Anda di halaman 1dari 12

THE ADVENTURE OF ENGINEER'S BOMB 7 juli 2005, pukul 08:51 - 09:47 Empat ledakan terjadi di Britania, London.

Memakan korban hingga 56 jiwa. Sebuah berita besar mewarnai ibukota negara Inggris itu. Diduga terjadi karena sekelompok teroris. 10 juli 2005, pukul 10:12 Polisi berhasil menangkap seseorang yang diduga anggota komplotan teroris pada kasus pengeboman yang lalu. Namun orang itu selalu mengelak, terus mengatakan bahwa polisi salah tangkap. Di sisi lain polisi sangat yakin bahwa mereka tidak salah tangkap. Polisi bingung, mereka terus berpikir apa yang harus mereka lakukan... Mereka berunding, berdiskusi untuk menentukan langkah yang tepat menghadapi orang tersebut. Hingga setelah beberapa menit akhirnya mereka memutuskan untuk memberikan orang tersebut pilihan. "Pilihlah salah satu amplop yang ada di kedua tanganku. salah satunya berisi kertas bertuliskan hidup, sedangkan satu lainnya bertuliskan mati. Jika kau mengambil amplop bertuliskan hidup maka kau akan bebas, jika bertuliskan mati maka hidupmu akan berakhir pada eksekusi hukuman mati hari ini juga." salah seorang polisi berkata pada tersangka yang duduk dengan tenang dan tanpa tatapan yang menunjukkan ketakutan sedikitpun sampai orang itu selesai mendengarkan perkataan polisi. "Glek" Kini ia menelan ludah. Ia hanya mempunyai sekali kesempatan, salah langkah maka nafasnya akan terputus hari itu juga. Ia mencoba untuk tetap tenang, diam, berpikir. "Hei! Jangan terlalu lama berpikir. Kau hanya membuang waktu yang tak berguna, apapun yang kau pilih tidak akan mengubah takdirmu!" seorang petugas lain dengan tidak sabar berkata pada orang itu yang masih mencoba tetap tenang. Ia masih berpikir. Ruangan yang gelap dengan penerangan seadanya itu seolah disulap menjadi ruang pengadilan mini oleh tatapan dan sikap tidak sabar nan angkuh para petugas kepada orang itu. Orang itu akhirnya menyadari, ia berpikir mungkin semua amplop ini bertuliskan "mati", tidak ada tulisan "hidup" di dalam kedua amplop itu. Obviously. Mereka (polisi) takkan mungkin merelakan mangsa mereka bebas begitu saja setelah upaya mereka yang bersusah payah memburu. Tanpa sadar ia menyunggingkan senyum tipis memikirkan hal itu. "Tentu saja polisi menggunakan cara yang licik untuk menghadapi orang licik." gumamnya dalam hati. Namun bodoh juga polisi tadi memberikan petunjuk padanya untuk memikirkan cara yang lebih licik untuk meloloskan diri dari perangkap mereka. Tapi tetap saja, apa yang ia pikirkan hanya sebatas dugaan. Bisa saja tidak seperti itu. Tapi mungkin saja demikian. Takkan tahu jika ia tak segera mencobanya. Sedetik kemudian orang itu mengambil salah satu amplop di tangan polisi di hadapannya. Tangannya bergetar, terlihat keringat mulai mengucur di keningnya. Tampak jelas keraguan dari sikapnya, terus berada di dalam kebingungan sampai detik terakhir pilihannya hingga ia memutuskan untuk memilih amplop yang berada di tangan kiri polisi itu. Dalam hatinya ia sangat yakin amplop yang ia ambil bertuliskan "mati", dan jikapun bertuliskan "hidup" tetap saja ini gambling. Hanya ada satu cara yang lebih licik yang terpikir olehnya untuk menghindari gambling maut ini, yaitu ....... MEMAKAN AMPLOP ITU! dengan tergesa ia merobek amplop itu dengan giginya yang kuning, mengambil kertas di dalamnya tanpa niat untuk mengetahu tulisan di atasnya kemudian segera ia memakannya dan menelan kertas itu. Polisi-polisi yang semula menyunggingkan

senyum seringai seperti srigala lapar kini berubah drastis menjadi ekspresi terkejut dengan mata melotot dan beberapa di antaranya menganga melihat aksi tersangka di hadapan mereka. Kini berbalik, tersangka itu menyeringai penuh kemenangan. "He..hei bodoh! Kenapa kau memakannya?! Bukankah kami menyuruhmu memilih dan membukanya untuk melihat tulisan yang ada di dalamnya???" salah seorang polisi dengan geram menjambak rambut orang itu dan berbicara pada jarak kurang dari 5 cm tepat di depan wajahnya. Ia masih menyeringai dan berbicara dengan tenang, "Bukankah itu sama saja? Saya sudah memilih. Anggap saja saya lapar jadi saya memakannya. Sekarang anda tinggal membuka amplop yang ada di tangan kanan anda, jika amplop itu bertuliskan "hidup" berarti saya memilih amplop bertuliskan "mati", begitupun sebaliknya. Bagaimana? Adil, bukan?" Polisi nampak bingung. Mereka sama sekali tidak memprediksi langkah tersangka untuk memakan kertas itu. Kini giliran mereka yang dibuat bingung. Namun demi mempertahankan keadilan atas nama kepolisian akhirnya mereka membuka amplop yang tersisa. Tersangka menatap amplop itu penuh harap. "MATI". itulah tulisan di kertas dalam amplop itu. "See? Berarti aku memilih amplop bertuliskan "hidup" yang artinya aku bebas, kalian harus membebaskan aku. HAHAHAHAHA" Kini tersangka itu benarbenar menang, berhasil mengelabui polisi-polisi itu yang kini nampak putus asa dan dengan terpaksa harus membebaskan buruan mereka. Selama perjalanan pulangnya orang itu tak henti-hentinya tersenyum, senyum dingin dan penuh kemenangan! 24 Juni 2010 Akhir bulan adalah jadwal rutin Molly untuk berbelanja beberapa kebutuhan sehari-harinya di swalayan tak jauh dari kediamannya. Ia pulang dengan tangan penuh dengan barang belanjanya, sayur mayur di tangan kanan dan keperluan pribadi lainnya di tangan kiri. Ia tiba di depan rumahnya tepat pukul 15:23 dan dikejutkan oleh beberapa lembar kertas di bawah pintunya. Ia membungkuk mengambilnya dan mendapati kertas-kertas itu adalah 5 buah tiket konser Aerosmith. Ia memandang sekelilingnya kalau-kalau ada orang mencurigakan yang baru saja pergi dari rumahnya untuk menaruh tiket konser itu. Ia tak mendapati siapapun. "Penggemar rahasia lagi?" gumamnya dengan suara berbisik cukup percaya diri. Dalam hatinya ia berharap Sherlock lah yang melakukannya meskipun ia yakin benar bahwa itu tak mungkin. "Sherlock? Itu mustahil." Seketika hatinya membatin. Tiket itu bukan benda pertama yang mengejutkannya akhir-akhir ini. Beberapa hari lalu ia dikejutkan oleh benda yang lebih besar dan mencolok, rangkaian bunga mawar di depan rumahnya. Hingga kini ia tak begitu memikirkan siapa pengirimnya. Ia bahkan menganggapnya "secret admirer" yang diam-diam menyukainya. Ia mmebuka pintu, baru satu langkah kakinya masuk melewati pintu ia menginjak selembar kertas berwarna pink yang ia pikir dimasukkan begitu saja melalui celah kecil bawah pintu. "Datanglah, ajak teman-temanmu juga." kata tulisan dalam kertas itu. Sejujurnya ia tak berminat untuk datang ke konser, apalagi konser band rock. Sama sekali bukan seleranya. Namun ia pikir mungkin saja ia bisa bertemu orang yang ia sebut sebagai "secret admirer" di konser itu. Dan ia masih berharap "secret admirer" itu adalah Sherlock, dan selalu tersenyum membayangkan hal itu meskipun seketika berubah menjadi senyum pahit setelah menyadari bahwa itu mustahil. Baker Street... "Sherlock, sudah dua jam kau

bermain catur sendiri, tidakkah kau merasa lapar?" John sudah bertanya hal yang sama untuk keempat kalinya saat itu. Namun selalu dijawab gelengan sedikit oleh sahabatnya, Sherlock. "Tidak John, otakku akan bekerja lebih baik ketika perutku kosong. Lagipula ini semua karena kau, John." Sherlock menjawab tanpa memalingkan wajahnya dari bidak-bidak catur di hadapannya. Entah apa serunya bermain catur seorang diri, hanya Sherlock yang menikmati hal itu. "Aku?" John menunjuk mukanya dengan jarinya sendiri. "Ya, kau." "Kenapa aku?" "Jelas sekali John karena kau menolak untuk menemaniku bermain cluedo." "Tidak, tentu saja tidak. Tidak permainan itu lagi Sherlock." "Backgammon?" "Tidak." "Kalau begitu biarkan aku bermain sendiri." "Sherlock, kau hanya butuh beberapa menit untuk makan dan setelah itu kau bisa melanjutkan permainan caturmu. Bidak-bidak itu takkan menangis hanya karena kau meninggalkannya untuk beberapa menit Sherlock. Sebaliknya, perutmu akan merintih jika kau tidak segera makan sekarang juga! Kau tahu aku dokter dan ini semua untuk kesehatanmu!" Sherlock berbalik menatap John, "Aku tahu benar kau dokter, dokter perang. Apa yang akan kau lakukan jika permainan catur ini dibatasi oleh waktu, John?" John hanya diam tidak menjawab karena ia memang tak tahu jawabannya dan pun ia menjawab tentu hanya akan menjadi bahan lelucon Sherlock. "Kau takkan bisa tenang jika kau meninggalkannya sementara waktu terus berputar. Lagipula kau tahu dengan jelas bahwa aku tak suka menunda pekerjaanku, John. Dan satu lagi, kau mengganggu permainanku, berhentilah menyuruhku makan karena kau bukan pengasuhku dan kembalilah makan tanpa bersuara." John hanya diam menurut, melanjutkan makan semangkuk bubur jagung buatan Mrs. Hudson. Beberapa waktu kemudian terdengar bunyi ponsel. Sherlock tidak mengangkatnya. "Masih sama dengan kemarin malam?" "Ya, entah apa yang ingin orang itu bicarakan tapi aku tidak begitu berminat untuk berbicara lewat telepon lagipula aku sama sekali tidak mengenalnya." "Tapi itu panggilan ke delapan hari ini Sherlock dan sejujurnya itu mengganggu. Kenapa tidak kau angkat dan bertanya padanya?" "Lakukan jika kau mau John." Sherlock kemudian melanjutkan permainan caturnya. Ponsel Sherlock berdering kembali, namun kini dering yang berbeda. "Apa yang ia katakan?" tanya John ketika Sherlock membuka pesan yang masuk ke ponselnya. "Dia mengajakku bermain puzzle yang ia buat dan kuduga akan membosankan jadi aku tak berminat untuk meladeninya. Entah apa tujuannya tapi kurasa....." "DUUAAAARRR!!!" Sebuah ledakan menenggelamkan suara perbincangan dua orang di dalam flat mereka yang sempit. Suara ledakan itu sangat jelas, dan kedua pria di flat nomor 221B Baker Street dapat melihat kepulan asap melalui jendelanya. John dengan sigap berlari menuju jendela untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi sementara Sherlock hanya bangkit dari duduknya. "Sherlock? Itu tadi..." "Benar John, sepertinya itu bom dan tak jauh dari sini." "Yeah, sekitar empat flat di sebrang jalan." Ponsel Sherlock berdering kembali, kali ini dering telepon. "Akhirnya kau mengangkatnya, Mr. Holmes. Bagaimana ledakan kecil yang baru saja kupersembahkan untukmu? Mungkin kau bisa mengabaikan dering telepon dariku, tapi apa kau bisa mengabaikan ledakan-ledakan dariku? Kau bisa memilihnya Mr. Holmes." "Mengapa aku harus mengikuti permainanmu? Aku sama sekali tidak tertarik dengan pria sama

halnya seperti aku tidak begitu tertarik pada wanita." Sherlock berbicara dengan nada yang dibuat setenang mungkin. "Kau cukup bertindak dari sekarang karena jika kau menyiakan sedetik saja waktumu maka kau akan menyaksikan lebih banyak lagi ledakan-ledakan yang kubuat ini Mr. Holmes, dan yang lebih penting lagi Molly akan menjadi salah satu dari sekian banyak korban ledakan yang kubuat. Kini ia sedang bersenang-senang bersama teman-teman wanitanya, sungguh menyenangkan menyaksikan senyum orang-orang yang tidak tahu bahwa maut sedang mengincarnya dalam waktu dekat ini." Sherlock hanya diam. "Sekarang terserah padamu, Mr. Holmes. Jika kau mau mengikuti permainanku, pergilah ke organ tubuh kota ini yang takkan berbohong. Aku sudah menyiapkan hadiah untukmu di sana tapi kau harus berhati-hati jangan sampai hadiah itu termakan oleh api, Mr. Holmes. hahahaha..." telepon pun terputus. John yang sedari tadi hanya diam tak mengerti kini bertanya, "Apa katanya, Sherlock?" "London Eye, John. Cepatlah kita tak punya banyak waktu." Sherlock mengenakan mantelnya dan mengikatkan syal di lehernya. "Kenapa London Eye, Sherlock? Ehm maksudku apa yang ia katakan?" "Organ tubuh London yang takkan pernah berbohong John. Jika kau ingin mengetahui apakah seseorang berbohong atau tidak maka kau harus perhatikan matanya, tentu kau tak asing dengan teknik ini , dan itulah sebabnya para filsuf menyebutnya sebagai jendela hati. Segera John!" Tanpa banyak bicara John mengikuti langkah Sherlock keluar dari flatnya, menyetop sebuah taksi untuk menuju London Eye. Sherlock dengan terpaksa mengikuti permainan orang itu. Di luar flat mereka tampak beberapa ambulance dan mobil pemadam kebakaran wara-wiri, beberapa orang terluka cukup parah akibat ledakan itu. Seorang pria tampak berdiri di atas gedung tertinggi sehingga ia bisa mengawasi seluruh London Eye. Bom sudah terpasang rapi di tiap-tiap kapsul bianglala. Sherlock dan John pun tiba dan tepat setelah Sherlock membuka pintu taksi ponselnya berdering kembali. "Oh Mr. Holmes rupanya kau tipikal penurut, aku merasa senang dan lebih bersemangat sekarang. Apa kau sudah siap, Mr. Holmes, menyaksikan setiap ledakan buah dari kecerdasanku?" "Akan kubuktikan kecerdasanku jauh di atas kecerdasanmu dan kau akan menyesal karena telah mengajak bermain orang yang salah." "Kalau begitu mari kita buktikan, Mr. Holmes. Tanpa membuang banyak waktu, ini adalah awal permainanku. Aku akan meledakkan tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang, target pertama berada di sini. Sekarang kau bisa melihat box biru di dekat "mata" besar itu, sangat jelas dari tempatmu berdiri Mr. Holmes." Sherlock dan John melangkah mendekati box itu dengan hati-hati. "Buka box itu dan kau akan melihat sebuah bagian yang terhubung dengan semua bom di tiap-tiap kapsul bianglala. Di sana banyak tombol-tombol huruf, yang harus kau lakukan adalah menekan tombol A sampai Z dengan berurutan, ada kabel hijau di antara tombol-tombol itu, kau tidak boleh menekan tombol yang tidak tersambung dengan tombol yang kau tekan sebelumnya. Huruf yang kau pilih harus searah kabel hijau yang membentuk garis lurus atau lingkaran, tapi jika kau memilih garis lurus maka kau hanya bisa berhenti di pusat lingkaran dan tidak boleh "menyeberang" melewati tombol Z. Aku beri waktu kau 10 menit untuk memecahkannya dimulai dari kau menutup telepon ini, jika kau gagal maka seluruh

bom itu akan meledak secara otomatis. Selamat bersenang-senang, Mr. Holmes!" telepon pun ditutup kembali. "Ehm, baiklah kurasa kita harus memulainya dari tombol B di sebelah...." John yang mendengar percakapan Sherlock dengan orang itu mencoba untuk mengambil inisiatif memulai permainan ini. "Jangan sentuh! Kau gegabah John! Bisa saja kau menekan tombol yang salah!" Sherlock membentak John dengan suara yang cukup keras dan sedetik kemudian menekan tomboltombol di box itu. "Yeaahh dan akhirnya kau pun menekan tombol yang kutunjuk tadi." John sedikit tersenyum mengejek. "Bedanya aku berpikir dan kau menebak John. Diamlah dan biarkan aku menangani ini ." Dengan cekatan dan hati-hati Sherlock tanpa ragu menekan beberapa tombol itu dengan cepat, dan belum sampai 1 menit ia sudah selesai menyelesaikan puzzle itu. John terkejut, "Errr kau mampu menekan tombol-tombol itu tanpa kesalahan, apa ada tanda di tombol-tombol itu seperti sidik jari yang bisa terlihat jika kita menaburkan bubuk di atasnya? Yeaah sama seperti trik yang digunakan untuk mengetahui kode brankas atau kode lift?" "Kau hanya perlu menghafalnya, John." Sherlock tertawa dan menunggu dering telepon pada ponselnya. "Me..menghafal? Bagaimana?" Sherlock tak punya waktu menjawab pertanyaan John, kini ponselnya sudah berdering kembali. Telepon dari orang itu lagi. "Luar biasa Mr. Holmes kau bisa menyelesaikannya lebih cepat dari perkiraanku." "Obviously. Sudah kukatakan sebelumnya bahwa kecerdasanku jelas berada jauh di atasmu. Lalu apa selanjutnya? Di mana Molly?" "Well, Mr. Holmes, sekarang tujuan berikutnya adalah Buckingham Castle. Aku sudah menunggu. Bergegaslah." "Di mana Molly?" "Tidak perlu terburu-buru, Mr. Holmes. Aku tidak akan curang, selesaikanlah permainan ini maka kau akan bertemu dengan Molly tanpa lecet sedikitpun. See yaa, Mr. Holmes." telepon ditutup dan Sherlock bersama John bergegas menaiki taksi menuju Buckingham Castle, tujuan mereka berikutnya. Sherlock dan John tiba di lokasi kedua mereka. Orang itu menyuruh Sherlock untuk memasuki salah satu box untuk menemukan bom berikutnya. Sherlock dan John bergegas memasuki Buckingham Castle mencari box yang dimaksud dan mereka menemukan box tersebut di sudut sebuah ruangan. John kini tak berani berinisiatif memulai, dan Sherlock segera membuka box itu dengan sangat hati-hati. Di dalamnya terdapat beberapa pasang lampu dengan berbagai warna dalam keadaan tidak menyala dan terdapat kabel di tiap-tiap lampu. Ponsel Sherlock kembali berdering. "Well, Mr. Holmes, di permainan kedua ini kau harus menyalakan semua lampu dengan menghubungkan lampu-lampu dengan nomor yang sama menggunakan sebuah kabel. Tapi ingat! Jangan sampai kabel itu saling bersentuhan dengan kabel yang lain, jika satu kabel saja bersentuhan atau bersinggungan atau menempel dengan kabel lainnya maka BOOM, bom akan seketika meledakkan istana ini, Mr. Holmes. Percayalah bom itu cukup kuat untuk menghancurkan istana ini, kau punya waktu 5 menit, Mr. Holmes." telepon kembali ditutup. Sherlock langsung memasangi kabel-kabel itu dengan hati-hati, "ini sangat mudah, John, hanya saja yang mengganggu bagaimana kabel-kabel ini tidak saling bersentuhan atau menempel satu sama lain." John hanya menonton sahabatnya Sherlock yang kini sibuk dengan untaian kabel-kabel di hadapannya. Itu lebih baik daripada ia berusaha

membantu yang akan berbuntut dengan cemooh Sherlock yang sangat mengganggu. "Sebenarnya John, ada banyak sekali cara yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya, tapi untuk sekarang kau lebih baik tetap diam dan melihat, jika aku butuh bantuanmu aku akan katakan." "O..oh ya, terima kasih Sherlock kau lagilagi membaca apa yang kupikirkan." Selesai John dengan kalimatnya maka selesai juga lah Sherlock dengan kabel-kabelnya. "Yeah selesai, John!" katanya dengan senyum sesaat. Ponsel Sherlock berdering lagi. "Well done, Mr. Holmes. As usual, kau selalu memukau." "Tentu saja." "Baiklah Mr. Holmes, sebenarnya aku ingin sekali merayakannya tapi tak banyak waktu yang tersisa Mr. Holmes. Selanjutnya Covent Garden, Mr. Holmes. Sampai jumpa." telepon ditutup. Convent Garden jelas cukup jauh dari Buckingham Castle. Sherlock dan John pun bergegas menuju lokasi ketiga mereka, Convent Garden. Sherlock sampai dan ponsel pun langsung berdering. "Permainan selanjutnya, tuan detektif. Kau tentu menyukai permainan yang memeras otak, Mr. Holmes, baiklah kali ini kita akan memainkan permainan anak-anak, ini salah satu favoritku." "Just to the point. Aku tidak suka bertele-tele." kata Holmes dengan nada dingin. "Mainanku, atau yang kau sebut bom, kusimpan dalam sebuah ransel hijau. Kau akan menemukan beberapa lego di dalamnya. Lego-lego itu adalah komponen bom Mr. Holmes, susun lego itu ke dalam kotak yang sudah kusediakan. Aturannya kau harus memasangkan bangunan-bangunan itu dengan tepat, ada beberapa bangunan yang memiliki tanda silang, jangan sampai dalam satu barisan ada dua tanda, sekali saja kau salah menyusunnya maka komponen bom tersebut akan aktif dan meledak. Kuberi kau 21 menit untuk menyelesaikannya, mekanisme yang satu ini benar-benar elegan dan kau tidak akan bisa membuatnya, Mr. Holmes. Good Luck!" Orang itu jelas menyombongkan dirinya dan cukup yakin bahwa Sherlock akan kalah pada permainan ketiganya ini. Sherlock kini lebih waspada, ia berlari mencari ransel itu, "John, mari berpencar." "Kau meminta bantuanku?" "Yeah anggaplah begitu, tidak ada waktu John, kau cari di sebelah kiri dan aku cari di sebelah kanan, jika kau temukan ransel itu, cepat hubungi aku dan pastikan kau tak melakukan apapun selain itu John." "Ehm baiklah." John tanpa banyak bicara segera bergegas mencari ransel yang dimaksud Sherlock. Mereka mencari ransel itu di tengah kerumunan orang-orang, seperti mencari jarum di tengah jerami hingga akhirnya John berhasil menemukan ransel tersebut dalam keadaan yang sangat gawat, saat itu ada 3 anak kecil yang hampir-hampir membuka ransel itu yang langsung diteriaki oleh John untuk mencegahnya. "Jangan sentuh ini!" katanya dan seketika ketiga anak kecil itu berlari menjauh. John segera menghubungi Sherlock dan tetap mengawasi ransel itu. Tak cukup waktu lama bagi Sherlock untuk menghampiri John, dan segera membuka ransel berisi banyak lego di dalamnya. Waktu yang tersisa tinggal 10 menit. Sherlock kemudian mulai berpikir dan bertindak dengan penuh perhitungan. Suara gaduh di tempat itu sangat mengganggu konsentrasi Sherlock terlebih waktu yang tersisa tidak banyak. Sherlock sedikit tergesa-gesa, "Sherlock, tenangkan dirimu." John berusaha menenangkan sahabatnya yang terlihat terburu-buru. "Diam John." "Baiklah."

"Kurasa tidak semua lego ini terpakai, tapi yang mana???" "Kau bertanya padaku?" "Tidak, John. Jangan menjawabnya!" "Ehm okay. Tapi waktunya Sherlock?" "Aku tahu, John!" "Mind palace, Sherlock, mind palace!" "Kau pikir itu akan membantu?" "Sebelumnya selalu, coba saja." "Oh baiklah." Sherlock memejamkan matanya dan mulut, kepala serta tangannya bergerak-gerak yang hanya Sherlock yang mengerti hingga pada akhirnya Sherlock berhasil menyelesaikan lego-lego itu dengan sempurna sebelum waktu yang ditentukan berakhir. "Yeah! Kau berhasil Sherlock!" John tampak sedikit terkejut dan lega. "Tentu saja John, tentu saja, kau tak perlu terkejut seperti itu." Sherlock selalu seperti itu. Sherlock sudah siap dengan ponselnya, menunggu telepon dari orang itu. Sudah 1 menit Sherlock menunggu namun orang itu tak kunjung meneleponnya. Kemudian ada sebuah pesan berupa gambar dikirimkan ke ponselnya dan disusul dengan pesan singkat dari orang itu. "Mr. Holmes, harus kuakui kau memang tangguh. Aku ingin sekali bermain lebih lama denganmu tapi semuanya pasti memiliki akhir Mr. Holmes begitu juga dengan permainan ini. Baiklah ini permainan yang terakhir sekaligus takdir yang akan mempertemukan kita Mr. Holmes, dua orang jenius meskipun jelas aku lebih jenius dari pada dirimu. Petunjuknya, bagi sepasang kekasih, bergandeng tanganlah agar sampai ke tujuan, waktumu 30 menit." "Oohh kali ini puzzle yang merepotkan, John." Sherlock nampak menggerutu dengan nada penuh minat. "Elegan?" "Tidak John, aku lebih suka yang ketiga." "Ayolah, Sherlock, ini bukan permainan, ini bom! Kau merasakan kesenangan sementara orang-orang merasakan kengerian." "Mereka tidak tahu, John." "Y..yeaahh itu memang benar, tapi tetap saja Sherlock. ini BOM!" "Berbentuk game, John." kata Sherlock dengan senyum tipisnya. "Dan harus kuakui dia orang yang cukup kreatif, aku sangat jarang memuji orang John, mungkin 70 untuk nilai ide permainannya, ah tidak tidak, 68 cukup." lanjutnya. "baiklah kita dikejar waktu, Sherlock, pecahkan saja sebelum bom itu memecahkan kepala kita." "Mau mencobanya, John?" Sherlock melirik John. "Tidak terimakasih, aku lebih suka menjadi penonton yang manis, Sherlock." "Tentu saja aku bercanda, John. Karena kita tahu jawabannya bahwa hanya aku yang mampu menyelesaikannya, tidak yang lain termasuk kau. Ooohhh baiklah kita harus memulainya dari mana..." Sherlock menggosok-gosokkan telapak tangannya. Kemudian Sherlock sudah sibuk dengan smartphone-nya, menyelesaikan puzzle terakhir dari orang itu. Si Maniak Bom. "Bingo! Ini dia, aku sudah selesai! Cari taksi John, kita akan segera menemui orang itu dan aku sudah tak sabar menunjukkan padanya betapa tidak jeniusnya dia." *** Selamat Menjawab Case ini! Analisislah semua misteri yang ada dalam kasus ini! Berikan analisis terbaik anda untuk memecahkan kasus ini. Batas waktu (Deadline) untuk menjawab case ini adalah HARI RABU, 29 JANUARI 2014 PUKUL 12.00 WIB (SIANG) Beberapa ketentuan penting: 1. Pertanyaan seputar hal yang kurang jelas dalam case ini dikirim ke akun Shi Jin melalui private message (pesan), kami hanya akan menjawab pertanyaan yang tidak bersinggungan langsung dengan clue, jika pertanyaan berupa hal tersebut atau kami

menganggap pertanyaan tidak ada hubungannya dengan proses pemecahan kami akan jawab TIDAK TAHU. Selain itu silakan dipost di grup GOD (pertanyaan umum yang tak berhubungan dengan case). 2. Jawaban case dikirim ke akun Shi Jin melalui private message (pesan). BUKAN PESAN BERSAMA INI. 3. Hanya diperkenankan mengirimkan 1 jawaban, jika lebih maka jawaban pertama yang akan kami nilai. 4. DILARANG MEMBALAS PESAN BERSAMA INI DENGAN ALASAN APAPUN. Bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi berupa pemotongan poin sebanyak 5 poin. 5.DILARANG MENGIRIMKAN JAWABAN MELALUI PESAN BERSAMA INI. Bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi berupa diskualifikasi. Regards, Shi Jin

Anda mungkin juga menyukai