Anda di halaman 1dari 29

|

I. Geologi Regional

|
Geologi Regional

Sub cekungan Jambi barat merupakan salah satu sub cekungan dari cekungan besar pada Sumatra selatan yang terbentuk akibat tumbukan lempeng Indi Australia dengan Eurasia yang membentuk suatu zona convergensi, onggokan ( Accretionary Wedge ) dan Mlange ( toe Melange ) pada jalur subduksi yang merupakan tumbukan aktif lempeng paparan benua yang disebut paparan Sunda dengan samudra India ( Continental Arc plate Pasive Margin ). Akibat adanya suatu collusion tersebut maka mempengaruhi struktur, relief, morfologi dan topografi pada pulau Sumatra dan membentuk suatu cekungan dan trend struktur yang relative mengikuti dengan arah dari gaya ( Toe ) pada zona convergensi. Pembentukan cekungan cekungan yang ada pada Sumatra selatan terjadi pada Mesozoikum tengah sampai dengan Tertier awal , dimana terjadinya suatu pengangkatan ( uplifting ) dan membetuk suatu zona zona pegunungan ( volcanic Arc ) yang mengakibatkan adanya suatu gaya tarik ( extensional ) dan terjadinya suatu Rifting yang merupakan suatu cekungan ( basin ) dimana suatu sedimentasi mengisi dan terendapkan pada cekungan tersebut. Proses pengangkatan ( uplifting ) baik pada awal pembentukan ( 1st Forming ) atau pada saat berkembang rejuvinasi ( Growth atau Rejuvination ) terlihat pada bentukan sekarang seperti adanya Pegunungan Garba, Barisan, Tiga Puluh, Dua Belas dan Tinggian Lampung, Pulau Bangka dan Lingga, tinggian Sembilan yang merupakan sisa sisa dari paparan sunda ( Sunda Land mass ) yang terangkat yang terjadi pada Cretaceous akhir sampai dengan Kapur akhir. Tinggian-tinggian tersebut yang membatasi dan memisahkan cekungan satu dengan yang lainnya yang terlihat pada cekungan Sumatra selatan dipisahkan oleh tinggian Sembilan dan pegunungan Tiga Puluh dengan cekungan Sumatra tengah dan pegunungan Barisan yang memisahkan cekungan Sumatra selatan dengan cekungan Busur Depan ( fore Arc Basin) cekungan Sibolga dan Bengkulu yang juga merupakan tinggian yang terbentuk pada saat peremajaaan bersamaan dengan Bagaskara.Roshardwiadi .ST 25

|
terbentuknya suatu zona

|
patahan sepanjang kepulauan

|
Sumatra yaitu

|
Patahan

Semangko ( Semangko Fault ). Proses peremajaan ( Rejuvination ) juga membentuk zona depresional dan tinggian yang ada di cekungan Jambi dan cekungan sekitarnya seperti tinggian Ketaling, tinggian Tembesi, tinggian Iliran dan zona-zona depresional seperti depresional Betara dan Berembang, depresional Kenali Asam, Bajubang, Ketaling, Lematang serta Klangi pada cekungan Sumatra selatan.

Gambar 7 ; Fisiografi Cekungan Sumatra Selatan dan depresional Sub Cekungan Jambi Sub cekungan Jambi barat yang secara fisiografi dipisahkan dari cekungan cekungan di sekitarnya seperti cekungan Sumatra tengah, sub cekungan Palembang utara, sub cekungan Palembang tengah dengan adanya tinggian tinggian dan depresional. pegunungan Tiga puluh dan depresi Betara dan Berembang ( Betara & Berembang Deep ) yang memisahkan dengan sub cekungan Jambi barat dengan cekungan Sumatra tengah yang terletak di sebelah utara dari sub cekungan Jambi barat, Sedangkan adanya tinggian Setiti, Sengeti dan Sembilan yang membatasi sub cekungan Jambi barat pada sebelah timur yang menerus sampai dengan pulau Bangka. Proses Peremajaan dan perubahan arah gaya yang bersifat compressional yang mengakibatkan adanya tinggian berupa pegunungan

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 26

Barisan, Dua Belas dan tinggian Tembesi ( Tembesi High ) yang memisahkan sub cekungan Jambi barat dengan Cekungan Busur depan ( Fore Arc Basin ) yaitu cekungan Bengkulu. Dan zona-zona depresional yang memisahkan sub cekungan Jambi barat

dengan sub cekungan Palembang utara dan tengah seperti Depresi Klangi ( Klangi Deep ) yang membatasi sub cekungan Jambi Barat dengan sub cekungan Palembang Tengah, Depresi Kenali Asam ( Kenali Asam Deep ) , Bajubang ( Bajubang Deep ) yang berbatasan langsung dengan sub cekungan Jambi barat yang merupakan paleo trend sampai dengan tinggian Mersam ( Mersam High ) dan Ketaling yang membatasi sebelah selatan sub cekungan Jambi Barat dengan sub cekungan Palembang utara. Zona Zona depresional dan tinggian yang ada merupakan suatu paleo trend yang relative terbentuk tegak lurus dengan paleo stress .yang pada umumnya terjadi pada saat inversi struktur sehingga membentuk suatu drape yang relative membentuk paleo trend dengan arah > 45 dan < 90 E setelah terjadinya Early Fill Phase pada cekungan Sumatra selatan. Yang diduga bahwa Paleo trend yang ada tersebut sudah menutup sebagian paleo trend yang lain akibat dari proses inverse pertama yang berjalan relative mengikuti dengan pergeseran arah gaya yang merupakan paleo stress setelah adanya awal pembentukan basin ( 1st Basin Forming ), sedangkan paleo trend yang kedua akibat adanya inverse kedua atau yang di sebut sebagai wrenching Phase kedua tidak menutup paleo trend cenderung membentuk Shear Fault Trend ( Bagaskara.R.ST, 2013 ). Adanya pergeseran arah gaya dari arah pergerakan lempeng ( Plate Motion ) secara perlahan mempengaruhi pembentukan trend struktur yang berkembang pada cekungan Sumatra selatan. Dari bentukan yang memiliki arah > 45 dan < 90 yang kemudian berubah secara perlahan dengan arah yang relativ sama dengan sebelumnya hanya dengan sudut yang lebih sempit , < 45 membuat paleo trend yang ada tumbuh dan berkembang ( Growth ) selain dengan bentukan drape juga terjadinya bentukan bercabang orthogonal ( Gambar 8 ) dan membentuk pola dendritic yang mengikuti arah dari Paleo stress. Paleo trend yang ada tersebut sudah menutup sebagian paleo trend yang lain akibat dari proses inversi pertama yang berjalan relative mengikuti dengan pergeseran arah gaya yang merupakan paleo stress setelah adanya awal pembentukan basin ( 1st Basin Forming ), yang lain dan

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 27

|
Shear Fault Trend,

sedangkan paleo trend yang kedua akibat adanya inversi kedua atau yang di sebut sebagai wrenching Phase kedua tidak menutup paleo trend yang lain dan cenderung membentuk perbedaan bentuk dari trend yang ada tersebut mencerminkan perubahan event event tektonik yang terjadi akibat adanya paleo stress dan mempengaruhi configurasi dari suatu cekungan yang ada.( Bagaskara.R.ST, 2013 ).

Gambar 8 ; Tektonik dan Trend Struktur Relative pada Cekungan Sumatara Selatan Pembentukan cekungan Sumatra selatan yang terjadi pada Cretaceous akhir sampai dengan Kapur akhir membentuk graben - graben yang relative berarah utara selatan ( De Coster, 1974 ). Graben graben yang terbentuk akibat dari suatu pengangkatan akibat adanya suatu collusion pada paparan sunda ( Sunda Shelf ) juga dapat merefleksikan sedimentasi yang berkembang sesudah dan sebelum terbentuknya suatu cekungan ( Basin Formed ), yang memang mencirikan suatu endapan paparan ( Shelf ) dan mencirikan suatu sedimentasi yang ideal dari arah utara ke selatan pada saat pre Rifting. Collusion terjadi sesuai dengan arah gaya ( ) yang terjadi secara bertahap yang membentuk suatu cekungan cekungan yang ada di Sumatra yang mempengaruhi fase fase sedimentasi pada cekungan yang ada dari Early fill phase. Terjadinya rifting akibat adanya extensional karena Orogenesis, yang disertai dengan aktivitas magma menyebabkan terjadinya alterasi dan metamorfosa batuan asal dan sekitarnya serta endapan hasil dari aktivitas magma,

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 28

sampai dengan batuan vulkanis mengisi cekungan awal terbentuk yang sifatnya masih relative dangkal. Sedangkan trend-trend yang terbentuk pada awal rifting relative berarah barat - timur pada kapur akhir. Pada Tersier awal perubahan arah ( ) mempengaruhi struktur yang terbentuk yang merupakan fase wrenching, Rifting dan Sedimentasi Filling ( Syn Rift ) , yang merupakan Sedimen Aggradasi dengan butiran kasar ( Agglomerate, Konglomerate ) dan fragmen- fragmen hasil aktivitas vulkanik. Aktivitas Early basin fill terjadi pada awal Paleosen sampai dengan Eosen. Pada Eosen dimana terjadi fase Syn Rifting dengan hasil produk vulkanik dan sedimentasi dan patahan block akibat dari adanya perubahan arahan ( ) tersebut , serta berkembangnya cekungan cekungan yang ada di Sumatra. Terlihat dengan adanya perbedaan filling phase pada cekungan dari arah selatan ke utara dimana ke arah utara cekungan yang terbentuk relative lebih muda dan lebih dangkal. Sampai dengan Oligosen akhir fase wrenching dan cekungan cekungan yang ada menjadi lebih dalam di sertai dengan sedimentasi yang mengisi dengan endapan fluviatil deltaic cekungan tersebut sampai dengan kondisi mulai stabil ( Sag Phase & Thermal ) diserta adanya berkembangnya patahan yang ada yang sifatnya minor. Sedangkan arah - arah ( trend) struktur yang berkembang pada fase wrenching, dengan arah relative NW sebagai pencerminan dari arah ( ) tersebut yang merupakan major fault dengan NE yang merupakan manifestasi dari paleo Stress berkembang menjadi cabang yang orthogonal dengan paleo trend yang ada. Pada Miosen awal penurunan cekungan terjadi lebih cepat daripada influx sedimentasi yang menyebabkan terjadinya pengisian cekungan dengan endapan endapan marine yang mencirikan suatu endapan sedimentasi Retrogradasi. Pada Miosen Tengah akibat pergerakan lempeng yang berjalan perlahan dan arah ( ) berubah secara perlahan sehingga terjadinya minor fault yang merupakan fase wrenching dan inversi sehingga menyebabkan penurunan cekungan lebih lambat daripada imenyebabkan terbentuknya endapan Delta yang influx sedimentas

mencirikan endapan sedimentasi

progradasi - aggradasi ,aktvitas tersebut terjadi sampai dengan miosen akhir perubahan terjadi secara progressive. Pada Plio Plistosen terjadinya aktivitas tektonik dari arah gaya Bagaskara.Roshardwiadi .ST 29

( ) yang relative sama dengan sebelumnya membentuk struktur perlipatan dengan hinge line yang berarah NW SE yang menyebabkan semakin kuatnya aktivitas sedimentasi dan ruang akomodasi yang lebih besar dari sebelumnya menyebabkan terbentuknya endapan upper delta fluviatil. Aktivitas tektonik yang menyebabkan adanya perlipatan dengan hinge line NW SE yang di sebut sebagai proses inversi struktur yang terjadi pada cekungan cekungan yang ada di Sumatra. Fase fase yang terjadi dalam suatu pembentukan cekungan yang ada di Sumatra pada umunya terbagi menjadi empat, berdasarkan trend-trend yang berkembang dalam pembentukan suatu cekungan ( Basin Configuration ).( Bagaskara.R.ST, 2013 ) ; 1. Pada Mesozoikum Tengah terjadinya uplifting disertai dengan rifting pada Mesozoikum tengah sampai dengan Kapur akhir dengan pembentukan grabengraben relative utara selatan, dengan terlihatnya tinggian Sunda. 2. Pada Kapur akhir Tersier awal ; Proses compresi terus berjalan lambat dengan terbentuknya growth fault dan wrenching yang membentuk struktur draping dengan trend relativ NE yang terjadi secara perlahan pada Tersier awal, dengan terlihatnya depresional dan block patahan ( Horst ) pada sub Cekungan Jambi yang relative berarah NE . 3. Pada Eosen yang disusul dengan compressional dan uplifting yang merubah trend patahan yang ada menjadi NW dengan terjadinya sesar semangko ( Semangko Fault ), dengan terlihatnya pegunungan Barisan dan depresional Klangi, Betara dan Lematang. 4. Pada Plio-Plistosen ; Compresional dan Uplifting yang terjadi yang merupakan klimaks dari pergeseran zona aktif membentuk struktur inversi dengan adanya perlipatan Antiklinorium sampai dengan Thrust Fault dengan Hinge line relative NW. Stage atau tahapan yang ada di sertai dengan sedimentasi yang berkembang secara sequentially yang terjadi maka ; Compressional Uplifting Rifting Wrenching, Rifting, 1st Filling Wrenching, Syn Rifting Sag & Growth Filling Compresional

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 30

Uplifting ( gambar 9 ). Sedangkan pembentukan pembentukan cekungan di Sumatra yang sifatnya frontier back Arc akan memperlihatkan paleo trend yang relative barat timur yang kemudian berkembang menjadi NE dan NW pada cekungan Sumatra tengah dan utara yang di dominasi oleh paleo trend-III dan IV menunjukan adanya perbedaan stage atau tahapan dalam suatu pembentukan cekungan tersebut. Selain memperlihatkan perbedaan trend yang significant juga memperlihatkan perbedaan sedimentasi yang mengisi serta pergerakan lempeng ( Plate motion ) yang berkaitan dengan burial history dan maturity suatu Source Rock pada Setting cekungan yang ada di Sumatra ( Bagaskara.R.ST, 2013 ). Dengan adanya kandungan hidrokarbon yang merupakan lapangan produktif di cekungan Sumatra selatan ( Discoveries Jambi; Kenali Asam, Tempino, Bajubang, Panerokan, dan North Geragai ).

Gambar 9 : Profiel Section Cekungan Sumatra Selatan bagian utara dan tengah

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 31

Gambar 10 : Stratigrafi Regional dan Event yang berlangsung pada cekungan Sumatra Selatan

Dengan adanya sedimen carbonat banks build up yang berkembang dengan sangat baikmencirikan suatu endapan laut dangkal ( shallow marine ) yang menunjukan bahwa setting cekungan pada bagian selatan Sumatra selatan relative lebih dalam dibandingkan dengan setting cekungan pada bagian tengah dan utara. Yang juga menunjukan bagian selatan merupakan daerah frontier back arc pada cekungan cekungan yang ada.di Sumatra selatan. Dan adanya sedimen Konglomerate Agglomerate pada basin edge yang menunjukan bahwa paleo trend NE berupa thrusting Right Slip Fault dengan bentukan Bagaskara.Roshardwiadi .ST 32

drape, merupakan setting cekungan awal yang terjadi sebelum mengalami transformasi trend yang relative NW dengan adanya graben graben yang merupakan suatu tinggian block fault akibat trend sebelumnya yang ditunjukan menipisnya sedimentasi ( depleting ) berada lebih rendah pada formasi dengan sedimen Konglomerate Agglomerate. Hal tersebut terjadi karena adanya dua gaya ( ) yang bekerja pada pembentukan cekungan cekungan yang ada di Sumatra, yaitu gaya horizontal yang relative berarah NE dengan kecondongan ke Timur ( Facing East ) dengan gaya vertikal yang juga relative NE dengan kecondongan ke Utara ( Facing North ). II. Struktur Regional Perkembangan struktur yang terjadi pada sub cekungan Jambi di dominasi terjadi pada pembentukan pada fase II dimana struktur yang ada menunjukan suatu pola ( patern ) yang relative NE merupakan paleo trend dari sub cekungan Jambi . Sub cekungan Jambi sendiri terdiri dari dua pola yang mencerminkan paleo stress yang terjadi dan membentuk suatu tinggian berupan patahan block serta depresional yang saling berpotongan secara orthogonal den membentuk suatu pola shear dan bercabang ( dendritic ) . Adanya perpotongan yang dikarenakan perbedaan arah tersebut merupakan struktur yang terbentuk lebih muda dari pada struktur yang ada sebelumnya, yang cenderung membentuk suatu pola ( Patern ) berarah NW. Zona depresional yang terbentuk pada sub cekungan Jambi dapat terlihat pada depresi Ketaling, Kenali Asam, Tempino dan Bajubang, yang merupakan zona depresional yang terbentuk pada struktur yang berorientasi NE. Sedangkan zona tinggian yang berupa patahan block atau horst terlihat pada tinggian Ketaling dan Tembesi serta pada bagian barat Jambi dengan.struktur yang berorientasi NW.

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 33

Gambar 11 : Element Tektonik pada Sub Cekungan Jambi

Sub cekungan Jambi merupakan sub cekungan yang terbentuk pada zona depresional dengan orientasi NE yang berpotongan dengan sub cekungan Pelembang tengah yang memiliki kecenderungan berorientasi NW. Struktur pada sub cekungan Jambi barat yang berorientasi NW terlihat pada depresional Geragai yang membentuk suatu pola saling memotong secara orthogonal dengan orientasi yang berbeda. Paleo trend yang ada tersebut sudah menutup sebagian paleo trend yang lain akibat dari proses inversi pertama yang berjalan relative mengikuti dengan pergeseran arah gaya yang merupakan paleo stress setelah adanya awal pembentukan basin ( 1st Basin Forming ), sedangkan paleo trend yang kedua akibat adanya inversi kedua atau yang di sebut sebagai wrenching Phase kedua tidak menutup paleo trend yang lain dan cenderung membentuk Shear Fault Trend, perbedaan bentuk dari trend yang ada tersebut mencerminkan perubahan event event tektonik yang terjadi akibat adanya paleo stress dan mempengaruhi configurasi dari suatu cekungan yang ada. ( Bagaskara.R.ST, 2013 ). Zona-zona depresional yang ada pada sub cekungan Jambi yang di dominasi oleh struktur yang berorientasi NE yang berbentuk suatu drape dan bercabang ( dendritic ),

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 34

sedangkan zona zona depresional yang berpotongan akibat adanya perbedaan orientasi akan membentuk suatu shear atau angular. Pada sub cekungan Jambi barat lapangan yang berproduktif terdapat pada struktur yang berorientasi NE yang merupakan suatu paleo trend fase II yang terjadi pada fase syn Rifting yang menyebabkan berpotensinya akan suatu kandungan hidrokarbon seperti pada Tempino, Bajubang, Geragai, Kenali Asam. Sedangkan zona depresional yang berorientasi relative Barat Timur yang merupakan Paleo Trend fase I dimana awal terbentuknya Rifting dan 1st Basin Filling terlihat pada depresional Merang. Perbedaan trend yang terjadi pad sub cekungan Jambi membentuk major dan minor fault dengan orientasi yang berubah secara perlahan sesuai dengan gaya dominan ( ) yang bersifat vertical dan horizontal. Dimana perubahan orientasi atau trend yang terjadi yang membentuk suatu down thrown fault atau Thrust Fault dengan Up Thrown Slip Fault atau Thrust Slip Fault kemudian Lateral Slip Fault yang cenderung berarah menganan ( Righting ) yang

kemudian berubah menjadi Left Lateral Slip Fault yang cenderung berarah mengiri ( Lefting ) yang di cirikan dengan adanya suatu patahan besar ( Semangko Fault ) . Perbedaan trend yang ada pada sub cekungan Jambi merupakan suatu manifestasi evolusi pergeseran lempeng, gaya, umur suatu cekungan dan struktur yang berkembang..Hal tersebut yang menunjukan bahwa lapangan sub cekungan Jambi merupakan lapangan produktif pada zona - zona depresional pada fase III dan IV.

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 35

Gambar 12 : Orientasi dan Trend Struktur yang berkembang pada Sub Cekungan Jambi.

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 36

Fase-fase yang terjadi dalam pembentukan struktur pada sub cekungan Jambi dengan pembentukan cekungan Sumatra Selatan yang berhubungan dengan paleo Stress dan paleo trend akibat dari gaya ( ) yang bekerja. ( Bagaskara.R.ST, 2013 ). 1. Fase I : Terjadinya collusion pada paparan sunda ( Sunda Shelf ) dengan arah gaya relative ke utara ( vertical ) sehingga terjadinya pengangkatan ( uplifting ) dan Thrust Fault berarah barat timur dengan arah graben relatif utara selatan. Manifestasi yang ada dengan adanya tinggian tinggian dan pegunungan bongkah ; Tinggian lampung , Tinggian tiga puluh . Yang diperkirakan terjadi pada Cretaceous akhir awal. 2. Fase II ; Adanya pergerakan pada lempeng Indi- Australia dari arah barat daya yang menekan paparan sunda yang merupakan lempeng Eurasia dengan arah gaya ( ) relative NE yang memiliki kecondongan kearah utara ( Facing North ), sehingga terjadinya suatu Right thrust slip fault dengan bentukan drape terhadap trend yang sebelumnya, . Trend yang terbentuk relatif NE dengan kecondongan kearah timur( facing east ), manifestasi yang ada dengan adanya tinggian Merang berupa tilted fault atau horst. Yang di perkirakan terjadi pada Tersier awal Paleosen. 3. Fase III ; Adanya gaya yang bekerja pada lempeng bagian barat daya sehingga terjadinya wrenching dan struktur draping dengan membentuk pola trend yang bercabang ( dendritic ) dengan trend sebelumnya. Manifestasi yang ada dengan adanya tinggian-tinggian bongkah ( block fault ) pada tinggian ketaling, tinggian tempino berupa horst dan graben pada block sebelumnya, sehingga terbentuknya dalaman ketaling ( Ketaling deep ) dan Tinggian ketaling ( Ketaling High ). Tinggian Tempino ( Tempino High ) dengan Dalaman Sungai Gelam ( Sungai Gelam Deep ). Yang di perkirakan terjadi pada Paleosen Akhir Eosen Awal pada Tersier awal. 4. Fase IV : Adanya gaya yang bekerja pada lempeng bagian barat daya dengan kecondongan kearah barat ( Facing West ) yang menyebabkan terjadinya wrenching yang memotong trend sebelumnya dengan arah NE condong ke utara

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 37

( Facing North ) sehingga membentuk pola bercabang ( sub dendritic dengan sudut yang agak tumpul dibandingkan dengan pola yang terbentuk pada fase III. Manifestasi yang ada dengan adanya Tinggian tempino , Setiti serta Tembesi, Geragai yang merupakan Block Fault Thrusting dengan dalaman ( deep ) Sungai Gelam, Kenali Asam, Bajubang, Berembang dan Geragai yang merupakan Down Thrown Fault. Yang di perkirakan terjadi pada Eosen awal Tengah pada Tersier awal. 5. Fase V : Merupakan kondisi mendekati stabil atau yang dinamakan Sag Thermal, dimana penekanan pada paparan sunda pada bagian barat daya intensitasnya mulai menurun sementara gaya ( ) vertical sifatnya constant. Yang membuat cekungan pada sub basin Jambi makin mendalamdan zona lemah akibat wrenching makin terdepresi. Arah yang terbentuk relative NW memotong trend sebelumnya sehingga membentuk pola angularity. Yang di perkirakan terjadi pada Eosen Tengah Akhir pada Tersier awal. 6. Fase VI : Dimana kondisi sudah mencapai kondisi stabil yang di sebut Sag Thermal Phase, yang menunjukan bahwa pergerakan pada lempeng Indi Australia sudah dalam pergerakan yang normal. Yang diperkirakan bahwa gaya horizontal dan vertical membentuk zona konvergensi seperti yang terlihat

menyerupai kondisi sekarang dengan manifestasi adanya fault yang berarah NW dengan Graben berarah NE sudah dalam kondisi stabil. Yang di perkirakan terjadi pada Oligosen awal - akhir pada Tersier Awal - Tengah. 7. Fase VII : Pergerakan yang relative normal menyebabkan aktivitas subsidence berjalan lambat dan membentuk minor minor fault dengan bentukan draping yang merupakan growth fault dengan arah yang sama yaitu NW yang tidak terlalu significant terhadap setting cekungan yang ada. Manifestasi yang ada dengan adanya shoreline maju kearah darat atau yang di sebut flooding surface maksimum pada Awal Miosen Tengah pada Tersier Tengah. 8. Fase VIII : Terjadinya aktivitas subsidence yang berjalan lambat dan perlahan dengan adanya growth fault dan reaktivasi paleo trend yang ada yang berarah NE berupa down thrown fault semakin memanjang dan semakin intens nya pola Bagaskara.Roshardwiadi .ST 38

|
menyebabkan dalaman ( deep

|
growth

angularity. Manifestasi yang ada dengan adanya dalaman Geragai ( Geragai Deep ). Diperkirakan terjadi pada Miosen Tengah Akhir pada Tersier Tengah. 9. Fase IX : Aktivitas subsidence terus terjadi walaupun pergerakannya lambat dan fault dengan bentukan draping pada tinggian dan

) semakin berkembang serta pola angularity dan dendritic

semakin bertambah. Manifestasi yang bisa terlihat pada event ini dengan adanya shoreline yang maju kearah laut yang dicirikan dengan sedimentasi-sedimentasi darat. Yang di perkirakan terjadi pada Miosen akhir Pliosen pada Tersier Akhir. 10. Fase X :Pergerakan lempeng dengan arah gaya yang relative NE membentuk lipatan dan Thrust Fault yang berarah NW pada daerah tinggian yang menyebabkan subsidence semakin mendalam , growth fault dengan pola angularity serta reaktivasi paleo trend yang ada semakin bertambah, yang merupakan suatu klimaks dari event tektonik yang ada. Manifestasi yang ada selain dengan tinggian tinggian dengan struktur lipatan serta thrust fault yang memotong tinggian Tigapuluh, Tembesi, Ketaling dan Merang juga di tandai dengan dominasinya sedimentasi darat yang semakin meluas secara lateral. Yang diperkirkan terjadi pada Pliosen Pleistosen pada Tersier akhir. 11. Fase XI : merupakan fase dimana ruang akomodasi yang tersedia lebih besar dari pada influx sedimentasi dengan adanya sedimentasi sedimentasi darat. Terjadi karena adanya penurunan suatu cekungan ( Subsidence ) yang kemudian terhambatnya suatu influx sedimentasi dan menyebabkan adanya endapan dasar sungai dan dinding sungai ( levee ) yang berkembang menjadi Terrace, akibat adanya kenaikan muka air laut yang menunjukan bahwa influx sedimentasi lebih cepat daripada penurunan cekungan. Aktivitas subsidence yang berjalan perlahan menyebabkan influx sedimentasi berjalan dan mengerosi dasar sungai dan membentuk suatu endapan terrace. Event global dengan adanya glasiasi dengan penurunan cekungan yang terjadi secara perlahan menutup ruang akomodasi sedimentasi sehingga terbentuknya kembali endapan dasar sungai dan dinding sungai di atas endapan sebelumnya,. Terbukanya ruang akomodasi akibat Bagaskara.Roshardwiadi .ST 39

pengaruh dari subsidence kembali mengerosi dasar sungai dengan adanya influx sedimentasi Terrace II. Kenaikan muka air laut yang terjadi berulang dua sampai dengan tiga pengulangan membentuk Terrace I,II& III. Sementara trend yang berkembang masih mengikuti trend- trend yang ada sebelumnya , yaitu NW yang menyebabkan kelokan sungai ( meandering ) semakin intens dengan adanya event yang terjadi pada Holocene yang merupakan karakter endapan Kuarter. 12. Fase XII :Dengan pergerakan lempeng pada bagian barat terus menekan sehingga terjadinya thrust thrust fault dan pelipatan pada depresi depresi dan tinggian-tinggian yang ada di Jambi menyebabkan block bagian timur Jambi mengalami penurunan yang membentuk suatu low relief, sedangkan pada bagian barat dari mulai Tinggian Tembesi dan Mersang yang merupakan suatu high relief ke low relief secara berangsur . Manifestasi yang ada dengan adanya bentukan sungai meandering yang intens, point bar, oxbow , anostomasing serta abandon pada bagian barat Jambi menunjukan daerah dengan Stadia Remaja Dewasa- Tua, sedangkan pada bagian timur dengan bentukan relative Straight Chanell menunjukan adanya permulaan terjadinya subsidence dengan daerah Stadia Muda Remaja yang merupakan bentukan yang terlihat pada umur Recent. Fase-fase diatas merupakan evolusi trend dari struktur yang berkembang yang erat kaitannya dengan morfologi dan paleogeography pada suatu cekungan . Setting cekungan yang terjadi akibat adanya evolusi struktur baik pada batuan dasar ataupun sedimentasi yang mengisi merupakan setting awal dalam pembentukan suatu hidrokarbon dan jebakan jebakan serta jalur migrasi ( Migration Pathway ). Selain mempengaruhi pembentukan hidrokarbon dan migrasi , juga membantu dalam menentukan kemungkinan ( probability ) hidrokarbon tersebut terperangkap. Dengan adanya temuan pada batuan dasar yang terperangkap akibat adanya retakan retakan ( Fracture ) pada daerah tinggian ( Paleo high ), yang terlihat bahwa setting cekungan merupakan faktor yang mempengaruhi selain bentukan closure akibat patahan-patahan yang berkembang.

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 40

|
Stadia Muda - Remaja

Stadia Remaja - Dewasa

Gambar 13 : Morfologi yang terjadi akibat event tektonik dan Sedimentasi pada umur Recent

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 41

Gambar 14 : Profile section Sub Cekungan Jambi

Struktur yang berkembang pada sub cekungan Jambi dengan pola trend yang terbentuk dari beberapa fase yang terjadi secara bertahap mengikuti arah dari pergerakan lempeng dan gaya yang bekerja. Dengan membentuk tinggian dan depresional yang saling berpasangan ( gambar 14 ) yang merupakan lapisan penghasil hidrokarbon dari depresi Setiti, depresi Berembang, depresi Kenali Asam, depresi Sungai Gelam yang merupakan lapangan Tempino, menunjukan Petroleoum system yang terbentuk pada sub cekungan Jambi berkembang dengan sangat baik. Dimana zona zona depresional menjadikan suatu kitchen source rock yang sangat bagus dan patahan patahan wrenching berupa horst menjadikan suatu pathway serta closure dengan lapisan penyekat ( sealed ) pada formasi diatasnya. Terbukti dengan adanya temuan pada lapangan Tempino dengan 80 MMBOR, pada Air Benakat Bawah reservoir batu pasir di area Jambi ke utara. Serta temuan pada Bagaskara.Roshardwiadi .ST 42

lapangan Sengeti Setiti berupa Minyak dan Gas dengan Minyak Asphaltik, Lapangan Bajubang merupakan hasil dari dapur ( kitchen ) yang sama yaitu dengan tipe Kerogen II & III ( Oil & Gas Prone ). ( Discoveries Jambi; Kenali Asam, Tempino, Bajubang, Panerokan, dan North Geragai ).

Gambar 15 : Kitchen Map pada Depresional Sub Cekungan Jambi Peran eksplorasi play yang berkaitan dengan sedimentasi dan facies yang terjadi serta struktur yang berkembang dalam pembentukan suatu Petroleum System dapat terlihat dengan adanya Total Organic Karbon dan Vitrinite Reflectance ( Ro ) yang terdapat pada suatu lapisan disertai dengan tingkat kematangan ( maturity ) akibat factor pembebanan ( Burial ). Perbedaan trend yang significant juga memperlihatkan perbedaan sedimentasi yang mengisi serta pergerakan lempeng ( Plate motion ) yang berkaitan dengan burial

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 43

|
Bagaskara.R.ST, 2013 ).

|
sedimentasi

history dan maturity suatu Source Rock pada Setting cekungan yang ada di Sumatra (

Selain memberikan peran yang sangat penting dalam penentuan eksplorasi play juga berpengaruh terhadap tipe kerogen dari kandungan vitrinite berdasarkan

association dan fauna association terhadap paleo high dan paleo low dalam suatu paleo relief yang memberikan peran influx low energy dan high energy. Inversi struktur

menyebabkan depresi-depresi berupa graben dan tinggian horst yang menyebabkan distribusi lateralnya menipis pada bagian tinggian ( depleted ). Eksplorasi play system dari paleo relief yang berkembang mempunyai hubungan dengan pembentukan tipe kerogen dan kandungan vitrinite ( Vitrinite Association ) serta penentuan marginalnya dalam suatu paleogeography. Terlihat pada hasil analisa kuantitatif daerah tinggian berembang

merupakan source rock dengan tipe kerogen II sampai pada depresional kenali asam menjadi tipe kerogen III sedangan depressi Setiti pada tipe kerogen II & III, depresi ketaling dengan tipe kerogen II & III . Inversi dan Forwarding play memberikan matching correlation yang berkaitan dengan Evolusi struktur pada suatu cekungan terhadap Eksplorasi Play & Petroleum System serta kronologinya. Evolusi struktur yang berkembang juga dapat menjadi suatu parameter untuk mengenali sifat fisik pada batuan yang kaitannya dalam pemanfaatan akan akumulasi hidrokarbon pada suatu lapisan . Trend trend yang terbentuk dari arah gaya ( ) yang bekerja yang merupkan paleostress, selain dalam memberikan informasi dan gambaran mengenai jalur migrasi juga dapat mempengaruhi porositas dan permeabilitas batuan yang massive seperti batuan karbonat gamping ( limestone ) , batubara ( cleat coal ) dan batuan dasar, Batuan lempung ( Shale ).

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 44

Gambar 16 : Profile section & production Area Sub Cekungan Jambi Barat

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 45

|
III. Stratigrafi Regional

Sedimentasi yang mengisi pada sub cekungan Jambi dan Sumatra Selatan terbagi menjadi dua fase, akibat dari evolusi struktur yang berkembang. Sehingga adanya suatu Pembagian fase-fase yang terjadi dalam pembentukan struktur pada sub cekungan Jambi dengan pembentukan cekungan Sumatra Selatan yang berhubungan dengan paleo Stress dan Paleo trend akibat dari gaya ( ) yang bekerja.( Bagaskara.R.ST, 2013 ).Inversi dan Forwarding play memberikan matching correlation yang berkaitan dengan evolusi struktur pada suatu cekungan terhadap eksplorasi play & petroleum system serta kronologi nya ( Bagaskara.R.ST, 2013 ). Diawali Tinggian batuan dasar berupa Granite, dan batuan altered dan Metamorf, Quarzite dan Skarn akibat intrusi pada batuan

sekitarnya yang menunjukan merupakan suatu paparan ( shelf ) yang terangkat dengan Graben relative utara selatan dimana setting cekungan masih relative dangkal. Perbedaan trend yang significant juga memperlihatkan perbedaan sedimentasi yang mengisi serta pergerakan lempeng ( Plate motion ) yang berkaitan dengan morfologi serta system pengendapan pada setting cekungan yang ada di Sumatra ( Bagaskara.R.ST, 2013 ). Fase Fase yang terjadi pada saat sedimentasi mengisi suatu cekungan dengan evolusi struktur yang berkembang serta morfologi yang berkaitan dengan eksplorasi play dan petroleum system , yaitu : 1. Fase I : Pengangkatan ( uplifting ) dan Thrust Fault berarah barat timur dengan arah graben relatif utara selatan yang menyebabkan adanya intrusi ada batuan sekitar sehingga terbentuk batuan Granite, Altered, Metamorf, Quarzite dan Skarn. Pengangkatan ( Uplifting ) dan subsidence yang sifatnya masih dangkal serta tumbuh secara perlahan serta masih adanya genang laut yang mengisi sebagian paparan sunda ( Sunda Shelf ) yang diperkirakan terjadi pada Cretaceous Akhir Tersier Awal. 2. Fase II ; Adanya pergerakan pada lempeng Indi- Australia dari arah barat daya yang menekan paparan sunda yang merupakan lempeng Eurasia dengan arah gaya ( ) relative NE yang memiliki kecondongan kearah utara ( Facing North )dan vertical yang constant, sehingga terjadinya suatu Right thrust slip fault Bagaskara.Roshardwiadi .ST 46

|
pada

dengan bentukan drape terhadap trend yang sebelumnya diikuti dengan pengangkatan pada bagian selatan dan barat daya. Sedimentasi yang mengisi cekungan berupa endapan hasil vulkanisme yaitu ; endapan lahar dan

lava, breksi vulkanik, serta altered batuan yang terbentuk semakin meluas yang bersifat Argiliceous mencirikan daerah dekat dengan source sementara yang jauh dari source bersifat Prophylitic yang mencirikan dominasi mineral mineral basa . Genang laut yang mengisi perlahan surut, Vegetasi mulai

tumbuh, pola sungai radial dan fragmen gunung api berukuran boulder mulai mengisi suatu cekungan. Yang diperkirakan terjadi pada Tersier awal Paleosen. 3. Fase III : Adanya gaya yang bekerja pada lempeng bagian barat daya sehingga terjadinya wrenching dan struktur draping dengan membentuk pola trend yang bercabang ( dendritic ) dengan trend sebelumnya. Pengangkatan ( Uplifting ) terus terjadi pada bagian selatan dan barat daya, sedimentasi yang mengisi batuan vulkanik berukuran boulder cobble di sertai alterasi yang sifat Argiliceous setempat akibat adanya urat kuarsa ( vein Quartz ) yang timbul melalui patahan wrenching, genang laut perlahan surut, vegetasi terus berkembang, pola sungai mulai bercabang dengan sedikit berkelok, hotspring mulai timbul. Yang di perkirakan terjadi pada Paleosen Akhir Eosen Awal pada Tersier awal. 4. Fase IV : Adanya gaya yang bekerja pada lempeng bagian barat daya dengan kecondongan kearah barat ( Facing West ) yang menyebabkan terjadinya wrenching yang memotong trend sebelumnya dengan arah NE condong ke utara ( Facing North ) sehingga membentuk pola bercabang ( dendritic ). Pengangkatan ( Uplifiting ) terus terjadi pada bagian barat daya dan selatan genang laut perlahan surut aktivitas erosional semakin kuat, sedimentasi yang mengisi endapan alluvial dengan fragmen batuan breksi, fragmen batuan beku dan batuan pasir kuarsa yang berukuran Boulder - Pebble, serta produk vulkanik Tuff, pola Sungai dengan sedikit berkelok dengan sungai anastomosing

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 47

|
Eosen awal Tengah pada Tersier awal.

mencirikan system pengendapan Alluvial . Yang di perkirakan terjadi pada

5. Fase V : Merupakan kondisi mendekati stabil atau yang dinamakan Sag Thermal, dimana penekanan pada paparan sunda pada bagian barat daya intensitasnya mulai menurun sementara gaya ( ) vertical sifatnya constant. Yang membuat cekungan pada sub basin Jambi makin mendalam dan zona lemah akibat wrenching makin terdepresi. Pengangkatan ( Uplifting ) terus terjadi pada barat daya patahan tua terus tumbuh ( Growth ) aktivitas erosional semakin kuat orientasi NW mulai muncul memotong patahan patahan tua sehingga membentuk pola Angular memotong sungai yang sifatnya relative lurus dengan vegetasi yang terus tumbuh. Sedimentasi yang mengisi berupa bermacam macam fragmen breksi, Granite, Quarzite, kaolinite, Batu pasir feldsphatic, Batu pasir Quartz, Chlorite, Serpentine, Adularia, chert, batuan matamorfosa ; marble, fragmen dan butiran berukuran pebble gravel- Very Coarse- Coarse terkompaksi dan terdiagenesa menjadi conglomerate Agglomerate yang mencirikan Eosen Tengah Akhir. 6. Fase VI :Dimana kondisi sudah mencapai kondisi stabil yang di sebut Sag Thermal Phase, yang menunjukan bahwa pergerakan pada lempeng Indi Australia sudah dalam pergerakan yang normal. Yang diperkirakan bahwa gaya horizontal dan vertical membentuk zona konvergensi seperti yang terlihat menyerupai kondisi sekarang dengan manifestasi adanya fault yang berarah NW dengan Graben berarah NE sudah dalam kondisi stabil. Sedimentasi yang mengisi berupa Batu Pasir Quartz, Feldsphatic dengan ukuran butir Kasar Sedang ( Coarse - Medium ) serta batuan argiliceous clay seperti system pengendapan alluvial fluviatil

lacustrine merupakan formasi Lahat. Yang diperkirakan terjadi pada umur

Montmorilionite, Kaolinite, sampai dengan Illite yang mencirikan endapan fluviatil deltaic yang merupakan formasi Talang Akar. Yang diperkirakan terjadi pada umur Eosen akhir Oligosen akhir.

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 48

7. Fase VII : Pergerakan yang relative normal menyebabkan aktivitas subsidence berjalan lambat dan membentuk minor minor fault dengan bentukan draping yang merupakan growth fault dengan arah yang sama yaitu NW yang tidak terlalu significant terhadap setting cekungan yang ada. Sedimentasi yang mengisi berupa endapan marine akibat penurunan cekungan yang berlangsung lambat sementara influx sedimentasi yang terjadi secara rapid diikuti dengan kenaikan muka air laut sehingga terjadi limpasan pada sungai ( Over Bank ) dan dataran banjir ( Flood plain ) dari shaly sand, mud stone, yang mencirikan endapan estuarine tide pengendapan Pro delta ( yang terjadi pada progradasi Talang Akar flooding surface maksimum ). Yang terjadi pada umur Miosen Awal Miosen Tengah pada Tersier Tengah. 8. Fase VIII : Terjadinya aktivitas subsidence yang berjalan lambat dan perlahan dengan adanya growth fault dan reaktivasi paleo trend yang ada yang berarah NE berupa down thrown fault semakin memanjang dan semakin intens nya pola angularity vegetasi terus tumbuh, endapan plant mulai mengisi chanell, endapan rawa ( marsh ) sudah mulai timbul, pola sungai angular dendritic, sungai meandering, , oxbow , abandon , endapan pasir pada muara sungai Distributary Mouth Bar. Sedimentasi yang mengisi berupa endapan pasir kuarsa dengan butiran Medium Fine Interbedded Shale, dengan struktur sedimen lenticular & flasser dengan fragment plant mulai mengisi daerah rawa dan chanell , shoreline berangsur maju mencirikan pengendapan Delta front tmerupakan formasi Air Benakat. Yang diperkirakan terjadi Miosen Tengah Miosen Akhir. 9. Fase IX : Aktivitas subsidence terus terjadi walaupun pergerakannya lambat dan menyebabkan growth fault dengan bentukan draping pada tinggian dan

dalaman ( deep ) semakin berkembang serta pola angularity dan dendritic semakin bertambah. Dengan Rapid Influx Sedimentasi mengisi dasar cekungan shoreline berangsur maju sedimentasi yang mengisi, endapan rawa semakin menebal dengan endapan fragmen kayu dan tumbuhan, endapan pasir dengan butiran kasar halus dengan argiliceous, montmorilionite/smectite Illite yang Bagaskara.Roshardwiadi .ST 49

|
Pliosen.

mencirikan endapan dataran Delta bagian Bawah ( Delta Plain Lower Delta ) merupakan formasi Muara Enim. Yang diperkirakan terjadi pada Miosen Akhir

10. Fase X : Pergerakan lempeng dengan arah gaya yang relative NE membentuk lipatan dan Thrust Fault yang berarah NW pada daerah tinggian yang menyebabkan subsidence semakin mendalam , growth fault dengan pola angularity serta reaktivasi paleo trend yang ada semakin bertambah, yang merupakan suatu klimaks dari event tektonik yang ada. Aktivitas Erosi ( denudasional ) semakin meningkat, sedimentasi yang mengisi semakin cepat , shore line mengalami kemajuan kearah laut, endapan rawa dengan fragmen kayu dan tumbuhan, endapan pasir kuarsa kasar sampai dengan halus, pola sungai angularity sampai dengan dendritic, Abandon, Creavase splay, Oxbow, Levee, Point Bar, Anastomasing serta penebalan pada endapan muara sungai ( mouth Bar ) dengan kehadiran meandering yang semakin intens. Yang mencirikan endapan Fluviatil Deltaic merupakan Formasi Kasai yang di perkirakan terjadi pada Pliosen - Plistosen. 11. Fase XI : Dengan pergerakan lempeng pada bagian barat terus menekan sehingga terjadinya thrust thrust fault dan pelipatan pada depresi depresi dan tinggian-tinggian yang ada di Jambi menyebabkan block bagian timur Jambi mengalami penurunan yang membentuk suatu low relief, sedangkan pada bagian barat dari mulai tinggian Tembesi dan Merang yang merupakan suatu high relief ke low relief secara berangsur. Pada block bagian barat pola sungai angularity dendritic dengan endapan sungai meandering complex, abandon, point bar, anastomasing, creavese splay, levee, marsh dengan sedimentasi endapan pasir kasar kuarsa - Feldsphatic dengan fragmen campuran dari tinggian yang ada dengan argiliceous kaolinite Montmorilionite - Illite. Pada bagian Timur berangsur semakin menghalus dengan pola sungai dendritic

dengan endapan sungai meandering dan distributary chanell, dengan endapan gosong pantai ( Distributary Mouth Bar ) dan endapan lembaran pasir ( Sheet

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 50

|
yang

Sand ). Yang mencirikan system pengendapan Fluviatil Alluvial merupakan endapan Kuarter yang terjadi pada Holocene Recent.

Fase fase yang terjadi memberikan gambaran dan informasi mengenai siklus dan event sedimentasi yang berkembang pada sub cekungan Jambi. Fase I - Fase VII merupakan fase transgresi dimana genang laut yang mengisi sebagian paparan dan pengangkatan serta cekungan masih dangkal. Sedangkan Fase VIII XI merupakan fase Regresi dimana cekungan sudah terisi oleh sedimentasi dan genang laut perlahan mulai surut. Sedimentasi yang terjadi pada cekungan sub Jambi dapat digunakan untuk mengetahui eksplorasi play yang berkembang dalam memberikan informasi kualitatif mengenai Tipe kerogen dan ( Vitrinite Association ). Pada formasi Talang Akar yang merupakan SR tipe kerogen II III terlihat pada sumur sungai gelam yang zona depresional menghasilkan 136 BOPD dan 2 MMCFGPD pada formasi Gumai yang migrasi melalui jalur patahan minor serta 1 MMCFGPD 2 MMCFGPD pada Formasi Talang Akar. Pada dalaman dan tinggian Ketaling ( Ketaling Deep & High) adanya pathway migration sehingga adanya temuan 12.8 BOPD dan 0.01 MMCFGPD pada formasi ABF. Sedangkan pada dalaman ketaling ( Ketaling Deep ) adanya temuan 499 BOPD dan 3.301 MMCFGPD.

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 51

Gambar 17 : Eksplorasi Play Sistem Sub Cekungan Jambi

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 52

Gambar 18 : Stratigrafi Regional Sub Cekungan Jambi, Sumatra Selatan

Bagaskara.Roshardwiadi .ST 53

Anda mungkin juga menyukai