 yang apabila bereaksi dengan uap air menjadi kabut asam sehingga menimbulkan turunnya hujan asam.
Reagens :
1.Gas Nitrogen. Mengandung oksigen tidak lebih dari 10 l per liter nitrogen. 2.Desiccant. Alumina atau silica gel yang ada penunjuk kejenuhan. Prosedur : 1.Naikan suhu oven sampai 105 1100C sambil dialirkan ke dalamnya gas nitrogen dengan kecepatan 300 ml/menit. 2.Timbang Dish kosong yang kering dan bersih bersama tutupnya sampai ketelitian 0.1 mg (M1). 3.Sebarkan sampel sebanyak 1 g sampai terbentuk lapisan, tutup dan timbang lagi sampai ketelitian 0.1 mg (M2). 4.Panaskan Dish tanpa tutup yang berisi sampel di dalam oven selama 3 jam (sampai konstan). 5.Ambil Dish berisi sampel yang telah kering, pasang lagi penutupnya, dinginkan dalam desikator. 6.Timbang kembali, catat (M3), Hitung persentase Moisture.
Perhitungan : % Moisture = (M2 M3) x 100 / (M2 M1) Repeatibility : 0.2% Reproductibility : -
Perhitungan : Cara yang baik untuk mengerjakan penentuan ash adalah setelah langkah (7), semua ash dalam cawan dibuang dan cawannya dibersihkan, kemudian timbang sebagai (M4).(Prosedur ini menurut AS 1038, Part 3 1979) % Ash Content = (M3 M4) x 100 / (M2 M1) Repeatibility : 0.2% untuk ash < 10% dan 2.0% untuk ash > 10% Reproductibility : 0.3% untuk ash < 10% dan 3.0% untuk ash > 10%
2. TOTAL SULFUR
Standar ISO 351-1996 Solid mineral fuels-Determination of total sulfur-High temperature combustion method Ruang Lingkup :
Sample batubara dipanaskan pada suhu 1350 0C, gas sulfur oksida hasil reaksinya dilewatkan kedalam larutan hidrogen peroksida yang akan mengubahnya menjadi asam sulfat yang pada akhirnya ditentukan secara titimetri asam-basa. Reaksi : Sampel Batubara + O2 SO2 + H2O2 H2SO4 + Na2B4O7.10 H2O Alat-alat Analisa
FURNACE TS HTM CARBOLITE Tube Combustion Tabung oksigen dengan regulator dan flowmeter Cawan perahu pembakaran
Kawat tahan panas (dengan panjang 60 cm dan ujungnya terdapat bengkokan untuk mengambil cawan perahu dari dalam tube) Kawat pusher dengan stopper di ujungnya (untuk mendorong perahu ke daerah panas di dalam tube) Baki metal Washing bottle (absorber) Pompa vakum dan selang yang telah terhubung pada pompa Erlenmeyer 250 ml Gelas ukur 100 ml Labu ukur 1000 ml Pipet tetes Buret Botol semprot Stopwatch Spatula Neraca Analitik Masker hidung (sebagai pelindung/safety) Bahan-bahan Analisa Bahan Pereaksi : Larutan H2O2 1 % (:dengan melarutkan 33 ml reagent H2O2 30 % ke dalam 1 liter aquadest). Larutan Na2B4O7 0,05 N Al2O3 (serbuk) Larutan indikator campuran :
Larutan A : melarutkan 0,125 g Metil Merah dalam 60 ml etanol dan mengencerkan dengan aquadest sampai 100 ml. Larutan B : melarutkan 0,083 g Metilen Biru ke dalam 100 ml etanol. Mencampurkan larutan A dan B dengan volume 1 : 1 (sama banyak). Larutan indikator ini hanya bisa dipakai dalam waktu 1 minggu. Bahan Sampel : Batubara dengan ukuran 0,212 mm Prosedur Kerja 1. Menaikkan suhu furnace sampai 1350 0C. 2. Menimbang 500 mg sampel batubara dengan teliti ke dalam cawan perahu pembakaran dan meratakannya. 3. Menutupi sampel dengan Al2O3 sebanyak 0,5 g (sampai tertutupi semua permukaan sampel). 4. Memasukkan 100 ml larutan H2O2 1 % ke dalam washing bottle.
5. Memasangkan selang pompa vakum ke ujung washing bottle, menyalakan pompa vakum dan mengatur aliran vakumnya agar konstan melalui absorbernya. 6. Memasangkan ujung washing bottle yang sisi lain ke tube combustion melalui selang di stopper yang telah terpasang pada tube. 7. Membuka aliran oksigen dan mengaturnya menjadi 300 ml per menit. 8. Memasukkan cawan perahu yang berisi sampel dari ujung inlet tube combustion. 9. Mendorong cawan perahu dengan kawat pusher sampai jarak cawan perahu ke tengah-tengah daerah terpanas furnacesekitar 24 cm dan membiarkannya selama 3 menit. 10. Menarik kembali kawat pusher agar tidak panas dan memperkuat stopper pada ujung kawat ke ujung tube. 11. Setelah 3 menit, mendorong maju cawan perahu sekitar 4 cm dan membiarkan selama 1 menit. Pendorongan ini dilakukan hingga 6 kali mendorong setiap 1 menitnya. Untuk memudahkan dalam pengerjaannya, umumnya kawatpusher ditandai dengan garis-garis yang setiap garisnya menandakan satu dorongan dalam 1 menit. 12. Setelah dorongan terakhir, cawan perahu harus ditengah-tengah daerah terpanas, dan membiarkan selama 4 menit. 13. Setelah selesai, menutup aliran oksigen dan mematikan pompa vakum. 14. Melepaskan washing bottle dari selang vakum dan dari selang stopper di tube. 15. Melepaskan kawat pusher dan stopper pada ujung tube, dan mengeluarkan cawan perahu dengan kawat tahan panas (menampungnya dengan baki metal). 16. Memasukkan larutan yang ada di washing bottle ke dalam erlenmeyer 250 ml dan membilas washing bottle dengan aquades. 17. Menambahkan 3 tetes larutan indikator campuran dan menggoncang hingga rata sampai berwarna ungu terang. 18. Menitrasi larutan tersebut dengan Na2B4O7 0,05 N hingga larutan berubah menjadi warna hijau terang (mencapai titik akhir titrasi). 19. Mencatat volume akhir titrasi pada format yang tersedia untuk analisa total sulfur. 20. Mengerjakan penentuan blanko dengan perlakuan yang sama seperti diatas tanpa sampel batubara. MetodePerhitungan :
dimana: V1 = volume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi banko (ml) V2 = voume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi sampel (ml) N = konsentrasi Na2B4O7 (N) Bst = bobot setara senyawa sulfur (Bst = 16,03) m = berat sampel (mg)
Peralatan Dan Reagen : Neraca Analitik, bomb calorimeter, krusibel bomb calorimeter, kawat stainless steel, gas oksigen dan aquadest. Perlakuan Contoh : Contoh dengan diameter 0.212 disimpan dalam ruangan yang terkontrol suhu dan tekanannya dan bertempat di ruangan timbang. Instruksi Kerja : 4. Dicek kondisi alat, tekanan gas, regulator, volume air pendingin dan aliran listrik. 5. Dinyalakan alat dengan menekan tombol hitam yang ada dibelakang alat ke posisi atas untuk mengaktifkan alat, pompa, pemanas dan laju air. 6. Dibuka aliran gas oksigen dengan cara memutar pulp hitam ke kiri 7. Ditunggu selama 20 menit untuk menstabilkan alat. 8. Ditimbang benzoic acid atau IHS dan sampel seberat 1.0000 gram ke dalam krusibel. 9. Ditempatkan krusibel pada penyangga electrode dan atur kawat pemantik tersentuh/kontak dengan sample. 10. Disatukan combustion chamber dengan bomb cap dengan cara memutar bomb cap ke kanan sampai kencang, dipastikan combustion chamber dan bomb cap sesuai dengan pasangannya. 11. Diisi gas pada vessel dengan oksigen hingga tekanan maksimum 30 atm (tekan tombol FILL) 12. Dimasukkan vessel ke dalam bomb bucket dan isi dengan 2 liter aquadest dari pipet tank 13. Dimasukkan elekroda pada terminal nut dan pastikan kedua elektroda tersebut terkoneksi dengan terminal nut. 14. Ditutup bomb bucket lid dan pastikan tertutup rapat 15. Ditekan [START] kemudian dipilih ID bomb dan dimasukkan berat sampel 16. Ditunggu sampai proses analisa selesai dan dicatat hasil analisa 17. Bomb bucket yang berisi vessel dikeluarkan dari bomb jacket 18. Dikeluarkan vessel dari bomb bucket. 19. Dibuang gas CO2 dengan cara memutar knop yang berada di bomb cap 20. Dicuci bagian dalam bomb dengan air , ditampung air pencuci ke dalam labu erlenmeyer. Dibersihkan semua kawat yang tidak terbakar dari elektroda dan dicuci kepala bomb dengan air dan ditampung air cucian ke dalam labu erlenmeyer yang sama dengan di atas. 21. Dititrasi air cucian dengan larutan standard Na2CO3 menggunakan indikator Methyl Merah hingga mencapai titik akhir berwarna Orange Merah. Dicatat volume penitar. Perhitungan : a. Ditekan tombol REPORT dan dimasukkan nomor contoh. b. Dimasukkan volume penitar c. Dimasukkan nilai Total Sulphur (TS %ad). pada worksheet. d. Laporan akhir dicetak sebagai Nilai Kalori akhir. Diperiksa bahwa semua detail telah benar dan dilampirkan
PROKSIMAT
1. Moisture
Sample Code
ROM PRANGAT
ROM JMB
Wt.of dish + Lid + Sample before heating (M2) Wt. of dish + Lid (M1) Wt.of dish + Lid + sample after heating (M3) % Moisture = (M2-M3) x 100 (M2-M1) MEAN
2. Ash Content
Sample Code
Wt.of dish + Lid + Sample (M2) Wt. of dish + Lid (M1) Wt.of dish + Lid + content (M3) Wt. of dish + Lid (M4) % ash = (M3-M4) x 100 (M2-M1) MEAN
ROM PRANGAT 15.2364 g 15.9126 g 14.2363 g 14.9123 g 14.2755 g 14.9514 g 14.2360 g 14.9125 g 3.95 3.91 3.93 %
ROM JMB 15.5260 g 16.7144 g 14.5259 g 15.7142 g 14.6258 g 15.8147 g 14.5257 g 15.7142 g 10.01 10.05 10.03 %
3. Volatile Matter
Sample Code
Wt.of dish + Lid + Sample before heating (M2) Wt. of dish + Lid (M1) Wt.of dish + Lid + sample after heating (M3) % volatile matter = (M2-M3) x 100 - % Moisture (M2-M1) MEAN
ROM PRANGAT 13.2585 g 12.2583 g 12.7300 g 38.82 14.4121 g 13.4122 g 13.8821 g 38.76
ROM JMB 14.5838 g 13.5839 g 14.0854 g 36.27 13.7141 g 12.7142 g 13.2157 g 36.30
38.79 %
36.29 %
4. Fixed Carbon
TOTAL SULFUR
Sampel Code
Weight of sample (M) used in test (V1) Volume of sodium borate (0,0500 N) used in blank ( V2) % TS = 0,0802x (V1-V2) M MEAN
ROM JMB 0.5000 g 9.65 mL 0.05 mL 1.55 0.5000 g 9.70 mL 0.05 mL 1.56 1.56 %
CALORIVIC VALUE
Sample code
Sample ID M1 M2 M2-M1 Preliminary Sulfur (%) Gross Heat MEAN
ROM PRANGAT 1217 1218 13.5289 g 14.2106 g 14.5291 g 15.2107 g 1.0002 g 1.0001 g 5999.41 cal/g 5987.65 cal/g 0.27 % 0.27 % 5983.78 cal/g 5990.56 cal/g 5987 cal/g
ROM JMB 1219 1220 14.3486 g 13.4542 g 15.3489 g 14.4545 g 1.0003 g 1.0002 g 5969.39 cal/g 5973.79 cal/g 1.56 % 1.56 % 5897.67 cal/g 5888.45 cal/g 5893 cal/g
5.2 Pembahasan
Dalam pengerjaan analisa sample batubara harus disertakan pengerjaan analisa Daily Check (In House Standard) yaitu untuk lebih meyakinkan ketepatan hasil analisa yang dilakukan oleh Analis. Dari hasil analisa yang diperoleh maka pembahasan menurut parameter yaitu: 1.Moisture in The analysis Sample Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin padat batubara tersebut. Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang dapat diserap atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya. Semakin kecil ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas permukaanya. Hal ini menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya. Pada nilai inherent moisture tetap, maka TM-nya akan naik yang dikarenakan naiknya surface moisture. 2. Ash Content (kandungan Abu) Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral matter yang dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari extraneous. Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai kalorinya. Kadar abu didalam penambangan batubara dapat dijadikan penentu apakah penambangan tersebut bersih atau tidak, yaitu dengan membandingkan kadar abu dari data geology atau planning, dengan kadar abu dari batubara produksi. 3.Volatile Matter Kadar Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya. Volatile Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara. Volatile matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat dibakar. 4.Total Sulfur Kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya bersifat heterogen sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen secara vertikal maupun secara lateral. Namun demikian ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki kandungan sulfur yang relatif homogen. Sulfur dalam batubara thermal maupun metalurgi tidak diinginkan, karena sulfur dapat mempengaruhi sifat-sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging maupun mempengaruhi kualitas product dari besi baja. Selain itu dapat berpengaruh terhadap lingkungan karena emisi sulfur dapat menyebabkan hujan asam. Oleh karena itu dalam komersial, sulfur dijadikan batasan garansi kualitas, bahkan dijadikan sebagai rejection limit.
5.Calorific Value (Nilai Kalori) Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.
BAB VI PENUTUP
1. Kesimpulan
1) Batubara merupakan mineral organic yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap dan berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun, sehingga akhirnya membentuk fosil. Karena pengaruh waktu, suhu dan tekanan fosil tersebut membentuk sedimen organic yang di sebut Batubara. 2) Preparasi sample bertujuan untuk menyediakan suatu sample yang jumlahnya sedikit, yang mewakili sample asalnya. 3) Batubara yang mempunyai kualitas yang baik ditandai dengan tingginya nilai kalori, kandungan air rendah dan kandungan abu yang rendah.dan sebaliknya Batubara yang mempunyai kualitas yang rendah ditandai dengan rendahnya nilai kalori, kandungan air tinggi dan kandungan abu yang tinggi. Apabila kandungan abunya tinggi berarti batubara tidak terbakar sempurna 4) Dalam pengerjaan analisa sample batubara disertai pengerjaan analisa ASCRM (Australian Standard Certified Reference Materials) untuk memeriksa kondisi alat yang digunakan dan ketepatan hasil analisa. Selain itu, juga dilakukan Daily Check (Inhouse Standard) untuk menjaga mutu laboratorium secara harian. 5) Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin padat batubara tersebut. Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang dapat diserap atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya.
2. Saran
1) Peningkatan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) di laboratorium hendaknya lebih diperhatikan dan ditingkatkan lagi untuk menghindari kecelakaan dalam bekerja yang setiap saat bisa terjadi. 2) Preparasi sample untuk sample produksi, sebaiknya di kerjakan tepat waktu agar proses analisa juga berjalan sebagaimana mestinya. 3) Pengecekan pada alat-alat analisa harus selalu di perhatikan agar semua pengerjaan analisa dapat berjalan dengan lancar. 4) Semoga terjalin hubungan yang baik antara pihak PT. JEMBAYAN MUARABARA dengan pihak Sekolah Menengah Analis Kimia (SMAK) Makassar dalam rangka pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia tetap terjaga dan lebih ditingkatkan lagi.