Anda di halaman 1dari 17

RELASI DALAM KELUARGA

HUBUNGAN RELASI KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANGGOTA KELUARGA

Dewa Indra Jansen Tuarissa Frasseska Dian Ratri Faricha P Umi latiefah Ainun Nur Rahma Anna Svetla R. Lukman H Roni Rizky Mufty affan bakhtiar

10/299382/SP/24116 10/302797/SP/24307 09/283001/sp/23638 09/282434/sp/23463 09/282313/sp/23426 09/282782/sp/23577 10/299781/sp/24116

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keluarga merupakan bagian masyarakat yang sangat penting bagi pembentukan kehidupan anak manusia. Karena keluarga dapat membentuk anak tidak hanya fisik, tetapi juga pengaruh terhadap psikologisnya. Keluarga merupakan tempat pertama tempat pertama kali seorang manusia mendapatkan pendidikannya. Pengertian dari keluarga itu sendiri adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat, yang merupakan kelompok sosial kecil dan pada umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Hubungan sosial diantara keluarga relatif tetap dan didasarkana atas ikatan darah, perkawinan atau adopsi. Hubungannya juga dijiwai dengan rasa kasih sayang, serta tanggung jawab, rasa memiliki dan melindungi. Fungsi keluarga itu sendiri adalah merawat, memelihara, melindungi, dalam rangka sosialisasinya mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial. Keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada didalamnya yang secara berangsur-angsur melepaskan ciri ciri tersebut karena tumbuhnya mereka ke arah pendewasaan Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang membentuk keluarga. Keluarga merupakan agen sosialisasi yang pertama dilalui oleh seseorang karena keluarga merupakan sosialisasi yang pertama kali dirasakan dalam keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh, dan membimbing anakanaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan ber masyarakat. Sedangkan pengertian orang tua diatas tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga merupakan tempat nyaman bagi anak. Berawal dari keluarga sesuatu berkembang. Kemampuan bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku yang menyimpang. Sosialisasi dalam keluarga ini kemudian memunculkan pola hubungan atau relasi dalam keluarga Keluarga merupakan wadah dalam hubungan interpersonal antara orang tua dan anak yang membawa sesuatu proses aktivitas transformasi nilai yang terkait dengan perkembangan anak. Hubungan ini dalam kelurga dikembangkan dalam tahapan hubungan interpersonal untuk mencapai tujuan komunikasi keluarga. Empat pola komunikasi keluarga tersebut adalah sebagai berikut, Komunikasi keluarga dengan pola laissez-faire, ditandai dengan dengan adanya rendahnya komunikasi yang berorientasi konsep, artinya anak tidak diarahkan untuk mengembangkan diri secara mandiri dan juga rendah dalam komunikasi yang berorientasi sosial, artinya anak tidak membina hubungan keharmonisan hubungan dalam bentuk interaksi dengan orang tua. Anak maupun orang tua kurang atau tidak memahami obyek komunikasi, sehingga dapat menimbulkan komunikasi yang salah Kominikasi keluarga dengan pola protektif, ditandai dengan adanya rendahnya komunikasi dalam orientasi konsep, tetapi tinggi komunikasinya dalam orientasi sosial. Kepatuhan dan

keselarasan sangat dipentingkan. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang menggunakan pola protektif dalam berkomunikasi mudah dibujuk karena mereka tidak belajar bagaimana membela atau mempertahankan pendapat sendiri Komunikasi keluarga dengan pola konsensual, ditandai dengan adanya musyawarah mufakat. Bentuk komunikasi keluarga ini menekankan komunikasi berorientasi sosial maupun yang berorientasi konsep. Pola ini mendorong dan memberikan kesempatan untuk tiap anggota keluarga mengemukakan ide dari berbagai sudut pandang tanpa menganggu struktur kekuatan keluarga

Selain itu keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan individu. Sejak kecil anak tumbuh berkembang dalam lingkungan penuh keluarga. Dalam hal ini peranan orang tua menjadi amat sentral dan sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan dan pertumbuhan anak baik secara langsung maupun tidak langsung Slater ( Elisazeth Hurlock 1974:353) mengungkapkan tentang empat pola dasar relasi orang tuaanak yang bipolar beserta pengaruhnya terhadap kepribadian anak, yaitu : 1. Tolerance-intolerance Pengaruh yang mungkin dirasakan dari adanya sikap orang tua yang penuh toleransi memungkinkan untuk dapat memiliki ego yang kuat. Sebaliknya sikap tidak toleran cenderung menghasilkan ego yang lemah pada diri anak 2. Permissiveness strictness Relasi orang tua-anak yang permisif dapat membentuk dan menunjang proses pembentukan kontrol intelektual anak, namun sebaliknya kekerasan berdampak pada pembentukan kepribadian anak yang implusif 3. Involvement detachment Seorang anak cenderung akan menjadi diekstrovert, manakala orang yang tua dapat menunjukkan sikap mau terlibat dan peduli. Sebaliknya sikap orang tua yang terlalu membiarkan berdampak pada pembentukan kepribadian anak yang introvert 4. warmth coldness Relasi orang tua-anak yang diwarnai kehangatan memungkinkan anak memiliki kemampuan untuk melibatkan diri dengan linkungan sosialnya. Sebaliknya relasi orang-tua anak yang dingin menyebabkan senantiasa anak menarik diri dari lingkungan sosialnya. Sikap dan perlakuan orang tua-anak yang toleran dan permisif turut terlibat dan penuh kehangatan merupakan manifestasi dari penerimaan orang tua tehadap anak. Sedangkan sikap dan perlakuan orang tua yang tidak toleran, keras, membiarkan dingin merupakan bentuk penolakan terhadap anak

Relasi dalam keluarga akan mempengaruhi karakter atau kepribadian dari seorang anak. Menurut James Triady pendiri Yayasan Pendidikan Pelita Harapan mengingatkan bahwa foundasi utama pendidikan adalah keluarga, bukan sekolah. Menurut Baumurind (1997) pola komunikasi orang tua harus disiapkan dengan baik, komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan masalahnya. Ketika orang tua tidak bisa berkomunikasi dengan baik kepada anaknya, maka dapat dikatakan bahwa relasi atau hubungan mereka kurang baik. Hubungan yang kurang baik yang dilihat dari pola komunikasinya tersebut akan mempengaruhi sikap dan kepribadian anak hal itu dikarenakan pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Semua dan perilaku anak yang telah dipolesi dengan sifat atau pola asuh yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya ada tiga macam, yaitu pola otoriter, demokratis, dan permisif dan juga pola asuh dialogis Baumrind (1997) juga mengungkapkan pola asuh yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya ada tiga macam, yaitu pola otoriter, demokratis, dan permisif dan juga pola asuh dialogis. Pola asuh otoriter dicirikan dengan orang tua yang cenderung menetapkan standart yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaandengan ancaman-ancaman. Orang tua cenderung memaksa, memerintah danmenghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orangtua, maka orang tua tidak segan menghukum anaknya. Orang tua tipe inijuga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi, biasanya bersifat satuarah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untukmengerti mengenal anaknya. Orang tua yang otoriter beranggapan bahwa mereka dapat merubah perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai yang mereka anut dengan cara mencongkel yang mereka kehendaki tanpamemperdulikan perasaan anaknya (Baumrind, 1997). Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mementingkankepentingan anak, akan tetapi tidak ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran dan orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatan pada anak untuk memilih danmelakukan suatu pendekatan pada anak bersifat hangat.Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru (Baumrind, 1997). Pola asuh permisif umumnya dicirikan bahwa orang tua memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Orang tua cenderung tidak menegur / memperingati anak apabila sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua. Namun orang tua type ini biasanya hangat sehingga disukai anak. Pola asuh permisif akan

menghasilkan karakteristik anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara social (Baumrind, 1997). Pola asuh dialogis dicirikan bahwa orang tua akan membiasakan diri berdialog dengan anak dalam menemani pertumbuhan anak mereka. Setiap kali ada persoalan, anak dilatih untuk mencari akar dari persoalan tersebut, lalu diarahkan untuk ikut menyelesaikan secarabersama.Anak pun akan merujuk kepada orangtuanya setiap mengalami persoalan. Hal ini berarti pula orang tua dapat ikut bersama anak untuk mengantisipasi bahaya yang mengintai kehidupan anak-anak setiap saat. Selain itu orang tua yang dialogis akanberusaha mengajak anak agar terbiasa menerima konsekuensi dalam setiap tindakannya, sehingga anak akan menghindari keburukan dia sendiri, merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dariorang tuanya (Baumrind, 1997). Dari keempat pola asuh yang berbeda tersebut akan menghasilkan karakter dan kepribadian anak yang berbeda-beda juga. Seperti contoh, pola asuh otoriter yang tidak melibatkan pendapat anak, tidak adanya komunikasi dua arah dari pihak anak dan orang tua yang menunjukkan adanya kerenggangan dalam relasi keluarga tersebut. Karakter anak yang dibesarkan dengan pola asuh seperti itu tentu akan berbeda dengan anak yang dibesarkan dengan pola asuh demokratis, dimana orang tua memberikan kebebasan kepada anaknya. Karena masalah yang dibahas mempunyai peran penting dalam mekanisme pembentukan karakhter keluarga, lebih lanjut kelompok kami akan membahasnya secara lebih dalam. (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-yostikaely-5500-3-babii.pdf)

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diangkat dalam paper ini adalah: 1. Bagaimana hubungan-hubungan/relasi dalam keluarga? 2. Bagaimana relasi dalam keluarga membentuk karakter anggota keluarga?
3. Bagaimana dampak positif dan negatif relasi dalam keluarga ?

C. Tujuan Menjelaskan kepada para pembaca tentang hubungan-hubungan/relasi dalam

keluarga,menjelaskan relasi dalam keluarga membentuk karakter anggota keluarga dan menjelaskan dampak positif dan negative relasi dalam keluarga.

D. Manfaat

1. Bagi pembaca agar lebih memahami relasi dalam keluarga,pembentukan karakter anggota keluarga dari hubungna dalam keluarga dan dampak positif serta negative dari relasi keluarga. 2. Bagi pembaca sebagai refrensi dalam mengetahui lebih lanjut tentang relasi dalam keluarga.

BAB II PEMBAHASAN

I.

RELASI/HUBUNGAN-HUBUNGAN DALAM KELUARGA

Hubungan-hubungan dalam keluarga dapat dilihat dengan adanya pertemuan-pertemuan tertentu dalam keluarga tersebut. Pertemuan-pertemuan tersebut membangun suatu hubungan yang berkembang. Hubungan seperti itu secara umum dapat dilihat dan dirasakan pada hari-hari tertentu, misalnya hari Natal ataupun hari Raya Lebaran. Para kerabat berkumpul di tempat keluarga yg lain sembari melakukan kunjungan silahturahmi. Menurut Robert R.Bell (1979) mengatakan ada 3 jenis hubungan keluarga: Kerabat dekat (conventional kin) aKerabat dekat merupakan individu yang terikat dalam hubungan darah,adopsi dan perkawinan,pada umumnya seperti suami istri,orang tua anak dan antarsaudara(sibling) Kerabat jauh (discretionary kin) Kerabat jauh terdiri atas individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi dan perkawinan namun ikatan keluarganya lebih lemah daripada kerabat dekat,bahkan anggota kerabat jauh tidak menyadari hubungan keluarga tersebut. Hubungan terjadi apabila adanya kepentingan pribadi bukan karena kewajiban sebagai anggota keluarga Orang yang dianggap kerabat (fictive kin) Seseorang dainggap anggota kerabat karena ada hubungan yang khusus,misalnya hubungan teman akrab.

GENOGRAM(Mc Goldrick dan Gerson,1985) adalah suatu alat untuk mengerti hubungan antar anggota keluarga karena ia dapat menggambarkan hubungan biologis dan antar pribadi antara anggota keluarga dari berbagai generasi. Genogram memberikan informasi tentang karakteristik,hubungan dan peristiwa-peristiwa yang penting untuk mengerti hubungan dalam keluarga.Ada 4 bagian genogram, yaitu gambar,kronologis keluarga,deskripsi tentang hubungan keluarga,dan deskripsi tentang proses dalam keluarga. Contoh genogram dapat dilihat dari gambar berikut:

Peter 1915 1945

Joyce 1918

Henry 1920

Sophia 1920

Mario 1942

1943

Diana 1943

Lina 1945

Agus 1947

M: 1965 C:1982

Santi 1967

Martin 1969

Keli 1970

m=menikah; c= cerai

Gambar keluarga Santi pada tahun 1980 Diana,Ibu santi merupakan anak tertua dan 3 bersaudara.Orang tuanya lahir pada tahun yang sama(1920), dan mereka menikah pada tahun 1942.

Gambar Setiap anggota keluarga diwakili oleh lingkaran atau segi empat,lingkaran mewakili pria dan segiempat mewakili wanita, garis menunjukkan hubungan, baris pertama adalah nama,baris kedua tahun lahir dan baris ketiga adalah tahun kematian. Anak yang tertua diletakan pada urutan paling kiri dan yang paling muda di kanan. Kronologis Keluarga Kronologis Keluarga merupakan bagian kedua dari genogram. Kronologis keluarga mencatat semua peristiwa penting bagi keluarga yang mencakup peristiwa yang menyedihkan dan menggembirakan. Misalnya, tahun lulus sekolah, sakit berat,pindah,pindah pekerjaan,tidak adanya kehadiran salah satu orang tua pada waktu yang cukup lama,waktu dimana sedang mengalami kesulitan keuangan atau ekonomi kelarga dalam keadaan puncak,dll.Cara menulis

kronologi keluarga: 1915 Peter lahir 1918 Joyce lahir 1920 Henry lahir Sophia lahir 1930 Henry pindah ke Jakarta 1942 Mario lahir 1943 Diana lahir Peter dan Joyce punya anak yang meninggal sewaktu bayi 1944 Peter mengalami stroke 1945 Lina lahir Peter meninggal dunia 1947 Agus lahir 1965 Mario dan Diana menikah 1967 Santi lahir 1969 Martin lahir 1970 Keli lahir Deskripsi tentang hubungan keluarga Deskripsi tentang hubungan keluarga adalah mendeskripsikan kualitas hubungan antar anggota keluarga. Ada beberapa pertanyaan yang melukiskan bagaimana hubungan-hubungan yang ada sesuai dengan gambar Untuk melukiskan hubungan-hubungan keluarga melalu pertanyaan yg bisa diajukan: Siapa yang mempunyai hubungan dekat satu sama lain? Siapa saja yang berkonflik? Siapa yang menjadi kambing hitam dalam keluarga? Siapa yang menjadi anak kesayangan? Siapa yang menjadi pemimpin keluarga dan siapa yang menjadi pengikut? Siapa yang menjadi perusuh dalam keluarga Siapa yang menjadi juru damai dalam keluarga? Siapa yang bersekongkol dalam keluarga? Siapa yang memiliki tanggung jawab paling besar dalam keluarga dan siapa yang memiliki tanggung jawab paling sedikit dalam keluarga? Deskripsi tentang proses dalam keluarga Bagian dalam terakhir dalam genogram adalah mendeskripsikan proses dalam keluarga. Bagian ini akan menolong kita untuk mengerti hubungan yang ada yang mempengaruhi keluarga dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Beberapa pertanyaan juga dapat diajukan seperti: Bagaimana reaksi keluarga ketika ada anggota tertentu lahir atau meninggal? Siapa yang paling sedih? Apakah ada perubahan pekerjaan yang mempengaruhi anggota keluarga? Bagaimana perasaan mereka yang mengalami perubahan pekerjaan itu. Bagaimanakah anggota keluarga itu saling berhubungan satu sama lain? Apakah ada tolong-menolong antara mereka?

Bagaimana pola mereka menggunakan waktu senggan g dan rekreasi? Bagaimana perasaan anggota keluarga terhadap hal ini? Bagaimana daur hidup keluarga ini(lahir,mati pindah rumah,menikah,dan lain-lain).

Kerabat dekat merupakan keluarga terdekat yang dimiliki setiap orang yang memiliki tanggung jawab di dalamnya sebagai salah satu anggota.Hubungan dalam keluarga sangat berbeda dengan hubungan-hubungan kerabat jauh ataupun orang yang dianggap keluarga. Hubungan ini lebih erat dikarenakan adanya keterikatan seperti yang digambarkan pada granometer.Hubungan dalam keluarga dapat dilihat dengan: Hubungan suami-istri Hubungan suami istri pada kelas menengah berubah menjadi hubungan yang ada pada keluarga yang institusional ke hubungan yang ada pada keluarga yang companionship(Burgess dan Locke,1960). Duvall(1967) menyebut pola hubungan suami istri dalam keluarga yang companionship sebagai pola yang demokratis.Pola hubungan yang otoriter menunjukkan pola hubungan yang kaku.Dalam pola hubungan yang demokratis hubungan suami istri menjadi lebih lentur. Pada pola yang kaku, seorang istri yang melayani suami dan anak-anaknya. Sedangkan pada pola yang lentur,istri yang baik adalah pribadi yang melihat dirinya sebagai pribadi yang berkembang terus. Menurut Scanzoni(1981) hubungan suami istri dapat dibedakan menjadi 4 macam pola perkawinan yaitu: Owner property Pola perkawinan owner property,istri adalah milik suami sama sepertu uang dan barang berharga lainnya. Tugas suami mencari nafkah dan tugas istri adalah menyediakan makanan untuk suami san anak-anak dan menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga yang lainnya karena suami telah bekerja untuk menghidupi dirimya dan anak-anaknya. Pola perkawinan ini merupakan perkawinan yang mana suami lebih dominan yang memiliki wewenang paling besar dan istri hanya menjadi perpanjangan suami dan pelayan keluarga. Head Complement Pola perkawinan head compliment, istri dilihat sebagai pelengkap suami. Suami diharapkan memenuhi istri dengan cinta dan kasihsayang, kepuasan seksual,dukungan emosi,teman, pengertian dan komunikasi yang terbuka. Suami dan istri memutuskan untuk mengatur kehidupan bersamanya secara bersama-sama. Tugas suami masih tetap mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya,dan tugas istri masih tetap mengatur rumah tangga dan mendidik anak-anak. Tetapi suami dan istri kini bisa merencanakan kegiatan bersama untuk mengisi waktu luang. Super-junior Partner Pada pola perkawinan senior-junior partner,posisi istri tidak lebih sebagai pelengkap suami tetapi juga menjadi teman.Perubahan ini terjadi karena istri juga memberikan sumbangan secara ekonomis meskipun pencari nafkah utama tetap suami. Dengan penghasilan yang didapat,istri tidak sepenuhnya lagi tergantung pada suami untuk hidup.

Kini istri memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam mengalami keputusan. Menurut teori pertukaran,istri mendapatkan kekuasaan dan suami kehilangan kekuasaan.Tetapi suami masih memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada istri. Equal Partner Pada pola ini tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah di antara suami istri. Istri mendapatkan hak dan kewajiban yang sama untuk mengembangkan diri sepenuhnya dan melakukan tugas-tugas rumah tangga. Pekerjaan suami sama pentingnya dengan pekerjaan istri.Dengan demikian istri bisa menjadi pencari nafkah utama dan penghasilan istri bisa lebih tinggi dari suami.

Hubungan orangtua-anak Pada tahun 60-an di Amerika Serikat,35% penduduk mengatakan jumlah anak ideal adalah 4 orang atau lebih,sedangkan pada tahun 1985,56% penduduk menginginkan 2 orang saja. Sekitar 2 % penduduk tidak menginginkan anak sama sekali. Di Indonesia,pada tahun 1971,angka kelahiran total adalah 5,6.Angka ini terus menurun menjadi 4,7 pada tahun 1980,4,1 pada tahun 1985,dan 3,3 pada tahun 1990 (BPS,1993). Dari berbagai studi tentang keluarga yg tidak memiliki anak ada berbagai alas an yang dikemukakan oleh mereka yang memilih untuk tidak memiliki anak(Houseknecht,1987): Bebas dari tanggung jawab memelihara anak dan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan diri. Mempunyai kepuasan dalam perkawinan yang lebih besar. Pertiimbangan akan karir wanita Keuntungan secara financial Pertimbangan akan pertumbuhan penduduk Umumnya tidak suka anak Keragu-raguan akan kemampuan untuk mendidik anak. Pertimbangan akan aspek fisik anak. Keragu-raguan akan adanya anak di tengah-tengah kondisi dunia sekarang ini. Secara umum kehadiran anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang menguntungkan orangtua dari segi psikologis,ekonomis dan social(Horowirz,1985;Suparlan,1989 ; Zinn dan Eitzen,1990), Anak dapat lebih mengikat tali perkawinan. Orang tua merasalebih muda dengan membayangkan masam muda mereka melalui kegiatan anak mereka. Anak merupakan symbol yang menghubungkan masa depan dan masa lalu. Orang tua memiliki makna dan tujuan hidup dengan adanya anak. Anak merupakan sumber kasih saying dan perhatian. Anak dapat meningkatkan status seseorang. Anak merupakan penerus keturunan. Anak merupakan pewaris harta pusaka. Anak memiliki nilai ekonomis yang penting.

Bantuan yang diberikan anak kepada orangtua cenderung dilakukan pada saat orangtua lansia(Horowitz,1985). Dibandingkan dengan anak laki-laki,anak perempuan lebih banyak membantu orangtua mereka(Spitze dan Logan,1990). Studi tentang hubungan orangtua anak biasanya hanya membahas fungsi anak terhadap orang tua bukan sebaliknya. Fungsi orangtua terhadap anak dianggap sudah seharusnya berlangsung karena orang tua bertanggung jawab atas anak-anak mereka. Bantuan yang biasa diberikan orangtua adalah tempat tinggal walaupun hal ini tidak semua ditemukan seperti di Negaranegara Barat yang mana pada umur 18 tahun mereka sudah harus bisa menghidupi dirinya sendiri. Orangtua juga biasanya membiayai sekolah anak sampai ke perguruan tinggi. Namun orangtua juga terkadang member bantuan keuangan pada anak mereka yang sudah menikah tetapi tidak memiliki penghasilan yang cukup.Para anak yang sudah menikah biasanya menitipkan anak mereka kepada orangtua mereka pada saat mereka bekerja. Bantuan-bantuan tersebut dapat dilihat sebagai ketergantungan anak pada orangtua,tetapi Lewis (1990) melihatnya sebagai hubungan saling ketergantungan antara orangtua-anak. Yang mana orangtua berharap bila mereka membutuhkan bantuan anak akan menolong dan menolong anak merupakan kepuasan orangtua secara emosional. Hubungan antarsaudara(siblings) Hubungan antarsaudara lebih jarang dibahas daripada hubungan suami-istri dan hubungan orangtuaanak. Hubungan antarsaudara bisa dipengaruhi oleh jenis kelamin,umur,jumlah,jarak kelahiran,rasio saudara laki terhadap saudara perempuan,umur orangtua pada saat mempunyai anak pertama,dan umur anak pada saat mereka keluar dari rumah(Schvaneveldt dan Ihinger,1979). Pada masa usia lanjut,saudara penting untuk saling memberikan dukungan dan perhatian.Noberini,Mosatche dan Brady seperti yang dikutip pada Scott(1990) menenmukan bahwa kematian salah satu orangtua menyebabkan kegiatan bersama antarsaudara dan persepsi tentang kebersamaan dengan saudara terdekat menjadi meningkat.. Adanya tanggung jawab saudara dapat dilihat dati peranan kakak,terutama kakak wanita terhadap adik mereka. Di banyak tempat di Indonesia,kakak wanita biasanya membantu ibunya dalam mengasuh adik sekitar 7-9 tahun(White,1982).Atau bila usia kakak jauh diatas adiknya,biasanya mereka juga membiayai sekolah adiknya,bahkan member tumpangan pada adiknya bila mereka sudah memiliki rumah sendiri.Sehingga peran kakak dalam hal ini dapat dikatakan menggantikan orangtua. Salah satu faktor yang mempengaruhi kedekatan hubungan antarsaudara adalah komposisi gender. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hubungan antar dua(dyad) saudara wanita di usia lanjut lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antar dua(dyad) saudara pria. Bahkan hubungan (dyad) yang mengandunng unsure satu saudara wanita akan lebih kuat daripada hubungan(dyad) antarsaudara pria saja(Scott,1990).Lebih kuatnya hubungan pada saudara wanita daripada saudara pria bisa didasarkan atas asumsi bahwa wanita diharapkan untuk lebih memperhatikan masalah-masalah yang ada dalam keluarga,termasuk merawat anak,melayani suami,merawat orangtua mereka yang sudah lansia dan juga menjaga hubungan pada saudara mereka. Harapan terhadap wanita untuk membina hubungan dengan keluarga sudah tertanam sejak kecil. Kaum pria dianggap orang yang beorientasi pada pekerjaan,mampu mengendalikan diri,dan siap terjun ke dalam dunia yang kompetitif. Sehingga pria pada umumnya takut terluka emosinya dan tidak mampu menunjukkan emosinya.Oleh karena itu sulit bagi pria untuk membina hubungan yang mendalam dengan orang lain,khusunya sesame pria karena biasanya hubungan antar pria dibangun atas dasar kompetisi(Keadilan,1993)

Di Indonesia pada tahun 1971 penduduk berusia 55 tahun ke atas berjumlah sekitar 7,5 juta jiwa atau 6,4%(BPS,1971). Pada tahun 1980 jumlah mereka menjadi 11,4 juta jiwa atau 7,8%(BPS,1990). Dalam tahun 1990 jumlah mereka menajdi 16,1 juta jiwa atau 9,0%(BPS,1990). Jika pasangan suami istri yang tetap hidup sampai lansia tidak mempunyai anak atau memiliki satu atau dua orang anak saja,akan lebih sedikit membantu mereka sebagai teman,pendukung secara psikologis,atau bentuk lainnya.

II.

RELASI DALAM KELUARGA MEMBENTUK KARAKTER ANGGOTA KELUARGA

Keluarga dan masyarakat sangat erat kaitannya dalam pembentukan karakter individu. Dimana keluarga adalah media sosialisasi pertama bagi manusia. Dalam pertumbuh kembangan suatu individu tak dapat terlepas dari peranan keluarga dalam membentuk pertahanan terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri atau bekerja, cenderung hanya memikirkan kebutuhan lahiriah bagi sang anak tanpa mempedulikan bagaimana perkembangan anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial. Kebutuhan terpenting bagi anak adalah kebutuhan nonmateri seperti kasih sayang, perhatian secara langsung, dan orang tua seharusnya bisa menjadi teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya agar anak tidak melakukan perbuatan yang menyimpang. Oleh karena itu, sangatlah dibutuhkan suatu keluarga yang harmonis oleh suatu individu dalam perkembangannya.

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi; dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasan kita; bagaimana berpikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi; serta bagaimana membaca dan mengungkapkan perasaan, harapan dan rasa takut. Pembelajaran emosi ini bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung kepada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami istri. Ada orang tua yang berbakat sebagai guru emosi yang sangat baik , ada yang tidak. Ada ratusan penelitian yang memperlihatkan bahwa cara orangtua memperlakukan anak-anaknya-entah dengan disiplin yang keras atau pemahaman yang empatik, entah dengan ketidak pedulian atau kehangatan, dan sebagainya- berakibat mendalam dan permanen bagi pembentukan karakter anak.

Sejumlah orang tua suka memaksa, kehilangan kesabaran mengahadapi ketidakmampuan anaknya, meninggikan suara dengan nada mencemooh atau putus asa, bahkan ada yang mencap anaknya tololpendek kata, menjadi mangsa ke arah kecendrungan-kecendrungan yang sama ke arah penghinaan dan kebencian yang menggerogoti kehidupan perkawinan. Namun orang tua lainnya bersikap sabar terhadap kesalahan yang dibuat anaknya, membantu anak mencoba sebuah permainan menurut caranya sendiri, bukannya memakasakan kehendak mereka. Perilaku keluarga turut berperan dalam menentukan pola perkembangan suatu individu. Keluarga merupakan jaringan perhubungan antara berbagai individu. Dari segi pelaksanaan, itu berati sesuatu yang dibuat atau tidak dibuat oleh sekumpulan orang. Jika saja kita berada di didalam keluarga yang rusak, cepat atau lambat kita akan terbiasa dengan hal buruk yang dilakukan keluarga sekitar kita bahkan kita dapat mengikuti hal buruk tersebut karena kita sudah terbiasa dengan hal itu. Contohnya saja seperti kebiasaan membuang sampah sembarangan, mungkin pada awalnya kita adalah pribadi yang bersih dan selalu membuang sampah di tempat sampah, namun pada suatu ketika, kita ingin membuang sampah tetapi tidak dapat menemukan tempat sampah. Dikarenakan kita melihat keluarga sekitar kita dengan seenaknya membuang sampah disembarang tempat, secara tidak sadar kita akan mengikuti kebiasaan buruk di lingkungan kita dan menjadi terbiasa dengan hal itu. Kebiasaan kebiasaan buruk tersebut atau bisa dibilang perilaku yang menyimpang, dapat terjadi salah satunya dikarenakan tidak ada sangsi yang tegas. Bisa disimpulkan bahwa peran keluarga merupakan hal yang terpenting dalam pembentukan karakter individu. Oleh karena itu, untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga, media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya serta menumbuhkembangkan perilakunya. Karena tak dapat dipungkiri bahwa perilaku sosial suatu individu tersebut bergantung dari keluarga dan lingkungan disekitarnya. Keluarga sebagai lingkungan pertama seorang individu memiliki peran paling besar dalam pembentukan sikap suatu individu, serta sebagai media sosialisasi seorang individu dalam menyampaikan ekspresinya secara lebih luas. Sehingga dapat menjadi suatu tolak ukur apakah sikap yang dilakukannya benar atau salah.

III.

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI RELASI DALAM KELUARGA

Keluarga merupakan faktor utama dalam pembentukkan karakter anggota keluarga yaitu anak. Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama seorang individu dalam memperkenalkan nilai nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga keluarga menjadi faktor utama dalam pembentukkan kepribadian seorang anak. Dalam pembentukkan karakter individu, keluarga juga memiliki dampak negatif dan positif. Dampak negatif dapat terjadi jika orang tua melakukan kesalahan dalam mendidik anak dan keluarga itu sedang terjadi disfungsi. Menurut Megawangi (2003) ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak sehingga berakibat pada pembentukan karakternya, yaitu : 1. Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik. 2. Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya. 3. Bersikap kasar secara verbal, misainya menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-kata kasar. 4. Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya. 5. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini. 6. Tidak menanamkan "good character' kepada anak.

Dampak yang ditimbulkan dari salah asuh seperti di atas, menurut Megawangi akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah. 1. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Ketika dewasa ia akan menolak dukungan, simpati, cinta dan respons positif lainnya dari orang di sekitarnya. la kelihatan sangat mandiri, tetapi tidak hangat dan tidak disenangi oleh orang lain. 2. Secara emosiol tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mampu memberikan cinta kepada orang lain. 3. Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik. 4. Menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna. 5. Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain, dan merasa orang lain sedang mengkritiknya.

6. Ketidakstabilan emosional, yaitu tidak toleran atau tidak tahan terhadap stress, mudah tersinggung, mudah marah, dan sifat yang tidak dapat dipreaiksi oleh orang lain. 7. Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual. Dampak negatif lainnya dapat berupa mogok belajar, dan bahkan dapat memicu kenakalan remaja, tawuran, dan lainnya.

8. Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak, akan membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuannya sebagai role model Anak akan lebih percaya kepada "peer group"nya sehingga mudah terpengaruh dengan pergaulan negatif.

Dampak positif dari keluarga terhadap pembentukkan karakter individu akan menjadikan individu menjadi pribadi yang baik sesuai peran yang diharapkan masyarakat. Hal itu bisa terjadi jika fungsi keluarga bisa berjalan dengan baik. Keluarga memberikan afeksi, rasa kasih sayang yang memberikan rasa nyaman terhadap anggota keluarga sehingga anggota keluarga tidak mencari kenyaman dengan hal hal negatif. Selain itu, adanya kontrol sosial dapat mengontrol segala tingkah laku anggota keluarganya. Dimana figur orang tua yang baik akan ikut membentuk pribadi si anak yang baik juga karena anak akan mencontoh segala tindakan orang tuanya.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Dalam hubungan relasi pembentukan karakhter keluarga dengan anggota keluarga, keluarga memiliki peran yang sangat penting. Sebab hubungan-hubungan relasi keluarga juga ikut
serta dalam membangun suatu hubungan yang berkualitas dan berkembang khususnya untuk setiap anggota keluarga

Berikut ada 3 jenis hubungan keluarga: Kerabat dekat (conventional kin) Kerabat dekat merupakan individu yang terikat dalam hubungan darah,adopsi dan perkawinan,pada umumnya seperti suami istri,orang tua anak dan antarsaudara(sibling) Kerabat jauh (discretionary kin) Kerabat jauh terdiri atas individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi dan perkawinan namun ikatan keluarganya lebih lemah daripada kerabat dekat,bahkan anggota kerabat jauh tidak menyadari hubungan keluarga tersebut. Hubungan terjadi apabila adanya kepentingan pribadi bukan karena kewajiban sebagai anggota keluarga Orang yang dianggap kerabat (fictive kin) Seseorang dainggap anggota kerabat karena ada hubungan yang khusus,misalnya hubungan teman akrab. Seperti yang telah diuraikan diatas, keluarga dan masyarakat sangat erat kaitannya dalam pembentukan karakter individu, baik anak ataupun kerabat keluarga. Dimana keluarga adalah media sosialisasi pertama bagi manusia. Dalam pertumbuh kembangan suatu individu tak dapat terlepas dari peranan keluarga dalam membentuk pertahanan terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri atau bekerja, cenderung hanya memikirkan kebutuhan lahiriah bagi sang anak tanpa mempedulikan bagaimana perkembangan anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial. Kebutuhan terpenting bagi anak adalah kebutuhan nonmateri seperti kasih sayang, perhatian secara langsung, dan orang tua seharusnya bisa menjadi teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya agar anak tidak melakukan perbuatan yang menyimpang. Oleh karena itu, sangatlah dibutuhkan suatu keluarga yang harmonis oleh suatu individu dalam perkembangannya. Dampak positif dari keluarga terhadap pembentukkan karakter individu akan sangat berpengaruh menjadikan individu menjadi pribadi yang baik sesuai peran yang diharapkan masyarakat. Hal itu bisa terjadi jika fungsi keluarga bisa berjalan dengan baik. Keluarga memberikan afeksi, rasa kasih sayang

yang memberikan rasa nyaman terhadap anggota keluarga sehingga anggota keluarga tidak mencari kenyaman dengan hal hal negatif di lingkungan sekitarnya.

Daftar Pustaka
Suleeman, evelyn (1999), Hubungan-hubungan dalam keluarga, bunga rampai sos keluarga, yayasan obor indo, hal 90-144 (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-yostikaely-5500-3-babii.pdf) http://indo2.islamic-world.net/index.php?option=com_content&view=article&id=34:peranankeluarga-dalam-pendidikan-karakter-anak&catid=9:psikologi-islam&Itemid=16

Anda mungkin juga menyukai