Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit degeneratif telah menjadi segmentasi permasalahan tersendiri bagi setiap negara diseluruh dunia. Hingga saat ini penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Fakta mencengangkan ternyata epidemiologi global ditemukan lebih buruk di banyak negara dengan pendapatan nasional rendah dan sedang dimana 80% kematian penyakit degeneratif terjadi di beberapa negara tersebut. Saat ini kanker menempati urutan ke dua setelah kardiovaskuler yang menyebabkan kematian di Indonesia (Kemenkes, 2012). Setiap tahun diperkirakan terdapat 530.000 jenis kanker baru di dunia. Kanker serviks merupakan jenis kanker kedua terbanyak yang menginfeksi wanita di dunia. Lebih dari 270.000 setiap tahunnya wanita meninggal dunia karena kanker serviks dan lebih dari 85% kasus ini terjadi di negara berkembang (WHO, 2014). Di dunia setiap dua menit, seorang perempuan meninggal akibat kanker serviks (IBI, 2010). Insidens kanker di Indonesia masih belum dapat diketahui secara pasti dikarenakan belum ada registrasi kanker berbasis populasi yang dilaksanakan. Berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Ikatan Dokter Ahli Patologi Indonesia (IAPI) tahun 1998 di 13 Rumah Sakit di Indonesia menyatakan bahwa kanker leher rahim menduduki peringkat pertama dari seluruh kasus kanker sebesar 17,2%. Angka kejadian kanker serviks pada tahun 2006 sebanyak 4.696 kasus atau 11,07% dan sekitar 70% penderita dalam keadaan lanjut (Aditama, 2010). Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2007 kanker leher rahim menempati urutan kedua pada pasien rawat inap (11,78%) dan pasien rawat jalan (17,00%) (Kemenkes RI, 2010).

Data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2008) gambaran akhir tahun untuk kanker serviks sebanyak 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Data insidensi kanker serviks di beberapa kota besar di Indonesia menunjukan bahwa Pulau Jawa memiliki angka kejadian kanker serviks tertinggi di Indonesia diantaranya adalah Kota Surakarta menempati urutan tertinggi penderita kanker serviks dengan persentase mencapai 5,77% sedangkan urutan yang paling rendah berada di Kota Padang dan Palembang dengan persentase 1%. Kota Bandung sendiri memiliki persentase insidensi kanker serviks sebesar 1,96% (Kemenkes, 2008). Kanker serviks dan upaya pencegahannya masih merupakan masalah yang menarik perhatian para profesional kesehatan karena kanker serviks mempunyai keunikan yang merupakan jenis kanker yang bisa dicegah melalui upaya vaksinasi dan gaya hidup sehat. Selain itu kanker serviks dapat di deteksi secara dini dengan cara Pap Smear dan IVA tes, namun pada kenyataanya tidak sedikit masyarakat yang memiliki pengetahuan yang rendah mengenai pencegahan dan deteksi dini kanker serviks hal ini terlihat dari angka penggunaan Pap Smear dan IVA tes yang masih rendah di Indonesia sejak tahun 2007 2013 deteksi dini yang telah dilakukan sebanyak 644.951 orang wanita atau sekitar 1,75% (RSHS, 2014). Secara teori pengetahuan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi perilaku dan keyakinan seseorang, selain itu kemampuan kognitif membentuk cara berfikir seseorang, meliputi kemampuan untuk mengerti faktor faktor yang berpengaruh dalam kondisi sakit dan praktek kesehatan personal. Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka akan semakin besar pula keinginannya untuk fasilitas kesehatan (Potter dan Perry, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anti Widayani (2009) di Surabaya menunjukkan bahwa 42,9 % responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi dan 21,6% responden memiliki tingkat pengetahuan sedang serta 35,5% responden memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang pencegahan kanker serviks. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Cheren Christine Pondaag (2013) di SMA Negeri 1 Manado menemukan adanya pengaruh yang signifikan tentang pendidikan kesehatan

terhadap tingkat pengetahuan siswi tentang pencegahan kanker serviks. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Soebarkah Basoeki (2012) di Poli Kebidanan dan Kandungan RSUD dr. Saiful Anwar Malang mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan wanita mempengaruhi angka kejadian kanker serviks. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ninik Artiningsih (2011) di Mojokerto juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan positif antara pengetahuan WUS dengan tindakan pemeriksaan IVA sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit kanker serviks. Tingginya angka kejadian kanker serviks di Indonesia disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan kesadaran akan bahaya kanker serviks. Rendahnya tingkat pegetahuan diyakini memperburuk kondisi dan

diperkirakan meningkatkan angka kejadian kanker serviks setiap tahunnya. Pengetahuan yang diperoleh bukan hanya kanker serviks secara umum, tetapi cara masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sehari hari seperti tetap menjaga hygiene selalu baik (Basoeki, 2012). Kanker serviks banyak bermukim di Pulau Jawa yaitu sekitar 89,48% (Tresna, 2009). RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung menyebutkan jumlah pasien kanker serviks terus meningkat dari tahun ke tahun. Penderita yang berobat mencapai 400 orang per tahunnya. Data register ruangan Kemuning lantai 3 Obstetri ginekologi RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2011 terdapat sekitar 663 penderita kanker serviks, sedangkan bulan Januari Mei 2012 terdapat sekitar 346 penderita kanker serviks. Data ini menunjukkan tingginya angka kejadian kanker serviks di Jawa barat khususnya yang dirawat di RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung (Kompas, 2008). Kanker serviks disebabkan oleh hubungan seksual dini, partner seks lebih dari satu, infeksi Human Papilloma Virus (HPV), sosioekonomi rendah, perokok, nutrisi buruk, berpasangan dengan lelaki yang beresiko tingg dan terinfeksi HIV. Penelitian yang dilakukan oleh Wartiman dkk pada tahun 1999 mendapatkan 75,56% penderita di 16 rumah sakit di Jawa Barat menunjukkan tingginya kejadian kanker serviks meningkatan dua kali lipat pada perempuan yang mulai berhubungan seksual sebelum usia 16 tahun dan kejadian kanker

serviks meningkat pada perempuan yang berganti ganti pasangan (Wartiman, 1999). Ketidaktahuan masyarakat khususnya kaum perempuan Indonesia pada bahaya kanker serviks perlu disikapi dengan peningkatan upaya promotif dan preventif, antara lain dengan cara melaksanakan sosialisasi, advokasi dan edukasi di berbagai elemen masyarakat. Sosialisasi mengenai pencegahan kanker serviks sangat diperlukan untuk dapat merubah perilaku wanita dalam menjaga kesehatan organ reproduksinya, karena kanker serviks merupakan jenis kanker yang paling dapat dicegah yaitu dengan menghindari faktor resiko, melakukan skrining atau deteksi dini dan vaksinasi HPV. Edukasi akan lebih efektif jika dilakukan lebih awal, antara lain pada siswa sekolah khusunya remaja. Dengan begitu risiko untuk terjadinya kanker serviks dapat dicegah dengan efektif dan efisien. Pemerintah telah mencanangkan program nasional yaitu pencegahan dan deteksi dini kanker leher rahim dengan mengadakan training of trainers (TOT) deteksi dini kanker serviks. Sejak pencanangannya tahun 2008 hingga tahun 2013, pemerintah telah memperluas pelaksanaan deteksi dini kanker tersebut ke 140 kabupaten di 31 provinsi yang dilaksanakan oleh 500 dari 9500 Puskesmas. Saat ini telah ada 202 pelatih atau trainers yang terdiri dari dokter spesialis obstetri ginekologi, dokter spesialis bedah onkologi, dokter spesialis bedah dan diperkuat oleh 1.192 providers atau pelaksana program terdiri dari dokter umum dan bidan. Pemerintah mentargetkan minimal 80% perempuan usia 30 50 tahun melakukan deteksi dini setiap 5 tahun (Kemenkes RI,2013). Berbagai upaya pencegahan hingga saat ini belum optimal dilakukan. Disamping kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, kendala lain adalah kurangnya sumber daya yang terbatas seperti jumlah laboratorium sitologi dan tenaga sitoteknologi terlatih adalah salah satu penyebab lemahnya komitmen untuk menggalang upaya tersebut, untuk itu meningkatan kesadaran masyarakat mengenai pencegahan dan deteksi dini kanker serviks sangatlah penting sehingga perlu diinisiasi dengan upaya promosi atau edukasi yang harus dilakukan dengan cara dan personal yang

tepat. Bidan adalah tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang saat ini beranggotakan lebih dari 80,000 Bidan, saat ini merencanakan untuk mengembangkan program bidan sebagai ujung tombak upaya preventif kanker serviks. Pembentukan Satuan Tugas (SATGAS) Kanker Serviks merupakan kerjasama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dengan salah satu lembaga penyedia layanan swasta yang dilaksanakan pada tahun 2009. Tujuan dari kegiatan ini adalah menyiapkan tenaga bidan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks metoda IVA (Inspeksi Visual Asam asetat) dan edukasi untuk vaksinasi. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatan pengetahuan dan keterampilan Bidan dalam melaksanakan deteksi dini kanker serviks dengan metoda IVA, memberikan edukasi vaksinasi dan melakukan pemantauan serta evaluasi pasca pelatihan. Daerah yang dijadikan sasaran kegiatan ini adalah Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Bogor, Kota Tangerang Provinsi Jawa Barat (IBI, 2010). Sejauh ini program pemerintah yang khusus menangani pencegahan yang ditujukan kepada remaja dilakukan oleh BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yang ditunjukan melalui edukasi dan promosi kesehatan reproduksi remaja tentang pola hidup sehat dan vaksinasi HPV untuk upaya pencegahan kanker serviks. Vaksinasi itu sendiri belum menjadi kebutuhan kesehatan yang dapat di subsidi oleh pemerintah dikarenakan harga vaksin yang relatif mahal. Peran bidan sebagai provider primary helath care dalam menyikapi kejadian kanker serviks yaitu mengadakan upaya promotif tentang pencegahan dan deteksi dini kanker serviks salah satunya dengan upaya pendidikan kesehatan reproduksi yang diberikan kepada remaja yang berada di Sekolah Menengah Atas. Remaja yang telah terpapar oleh pengetahuan kesehatan reproduksi khususnya upaya pencegahan dan deteksi dini kanker serviks diharapkan mampu menjadi perpanjangan tangan dan konselor sebaya dalam upaya kesehatan reproduksi yang terjadi pada remaja lainnya.

Berdasarkan fenomena di atas bagaimanakah asuhan kebidana pada kasus ginekologis khusunya kanker serviks di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

1.2 Tujuan 1.2.1 TujuanUmum Mampu melakukan asuhan kebidanan pada kasus gibekologis dengan pendekatan manajemen kebidanan. 1.2.2 Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny. D b. Mahasiswa mampu melakukan analisa data yang diperoleh pada Ny. D c. Mahasiswa mampu menentukan diagnosis atau masalah potensial pada Ny. D d. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi kebutuhan segera pada Ny. D e. Mahasiswa mampu melakukan penyusunan rencana tindakan pada Ny. D f. Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada Ny. D g. Mahasiswa mampu melakukan dan mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan pada Ny. D

1.3Manfaat 1.3.1 Teoritis Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, di harapkan dapat memberikan wawasan baru bagi bidan pada masa depan mengenai deteksi dini ibu yang bersalin dengan keadaan normal, sehingga dapat tertanganinya komplikasi ginekologi secara dini. 1.3.2 Praktis 1. Bagi Ny. D Dapat menjadi sumber informasi dan motivasi pada klien, bahwa pemeriksaan dan pemantauan kesehatan sangat penting khususnya deteksi dini pada kanker serviks.

2. Bagi RSUD R Syamsudin SH Dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka memberikan pelayanan kasus ginekologis sehingga akan meningkatkan kualitas pelayanan yang telah diberikan. 3. Bagi STIKES Rajawali Dapat bermanfaat bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan pengetahuan dan materi perkuliahan baik di institusi pendidikan maupun praktik di lapangan dalam program studi kebidanan maupun dalam pendidikan kesehatan lainnya yang berkaitan dengan masalah kebidanan dan sebagai studi kepustakaan mengenai asuhan kebidanan pada kasus ginekologis khusunya kanker serviks.

Anda mungkin juga menyukai