Anda di halaman 1dari 9

EKSPERIMEN IB KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) UNTUK ANALISIS OBAT

I. TUJUAN 1. Untuk memahami dan trampl melakukan teknik komatografi lapis tipis (KLT) dalam uji skrining obat 2. Untuk mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam obat

II. DASAR TEORI Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu metode pemisahan campuran analit dengan mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. KLT termasuk kromatografi adsorpsi, walaupun sebenarnya mekanisme yang terjadi adalah kombinasi adsorpsi dan partisi. Dalam kromatografi adsorpsi fase diam berupa padatan seperti silica gel atau alumina, sedangkan fase gerak berupa cairan atau gas. Dalam KLT fase geraknya berupa cairan. Pemisahan akan terjadi jika salah satu komponen dari campuran diadsorpsi lebih kuat dari komponen lainnya. Karena adsorpsi merupakan fenomena permukaan, maka derajat pemisahan dipengaruhi oleh ukuran partikel fase diam (adsorben) walaupun begitu yang merupakan faktor kunci setiap bentuk kromatografi adalah koefisien partisi atau koefisien distribusi senyawa antara ke dua fase dalam sistem.

Fase diam pada plat KLT berupa adsorben dengan partikel halus yang dilapiskan pada lempeng penyangga kaca, logam atau plastik. Adsorben yang dapat digunakan diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia atau daya ikatnya. Adsorben pada KLT adalah analog dengan menggunakan kromatografi kolom hanya saja berbeda ukuran partikelnya. Adsorben yang paling umum digunakan adalah silica gel (asam silikat) yang bersifat asam lemah. Fase diam ini sering ditambahkan CaSO4, hemihidrat sebagai pengikat agar melekat kuat pada penyangga dan mempercepat mengeringnya plat. Silika gel juga ditambahkan dengan indicator fluoresensi yang akan berfluorosensi di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm, hingga bercak yang mengabsorpsi pada frekuensi ini berfluorosensi menjadi hijau kuning.

Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada gel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Penjerapan bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan gel silika dan yang kembali pada larutan dalam pelarut. Dengan gelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada gel silikauntuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan. Dalam contoh yang sudah kita bahas, senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan menjerap lebih kuat daripada yang tergantung hanya pada interaksi van der Waals, dan karenanya bergerak lebih jauh pada lempengan. Titik penotolan sampel harus ditandai terlebih dahulu (membuat batas bawah) dengan pensil atau jarum dengan jarak 1-2 cm dari tepi bawah plat. Sampel dan pembanding jika mungkin dilarutkan dalam pelarut organik non-polar dengan titik diih rendah agar mudah menguap setelah larutan ditotolkan. Penotolan dapat dilakukan dengan menggunakan pipet mikro atau pipet lamda atau jarum suntik mikro sebanyak 15L dari larutan 1%. Sistem pelarut dapat berupa pelarut tunggal atau campuran beberapa pelarut yang membentuk kombinasi eluen. Untuk fase diam polar seperti GF254 dapat digunakan fase gerak dari non-polar (n-heksana) sampai paling polar. Pemilihan fase gerak yang digunakan harus disesuaikan dengan sifat kepolaran dari senyawa yang ingin dipisahkan. Selain itu, pemilihan fase gerak sangat tergantung pada jenis pemisahan yang hendak dicapai dan memenuhi beberapa kriteria seperti berikut: 1. Pelarut tidak toksik atau tidak menyebabkan masalah kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Tidak mudah meledak pada kondisi normal. 3. Tidak reaktif atau tidak bereaksi secara kimia dengan analit atau fase diam. 4. Tidak memberikan masalah pada pembuangan/mencemari lingkungan (bersifat ramah lingkungan) Teknik pengembangan kromatografi lapis tipis mirip dengan kromatografi kertas. Fase gerak diisikan ke dalam bejana dan dijenuhkan dengan melapisi kertas saring pada permukaan dinding bejana. Teknik pengembangan yang umumnya digunakan adalah teknik pengembangan menaik.
2

Usai dilakukan pengembangan (elusi), selanjutnya dilakukan deteksi bercak (noda). Metode deteksi ada 2 macam, yaitu: metode deteksi secara fisika, dan metode deteksi bercak secara kimia. Metode deteksi bercak secara fisika dilakukan dengan menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm atau 366 nm. Plat KLT yang fase diamnya berindikator fluoresensi dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa yang memadamkan fluoresensi dalam sinar UV atau senyawa yang tidak memadamkan fluoresensi gelombang pendek. Cara lain deteksi secara fisika adalah dengan menggunakan ionisasi nyala. Pemisahan kromatografi dilakukan pada batang oengaduk yang dilapisi dengan adsorben dan setelah itu dilewatkan dengan cepat melalui nyala dari detektor ionisasi nyala Metode deteksi bercak secara kimia dapat dilakukan dengan menyemprot, mencelupkan atau melewatkan kromatogram melalui larutan

pereaksi/larutan penampak bercak. Pelarut penampak bercak harus tidak melarutkan senyawa yang kita pisahkan (analit). Setelah penyemprotan, biasanya kromatogram dikeringkan dengan memasukkannya ke dalam oven. Pereaksi umum yang digunakan, antara lain: Asam sulfat pekat, uap Iodium atau dengan asam-asam lainnya, seperti asam perklorat 2%, asam ortofosfat 50% yang member noda berfluoresensi, asam fosfomolibdat 10% yang member noda berwarna. Selain itu dapat digunakan campuran asam sulfat dengan oksidator kuat Iserisulfat, kalium permanganate, kalium bikromat, dan asam nitrat yang memberi noda mengarang usai dipanaskan. Ada juga pereaksi deteksi bercak kimiawi seperti halida logam (antimon triklorida, antimon pentaklorida, seng klorida, dan besi (III) klorida dalam pelarut organik yang memberikan noda berfluoresensi. Analisa kualitatif terhadap analit dapat dilakukan menggunakan metode KLT dengan cara melihat kesamaan nilai Rf dari komponen analit terhadap senyawa pembanding (standar). Sedangkan penentuan kadar analit secara kuantitatif dapat ditentukan dengan larutan standar/baku yang dipakai dalam spektrofotometri UV-Visibel melalui metode kurva kalibrasi atau adisi standar. Uji Skrining obat-obatan terlarang dalam materi biologis biasanya dilakukan dengan metode immunoassay, KLT, dan Kromatografi Gas. KLT merupakan metode yang relatif murah, walaupun secara umum kurang sensitif dibandingkan teknik lainnya dan memerlukan penimbangan pengalaman untuk interpretasi yang tepat.

III. MATERI DAN METODE i. Materi


3

a. Alat 1. Pipet mikro 2. Gelas ukur 3. Gelas beaker 4. Erlenmeyer 5. Plat KLT 6. Bejana kromatografi 7. Lampu UV

b. Bahan 1. Aquadest 2. NH4OH 2 M 3. Metanol 4. Aseton 5. Kloroform 6. Beberapa bahan sampel obat 7. Senyawa standar

ii. Prosedur Kerja a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Obat-obatan terlarang Senyawa standar dan sampel obat dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi 1-5%. Selanjutnya, pelarut pengembang yang terdiri atas kloroform : metanol : amonia dengan perbandingan 45 : 45 : 10 dijenuhkan dalam bejana kromatografi. Selanjutnya plat KLT disiapkan dengan menandai titik penotolan menggunakan pensil 1 cm dari tepi bawah dan dari tepi atas juga 1 cm. Sampel yang ada ditotolkan dengan menggunakan pipet mikro sebanyak 1-5 L dan setiap penotolan diberi nomor. Setelah itu, plat KLT diletakkan dalam bejana dengan posisi vertikal. Jika fase gerak telah sampai pada tanda batas atas, plat KLT dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Noda yang terbentuk dideteksi dengan lampu UV pada 254 nm dan ditandai dengan pensil. Harga Rf untuk sampel dihitung.

iii. Skema Kerja a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk analisis obat
Plat KLT GF254 Ditandai titik penotolan 1 cm dari tepi bawah dan atas Plat KLT siap pakai Standar dan sampel ditotolkan dg pipet mikro 1-5L Plat KLT berisi standar dan sampel i) Plat KLT diletakkan vertikal dlm chamber yg telah jenuh ii) Standar dan sampel dielusi hingga batas atas Plat KLT i) Plat KLT dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan ii) Noda dideteksi dg lampu UV 254 iii) Harga Rf dari standar dan sampel dihitung Kromatogram

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada percobaan ini dilakukan skrining obat-obatan terlarang dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Fase diam yang digunakan adalah plat KLT dengan silika gel yang mampu berfluoresensi dibawah lampu UV 254 nm (GF254). Fase gerak yang digunakan merupakan kombinasi dari tiga jenis pelarut yaitu kloroform : metanol : amonia dengan perbandingan 45 : 45 : 10. Sampel digunakan pada percobaan ini sebanyak 1 buah dan 1 buah standar. Sampel yang telah digerus dilarutkan dalam pelarut aseton yang bersifat polar. Pelarut yang digunakan harus mudah menguap agar spot yang ditotolkan cepat mengering dan siap dielusi. Dalam percobaan ini, sampel seharusnya dilarutkan dalam pelarut non-polar agar sampel yang ditotolkan tidak tertahan terlalu lama dalam fase diamnya yang bersifat polar. Pada percobaan ini juga tidak menggunakan senyawa standar sehingga sampel yang ditotolkan dibandingkan dengan sampel yang lain. Pengembangan dilakukan dengan teknik ascending (menaik). Sebelum pengembangan dilakukan, larutan pengembang dijenuhkan terlebih dahulu dengan cara melapisi bagian dalam bejana kromatografi dengan kertas saring. Proses penjenuhan ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kondisi yang sama untuk semua bagian dalam bejana sehingga pengembangan dan pemisahan dapat berlangsung dengan efektif. Plat KLT ditotolkan sampel sebanyak 0,5 L dengan menggunakan pipet mikro. Selanjutnya, sampel dielusi hingga tanda batas. Dalam percobaan ini, elusi tidak sampai tanda batas atas dan jarak pengelusian ditandai dengan pensil. Setelah proses elusi selesai, plat KLT diangkat dari bejana kromatografi kemudian dikeringkan lalu spot yag terbentuk dideteksi dengan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm. Noda yang terlihat dilingkari dengan menggunakan pensil sehingga nilai Rf dari sampel dapat dihitung. Kromatogram dari percobaan ini terlihat seperti gambat di bawah ini :

Dari hasil kromatogram di atas dapat dihitung nilai Rf untuk sampel diperoleh nilai sebesar 0,2167 dan sampel sebesar 0,4167 dimana jarak eluen sebesar 6 cm dengan jarak spot standar sebesar 2,5 dan jarak spot sampel sebesar 1,3 cm. Dimana sampel tersebut tidak terpisahkan dengan baik melainkan terbawa oleh pelarut pengembang.. Hal ini mungkin dikarenakan konsentrasi sampel yang ditotolkan terlalu kecil sehingga tidak terdeteksi atau dikarenakan sampel tertahan pada fase diamnya. Pemisahan yang tidak berlangsung dengan baik ini mungkin juga dikarenakan pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel tidak cocok. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel dapat menggunakan pelarut yang kurang polar atau mungkin non-polar sehingga sampel tidak akan tertahan pada fase diamnya yang bersifat polar.

V. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan i. Pemisahan dengan KLT tidak berlangsung dengan baik kemungkinan karena tidak cocoknya pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel dan pelarut pengembang yang digunakan untuk mengelusi.

b. Saran i. Perlu dilakukan uji golongan senyawa obat dengan menggunakan reaksi warna yang bervariasi sehingga hasil yang didapat lebih mendukung. ii. Perlu dilakukan uji golongan senyawa obat terhadap lebih banyak jeni obatobatan sehingga dapat mengetahui golongan senyawa obat lebih luas.

iii. Perlu digunakan variasi pelarut pengembang dalam skrining obat sehingga didapat pemisahan yang jauh lebih baik.

VI. DAFTAR PUSTAKA Wirasuta, I.M.A.G, 2008, Analisis Toksikologi Forensik, Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Wirajana, I.N, N.M. Suaniti, K. Ariati, 2011, Penuntun Praktikum Kimia Forensik, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai