2.2.1 Abu Bakar Masa awal kekhalifahan Abu Bakar telah diguncang pemberontakan oleh orang-orang yang murtad orang yang mengaku sebagai Nabi, dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat pada awal kekuasaannya Abu Bakar memusatkan kosentrasinya untuk memerangi pemberontakan yang dapat mengacaukan keamanan yang dapat mempengaruhi orng islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari islam. Maka dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah dalam operasi tersebut sebanyak 73 orang islam yang gugur yang terdiri dari sahabat rosul dan para Hafidz Alquran kenyataan ini telah mengurangi jumlah sahabat yang hafal alquran dan jika tidak diperhatikan shabatsahabat yng hafal Alquran akan habis dan akirnya akan melahikan perselisihan dikalangan umat islam mengenai Alquran. Oleh karena itu sahabat Umar bin Khatab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Alquran. Saran tersebut kemudian direalisasikan Abu Bakar dengan mengutus Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan ayat-ayat Alquran. Dengan demikian khalifah Abu Bakar berjasa dalam menyelamatkan keaslian materi dasar pendidikan islam.
2.2.2 Umar bin Khattab Pada masa khalifah Umar bin Khatab, kondisi pokok politik dalam keadaan stabil. Melanjutkan kebijaksanaan Abu Bakar, umar bin khattab mengirim pasukan untuk memperluas wilayah islam. Ekspansi islam di masa Umar mencapai hasil yang gemilang yang meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria Irak Persia dan Mesir. Dengan meluasnya wilayah islam sampai keluar jazirah Arab penguasa memikirkan pendidikan islam didaerah diluar jazirah Arab Karena bangsa tersebut memiliki adat dan kebudayaan yang berbeda dengan islam. Umar memerintahkan panglima-panglima apabila mereka berhasil menguasai suatu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Berkaitan dengan usaha itu khalifah Umar mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditklukan yang bertugas mengajarkan isi alquran dan ajaran islam kepada penduduk yang bau masuk islam. Pada masa khalifah Umar sahabat-sahabat besar yang lebih dekat kepada Rosulullah dan memiliki pengaruh besar, dan pendidikan islam terpusatkan di Madinah sehingga kota tersebut pada waktu itu menjadi pusat keilmuan islam. Meluasnya kekuasaan islam mendorong kegiatan pendidikan islam bertambah besar karena mereka yang baru menganut
islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat yang menerima langsung dari Nabi SAW. Khususnya menyangkut Hadist Rosul yang merupakan salah satu sumber agama yang belum terbukukan dan hanya dalam ingatan para sahabat.
2.2.3 Usman bin Affan Pada masa khalifah Usman bin Affan pelaksanaan pendidikan tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya pendidikan dimasa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada. Usaha konkrit di bidang pendidikan islam ini di buktikan adanya lanjutan usulan khalifah Umar kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Alquran. Khalifah Usman memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, supaya menyalin mushaf Alquran yang dikumpulkan pada masa khalifah Abu Bakar. Setelah selesai menyalin mushaf itu Usman memerintahkan para penulis Alquran untuk menyalin kembali dan dikirimkan ke Mekkah, Kuffah, Basrah dan Syam, khalifah Usman sendiri memegang satu mushaf yang disebut mushaf Al-Imam.1[6] Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ketempat peyimpanan semula yaitu rumah Hafsah. Khalifah Usman meminta agar umat islam memegang teguh apa yang tertulis dimushaf yang dikirimkan kepda mereka sedangkan mushaf-mushaf yang sudah ada ditangan umat islam segera dikumpulkan dan dibakar untuk menghindari perselisihan bacaan Alquran serta menjaga keasliannya. Fungsi Alquran sangat fundamental bagi sumber agama dan ilmu-ilmu islam. Oleh karena itu menjaga keasliannya Alquran dengan menyalin dan membukukannya merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmuilmu islam dimasa mendatang. Seperti khalifah-khlifah sebelumnya, khalifah Usman memberikan perhatian besar pada pengiriman tentara kebeberapa wilayah yang belum ditaklukan. Besar juga hasil yang diperoleh dari pengiriman ekspedisi dimasa ini bagi perluasan kekuasaan islam, yang mencapai Tripoli,Ciprus, dan beberapa wilayah lain, tetapi gelombang ekspedisi terhenti sampai disini karena perselisihan pemerintahan dan kekacauan yang mengakibatkan terbunuhnya khalifah Usman.
Mengganti Usman naiklah Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah sejak awal kekuasaannya kekhalifahan Ali selalu diselimuti pemberontakan, salah satunya peperangan dengan Aisyah (istri Nabi) bersama Talhahd an Abdullah bin Zubair yang berambisi menduduki jabatan khalifah, peperangan diantara mereka disebut dengan perang jamal (Unta) karena Aishyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah muncul pemberontakan lain sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian. Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaan Ali, Ali terpaksa harus menghadapi peperangan lagi melawan Muawiyah dan pendukungnya yang terjadi di Shiffin. Tentara Ali sudah hampir pasti dapat mengalahkan tentara Muawiyah, akhirnya Muawiyah mengambil siasat untuk mengadakan takhim, penyelesaian dengan adil dan damai. Semula Ali menolak, tetapi atas desakan sebagian tentaranya ia menerima juga, namun takhim malah menimbulkan kekacauan Karena Muawiyah bersifat curang. Dengan takhim Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan akhirnya mendirikan pemerintah tandingan di Damaskus. Sementara itu sebagian tentara Ali menentang keputusan dengan cara takhim karena tidak setuju mereka meninggalkan Ali, mereka membentuk kelompok sendiri sebagai kelompok Khawarij, Golongan ini selalu merongrong kewibawaan kekuasaan Ali sampai akhirnya beliau mati terbunuh seperti yang dialami Usman. Kekacauan dan pemberontakan dimasa khalifah Ali membuat Syalabi, seperti yang dikutip Soekarno dan Ahmad Supardi, berkomentar sebenarnya tidak pernah ada barang satu haripun keadaan yang stabil selama pemerintahan Ali. Tak ubahnya dia sebagai orang yang menambal kain usang jangankan menjadi baik malah bertambah sobek demikian nasib Ali. Lebih lanjut dijelaskan oleh Soekarno dan Ahmad Soepardi bahwa saat kericuhan politik dimasa Ali ini ampir pasti dapat dipastikan bahwa kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan gangguan walaupun tidak terhenti sama sekali, khalifah Ali pada saat itu tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat islam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada zaman empat khalifah belum berkembang seperti masa-masa sesudahnya, pelaksananya tidak jauh berbeda dengan masa nabi yang menekankan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang
bersumber pada Alquran dan Hadist nabi, hal ini disebabkan oleh kosentrasi umat islam dan terjadinya pergolakan politik, khususnya dimasa Ali bin Abi Thalib.2[7]
Dengan meninggalnya nabi Muhammad maka selanjutnya pemerintahan dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin yang diantaranya adalah:
Abu Bakar ash Shidieq ( masa pemerintahan tahun 632-634 M atau 11-13 H) Umar bin Khattab (masa pemerintahan tahun 634-644 M atau 13-23 H) Usman bin Affan (masa pemerintahan tahun 644-655 M atau 23-25 H) Ali bin Abi Thalib ( masa pemerintahan tahun 656-660 M atau 26-40 H)
1. Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rasul terdekat. Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjamaah, membaca Al-quran dan lain sebagainya. 2. Masa Khalifah Umar bin Khattab Berkaitan dengan masalah pendidikan, khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al Quran dan ajaran Islam lainnya. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya. Pelaksanaan pendidikan di masa Khalifah Umar bin Kattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan disamping telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu,serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal.
3. Masa Khalifah Usman bin Affan Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerahdaerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah. Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat. Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah. 4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam. C. PENDIDIKAN PADA MASA BANI UMAIYAH Institusi Pendidikan 1. 2. Masjid dijadikan institusi pndidikan utama seperti masjid Kufah dan Basrah Istana khalifah dijadikan tempat belajar dan perpustakaan yang menyimpan segala bahan bacaan. 3. Bahan bacaan Yunani diterjemahkan dalam kesusasteraan Arab
4. Terdapat juga Khuttab iaitu sekolah permulaan. 5. Terdapat dua jenis khuttab 6. Untuk orang awam yang dikenakan yuran pengajian. 7. Khuttab al-Sabil untuk kanak-kanak miskin yang tidak dikenakan yuran pengajian. 8. Pengajian al-Quran dan asas ilmu agama ditekankan di khuttab. 9. Kaedah pengajian berbentuk Halaqah,iaitu seseorang guru duduk di tengah dan dikelilingi oleh murid-murid Tenaga Pengajar 1. Guru-guru di masjid mpunyai ilmu pengetahuan yang kukuh dan memiliki pelbagai pengetahuan lain. 2. Mereka mengajar dengan ikhlas tanpa mengharapkan gaji. 3. Guru-guru di Istana di gelar Muaddib dan kurang berpengetahuan berbanding guru-guru di masjid. 4. Mereka bukan sahaja mengajar ilmu tetapi mendidik anak-anak khalifah. 5. Antara ulama yang terkenal yang menjadi guru di masjid ; a. Abdullah bin Abbas ; ahli tafsir, Hadis, Fekah dan Sastera. b. Hassan al-Basri ; ahli fekah, usuluddin, dan murid beliau yang terkenal ialah Wasil bin Ata iaitu pengasas mazhab Mutazillah. Mata Pelajaran Yang Diajar 1. Pengajian seni muzik dan puisi berpusat di Makkah dan Madinah. 2. Pengajian kesusasteraan dan ilmiah berpusat di Kufah dan Basrah. Khutbah, 3. syarahan, dan puisi menjadi subjek yang utama untuk menyampaikan propaganda kerajaan Bani Umaiyah. Semasa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz, ilmu falsafah telah diajar. 4. Ilmu Qiraat (ilmu membaca al-Quran) dikembangkan. 5. Ilmu diajar di masjid-masjid di Damsyik, Madinah, Kufah, dan Basrah. Al-Quran juga diletak titik dan tanda serta tanda tanwin dan syaddah. Tugas tersebut dilakukan oleh Nasir bin Asim Sistem Pengajaran 1. Pendidikan secara terbuka di Khuttab dan masjid telah menjadikan rakyat berlumba-lumba mengejar ilmu pengetahuan
2. Penyebaran agama Islam telah meluas dan perlu kepada sistem pendidikan bagi mengajar penganut-penganut baru agama Islam. 3. Kemunculan ilmu falsafah yang menjadi senjata untuk mematahkan hujah orang Yahudi dan Nasrani. 4. Ilmu sejarah juga membantu perkembangan sistem pendidikan untuk memahami ilmu ketatanegaraan, sistem pemerintahan dan pentadbiran serta memahami peristiwa masa lalu. D. PENDIDIKAN PADA MASA BANI ABBASIYAH Institusi Pendidikan 1. Pada zaman khalifah Al-Makmun, Baghdad menjadi pusat pendidikan yang masyhur di dunia. 2. Pada zaman khalifah Harun Al-Rasyid, di dirikan Baitulhikmah pusat pengajian dan terjemahan. 3. Di Kaherah terdirinya Dar Al-Hikmah. Di Syria wujudnya madrasah Nuriyah Al-Kubra. 4. Pada tahun 459 Hijrah, sebuah institusi pendidikan tinggi di Naisabur, iaitu Madrasah Nizamiyyah yang didirikan di zaman pemerintahan Bani Saljuk di bawah pimpinan Perdana Menteri Nizam Al-Muluk. 5. Terdapat juga pusat pengajian yang lebih rendah disekitar Baghdad seperti Khuttab dan tempat pengajian umum seperti perpustakaan, istana, kedaikedai buku dan sebagainya Tenaga Pengajar 1. Guru dipandang tinggi oleh masyarakat serta diberi gaji yang tinggi. 2. 3. Kebanyakan Khalifah Bani Abbasiyyah mencintai ilmu pendidikan dan kesusasteraan serta menjadi penaung. Pada zaman ini lahir beberapa orang tokoh ulamak seperti Imam Abu Hanifah( 150 Hijrah), Imam Malik( 178 Hijrah), Imam Syafie ( 204 Hijrah), Imam Ahmad ( 241 Hijrah) dan lain-lain. Mata pelajaran yang diajar 1. Di Khuttab, diajar menulis, membaca, mengira serta mengaji dan membaca Al-Quran
2.
Di
peringkat
menengah,
semua
bidang
diajar
seperti
falsafah,
matematik,kimia, dan astronomi. Sistem pengajaran 1. Terbagi kepada dua, iaitu sistem bersekolah dan sistem halaqah. 2. Murid-murid di peringkat sekolah rendah menggunakan batu tulis dan pena batu. 3. Bahan bacaan ialah Al-Quran, beberapa rangkap syair, dan bahan-bahan yang mudah serta kitab nahu dan sastera. 4. Peringkat menengah, peralatan pengajian lebih moden. E. MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN Tradisi belajar yang telah ada pada masa Nabi terus berkembang pada masa-masa sesudahnya, dan sebagaimana tercacat dalam sejarah bahwa puncak kemajuannya tercapai pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan alMakmun yang berpusat di Bagdad, dan pada masa kejayaan Usmaniyah di Spanyol dan Cordova yang berlangsung sekitar delapan abad [711-1492 M] (Hasan Langgulung,1986:13), kemudian sistem pendidikan Islam itu diperluas dengan sistem madrasah yang mencapai puncaknya pada Madrasah Nidzamiyah yang didirikan di Bagdad oleh Nizam al-Mulk (Muhammad Munir Mursi, 1975 : 98). Kemudian dengan runtuhnya dinasti Abbasiyah maka Islam terpuruk dari kejayaan. Pendidikan yang diselenggarakan tidak lagi mengacu kepada dan mengantisipasi zaman yang sedang berubah dan bergulir. Umat sibuk bernyanyi di bawah payung kebesaran masa lampau dengan sistem politik dinasti yang otoriter. Proses penyadaran kembali terhadap tanggung jawab global umat ternyata memakan tempo yang lama sekali, karena pendidikan yang diselenggarakan sangat konservatif dalam arti menjaga dan melestarikan segala yang bersifat klasik. Daya kritis dan inovatif hampirhampir lenyap sama sekali dari ruangan madrasah, pondok, dan lembaga pendidikan lainnya di seluruh negeri Muslim. Dalam pembaharuan dapat dilihat mengenai pendapat seorang tokoh pemikir Islam, yang berpengaruh dalam pembaharuan Islam yaitu Fazlur Rahman yang memiliki latar belakang tradisi keilmuan madrasah India
Pakistan yang tardisional dan keilmuan Barat yang liberal.. Dalam perkembangan pemikirannya, Rahman, tidak hanya melihat perubahan sistem pendidikan di Turki, Mesir dan Pakistan tetapi juga melihat percobaan pembaruan yang dilakukan di Indonesia. Rahman menilai modernisasi al-Azhar, sebagai sampel lembaga pendidikan ilmu-ilmu keIslaman, sekalipun telah diupayakan semenjak abad ke 19, dapat dikatakan tak berubah dalam prosisi intelektual spiritualnya. Namun menurut Rahman, efek pembaruan pada al-Azhar baru dirasakan dalam lapangan reorganisasi, sistem ujian, dan pengenalan pokok-pokok kajian baru, dan tidak dalam kandungan ilmu-ilmu Islam inti seperti teologi dan filsafat.
Pendidikan Islam berasaskan keseimbangan dan integrasi antara roh, akal, dan jasad. Ia melibatkan proses pendidikan sepanjang hayat sebagaimana Nabi Muhammad S.A.W pernah bersabda,tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad. Dalam tradisi Islam, perkataanperkataan seperti tarbiyyah-talim-tadib yang membawa pengertian pendidikan, pengajaran dan pembentukan budi pekerti, telah digunakan pakai semenjak zaman awal Islam lagi. Pendidikan selepas zaman Nabi Muhammad SAW telah mengalami beberapa perubahan dari segi kaedah atau cara pengajaran , tempat belajar, kurikulm yang diajar dan tenaga pengajar serta sumber. Menurut Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam Al-Sultaniyah, tugas khalifah adalah untuk menegakkan agama dan mentadbir dunia. Perkembangan pendidikan Islam pada zaman pemerintahan Khulafa Ar-Rasyidin bermula dengan zaman Abu Bakar As-Siddiq. Pada zaman ini, pembaharuan yang ditekankan ialah mengumpul ayatayat Al-Quran. Hal ini dilakukan kerana ramai tahfiz telah mati syahid semasa berperang. Ayat-ayat Al-Quran diajar dengan cara hafalan pada zaman Nabi Muhammad S.A.W. Seterusnya, ia adalah bertujuan memerangi golongan nabi palsu (Ar-Riddah). Zaid bin Thabit telah diperintah untuk melaksanakan tugas ini kerana beliau pernah menjadi penulis wahyu pada zaman Nabi Muhammad S.A.W. Ayat-ayat Al-Quran ditulis semula diatas pelepah kurma, kepingan batu dan lain-lain bahan penulisan. Selain itu, pada zaman Abu Bakar As-Siddiq, pembaharuan yang dilakukan ialah penyebaran hadis iaitu melalui ucapan Nabi Muhammad S.A.W. Tokoh-tokoh hadis adalah seperti Abu Hurairah, Aisyah dan Abdullah bin Umar. Hadis juga turut diriwayatkan oleh tokoh daripada golongan Tabiin seperti Said bin Musayyab, Urwan bin Zubayr dan Salim bin Abdullah bin Umar. Penyebaran hadis ini dilakukan agar setiap perkara yang disampaikan oleh Nabi Muhammad S.A.W. kepada para pengikutnya dapat diperpanjangkan kepada umat manusia yang lain dengan tujuan agar merekan dapat mengabdikan diri kepada Allah S.W.T. Seterusnya, menjadikan masjid sebagai institusi penyebara ilmu pengetahuan. Ini adalah untuk menjadikan masjid bukan hanya tempat ibadat semata-mata. Ia juga boleh digunakan atas tujuan sebagai pusat penyebaran dakwah, pusat pentadbiran dan pendidikan. Abu Bakar As-Siddiq juga selalu mengunjungi dan melawat ke masjid untuk berdakwah. Baginda turut menghantar guru seperti Zaid bin Abdullah bin Saad untuk mengajar Al-Quran dan hadis di sekitar masjid Madinah. Pengajaran pendidikan yang digunakan adalah berdasarkan system halaqah dimana guru berada ditengah dan dikelilingi pelajar-pelajarnya. Tambahan pula, pembaharuan yang giat dilakukan adalah mempergiatkan usaha dakwah. Usaha ini dilakukan apabila berlaku peperangan. Ia juga dijadikan antara syarat sebelum berperang seperti memeluk Islam, membayar jizyah dan berperang apabila dicabar. Satu utusan telah dihantar ke Damsyik (Syam) bersama 7500 orang tentera. Utusan-utusan lain dihantar ke Palestin, diketuai oleh Amr bin Al-As, dan Syurahbil bin Hasanah ke Jordan menerusi perang Tabuk. Pada zaman Khalifah Umar Al-Khattab pula, perkembangannya dapat dilihat menerusi pembinaan
madrasah dan perpustakaan. Ia adalah menempatkan pusat pengumpulan dan penyebaran ilmu pengetahuan. Beliau juga menyusun semula kaedah pembelajaran dan pengajaran Islam mengiktu kesesuaian. Hal ini bertujuan untuk mengelakkan salah faham mengenai ibadah dan iman. Seterusnya, perubahan perkembangan yang dapat dilihat ialah pemerintah mewajibkan solat jumaat dan puasa di bulan ramadhan. Hal ini bertujuan untuk memantapkan akidah masing-masing. Beliau juga melantik guru untuk mengajar isi Al-Quran dan akidah. Bahasa arab juga dijadikan bahasa rasmi diseluruh Negara dan jajahan takluknya, disamping mengekalkan bahasa ibunda suku kaum masingmasing. Selain itu, Khalifa Umar juga memerintahkan supaya ilmu nahu (tatabahasa) Arab disusun supaya mudah mempelajari bahasa arab. Menerusi pembelajaran bahasa arab, Ia dapat memantapkan akal dan mempertinggikan nilai akhlak seseorang penuntut. Pengenalan kepada kalendar Islam juga adalah perkembangan yang dilakukan oleh Khalifah Umar sempena mengambil tarikh hijrah pada 17 hijrah bersamaan 16 julai 622 masihi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan urusan pentadbiran. Tambahan pula, terdapat kelas-kelas bacaan Al-Quran diseluruh wilayah Islam. Khalifah Umar mengirimkan guru-guru berpengalaman disetiap wilayah. Kota Basrah dijadikan sebagai pusat pengajian Islam begitu juga dengan di Kufah. Ilmu tauhid dan kebudayaan disebar dengan meluas dan dapat menambah ilmu pengetahuan rakyat. Pada zaman Khalifah Uthman bin Affan, beliau menyambung pendidikan sedia ada dengan meriwayatkan hadis-hadis sebanyak 146 buah. Akibat terdapat percanggahan dalam tentera Islam mengenai pembacaan Al-Quran, beliau mengarahkan Zaid bin Thabit menyalin semula Al-Quran sebanyak enam kali. Al-Quran akhirnya dibukukan dan dipanggil Mashaf Uthmani dan digunapakai sehingga ke hari ini. Seterusnya, pada zaman Khalifah Ali bin Abi Talib berlaku perkembangan pendidikan seperti usaha pendidikan agama. Khalifah Ali dianggap pengasas ilmu nahu dan beliau mewujudkan dasar-dasar pendidikan. Antaranya ialah melantik pemimpin melalui Baiah yang diberikan oleh orang ramai. Pemimpin juga harus bersikap tegas dan adil dan rakyat harus menurut perintah pemimpin. Pelantikan adalah mengikut majoriti dan sesiapa yang tidak bersetuju atau ingkar dianggap tidak mengikut hukum Islam. Secara tak langsung, ini menggambarkan kebijaksanaan Ali R.A. sebagai seorang Khalifah yang mempunyai ilmu pengetahuan tinggi, bersikap jujur dan berpandangan jauh. Kesimpulannya, pendidikan zaman Khulafa Ar-Rasyidin merupakan kesinambungan perkembangan pendidikan zaman Rasulullah. Pendidikan pada zaman ini adalah berpandukan Al-Quran dan Hadis. Meskipun terdapat kekurangan peralatan, namun masing-masing telah memberikan sumbangan yang amat besar dalam pendidikan Islam.