Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BERBASIS MINYAK ATSIRI

PROSES PEMURNIAN MINYAK ATSIRI

Oleh SANTO ZENO VINANSIUS SINURAYA 240120120002

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARA JATINANGOR 2013

BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak nilam, sereh wangi (Java citronella oil), akar wangi, pala, kenanga, daun cengkeh,dan cendana. Beberapa daerah produksi minyak atsiri adalah daerah Jawa Barat (Sereh wangi, akar wangi, daun cengkeh dan pala), Jawa Tengah (daun cengkeh dan nilam), Jawa Timur ( kenanga dan daun cengkeh), Bengkulu (minyak Nilam), Aceh (minyak nilam dan pala). Teknik penyulingan minyak atsiri yang selama ini diusahakan para petani masih dilakukan secara sederhana dan belum menggunakan teknik penyulingan yang baik dan benar. Selain itu penanganan hasil setelah produksi belum dilakukan secara maksimal, seperti pemisahan minyak setelah penyulingan, wadah minyak yang digunakan, dan penyimpanan minyak yang tidak benar. Biasanya minyak hasil penyulingan akan terlihat lebih gelap dan berwarna kehitaman atau sedikit kehijauan akibat kontaminasi dari logam Fe dan Cu. Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat fisika dan kimia minyak. Untuk itu proses penyulingan minyak yang baik dan benar perlu dilakukan, sehingga minyak yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu yang ada. Kualitas minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Komponen standar mutu minyak atsiri ditentukan oleh kualitas dari bahan minyak atsiri dan kemurniannya. Kemurnian minyak atsiri dapat diperiksa dengan penetapan kelarutan uji lemak dan mineral. Selain itu faktor yang menentukan mutu minyak atsiri adalah sifat fisika-kimia minyak seperti bilangan asam, bilangan ester dan komponen utama minyak atsiri. Faktor lain yang berperan dalam mutu minyak atsiri adalah jenis tanaman, umur panen, perlakuan bahan sebelum penyulingan, jenis dan kondisi peralatan yang digunakan selama proses penyulingan, perlakuan minyak setelah penyulingan, kemasan dan penyimpanan. Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian yang dikenal secara umum adalah metode yang dilakukan secara fisika dan kimia. Pemurnian secara fisika memerlukan peralatan penunjang yang cukup spesifik akan tetapi minyak yang dihasilkan lebih baik karena warnanya lebih jernih dan konsentrat komponen utamanya menjadi lebih tinggi. Pemurnian minyak secara kimiawi bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran dengan absorben atau senyawa kompleks tertentu.

BAB II PEMBAHASAN Pemurnian adalah proses pemisahan senyawa-senyawa yang terdapat dalam minyak yang keberadaannya dapat menurunkan mutu dari minyak tersebut. Proses pemurnian bisa dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu secara fisika dan kimiawi. Proses pemurnian dengan menggunakan metode fisika yaitu: metode penarikan air, penyaringan, sentrifuse, redistilasi, membran filtrasi, distilasi fraksionasi, dan distilasi molekuler. Proses pemurnian minyak dengan metode kimia , yaitu: flokulasi, adsorbsi, kromatografi kolom, ekstraksi fluida CO2 superkritis. A. Proses Pemurnian Minyak Atsiri secara Fisika Proses pemurnian secara fisika bisa dilakukan dengan mendistilasi ulang minyak atsiri yang dihasilkan (redestillation), distilasi fraksinasi dan destilasi molekuler. Destilasi
merupakan suatu proses pemisahan dua atau lebih komponen zat cair berdasarkan pada titik didih. Secara sederhana destilasi dilakukan dengan memanaskan/menguapkan zat cair lalu uap tersebut didinginkan kembali supaya jadi cair dengan bantuan kondensor. Destilasi digunakan untuk memurnikan zat cair, yang didasarkan atas perbedaan titik didih cairan. Pada proses ini cairan berubah menjadi uap (Uap ini adalah zat murni). Kemudian uap ini didinginkan pada pendingin ini, uap mengembun manjadi cairan murni yang disebut destilat. Destilat dapat digunakan untuk memperoleh pelarut murni dari larutan yang mengandung zat terlarut misalnya destilasi air laut menjadi air murni. Beberapa metode Distilasi:

a. Destilasi Sederhana
Destilasi sederhana adalah salah satu cara pemurnian zat cair yang tercemar oleh zat padat/zat cair lain dengan perbedaan titik didih cukup besar, sehingga zat pencemar/pengotor akan tertinggal sebagai residu. Destilasi ini digunakan untuk memisahkan campuran cair-cair, misalnya air-alkohol, air-aseton, dll. Alat yang digunakan dalam proses destilasi ini antara lain, labu destilasi, penangas, termometer, pendingin/kondensor leibig, konektor/klem, statif, adaptor, penampung, pembakar, kaki tiga dan kasa.

Gambar 1. Destilasi sederhana

b. Redestilasi Proses redestilasi adalah proses penyulingan kembali minyak atsiri dengan menambahkan air pada perbandingan minyak dan air sekitar 1:5. Hasil penyulingan ulang minyak nilam dengan menggunakan metode redestilasi ternyata dapat meningkatkan nilai transmisi (kejernihan) dari 4% menjadi 83,4 % dan menurunkan kadar Fe dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000). c. Destilasi Uap
Destilasi uap umumnya digunakan untuk memurnikan senyawa organic yang terdestilasi uap (volatile), tidak tercampurkan dengan air, mempunyai tekanan uap yang tinggi pada 100 derajat C dan mengandung pengotor yang tidak atsiri (nonvolatile). Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyaring serbuk simplisia yang mengandung komponen atsiri yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka pemurnian dilakukan dengan destilasi uap. Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengan tekanan bagian didalam suatu sistem, sehingga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap merupakan suatu proses pemindahan massa kesuatu media massa yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan dan menembus kedalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar fasa. Proses ini disebut hidrodifusi.

Gambar 2. Proses Destilasi Uap

d. Destilasi bertingkat (destilasi Fraksionasi) Destilasi bertingkat adalah proses pemisahan komponen-komponen minyak ke dalam bagian-bagian destilasi dengan titik didih makin lama makin tinggi yang selanjutnya pemisahan bagian-bagian ini dimaksudkan untuk destilasi ulang. Destilasi bertingkat merupakan proses pemurnian zat/senyawa cair dimana zat pencampurnya berupa senyawa cair yang titik didihnya rendah dan tidak berbeda jauh dengan titik didih senyawa yang akan dimurnikan. Destilasi ini bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu campuran yang komponen-komponennya memiliki perbedaan titik didih relatif kecil. Destilasi ini digunakan untuk memisahkan campuran aseton-metanol, karbon tetra klorida-toluen, dll. Pada proses destilasi bertingkat digunakan kolom fraksinasi yang dipasang pada labu destilasi. Tujuan dari penggunaan kolom ini adalah untuk memisahkan uap campuran senyawa cair yang titik didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda. Sebab dengan adanya penghalang dalam kolom fraksinasi menyebabkan uap yang titik didihnya sama akan sama-sama menguap atau senyawa yang titik didihnya rendah akan naik terus hingga akhirnya mengembun dan turun sebagai destilat, sedangkan senyawa yang titik didihnya lebih tinggi, jika belum mencapai harga titik didihnya maka senyawa tersebut akan menetes kembali ke dalam labu destilasi, yang akhirnya jika pemanasan dilanjutkan terus akan mencapai harga titik didihnya. Senyawa tersebut akan menguap, mengembun dan turun/menetes sebagai destilat Fungsi Distilasi fraksionasi adalah proses destilasi yang dilakukan untuk memisahkan komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari distilasi jenis ini digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponenkomponen dalam minyak mentah Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk

pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya.

Gambar 3. Destilasi bertingkat (Destilasi Fraksionasi)


e. Destilasi Vakum

Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 C. Metode distilasi ini tidak dapat digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah jika kondensornya menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap tidak dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan digunakan pompa vakum atau aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada sistem distilasi ini.

Gambar 4. Destilasi Vakum

f. Destilasi Molekuler Distilasi molekuler adalah proses separasi fraksi-fraksi molekul yang berbeda bobotnya pada suhu serendah mungkin untuk menghindari kerusakan bahan (Lutisan et al. 2001). Distilasi molekuler dicirikan dengan alokasi waktu distilasi yang singkat, koefisien transfer panas tinggi, penghilangan hotspot, aliran operasi kontinyu, tekanan rendah sampai 0,001 mbar dan jarak yang sempit antara kondensor dan evaporator (Shimada 2000; Ibanez 2002). Proses distilasi molekuler bekerja berdasarkan sifat penguapan molekul. Distilasi molekuler terdiri dari pemanas yang dialiri bahan baku (tergantung dari suhunya pemanasannya). Cairan bahan baku kemudian disebar dalam lapisan film tipis dengan memutar wiper pada kecepatan yang telah ditentukan. Lapisan tipis yang terbentuk, dibentuk menjadi aliran turbulen oleh wiper kemudian turun sepanjang pemanas dengan adanya gaya gravitasi dan lubang di dalam wiper. Selama bahan mengalir pada pemanas, terjadi evaporasi yang tergantung pada karakteristik bahan baku dan suhu pemanas. Bahan yang tidak terevaporasi mengalir ke bagian bawah, sedangkan bahan yang terevaporasi dikondensasikan dan dipisahkan.

Gambar 5. Destilasi Molekuler

Distilasi molekuler menggunakan lapisan tipis dilakukan karena beberapa alasan, diantaranya adalah: 1. Turbulensi dihasilkan dari pergerakan wiper yang berperan besar pada transmisi panas ke seluruh permukaan evaporator, oleh karena itu dapat menghasilkan suhu yang lebih rendah di dalam evaporator. 2. Dihasilkan luas area permukaan pemanasan per unit volume yang maksimum dengan adanya aliran evaporasi. 3. Waktu kontak cairan dengan pemanas dapat dikontrol dalam hitungan detik atau kurang. Hal ini meminimasi kerusakan produk karena panas dengan mengontrol kecepatan wiper. 4. Bahan baku dengan viskositas tinggi dapat diproses dengan atau tanpa penambahan pelarut. Untuk menunjang lapisan tipis, Pope Science mendesain blade yang dapat meminimasi waktu tinggal dan memastikan bahan yang masuk ke dalam proses seragam. Bermacam-macam kecepatan wiper dengan kemampuan untuk berputar balik, menghasilkan variasi retention time yang sangat beragam pada proses untuk mengalirkan fluida ke evaporator. Blade dapat terbuat dari karbon maupun teflon, stainless steel, hastelloy, titanium, C-20, alumunium alloys dan kaca. B. Proses pemurnian minyak atsiri secara Kimiawi Proses pemurnian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan larutan kimia. Proses pemurnian secara kimiawi dilakukan dengan beberapa metode berikut: 1. Adsorpsi Metode adsorpsi menggunakan absorben tertentu seperti bentonit, arang aktif dan zeolit 2. Pengkelatan/ Flokulasi Metode ini digunakan untuk menghilangkan senyawa yang ada di dalam minyak atsiri misalnya senyawa terpen yang digunakan untuk meningkatkan efek flavouring, sifat kelarutan dalam alkohol encer, kestabilan dan daya simpan minyak atsiri. 3. Deterpensi Metode pemurnian ini menggunakan larutan senyawa kimia kompleks. Larutan ini digunakan untuk membentuk senyawa kompleks dalam minyak atsiri seperti asam sitrat dan asam tartarat.

Adsorbsi Adsorpsi atau penyerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas yang terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap atau adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap atau adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida yang dilakukan oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan oleh gaya Van Der Waals yang ada pada permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat yang teradsorbsi tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan suhu). 1. Adsorpsi fisika Berhubungan dengan gaya Van der Waals. Apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya, maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben. Adsorpsi ini mirip dengan proses kondensasi dan biasanya terjadi pada temperatur rendah pada proses ini gaya yang menahan molekul fluida pada permukaan solid relatif lemah, dan besarnya sama dengan gaya kohesi molekul pada fase cair (gaya van der waals) mempunyai derajat yang sama dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair, yaitu sekitar 2.19-21.9 kg/mol. Keseimbangan antara permukaan solid dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel. 2. Adsorpsi Kimia Reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar daripada Adsorpsi fisika. Panas yang dilibatkan adalah sama dengan panas reaksi kimia. Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan adsorbent akan terbentuk suatu lapisan atau layer, dimana terbentuknya lapisan tersebut akan menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh batuan adsorbent sehingga efektifitasnya berkurang. Seperti halnya kinetika kimia, kinetika adsorpsi juga berhubungan dengan laju reaksi. Hanya saja, kinetika adsorpsi lebih khusus, yang hanya membahas sifat penting dari permukaan zat. Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu zat dapat diketahui dengan mengukur perubahan konsentrasi zat teradsorpsi tersebut, dan menganalisis nilai k (berupa slope/kemiringan) serta memplotkannya pada grafik. Kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh

kecepatan adsorpsi. Kecepatan adsorpsi dapat didefinisikan sebagai banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan waktu. Kecepatan atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya : Macam adsorben, Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate), Luas permukaan adsorben, Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate), Temperatur. Mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi yaitu: a. Molekul-molekuladsorben berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke permukaan interface, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben atau eksternal. b. Molekul adsorben dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari adsorben (exterior surface). c. Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben menyebar menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori. d. Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben. Berikut ini adalah beberapa metode yang termasuk ke dalam metode Adsorpsi: 1. Pemucatan Pemucatan dilakukan dengan menggunakan adsorben. Adsorben yang digunakan dalam proses pemucatan terdiri dari tipe polar (hidrofilik) dan non polar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silica gel, alumina yang diaktivasi, bentonit, dan beberapa jenis tanah liat (clay). Adsorben tipe ini umumnya digunakan jika zat warna yang akan dihilangkan lebih polar dari cairannya. Adsorben non polar antara lain adalah arang (karbon dan batubara) dan arang aktif, yang biasa digunakan untuk menghilangkan zat warna yang kurang polar. Adsorben tipe polar secara kualitatif sangat mirip satu sama lain dalam hal selektivitas untuk menyerap komponen dari beberapa campuran. Pada saat proses pemucatan dilakukan pengadukan minyak dengan adsorben (bentonit atau arang aktif) selama 20 menit dengan tujuan agar kontak antara minyak dengan adsorben menjadi lebih efektif, sehingga dapat menghasilkan efek adsorbsi yang optimal. Daya penyerapan terhadap warna juga dipengaruhi oleh bobot jenis adsorbennya. Semakin rendah bobot jenis adsorben, maka semakin efektif penyerapan terhadap warna. Selain faktor bobot jenis, keefektifan penyerapan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel dan pH adsorben (sebaiknya ukuran partikel tersebut halus dan pH adsorben mendekati netral). Pada keadaan awal bentonit dan arang aktif memiliki kemampuan adsorbs yang rendah. Kapasitas adsorbsi dari bentonit dapat dinaikkan dengan prose aktivasi untuk memberikan sifat yang diinginkan sehubungan dengan penggunaannya. Pengaktifan bentonit dan arang aktif bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa selain bentonit dan arang aktif yang tidak mempunyai sifat penyerap dan juga untuk memperluas permukaan melalui

pembentukan struktur porous dan berguna untuk mempertinggi daya adsorbsinya. Berdasarkan teori ada dua cara perlakuan untuk meningkatkan daya serap bentonit, yaitu dengan pemanasan dan aktivasi dengan pengasaman. Aktivasi dengan pemanasan bertujuan agar air yang terikat di celah-celah molekul dapat teruap, sehingga porositasnya meningkat. Sementara pengaktifan dengan pengasaman dapat menaikkan angka perbandingan antara SiO2 dan Al2O3. Contoh metode pemucatan Minyak cengkeh yang akan dipucatkan warnanya terlebih dahulu dipanaskan hingga suhunya mencapai 50 oC, setelah suhu minyak mencapai 50 oC barulah bentonit atau arang aktif tersebut dimasukkan ke dalam minyak sambil dilakukan pengadukan selama 20 menit. Suhu minyak dijaga tetap 50 oC, karena jika suhu terus naik maka mutu minyak tersebut akan rusak karena pemanasan dengan suhu yang berlebihan. Hasil yang didapat setelah dilakukan pemucatan dengan adsorben arang aktif menunjukkan nilai rendemen minyak atsiri adalah 85%. Sedangkan dengan menggunakan bentonit menunjukkan hasil rendemen 90,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan dari pemucatan dengan bentonit lebih tinggi dibanding yang menggunakan adsorben arang aktif. Hasil yang ditunjukkan juga menunjukkan warna yang menggunakan adsorben bentonit lebih jernih dibanding yang menggunakan arang aktif. Hal ini dikarenankan sifat kepolaran dari zat warna yang akan dihilangkan lebih polar dari cairannya, sehingga kandungan bahan lain seperti zat-zat yang tidak dikehendaki dalam minyak, diantaranya adalah zat-zat yang menyebabkan warna minyak menjadi gelap. Pemucatan dapat berlangsung dengan baik apabila senyawa yang diserap memiliki polaritas yang berdekatan dengan zat warna. Zat warna yang terkandung dalam minyak mudah sekali mengalami oksidasi yang bersumber dari hidroperoksida asam atau dari udara terbuka. Senyawa yang teroksidasi mempunyai sifat sukar diserap oleh adsorben, dan biasanya diatasi dengan peningkatan konsentrasi adsorben namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan. 2. Penarikan Air Penarikan air ini bertujuan untuk mengambil sejumlah air yang terkandung dalam minyak atsiri agar mutunya dapat meningkat dan warna menjadi lebih jernih. Pada penarikan air ini digunakan Na2SO4 yang berfungsi untuk menarik air dari minyak atsiri. Dengan penambahan Na2SO4 diharapkan kadar air yang terkandung dalam minyak dapat berkurang. Jika dengan penambahan awal Na2SO4 minyak tersebut belum menunjukkan penambahan kejernihan, maka kembali ditambahkan Na2SO4 ke dalam minyak tersebut. Hasil yang

didapatnya adalah rendemen minyak atsiri sebesar 90%. Air yang dapat ditarik dengan penambahan Na2SO4 ini kurang banyak. Pemurnian minyak atsiri dengan metode penarikan air merupakan metode yang paling sederhana, ekonomis dan murah dalam pengerjaannya (Guenther, 1987). Metode penarikan air menggunakan Natrium sulfat anhidrat, ini dimaksudkan untuk menarik air yang masih terdapat dalam minyak atsiri dimana air akan ditarik oleh natrium sulfat anhidrat hingga dihasilkan minyak atsiri dengan kemurnian yang tinggi. Pengkelatan/Flokulasi Flokulasi atau pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan senyawa pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat (Ekholm et al., 2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama dengan adsorpsi hanya dengan mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa pengkhelat yang cukup dikenal dalam proses pemurnian minyak atsiri, antara lain asam sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA (Karmelita, 1991; Marwati et al., 2005; Moestafa et al., 1990). Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks logam dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa yang ada, jenis pengkelat, kecepatan dan cara pengadukan, waktu kontak dan teknik penyaringan (Karmelita, 1991). Bahan pembentuk kompleks yang digunakan adalah EDTA dan minyak yang digunakan adalah minyak cengkeh. EDTA telah lama digunakan dalam tahap pemurnian pada industri minyak. Di beberapa negara di Eropa, pemurnian minyak dilakukan dengan menggunakan EDTA pada tahap bleaching dalam pemurnian kimia minyak. Pemurnian minyak dengan menggunakan EDTA juga dilakukan untuk memperoleh flavor yang baik dan stabilitas oksidasi pada minyak sedangkan asam sitrat mempunyai kemampuan sebagai chelating agent dalam menghilangkan katalis logam, selama pemurnian minyak yang telah dihidrogenasi. Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks logam dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa yang ada. Secara umum kesembangan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut: L-+S- LS L = logam S = senyawa pengkelat LS = kompleks logam-senyawa pengkelat

Senyawa pengkelat yang digunakan adalah EDTA yang bersifat asam dengan ion negatif (-), sedangkan logam yang akan diikat bersifat positif karena adanya perbedaan muatan tersebut menyebabkan logam yang terdapat di dalam minyak atsiri dapat diikat dengan senyawa tersebut, sehingga minyak bebas dari logam. Proses flokulasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kecepatan pengadukan, jenis flokulan dan banyaknya flokulan yang ditambahkan. Contoh proses pemurnian minyak atsiri dengan metode Flokulasi Pada pemucatan minyak lemon, digunakan arang aktif seberat 0,5 gram untuk membuat minyak lemon tersebut menjadi murni. Masa arang aktif yang digunakan diperoleh dari 2% volume minyak atsiri yang digunakan. Karena penambahan arang aktif ini, warna minyak lemon menjadi lebih jernih dari sebelum penambahan arang aktif. Hal ini dikarenakan arang aktif dapat menyerap zat-zat pengkotor minyak atisiri tersebut. Pada penarikan air, digunakan Na2SO4 seberat 1% dari volume minyak atsiri. Dengan penarikan air ini menjadikan minyak lemon tampak lebih jernih. Hal ini disebabkan Na2SO4 dapat menyerap kandungan air yang terdapat di dalam minyak atsiri. Pada proses pengkelatan minyak atsiri digunakan EDTA sebanyak 0,5 ml untuk mengikat logam yang terdapat di dalam minyak lemon sebanyak 25 ml. Dari hasil percobaan pengkelat minyak lemon ini dihasilkan minyak lemon jernih sebesar 18,444 ml. Sehingga logam yang terikat dengan EDTA dapat dihitung dari jumlah minyak ditambah dengan jumlah EDTA dikurangi dengan jumlah minyak jernih yang dihasilkan, sebanyak 7,056 ml. Dengan demikian logam terikat yang diikat oleh EDTA sebanyak 6,556 ml dari minyak lemon. Dengan proses pengkelatan ini menjadikan minyak lemon menjadi lebih jernih dari sebelumnya karena logam yang terkandung didalamnya dapat diserap oleh senyawa-senyawa pengkelat, diantaranya adalah EDTA. Deterpenasi Deterpenasi merupakan teknik pemisahan dengan menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan berupa pelarut organik seperti alkohol, hexan, eter, dan sebagainya. Deterpenasi adalah pemisahan minyak atsiri dengan terpen. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan senyawa atau flavor yang lebih kuat. Proses ini sangat berguna dalam menghasilkan minyak essens bermutu tinggi. Proses pemisahan menggunakan prinsip perbedaan massa jenis minyak dengan terpen. Setelah pencampuran dilakukan pemisahan sehingga terbagi menjadi 2 fasa, yaitu fasa polar dan non-polar. Fase ini terdiri atas minyak atsiri yang terlarut dalam senyawa nonpolar, sedangkan terpen terlarut dalam hidrokarbon-O (senyawa polar). Fase polar merupakan terpen

yang terbentuk dan tidak diproses lanjut. Fasa yang diambil adalah fase non-polar yang selanjutnya dilakukan evaporasi dengan menggunakan rotary evaporator untuk memisahkan minyak dengan air. Terbentuknya 2 fasa ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ketaren (1986) karena minyak atsiri pada minyak pala terdiri dari campuran senyawa nonpolar (hidrokarbon) dan polar (hidrokarbon-O), maka pelarut yang digunakan terdiri dari kombinasi pelarut-pelarut polar dan non-polar sehingga fraksi hidrokarbon akan terdistribusi di lapisan pelarut non-polar, sedangkan fraksi hidrokarbon-O terdistribusi pada pelarut polar. Metode umum pemisahan atau pengurangan terpen yang digunakan menurut Wakayabashi (1961) dalam Djuanita (1995), yaitu destilasi bertingkat dalam kondisi vakum, ekstraksi secara selektif dengan menggunakan pelarut (cair-cair), dan kromatografi menggunakan gel silica. Namun, yang paling banyak digunakan adalah metode ekstraksi caircair atau menggunakan pelarut. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut polar dan non polar, dimana fraksi terpen akan terlarut dalam pelarut non polar dan fraksi terpen-o akan terlarut dalam pelarut polar. Metode penghilangan senyawa terpen atau terpenless biasa dilakukan terhadap minyak atsiri yang akan digunakan dalam pemuatan parfum, karena minyak yang dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih baik (Hernani et al., 2002; Sait dan Satyaputra, 1995). Ada dua cara penghilangan terpen, yaitu dengan adsorpsi menggunakan kolom alumina menggunakan eluen tertentu dan ekstraksi menggunakan alkohol encer.

KESIMPULAN Proses pemurnian minyak atsiri dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu secara fisika dan kimiawi. Pemurnian minyak atsiri secara fisika dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu: Distilasi Sederhana, Distilasi Uap, Distilasi Fraksionasi, Distilasi Vakum, dan Distilasi Molekuler. Pemurnian minyak atsiri secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan metode: Adsorpsi, Flokulasi, dan Deterpenasi. Pemurnian secara fisika memerlukan peralatan penunjang yang cukup spesifik akan tetapi minyak yang dihasilkan lebih baik karena warnanya lebih jernih dan konsentrat komponen utamanya lebih tinggi. Pemurnian minyak secara kimiawi bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran dengan adsorben atau senyawa kimia kompleks tertentu.

DAFTAR PUSTAKA Djuanita, Nilla. 1995. Mempelajari Proses Deterpenasi Minyak Lemon dan Aplikasiny pada Deterjen Cair [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan S. Ketaren. UI Press, Jakarta. Karmelita, L. 1991. Mempelajari cara pemucatan minyak daun cengkeh (Syzigium aromaticum L.) dengan asam aspartat. Bogor: IPB Bogor. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta Sait, S dan I. Satyaputra. 1995. Pengaruh Proses Deterpenasi Terhadap Mutu Obat Minyak Biji Pala. Yogyakarta. Purnawati, R. 2000. Pemucatan Minyak Nilam dengan Cara Redestilasi dan Cara Kimia. Skripsi. Fateta. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Anda mungkin juga menyukai