Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KONSEP HERBAL INDONESIA

PASAL 6 PERMENKES No.1109/MENKES/PER/IX/2007

Oleh Caroline 1106027655

PROGRAM MAGISTER HERBAL DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2011

PERMASALAHAN

Kesehatan masyarakat adalah salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa serta mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional, oleh karena itu masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi persyaratan. Di era globalisasi dan pasar bebas dengan semakin mudahnya transportasi antar negara, wilayah dan antar kota dan desa, menyebabkan hilangnya entry barrier semua komoditi termasuk diantaranya adalah alat kesehatan. Sehingga baik jumlah maupun jenis alat kesehatan yang beredar semakin meningkat. Alat kesehatan memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Namun di sisi lain juga dapat menimbulkan masalah dalam penggunaannya, baik itu merugikan penggunanya atau orang di sekelilingnya. Masalah tersebut antara lain disebabkan karena alat kesehatan tersebut tidak memenuhi standar mutu dan keamanan atau terjadi salah penggunaan.

PEMBAHASAN

Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, alat yang ditanam, reagen/produk diagnostik invitro atau barang lain yang sejenis atau yang terkait termasuk komponen, bagian dan perlengkapannya yang disebut dalam Farmakope

Indonesia, Formularium Nasional, atau yang penggunaannya untuk maksud sebagai berikut ini: 1. Digunakan untuk mendiagnosa penyakit, menyembuhkan, merawat,

memulihkan, meringankan, atau mencegah penyakit pada manusia. 2. Dimaksudkan untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh manusia. 3. Dimaksudkan untuk menopang atau menunjang hidup. 4. Dimaksudkan untuk pencucihamaan alat kesehatan. 5. Dimaksudkan untuk mendiagnosa kondisi bukan penyakit yang dalam mencapai tujuan utamanya. 6. Memberi informasi untuk maksud medis dengan cara pengujian invitro terhadap spesimen yang dikeluarkan dari tubuh manusia. 7. Dan tidak mencapai target dalam tubuh manusia secara farmakologik, imunologis, atau cara metabolisme tetapi mungkin membantu fungsi tersebut. 8. Digunakan, diakui sebagai alat kesehatan sesuai dengan kemajuan iptek.

Berdasarkan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu alat kesehatan elektromedik, alat kesehatan non elektromedik, dan diagnostik. Alat Kesehatan Elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam

penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert), jadi pada alat kesehatan tersebut tidak perlu dicantumkan cara penggunaannya, tetapi harus ada manual book-nya baik dalam bahasa Indonesia. Contoh: EKG, alat Rontgen, dll. Alat Kesehatan Non Elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam

penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan tersebut atau pada kemasannya. Contoh: Jarum suntik, softlens, dll.

Diagnostik adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh: alat atau pereaksi kimia klinik, toksikologi klinik, imunologi, hematologi. Reagensia adalah bahan/pereaksi yang digunakan secara tidak langsung dalam menegakkan/menentukan diagnosa atau kondisi lain. Contoh: pewarna biologikal, pereaksi penyediaan spesimen, pereaksi mikrobiologi. Pemerintah melalui Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI berkewajiban melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan guna menjamin tersedianya alat kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat sesuai dengan kebutuhan serta terjangkau oleh masyarakat. Secara umum definisi dari standar adalah spesifikasi teknis atau suatu yang dibakukan, tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat atau keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Standardisasi menurut Badan

Standardisasi Nasional (PP No. 102/2000) adalah suatu proses yang merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pihak. Kegiatan perumusan standar merupakan serangkaian kegiatan dimulai dari perencanaan perumusan, sosialisasi sampai penerapan standar. Standar suatu produk menentukan kualitas produk. Standar alat kesehatan yang dibuat harus dapat menjamin keselamatan dan keamanan penggunaannya pada masyarakat dan harus menjadi acuan bagi sarana produksi, distribusi maupun pelayanan kesehatan yang mengelola produk tersebut. Berkaitan dengan hal ini, maka standar alat kesehatan yang dibuat harus dapat mengikat dan dikeluarkan sebagai peraturan yang harus dipatuhi. Penerapan sertifikasi merupakan keharusan tiap industri produsen alat kesehatan untuk memenuhi standarisasi mutu alat kesehatan yang beredar di seluruh Indonesia.

Sertifikasi produksi ini didasarkan pada PERMENKES 1184 tahun 2004. Sebelumnya dan selama ini yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dari menteri perdagangan dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan, pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan Yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Yang Baik (CPPKRTB). Selain itu, alat kesehatan hanya boleh didistribusikan oleh badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai penyalur alat kesehatan. Alat kesehatan yang beredar harus sudah teregistrasi dan memiliki izin edar, dimana alat kesehatan tersebut harus memiliki kriteria sebagai berikut: a) Khasiat atau manfaat dan keamanan yang cukup dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. b) Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan. c) Penandaan yang berisi informasi yang cukup dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan.

Pemerintah berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam rangka pengamanan alat kesehatan, pemerintah perlu melakukan pembinaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, serta menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan. Pembinaan ini dilaksanakan dalam berbagai bidang terkait, seperti:

1. Informasi, antara lain penyebarluasan informasi kepada masyarakat dan melindungi masyarakat dari iklan yang tidak objektif, tidak lengkap dan menyesatkan. 2. Produksi, antara lain meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan produksi alat kesehatan yang baik (GMP). 3. Peredaran, dilakukan dengan: a) Menjaga terpenuhinya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan yang diedarkan. b) Menerapkan/mengembangkan jaringan peredaran alat kesehatan yang merata. 4. SDM, dilakukan dengan: a) Meningkatkan keterampilan teknis tenaga kesehatan. b) Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan atau lembaga pelatihan. c) Menyediakan tenaga penyuluhan yang ahli dalam bidang alat kesehatan d) Pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menjamin tersedianya alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan masyarakat.

Lebih lanjut, pemerintah perlu melakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap produksi, distribusi, dan pemakaian alat kesehatan sehingga mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan terjamin dan menghindarkan timbulnya efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan dari penggunaan alat kesehatan sehingga beresiko terhadap pasien atau operator alat tersebut. Pengawasan ini hendaknya dilakukan tidak hanya oleh pemerintah, namun juga perlu melibatkan produsen, distributor/penyalur dan masyarakat agar terjadi suatu sistem pengawasan yang berkesinambungan dan menyeluruh. Pengawasan oleh pemerintah dapat berupa: 1. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada terutama di Dinas Kesehatan Provinsi dan

Kabupaten/Kotamadya.

2. Memberikan sanksi yang berskala nasional, provinsi dan kabupaten/kotamadya terhadap produsen yang melakukan kesalahan. 3. Meningkatkan peran serta masyarakat pada tingkat kabupaten/kotamadya, propinsi dan pusat (nasional).

Pengawasan oleh produsen/penyalur dapat berupa: 1. Produsen berkewajiban mengadakan pembenaran di lapangan, tentang mutu dan klaim produknya. 2. Melaksanakan pemantauan efek samping dari produknya. 3. Melaksanakan perbaikan dan/atau menarik produknya yang tidak memenuhi standar.

Pengawasan oleh masyarakat dapat berupa: 1. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya terhadap alat kesehatan yang beredar. 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang substandar. 3. Dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu.

Sedangkan dalam kaitannya dengan penggunaan alat kesehatan dalam konteks pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan, alat kesehatan yang digunakan haruslah alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan seperti yang telah dijabarkan di atas. Selain itu, pemerintah perlu melakukan pembinaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, serta menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan. Pembinaan ini dilaksanakan dalam berbagai bidang terkait, salah satunya adalah dengan pembinaan SDM sehingga alat kesehatan digunakan sesuai dengan metode/keilmuannya.

KESIMPULAN

1. Alat kesehatan yang digunakan baik dalam pengobatan konvensional maupun komplementer-alternatif haruslah merupakan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 2. Dalam menjaga terpenuhinya persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan, pemerintah berkewajiban melaksanakan perumusan kebijakan,

standardisasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan. 3. Pemerintah perlu melakukan pembinaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, serta menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan. Pembinaan ini dilaksanakan dalam berbagai bidang terkait, salah satunya adalah dengan pembinaan SDM sehingga alat kesehatan digunakan sesuai dengan metode/keilmuannya. 4. Dalam melakukan pengawasan, produsen, distributor/penyalur dan masyarakat perlu dilibatkan agar terjadi suatu sistem pengawasan yang berkesinambungan dan menyeluruh.

SARAN

1. Dalam penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas kesehatan, alat kesehatan yang digunakan selain aman untuk kesehatan dan sesuai dengan metode/keilmuannya, juga harus memenuhi persyaratan mutu dan kemanfaatan. 2. Dalam menggunakan alat kesehatan, diperlukan tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan dan kemampuan teknis yang memadai sehingga dapat menghindarkan masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak tepat.

3. Diperlukan adanya pembinaan/training penggunaan alat kesehatan untuk tenaga kesehatan yang dilakukan oleh tenaga penyuluhan yang ahli dalam bidang alat kesehatan. 4. Diperlukan adanya suatu sistem pengawasan dan pelaporan untuk menjamin penggunaan alat kesehatan dalam pengobatan komplementer-alternatif yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, serta menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan.

REFERENSI

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia, edisi 4. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. (2005). Pedoman Pelaksanaan Monitoring Sarana Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1184/MENKES/PER/X/2004 Tentang

Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/MENKES/PER/IX/2007 Tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan World Health Organization. (2006). The International Pharmacopoeia, 4th ed., vol.1. Geneva: World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai