Anda di halaman 1dari 2

BAB I PENDAHULUAN

Cidera kepala merupakan kasus yang sangat sering terjadi setiap harinya. Bahkan bisa dikatakan Merupakan kasus yang hampir selalu dijumpai diunit gawat darurat setiap rumah sakit. Kasus cedera kepala dapat dijumpai dalam berbagai tingkat kegawatdaruratan yaitu dari yang tidak bersifat gawatdarurat, yang memiliki resiko keselamatan yang serius, dan bahkan yang sifatnya fatal. Dalam pembahasan cidera pada kepala, sebagian ahli menggunakan istilah cidera kranio serebral. Hal ini didasarkan pemahaman mereka bahwa perlukaan atau lesi yang terjadi dapat mengenai bagian tulang tengkorak (kranium), atau bagian jaringan otak (serebral), atau bahkan keduanya sekaligus. Berdasarkan urutan struktur anatominya, cidera dapat terjadi dari lapisan terluar hingga paling dalam di kepala ; yaitu kulit kepala, tulang tengkorak, selaput otak, pembuluh darah otak, dan jaringan otak. Istilah lain yang kerap digunakan dalam literature barat adalah Traumatic Brain Injury (Cidera otak traumatik), yang umumnya didefinisikan sebagai kelainan non-degeneratif dan non-kongenital yang terjadi pada otak, sebagai akibat ada kekuatan mekanik dari luar, yang beresiko mengakibatkan gangguan temporer atau permanen dalam hal fungsi kognitif, fisik dan fungsi psikososial, dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran. Dalam prakteknya, istilah ini juga digunakan sebagai sinonim cidera kepala, termasuk untuk keadaan yang tidak disertai dengan gangguan neurologis sama sekali. Berbeda dengan berbagai organ tubuh lainnya, terjadinya trauma mekanik pada kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks. Hal ini disebabkan karena struktur anatomik dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk dengan konsistensi cair, lunak, dan padat yaitu cairan otak, otak, jaringan saraf, pembuluh darah, dan tulang. Selain itu struktur
1

anatomis kepala yang berbentuk ruangan tertutup dengan ukuran relative tetap, juga menyebabkan adanya permasalahan yang tidak dijumpai pada organ lain, yaitu masalah peningkatan tekanan intracranial. Struktur dan topografi yang khusus ini menyebabkan pembahasan cedera kepala dapat dipisahkan dengan cedera pada medulla spinalis, walaupun sebenarnya keduanya secara fungsional disebut sebagai sistim saraf pusat. Berdasarkan terjadinya, lesi atau gangguan yang terjadi dalam cedera kepala dibagi menjadi cidera primer dan sekunder. Cidera primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu langsung saat terjadinya cedera, yang dapat mengenai jaringan kulit kepala hingga otak, berupa laserasi, perdarahan (hematome), fraktur tulang tengkorak, dan kerusakan jaringan otak. sedangkan cidera sekunder adalah kerusakan yang terjadi sesudahnya, sebagai komplikasi lanjutannya. Yang termasuk dalam cedera sekunder misalnya edema jaringan otak, hipoksia, dan sebagainya. Dengan adanya berbagai kemajuan di bidang kedokteran pada umumnya, dan dalam hal tatalaksana cedera kepala secara khususnya, menghasilkan angka mortalitas cedera kepala yang semakin menurun. Walaupun demikian, gejala sisa yang dialami pasien yang selamat ternyata masih cukup tinggi. Tidak sedikit pasien yang berhasil diselamatkan mengalami kecacatan menetap setelah cedera, berupa deficit neurologis yang tak jarang sifatnya serius. Seperti pada kasus cedera lainnya, mortalitas, morbiditas, dan berat ringannya gejala sisa sangat ditentukan oleh kualitas dari penanganan sejak awal. Penanganan yang cepat dan tepat sejak awal akan memberikan prognosis dan hasil akhir yang secara dramatis jauh lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai