Anda di halaman 1dari 45

PERGESERAN KEKUASAAN PRSEDIDEN DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945

ARTIKEL

Oleh: Yulimasni No BP !5 "11 !1"

PR#GRAM STUDI ILMU HUKUM PR#GRAM PAS$ASAR%ANA UNI&ERSITAS ANDALAS

PADANG "!!'
ABSTRAK

PERGESERAN KEKUASAAN PRESIDEN DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945 (Nama ) Yulimasni No BP !5 "11 !1"* P+o,+am S-u.i Ilmu Hu/um Pas0asa+1ana Uni23+si-as An.alas Pa.an, "!!'4 Sebelum diadakan perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam praktek ketatanegaraan kita terdapat kekuasaan Presiden yang heavy executive dalam segala bidang kehidupan negara, salah satu yang menonjol adalah dalam bidang kegiatan pembentukan undang-undang. Dengan diadakan perubahan terhadap UUD 1945 mempunyai konsek ensi terhadap kekuasaan Presiden tersebut. !rtikel ini mengkaji " #dua$ masalah pokok yaitu % 1. &agaimanakah pergeseran kekuasaan Presiden dalam pembentukan undang-undang setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945. ". &agaimana hubungan kekuasaan Presiden dengan DP' dan DPD dalam pembentukan undang-undang setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945. (etode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normati), yaitu penelitian yang dilakukan dengan *ara meneliti data sekunder atau penelitian kepustakaan yang disebut juga penelitian doktrinal. +asil penelitian menunjukkan bah a setelah perubahan UUD 1945 telah terjadi pergeseran kekuasaan Presiden dalam % #1$ Pembentukan undang-undang, di mana Presiden tidak lagi memegang kekuasaan membentuk undang-undang, tetapi berhak mengajuka ran*angan undang-undang ke DP' #Pasal 5 ayat 1 UUD ,ahun 1945$ yang diikuti dengan perubahan yang diikuti dengan perubahan Pasal "- UUD 1945. #"$ Selanjutnya perubahan kedua UUD1945 juga memun*ulkan ketentuan baru yang semakin memperkokoh posisi DP', ketentuan ini dirumuskan dalam Pasal "- ! UUD 1945 yang menentukan .DP' memiliki )ungsi legislasi, anggaran, dan )ungsi penga asan/. DP' selain memiliki )ungsi juga mempunyai hak interpelasi, +ak !ngket dan +ak (enyataka Pendapat, +ak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, dan +ak 0munitas. Sedangkan DPD hanya mempunyai )ungsi sebagai pengusul dan memberi pertimbangan terhadap ran*angan undang-undang tertentu, khusus berkaitan dengan undang-undang otonomi daerah, dalam pembahasan tetap persetujuan antara Presiden dan DP', sekalipin DPD dipilih le at P1(02U. DPD sama sekali tidak mempunyai kekuasaan apa-apa karena ran*anagan undang-undang hanya dibahas oleh Presiden dan DP' untuk mendapat persetujuan bersama. Dengan demikian se*ara implisit kedudukan DPD berada di ba ah Presiden dan DP'. Untuk itu DPD sebagai lembaga baru sekaligus sebagai per akilan teritorial daerah pemilihannya, diharakan dapat memberikan konstribusi dan peran dalam melahirkan undang-undang.

"

PERGESERAN KEKUASAAN PRSEDIDEN DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945 I PENDAHULUAN 3erakan re)ormasi menuntut adanya pembaharuan atau penataan pemerintah ke arah yang lebih demokratis. Salah satu upaya kearah itu, (ajelis Permusya aratan 'akyat #(P'$ mengeluarkan 4etetapan (P' 5o.

60007(P'71998 yang men*abut 4etetapan (P' 5o. 067(P'71989 tentang 'e)erendum. Dengan ketetapan itu diharapkan dapat memberikan ke enangan kembali kepada (P' dalam melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar ,ahun 1945 dan juga dapat menyelesaikan krisis ketatanegaraan se*ara komprehensi). Di*abutnya 4etetapan (P' tentang 'e)erendum tersebut, berarti tidak ada lagi halangan bagi (P' untuk melakukan re)ormasi terhadap UUD 1945. Sistem yang ditetapkan dalam UUD 1945 sebelum amandemen sebenarnya telah memposisikan Presiden dengan mudah dapat menjadikan dirinya sebagai Presiden yang otoriter dan praktis memegang kekuasaan mutlak. &aik Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto yang sama-sama mengagungkan UUD 1945 ternyata telah mengakumulasikan kekuasaannya se*ara besar-besaran dengan landasan UUD 1945. Selama ini keberadaan 4etetapan (P' tentang re)erendum hanya dijadikan sebagai sarana bagi pemerintah :rde &aru untuk mempertahankan UUD

1945, se*ara substanti), sebenarnya merupakan pengebirian terhadap (P'1. Padahal ke enangan untuk mengubah berada di tangan (ajelis Permusya aratan 'akyat, karena itu keberadaan 4etetapan (P' tentang 'e)erendum merupakan pelanggaran terhadap pasal 9; UUD 1945". Para pendiri negara se*ara eksplisit sudah menyatakan bah a UUD 1945 adalah konstitusi yang bersi)at sementara. &ahkan, Soekarno menyebutnya sebagai UUD atau re<olutie grond et, karena keterlambatan itu, selama hampir

setengah abad #1945-1949 dan 1959-"--"$, perjalanan sejarah ketatanegaraan 0ndonesia terperangkap dalam si)at kesementaraan UUD 19459. &erdasarkan substansi di atas, berarti paling lama satu tahun (P' harus menetapkan UUD. 4enyataannya sampai pemerintahan :rde &aru

berakhir, (P' belum pernah melaksanakan perintah !turan ,ambahan. !sshidi=ie menyatakan, salah satu sebab dipertahankan UUD1945 dikarenakan substansinya banyak yang menguntungkan penguasa. Substansi yang menguntungkan penguasa itu, terlihat dari banyaknya aturan dalam UUD 1945 yang bersi)at multi ta)sir. !kan tetapi, ta)sir yang harus diterima adalah ta)sir yang dikeluarkan Presiden, sebagai konsekuensi dari kuatnya Presiden sebagai sentral kekuasaan #executive heavy)4. (enurut

(uhammad 'idh an 0ndra, ke*enderungan executive heavy dalam UUD 5egara


(ohammad (ah)ud (D, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, 'ineka, >ipta, ?akarta, "--1, hlm 148-149. " Sri Soemantri (, Undang-Undang Dasar 1945, Kedudukan dan Artinya Dalam Kehidupan Bernegara, dalam urnal Demokrasi dan !A", #e$ormasi Konstitusi , 6ol 1, 5omor 4 September5o<ember "--1, hlm 44. 9 Saldi 0sra % .Konstitusi Baru "elalui Komisi Konstitusi % "emastikan Arah #e$ormasi Konstitusi/, dalam ?urnal !nalisis >S0S, ttahun @@@07 "--" 5omor ", hlm "99. 4 (oh, (ah)ud (D, Demokrasi Dan Konstitusi di Indonesia, Studi &entang Interaksi 'olitik dan Kehidupan Ketatanegaraan, 'ineka >ipta, ?akarta, "---, hlm 149.
1

'0 ,ahun 1945 merupakan suatu kenyataan ditinjau dari sudut pembentukan lembaga negara. Pembentukan lembaga negara ke*uali lembaga kepresidenan, dilakukan dengan undang-undang5. !kibat dari pembentukan lembaga negara dengan undang-undang, maka Presiden mempunyai kekuasaan lebih dominan dibandingkan lembaga negara lainnya. 4arena dengan kekuasaan pembentukan undang-undang yang berada di presiden, tentu isi undang-undang yang diran*ang akan menguntngkan Presiden. Sedangkan peranan DP', hanya sebatas menyetujui atau menolak 'UU yang diajukan pihak eksekuti). +ak !nggota DP' untuk mengajukan 'UU dipersulit dengan banyaknya persyaratan dalam tata tertib. !tas dasar demikian, dapat dimaklumi bila banyak undang-undang yang lahir karena kehendak politik Presiden #eksekuti)$. Sehingga berimplikasi dalam praktek ketatanegaraan dengan lahirnya pemerintahan otoriterA. &erhubung Presiden yang memegang kekuasaan pembentukan undangundang, berarti UUD 1945 tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau teori trias politica dari (ontes=ieu. ,idak dianutnya sistem pemisahan kekuasaan #separation o$ po(er) dalam UUD 1945, ditegaskan oleh 0smail Suny sebagai berikut; %

(uhammad 'idh an 0ndra, Dalam ))D *+4, Kekuasaan -ksekuti$ .e/ih "enon0ol #-xecutive !eavy$, +aji (asabung, ?akarta, 1998, hlm "1. A +asil Penelitian (ah)ud (D menunjukkan bah a kon)igurasi plitik pada era demokrasi terpimpin adalah otoriter sentralisitk dan terpusat di tangan Presiden Soekarno. Sedangkan kon)igurasi politik pemerintah :rde &aru yang melaksanakan demokrasi Pan*asila, berdasarkan kriteria bekerjanya pilar-pilar demokrasi juga termasuk kon)igurasi yang tidak demokratis atau *enderung otoriter. 2ihat (oh. (ah)ud (D, 'olitik !ukum di Indonesia, 2P91S, ?akarta, 1998, hlm 9-9-91;. ; 0smail Suny, 'em/agian Kekuasaan 1egara, !ksara &aru, 1985, hlm 44.

(elihat berbagai kelemahan yang terdapat dalam UUD 1945, maka merupakan sesuatu yang ajar bila banyak elemen masyarakat yang menghendaki perlunya dilakukan perubahan terhadap konstitusi. &ahkan ada yang menganggap tidak *ukup hanya perubahan, tetapi dibutuhkan konstitusi baru sebagai pengganti UUD ,ahun 1945, seperti yang dikemukakan Sobirin (alian dalam tesisnya sebagai berikut8 % !tas dasar itu semua, maka jelas a*ana atau gagasan pentingnya konstitusi baru sebagai salah satu solusinya, patut diprogramkan se*ara serius. Disadari bah a untuk me ujudkan itu memerlukan aktu minimal jangka menengah, namun kesungguhan kearah itu haruslah dipikirkan dan dipersiapkan sejak sekarang. &erpijak dari uraian di atas, maka perlu dikaji terhadap hasil kerja dari perubahan UUD 1945 yang dilakukan (ajelis Permusya aratan 'akyat #(P'$. ,erutama sekali menyangkut sistem pemerintahan dan perimbangan kekuasaan antara lembaga negara. 4edua hal tersebut sangat penting, berhubung banyak materi UUD 1945 yang telah dilakukan perubahan oleh (P'. Perubahan UUD 1945 memba a implikasi yang sangat luas kepada semua lembaga negara. Pada salah satu sisi ada lemaga negara yang mendapat tambahan darah baru yaitu dengan bertambahnya ke enangan se*ara signi)ikan di dalam konstitusi. Sementara di sisi lain ada pula lembaga negara yang mengalami pengurangan ke enangan dibandingkan sebelum perubahan. &ergesernya kekuasaan membentuk undang-undang ke DP', dapat diba*a dengan adanya perubahan radikal Pasal 5 !yat #1$ UUD 1945 berarti

Sobirin (alian, 2agasan 'erlunya Konstitusi Baru 'engganti ))D *+4, , U00 Press, Bogjakarta, "--1, hlm 9A.

dalam perubahan UUD 1945 telah menempatkan DP' sebagai lembaga legislati) sesungguhnya. &egitu pula menyangkut pengisian jabatan Presiden se*ara langsung, sehingga tidak ada lagi pertanggung ja aban politik Presiden kepada (P'. Pertanggungja aban Presiden, akan dilakukan pula se*ara langsung kepada rakyat yang terukur pada P1(02U berikutnya. 5amun Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, jika terbukti telah melakukan pelanggaran hukum. Usul pemberhentian diajukan DP' kepada (P', tetapi bukti pelanggaran hukum harus diputuskan terlebih dahulu dalam persidangan (ahkamah 4onstitusi.

II

PERMASALAHAN

,ulisan ini akan menganalisis permasalahan pokok berkenaan dengan pergeseran kekuasaan Presiden dalam pembentukan undang-undang setelah perubahan UUD 1945. Permasalahan pokok tersebut adalah % a. &agaimanakah kekuasaan presiden dalam

pembentukan undang-undang setelah perubahan UUD 1945 C. b. &agaimana hubungan kekuasaan Presiden

dengan DP' dan DPD dalam pembentukan undang-undang setelah perubahan UUD 1945 C.

III ANALISIS
A P3+,3s3+an K3/uasaan P+3si.3n .alam P3m53n-u/an Un.an,-un.an, S3-3la6 P3+u5a6an Un.an,-Un.an, Dasa+ 1945 &erdasarkan ketentuan Pasal 5 !yat #1$ UUD 1945 dan Penjelasannya yang telah dikutip tersebut, menurut penulis ada dua perkataan dalam substansi itu yang dianggap perlu untuk dibahas terlebih dahulu. Pertama, makna dari /3/uasaan 73m53n-u/an un.an,-un.an, yang berada pada Presiden. 4edua, menyangkut makna dari kata 53+sama-sama antara De an Per akilan 'akyat dan Presiden dalam melaksanakan kekuasaan legislati), seperti yang ditegaskan Penjelasan UUD 1945. (enurut Sri Soemantri, dari ketentuan Pasal 5 !yat #1$ UUD 1945 yang menyatakan Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dapat dita)sirkan bah a inisiati) meran*ang undang-undang berasal dari Presiden.9 Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh (. Solly 2ubis 1-. (enurutnya selain memperlihatkan inisiati) untuk meran*ang undang-undang, substansi Pasal 5 ayat #1$ juga menggambarkan kedudukan Presiden dan DP' dalam pembentukan undang-undang. 4edudukan DP', tidaklah di atas Presiden atau di ba ah Presiden, tetapi sejajar untuk bekerja sama dalam pembentukan undang-undang.

9 Sri Soemantri, &entang .em/aga3.em/aga 1egera "enurut ))D *+4,, >itra !ditya &akti, &andung 1999, hlm A9. 1(. Solly 2ubis, .andasan Dan &eknik 'erundang3undangan,(andar (aju, &andung, 1989, hlm 11.

(enyangkut persoalan kedua, yakni makna bersama-sama dalam menjalankan kekuasaan legislati), dijelaskan (aria Darida 0ndrati Soeprapto yang mengutip pendapat !ttamimi sebagai berikut% E, bah a perkataan /ersama3sama dalam bahasa 0ndonesia berarti /er/arengan dengan atau serentak, sehingga dengan demikian berarti bah a Presiden dalam menjalankan legislative po(er, yakni dalam hal pembentukan Undang-undang, Presidenlah yang melaksanakan kekuasaan pembentukannya, sedangkan De an Per akilan 'akyat melaksanakan #pemberian$ persetujuannya dengan berbarengan, serentak bersama-sama. Dengan demikian, menjadi jelas ke enangan pembentukan Undangundang tetap pada PresidenF dan ke enangan pemberian persetujuan tetap pada De an Per akilan 'akyat. !gar Undang-undang itu dapat terbentuk, kedua e enang tersebut dilaksanakan bersama-sama, berbarengan, serentak.11 Pernyataan !ttamimi menurut penulis, sangat tepat bila dihubungkan dengan ketentuan Pasal "- UUD 1945 yang menegaskan tentang pentingnya persetujuan DP' dalam pembentukan undang-undang, seperti ditegaskan berikut ini% #1$ ,iap-tiap undang-undang menhendaki persetujuan De an Per akilan 'akyat. #"$ ?ika suatu ran*angan undang-undang tidak mendapat persetujuan De an Per akilan 'akyat, maka ran*angan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan De an Per akilan 'akyat masa itu. &ila diperhatikan dari substansi Pasal di atas, terlihat bah a persetujuan DP' sangat penting agar ran*angan undang-undang dapat menjadi undang-undang. !pabila DP' tidak memberikan persetujuan, berarti DP' menggunakan hak tolaknya terhadap ran*angan undang-undang. 'an*angan
(aria Darida 0ndrati Soeprapto, Ilmu 'erundang3)ndangan. 'em/entukannya, >onisius, Bogyakarta, 1998, hlm A4-A5
11

Dasar3dasar

undang-undang yang ditolak DP', tidak dapat dimajukan lagi dalam persidangan berikutnya. &egitu pula dalam Pasal berikutnya, di samping memberikan hak kepada !nggota DP' untuk mengajukan ran*angan undang-undang, juga mengatur tentang hak tolak Presiden sebagaimana yang ditegaskan Pasal "1% #1$ !nggota-anggota De an Per akilan 'akyat berhak memajukan ran*angan undang-undang #"$ ?ika ran*angan itu, meskipun disetujui oleh De an Per akilan 'akyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka ran*angan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan De an Per akilan 'akyat masa itu. (enurut &agir (anan, dari ketentuan Pasal "- ayat #"$ dan "1 ayat #"$ sudah terlihat adanya /alancing antara DP' dan Presiden. 4edua lembaga ini, sama-sama dapat menolak memberikan persetujuan atas ran*angan undangundang. DP' dapat menolak ran*angan undang-undang dari Presiden dan Presiden pun dapat menolak ran*angan undang-undang yang diajukan DP'.1" 5amun berbeda dengan Dahlan ,haib, yang melihat tidak adanya perimbangan kekuasaan antara Presiden dengan DP'. Dari segi praktik dalam pengajuan ran*angan undang-undang menurut Dahlan ,haib, ada gejala Presiden dalam kedudukannya sebagai legislative partner lebih menonjol. (eninjolnya Presiden dibandingkan DP', disebabkan alasan-alasan sebagai berikut%19 1. De an memerlukan aktu yang lama untuk mengajukan ran*angan

undang-undang kepada Presiden


&agir (anan, 2embaga 4epresidenan, 4p.5it, hlm 149-144. Dahlan ,haib, D'# Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, 2iberty, Bogyakarta, 1994, hlm 4A-4;.
19 1"

1-

". De an me akili berbagai kepentingan, sehingga lebih heterogen daripada Pemerintah. 9. Pemerintah lebih ahli dan berpengalaman dibandingkan DP'. 4. 4husus terhadap ran*angan !P&5, DP' berada dalam posisi lemah. Di samping sempitnya aktu dalam pembahasan, juga disangsikan keahlian

!nggota DP' dalam memberikan tanggapan terhadap ran*angan !P&5 itu. 5. 4edudukan Pemerintah yang tidak tergantung kepada

vertroun(ensyvotum 6keper*ayaan$ dari De an Per akilan 'akyat. Setelah Perubahan UUD 1945, terlihat telah terjadi pergeseran pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Pergeseran ini terjadi dalam perubahan #amandemen$ UUD 1945, yang menempatkan DP' sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Penempatan tersebut ter*ermin pada Pasal "- !yat #1$ UUD 1945 yang menegaskan% .De an Per akilan 'akyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang/. Pergeseran kekuasaan pembentukan undang-undang itu dapat diba*a dengan adanya perubahan radikal Pasal 5 !yat #1$ UUD 1945 dari 'residen memegang kekuasaan mem/entuk undang3undang dengan persetu0uan D'#, men0adi presiden /erhak menga0ukan rancangan undang3undang kepada D'#. !kibat dari pergeseran itu, hilangnya dominanasi presiden dalam proses pembentukan undang-undang. Perubahan ini penting artinya karena undangundang adalah produk hukum yang paling dominan untuk menerjemahkan rumusan-rumusan normati) yang terdapat dalam UUD 1945.

11

4emudian,

perubahan

Pasal

ayat

#1$

diikuti

dengan

mengamandemen Pasal "- UUD 1945 menjadi% #1$ DP' mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang% #"$ setiap ran*angan undang-undang dibahas oleh DP' dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama% #9$ jika ran*angan undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama, ran*angan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DP' masa itu% #4$ presiden mengesahkan ran*angan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang% #5$ dalam hal ran*angan undangundang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam aktu tiga puluh hari sejak ran*angan undang-undang itu disetujui, ajib

ran*angan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan diundangkan.14

Selanjutnya, !mandemen 4edua UUD 1945 juga memun*ulkan ketentuan baru yang semakin memperkokoh posisi DP'. 4etentuan itu dirumuskan dalam Pasal "-! UUD 1945, yaitu #1$ DP' memiliki )ungsi legislasi, )ungsi anggaran, dan )ungsi penga asanF #"$ Dalam melaksanakan )ungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain UUD ini, DP' mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapatF #9$ Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain UUD ini, setiap anggota DP' mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat

14 Sebelum diamandemen Pasal "- UUD 1945 menyatakan% #1$ ,iap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan DP', dan #"$ jika sesuatu ran*angan undang-undang tidak mendapat persetujuan DP', maka ran*angan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan DP' masa itu.

1"

serta hak imunitasF dan #4$ 4etentuan lebih lanjut tentang hak DP' dan hak anggota DP' diatur dalam undang-undang. &ergesernya kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden ke DP', seharusnya tidak berarti Presiden harus menerima begitu saja terhadap ran*angan undang-undang yang telah diputuskan DP'. +al ini dapat di lihat pengaturannya di !merika Serikat, dimana alaupun Presiden tidak

memegang kekuasaan membentuk undang-undang, Presiden dapat menolak ran*agan undang-undang untuk menjadi undang-undang, sebagaimana yang dikemukakan Strong% Presiden dapat menolak untuk menandatangani ran*angan undang tersebut #penolakan itu harus diberitahukan dalam 1- hari$ dan jika ia menolak, ran*angan undang-undang itu harus dikembalikan kepada 4ongres dan disahkan dalam masing-masing majelis dengan mayoritas dua pertiga yang jelas Perubahan #amandemen$ UUD 1945, ketentuan yang mengatur tentang hak tolak dari Presiden tidak ada. ?ika ran*angan undang-undang yang telah disetujui bersama tidak disahkan Presiden, maka setelah tiga puluh hari ran*angan undang-undang itu sah menjadi undang-undang Pasal "- !yat #5$ UUD 1945 (enurut ?imly !sshiddi=ie, berhubung kekuasaan membentuk undang-undang sudah berada di De an Per akilan 'akyat, maka tentu saja selaras dengan teori pemisahan kekuasaan #separation o$ po(er$ dari (ontes=uieu yang ke enangan untuk mengatur memang berada pada legislati). ?ika eksekuti) menganggap perlu membuat peraturan, maka

19

ke enangan itu bersi)at deri<ati) dari ke enangan legislati). 15 +al yang sama juga dikemukakan &agir (anan, yang menyatakan bah a lembaga legislati)lah yang mempunyai kekuasaan legislati) #kekuasaan membentuk undang-undang$ dalam ajaran pemisahan kekuasaan (ontes=uieu.1A Galaupun kekuasaan membentuk undang-undang telah berada di DP', dalam hal-hal tertentu Presiden juga diberikan kekuasaan dalam menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, derajatnya sama dengan undang-undang. Dalam Perubahan UUD 5egara '0 ,ahun 1945, kekuasaan Presiden dalam menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, terdapat pada Pasal "" yang menegaskan% #1$ Dalam hal ih al kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah ebagai pengganti undang-undang. #"$ Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan De an Per akilan 'akyat dalam persidangan yang berikut. #9$ ?ika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus di*abut. Selain dalam menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, ternyata Presiden masih dilibatkan dalam mekanisme pembentukan undang-undang. 4eterlibatan Presiden disini, terlihat dari setiap tahap dalam mekanisme pembentukan undang-undang oleh DP'. Pertama, Presiden diberi hak untuk mengajukan ran*angan undang-undang kepada DP' #Pasal 5 ayat 1$. 4edua, Presiden ikut serta membahas ran*angan undang-undang dengan DP' untuk mendapat persetujuan bersama #Pasal "- ayat "$. 4etiga, terhadap ran*angan undang-undang yang telah disetujui bersama, maka untuk menjadi undang-undang memerlukan pengesahan Presiden #Pasal "- ayat 4$. &egitu pula halnya dengan ?imly !sshiddi=ie, yang melihat pengalihan kekuasaan legislati) ke DP' tidak disadari sebagai penerimaan terhadap
?imly !sshiddi=ie, 7ormat Kelem/agaan 1egara dan 'ergeseran Kekuasaan Dalam ))D *+4,, hlm 1A. 1A &agir (anan, 2embaga 4epresidenan, 4p.5it, hlm 1"8.
15

14

prinsip pemisahan kekuasaan #separation o$ po(er$ sebagai ganti prinsip pembagian kekuasaan #distri/ution8division o$ po(er$ yang dianut UUD 1945 selama ini. Selanjutnya !sshiddi=ie juga mengatakan, bah a undang-undang tidak perlu ditandatangani oleh Presiden, melainkan *ukup ditandatangani oleh 4etua DP'. (enurut penulis, pendapat !sshiddi=ie ini justru berbeda dengan praktik separation o$ po(er di !merika Serikat. 4arena di !merika Serikat, suatu ran*angan undang-undang tidak bisa langsung menjadi undangundang sebelum Presiden menandatangani. 5amun dalam perubahan UUD 1945, tidak diatur tentang siapa yang menandatangani suatu undang-undang. Pasal "- !yat #4$ hanya disebutkan tentang pengesahan Presiden yang maknanya dijelaskan !sshiddi=ie% Pengesahan yang dimaksud di sini bersi)at administrati), yaitu pengundangan Undang-Undang tersebut ke dalam 2embaran 5egara dan ,ambahan 2embaran 5egara yang menentukan e)ek pengumuman hukum #pu/lic and promulgation o$ the la($ dan daya ikat atau e)ekti)itas legalitas undang-undang tersebut bagi para subjek hukum. &erdasarkan uraian di atas, terlihat mekanisme pembentukan undang-undang tidak terlepas dari Presiden. Di !merika Serikat alaupun

Presiden tidak memegang kekuasaan membentuk undang-undang, Presiden dapat menolak ran*angan undang-undang untuk dijadikan undang-undang, sebagaimana yang dikemukakan Strong% Presiden dapat menolak untuk menandatangani ran*angan undang-undang tersebut #penolakan itu harus diberitahukan dalam 1- hari$ dan jika ia menolak, ran*angan undang-undang itu harus dikembalikan kepada 4ongres dan disahkan dalam masing-masing majelis dengan mayoritas dua pertiga yang jelas. 15

Sekarang kita telah memasuki era baru, yaitu era re)ormasi yang salah satu *iri pokoknya ter ujud dalam agenda demokratisasi yang sangat luas skalanya dan menjangjau hampir seluruh lapisan masyarakat. Sejak tumbangnya reHim :rde &aru di ba ah kepemimpinan Presiden Soeharto yang menyatakan berhenti pada tanggal "1 (ei 1998, ia digantikan oleh Gakil Preiden &.?. +abibie yang langsung bertindak sebagai Presiden yang memimpin sendiri pelaksanaan agenda re)ormasi sebagai per ujudan kehendak rakyat yang menginginkan berlangsungnya proses demokratisasi di semua sektor kehidupan se*ara *epat. Sejak itu, agenda domokratisasi itu terus bergulir dengan ke*epatan tinggi, tetapi tetap dalam batas-batas kerngka re)ormasi dalam arti tidak berubah menjadi re<olusi yang sama sekali tidak dapat dikelola e)ek-e)ek sampingnya.

Hu5un,an K3/uasaan P+3si.3n .3n,an DPR .an DPD .alam 73m53n-u/an Un.an,-un.an, Pas0a Aman.3m3n UUD 1945 1 K3/uasaan DPR .alam P3m53n-u/an Un.an,-un.an, Dungsi utama parlemen pada hakekatnya adalah )ungsi penga asan dan 2egislasi, parlemen ber)ungsi mengkomunikasikan tuntutan dan keluhan dari berbagai kalangan masyarakat kepada pihak pemerintah # 'arlemen 'arle an 2overnment$. Parlemen berkembang sebagai alat bagi masyarakat dalam melakukan pengendalian sosial #social control$ terhadap kekuasaan. ,etapi dalam sistem modern sekarang ini, parlemen berubah menjadi alat dalam komunikasi dan sosialisasi politik kepada masyarakat melalui perdebatan

1A

terbuka #'u/lic De/ate$ yang melibatkan keahlian legislator #parlemen parle an peuple$.1; Sementara instrumen yang dapat digunakan oleh Parlemen untuk menyadar )ungsi penga asan terhadap jalannya pemerintah se*ara e)ekti) adalah% a. +ak budget b. +ak inteplasi *. +ak angket d. +ak usul resolusi e. +ak kon)irmasi atau hak memilih *alon pejabat tertentu Selain hak yang bersi)at kelembagaan, setiap indi<idu anggota parlemen juga dijamin haknya untuk bertanya dan mengajukan usul pendapat serta hak lain, seperti hak immunitas dan hak protokuler. Semua hak itu penting sebagai instrumen yang dapat dipakai dalam menjalankan )ungsi penga asan politik terhadap jalannya pemerintahan18. Pelaksanaan )ungsi legislasi, DP' mempunyai hak atau ke ajiban mengajukan ran*angan Undang-undang, hak !mandemen atau hak untuk merubah setiap ran*angan Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah. (enurut ?imly !shidigie% )ungsi legislasi men*akup kegiatan mengkaji, meran*ang, membahas dan mengesahkan Undang-undang.19 Selanjutnya menurut &entham, tujuan legislasi atau kebijakan publik adalah untuk
?imly !shidgie. G, 'engumulan 'eran 'emerintah dan 'arlemen Dalam Se0arah, &elaah 'er/andingan Konstitusi Ber/agai 1egara, U0 Press, hlm 1-4. 18 ?imly !ssidi=ie, 4onstitusi dan 4onstitusialisme 0ndonesia, (akamah 4onstitusi 0ndonesia dan Pusat Studi +ukum ,ata 5egara Dakultas +ukum Uni<ersitas 0ndonesia, "--4, hlm 18--181. 19 ?imly !ssidi=ie, Dormat 4elembagaan 5egara dan Pergeseran 4ekuasaan dalam UUD 1945, D+ U00 Press, Bogyakarta, "--4, hlm 19-.
1;

1;

mempromosikan kebagian terbesar

bagi sebanyak-banyaknya orang # the

gauntest happiness o$ the gauntest 1um/er) . Sementara +ustin memandang tujuan yang tepat dari suatu kedaulatan politik pemerintah adalah . the greatest 'assa/le advance dement o$ human happiness/. Pandangan tersebut mengindikasikan adanya kebahagiaan atau kesejahteraan mayoritas sebagai tujuan dan sumber tindakan pemerintah."Selanjutnya, berkenaan dengan )ungsi legislati), parlemen mempunyai hak-hak seperti % #a$ hak inisiati), #b$ hak amandemen. Dalam sistem bi*ameral setiap kamar lembaga parlemen juga dilengkapi dengan hak <eto dalam menghadapi ran*angan Undang-undang yang dibahas oleh kamar yang berbeda"1. +ak <eto ber)ungsi sebagai sarana konstrol terhadap pelaksanaan )ungsi legislati) ini biasanya juga diberikan kepada Presiden, sehingga dalam sistem bi*ameral yang pemerintahannya bersi)at presidential hak <eto

dimiliki oleh tiga pihak sekaligus, yaitu presiden, majelis tinggi dan majelis rendah. Dalam sistem bi*ameral yang akan diperkenalkan di 0ndonesia di masa depan, diusulkan hak <eto dimiliki oleh Presiden, De an Per akilan 'akyat dan De an Per akilan Daerah. (elalui mekanisme hak <eto itu proses 5hecks and Balance tidak saja terjadi diantara parlemen dengan pemerintah tetapi juga diantara sesama parlemen sendiri."" Sebagaimana diketahui, bah a pengisian anggota De an Per akilan 'akyat dilakukan melalui proses pemilihan umum, di mana menurut pasal 1
Gayne (orrison, dalam !idul Ditri*iada !Hhari, (enemukan Demokrasi, (uhamadiyah Uni<ersity Press, "--5, hlm 1A. "1 ?imly !shidigie, 4onstitusi dan 4onstisionalisme 0ndonesia, (akamah 4onstitusi 0ndonesia dan Pusat Studi +ukum ,ata 5egara, Dakultas +ukum Uni<ersitas 0ndonesia, "--4, hal 181. "" 0bid, hlm 181
"-

18

UU 5o. 1" ,ahun "--9 tentang pemilihan umum anggota DP', DPD, dan DP'D dan UU 5o. "9 ,ahun "--9 tentang pemilihan umum Presiden dan Gakil Presiden, menyuarakan bah a pemilihan umum adalah merupakan sarana dan pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik 0ndonesia yang berdasarkan Pan*asila dan UUD 5egara 'epublik 0ndonesia tahun 1945 untuk memilih anggota DP', DPD, Presiden dan Gakil Presiden, anggota DP'D Propinsi dan anggota DP'D 4abupaten 7 4ota. Sedikitnya ada dua pertimbangan dalam menentukan sistem yang digunakan untuk melaksanakan pemilihan umum"9 tersebut. Pertama dalam bi*ameral sistem "4 ini DP' merupakan kamar yang ber)ungsi untuk mempresentasikan seluruh rakyat 0ndonesia. Dengan demikian elemen keter akilan dari seluruh rakyat 0ndonesia adalah kun*i utama, sehingga sistem pemilihan anggota DP' haruslah suatu sistem yang membuat semua lapisan masyarakat merasa ter akili, tidak ada suara yang hilang dari pemilih. 4edua adalah adanya banyak partai yang ada di 0ndonesia saat ini yang harus memiliki kesempatan yang sama untuk duduk sebagai anggota parlemen. (ekanisme pemilihan anggota DP' juga harus mengkomudasikan kebutuhan tersebut. Galaupun pertimbangan ini terlihat pragmatis, akan tetapi hal tersebut baik untuk kehidupan demokrasi 0ndonesia yang selama ini terbelanggu."5
Pemilihan Umum !n Si*h tidak serta merta menjamin per akilan yang bermutu, dan memberikan man)aat kepada kepentingan rakyat banyak. +al tersebut masih tergantung kepada berbagai )aktor seperti sistem 'ekmitmen *alon partai, sistem pemilihan, persyaratan anggota, aturan permainan di De an Per akilan 'akyat, sistem kepartaian dan lain-lain #&agir (anan, DP', DPD, dan (P' dalam UUD 1945 &aru. D+. U00 Press, "--4, hlm 1;. "4 Per akilan dua kamar menunjukkan bah a dalam satu badan Per akilan terdiri dari dua unsur yang sama-sama menjalankan segala e enang badan per akilan. #&agir (anan ,eori dan Politik 4onstitusi, D+, UU0 Press, hlm 5;. "5 Pusat Studi +ukum dan 4ebijakan 0ndonesia #PS+4$, :p->it, hlm 54.
"9

19

Pasal "A ayat #1$ udang-undang no "" tahun "--9 tentang Susunan dan 4edudukan (P', DP', DPD dan DP'D mengatur mengenai tugas dan e enang DP', sementara pada ayat #"$ nya disebutkan bah a% .,ata *ara pelaksanaan tugas dan e enang sebagaimana diatur pada ayat #1$ diatur lebih lanjut dalam peraturan tata tertib DP'/. 4alau kita lihat pembahasan 'an*angan Undang-Undang terdiri dari dua tingkat. Pembahasan tingkat satu diadakan dalam rapat 4omisi rapat &adan 2egislasi #&aleg$ ataupun Panitia 4husus #Pansus$. Sedangkan pembahasan tingkat dua diadakan dalam sidang Parnipura DP' untuk menyetujui ran*angan undang-undang tersebut. Sebelum sampai pada usul inisiati) DP', ada beberapa yang biasanya melakukan proses penyiapan suatu ran*angan undang-undang. Sebagai ilustrasi, ran*angan undang-undang 4omisi Pemberantasan ,idak Pidana 4orupsi #sekarang menjadi Undang-undang 9- tahun "--"$ dipersiapkan oleh )raksi Partai Persatuan Pembangunan, sedangkan pada 'an*angan undang-undang ,ata *ara Pembentukan Peraturan perundangundangan, #sekarang menjadi undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan$ dipersiapkan oleh tim asistensi &adan 2egislasi DP'. Proses pembi*araan ran*angan undang-undang ada " #dua$ tingkat. Pada tingkat pertama dilakukan pembi*araan dengan urutan sebagai berikut% 1. Pandangan )raksi-)raksi, atau pandangan )raksi dan DPD apabila ran*angan Undang-undang bertentangan dengan ke enangan DPD, bila ran*ang Undang-undang berasal dari presiden. Sedangkan bila ran*ang Undang-undang berasal dari DP', pembi*araan tingkat satu didahului

"-

dengan pandangan dan pendapat presiden atau pandangan presiden dan DPD dalam hal ran*angan Undang-undang berhubungan dengan ke enangan DPD, ". ,anggapan Presiden atas pandangan )raksi atau tanggapan pimpinan alat kelengkapan DP' atau pandangan presiden, 9. Pembahasan ran*ang Undang-undang oleh DP' dan Presiden berdasarkan Da)tar 0n<entarisasi (asalah #D0($. 4etika pembi*araan tingkat pertama ini dapat juga dilakukan hal-hal sebagai berikut % 1. 'apat Dengar Pendapat Umum #'DPU$, ". (engundang pimpinan lembaga negara atau lembaga lain apabila materi ran*angan Undang-undang berhubungan dengan lembaga negara lain, 9. Diadakan rapat intern. Pembi*araan tingkat kedua adalah kegiatan pengambilan keputusan dalam sidang Paripurna, yang didahului oleh% 1. 2aporan hasil pembi*araan tingkat satu, ". Pendapat akhir )raksi, 9. Pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang

me akilinya. Setelah disetujui dalam rapat paripurna, sebuah ran*angan Undangundang akan dikirimkan kepada Sekretariat 5egara untuk ditanda-tandangi oleh Presiden, diberi nomor dan diundangkan."A
"A

1rni Setyo ati, &agaimana UU Dibuat C GGG.Parlemen.net. ,erkahir. 1" ?anuari

"--A.

"1

" K3/uasaan DPD .alam P3m53n-u/an Un.an,-un.an, Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945, konsep lembaga per akilan rakyat di 0ndonesia semula bersi)at unik, karena adanya (P' yang punya )ungsi . Super/ namun tidak bekerja sehari-hari dan ada pula DP' yang memegang )ungsi legislati) rutin. Sejak perubahan ke empat UUD 1945, konsep lembaga Per akilan 'akyat 0ndonesia berubah menjadi serupa dengan parlemen bikameral di mana selain DP' dikenal pula DPD sebagai lembaga legislati), namun masih saja ada keunikan, yaitu dengan tetap diakuinya (P' sebagai lembaga tersendiri, sehingga akan ada tiga lembaga per akilan. &erbeda dengan DP' yang merupakan representasi jumlah penduduk, DPD merupakan representasi ilayah Pro<insi. &anyaknya

anggota DPD dari setiap pro<insup ditentukan sebanyak empat orang. Dengan demikian, setiap pro<insi tanpa memandang luas dan kepadatan penduduknya akan mendapat jatah kursi DPD sebanyak empat orang. (enurut Soedijarto, anggota &adan Pekerja (ajelis Permusya aratan 'akyat #&P7 (P'$ . &angsa ini belum jadi. :rang di daerah tertentu melihat orang di daerah lain bukan sebagai orang 0ndonesia. Di pro<insi tertentu enam dari tujuh &upati ada yang harus berasal dari suku setempat. 4alau orang-orang seperti ini masuk De an Per akilan ini berpotensi menghan*urkan negara bangsa, jelasnya kepada pers usai dialog, guru besar sejarah ini juga mengutip studi dari ,rebeelis dan ?eanunette

(uney #199;$ yang berkesimpulan bah a 95 I negara )ederal menganut

""

sistem bikameral, sedangkan 84 I negara kesatuan menganut sistem unikameral. &erdasarkan sejarahpun belum ditemukan ada negara

penganut sistem unikameral yang berubah menjadi bikameral ke*uali ,hailand yang dari tahun 199" sampai 195; mengenal 1A kali perubahan UUD, delapan kali unikameral dan delapan kali bikameral. Sebaliknya banyak negara penganut bikameral yang berubah menjadi unikameral, yaitu Denmark, S edia, 5or egia, Dirlandia, Slandia dan Slandia &aru."; &erbeda dengan ,heo 2. Simbuaga #anggota &P7 (P' dari partai 3olkar$ berpendapat lain, menurut dia, kurang beralasan men*emaskan sistem bikameral akan mengan*am negara kesatuan atau mengarah menjadi negara )ederal, kehadiran DPD, katanya, justru akan memperbesar rasa senasib dan sepenanggungan memperkokoh solidaritas bangsa, karena semakin besar keter akilan kepentingan ilayah atau daerah yang selama

ini seringkali terpingirkan. (enurut dia, perubahan ketiga Undang-undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada sidang tahunan (P' 5o<ember "--1 pun telah memadai. Perubahan sistem per akilan dari sistem unikameral menjadi bi*ameral, eksistensi dan )ungsi De an Per akilan Daerah telah di*antumkan dalam Pasal "" > dan "" D &!& 600 ! perubahan ketiga UUD 1945."8 Perbedaan lainnya adalah jika DP' merupakan orang-orang yang mun*ul dari partai, DPD adalah indi<idu-indi<idu non-partisan yang akan menyuarakan suatu Propinsinya. 0ni berarti, ideal seorang anggota DPD
Soedijarto, Strutktur 'er(akilan 9ang &epat Bagi Indonesia , 4ompas, Sabtu #"797"--4$ ?akarta, dan 4ompas, Senin, 4 (aret "--". "8 ,heol 2 Sambuaga, Sistem Bikameral Di Indonesia, 4ompas Senin, 4 (aret "--"
";

"9

akan lebih independen dari pada anggota DP'. Bang sedikit banyak akan dapat inter<ensi dari partai dari mana ia berasal konsep baru ini merupakan reaksi dari konsep per akilan yang semu yang dianut negara ini selama 9" tahun selama masa :rde &aru. Dengan konsep ini diharapkan bisa terbentuk mekanisme *he*ks and balan*e antara lembaga-lembaga negara se*ara lebih baik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Utre*ht, bah a mekanisme *he*ks and balan*e yang akan memperlihatkan perimbangan kekuasaan sebagaimana yang dilaksanakan di !merika Serikat. +al ini dikenakan pemisahan kekuasaan se*ara mutlak tidak mungkin

dilaksanakan. &ila diadakan pemisahan se*ara mutlak, berarti tidak adanya penga asan antara lembaga-lembaga negara."9 (eski begitu, pergeseran konsep keseimbangan tersebut kembali timpang ketika Undang-undang 5o. "" tahun "--9 tentang Susunan dan 4edudukan (ajelis Permusya aratan 'akyat, De an Per akilan 'akyat, De an Per akilan Daerah, dan De an Per akilan 'akyat Daerah #Undang-undang Susduk$ yang disahkan oleh Presiden (ega ati pada tanggal 91 ?uli "--9 banyak mereduksi ke enangan ideal yang seharusnya dimiliki oleh kamar pertama dalam sebuah sistem bi*amarel. Pembatasanpembatasan tersebut misalnya saja dapat dilihat dalam pasal 4" UU Susduk. Dalam pasal ini diatur bah a DPD hanya memiliki )ungsi yaitu % 1. Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan

pertimbangan dengan bidang legislasi tertentu,


"9

1. Utre*ht, 4p3cit, hlm 5.

"4

". Penga asan atas pelaksanaan Undang-undang tertentu. Dengan kata lain, ketentuan dalam pasal tersebut sangat membatasi ke enangan DPD untuk terlibat dalam proses pembuatan sebuah Undangundang, ia hanya dapat sebatas mengajukan usul dan ikut dalam pembahasan serta memberikan pertimbangan tanpa diminta ke enangan untuk mengambil keputusan. Selain itu, perlu digarisba ahi pula bah a ke enangan yang dimilikinyapun hanya terhadap Undang Jundang tertentu yaitu Undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran dan

pengembangan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta Undang-undang yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah.9&egitu juga dengan tata tertib DPD, di mana Pasal 4A #1$ yang mengamanatkan dibentuknya panitia peran*ang Undang-undang yang merupakan alat kelengkapan DPD. Pasal yang ayat # 1$ tata tertib DPD menyebutkan tugas Panitia Peran*ang Undang-Undang adalah %

meren*anakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan, usul pembentukan ran*angan Undang-undang dan usul ran*angan Undang-undang untuk 1 #satu$ masa keanggota DPD dan setiap anggaran dengan tahapan %

Pasal 4", UU 5o. "" ,ahun "--9 tentang Susunan dan 4edudukan (ajelis Per akilan 'akyat, De an Per akilan 'akyat, DPD dan De an Per akilan Daerah.

9-

"5

'ertama, mengi<entarisir masukan dari anggota, panitia !D, +:>, masyarakat dan daerah untuk ditetapkan menjadi keputusan panitia peran*ang Undang-undang. a. 4eputusan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada DP' melalui alat pelangkap DP' yang khusus menangani bidang legislasi dan pemerintah melalui menteri yang tugas dan tanggung ja abnya meliputi bidang peraturan perundang-undangan sebagai bahan dalam penyusunan program legislasi nasional. b. (embahas usul pembentukan ran*angan Undang-undang dan usul ran*ang Undang-undang berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan. *. (engkoordinasikan kegiatan pembahasan, harmonisasi pembulatan dan pemantapan konsepsi usul pembentukan ran*angan Undangundang dan usul ran*angan yang disiapkan Undang-undang yang

disiapkan anggota dan 7 atau panitia !D, +:>. d. (elakukan pembahasan, pembahasan7 penyempurnaan ran*angan Undang-undang yang se*ara khusus ditugaskan oleh panitia

musya arah dan 7 atau sidang paripurna. e. (elakukan koordinasi, konsentrasi, konsultasi, dan e<aluasi dalam rangka mengikuti perkembangan terhadap materi usul ran*angan Undang-undang yang sedang dibahas oleh panitia !D, +:>. ). (elakukan e<aluasi terhadap program penyusunan usul ran*angan Undang-undang.

"A

g. (embuat in<entaris masalah, baik yang sudah mampu yang belum terselesaikan untuk dapat dipergunakan sebagai bahan oleh panitia peran*ang Undang-undang di masa keanggotaan berikutnya. h. (elakukan e<aluasi dan penyampaian peraturan tata tertib dan kode etik anggota. &erdasarkan ayat di atas, jelas bah a panitia peran*ang Undangundang DPD mempunyai tugas membahas usul ran*angan Undang-undang se*ara intern. Dengan demikian bah a pembahasan *ampuran Undangundang ini bertujuan untuk diba a DPD ke DP' sebagai usul ran*ang Undang-undang. +al ini lebih jelas dapat dilihat dan pasal 9" tata tertib DPD% 1. Selambatnya 5 #lima$ hari kerja sejak usul ran*angan Undang-undang disyahkan menjadi ran*angan Undang-undang beserta penjelasan7 keterangan dan 7 atau naskah akademis disampaikan se*ara tertulis kepada paripurna DP' dengan surat pengantar pimpinan DPD. ". Surat pengantar pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat #1$ menyebut juga alat kelengkapan yang me akili DPD dan pembahasan ran*angan Undang-undang tersebut. 4edua, berdasarkan pasal 199 dan 194 tata tertib DPD dapat

dilihat bah a hasil ran*angan Undang-undang telah dilaksanakan DPD tersebut disampaikan kepada DP'. Pembahasannya dilakukan antara DP'

";

dan DPD atas undangan DP' dan ran*angan Undang-undang tersebut ber)ungsi sebagai bahan Pembahasan antara DP' dan Presiden.91 Pasal-pasal tersebut di atas kalau dikaitkan dengan gagasan dibalik lahirnya DPD, maka belum ditemukan suatu titik temu diantara keduanya, dimana gagasan dibalik lahirnya DPD itu dapat dikemukakan sebagai berikut % 1. 3agasan merubah sistem per akilan dua kamar #/ikameral$. DPD dan DP' digambarkan serupa dengan sistem per akilan negara di !merika Serikat yang terdiri dari senat sebagai per akilan negara bagian #De an Per akilan Daerah$ dan house o$ representative sebagai per akilan seluruh rakyat #De an Per akilan 'akyat$. Di !merika Serikat kedua unsur Per akilan tersebut dinamakan 4ongres.9" ". 3agasan untuk meningkatkan keikutsertaan daerah terhadap jalannya politik dan pengelolaan negara. DPD merupakan badan sehari-hari yang turut serta menentukan dan menga asi jalannya politik dan pengelolaan negara. Dengan demikian DPD dapat pula dipandang

Pasal 199 tata ,ertip DPD, #1$ DPD melakukan pembahasan usul ran*angan Undangundang bersama DP' atas undangan DP' #"$ Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat #1$ DPD di akili oleh panitia peran*ang Undang-undang dan 7 atau panitia +ed +ok yang membidangi materi muatan ran*angan Undang-undang yang akan dibahas, Pasal 194 tata tertib DPD, #1$ +asil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 199 merupakan ran*angan dari DPD sebagai bahan pembahasan DP' dan pemerintah, #"$ pada saat pembahasan ran*angan Undang-undang antara DP' dan pemerintah, DPD diundang untuk menyampaikan pandangan dan pandangan mengenai ran*angan itu, yang diusulkannya pada a al pembi*araan tingkat 1, susunan dengan peraturan tata tertib DP'. 9" &agir (anan, :p->it, hlm 54.

91

"8

sebagai toleransi atau penyempurnaan sistem utusan daerah 99 di DP' menurut ketentuan pasal " ayat #1$ UUD 1945 sebelum perubahan. (enurut &agir (anan, ketentuan baru dalam Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur masalah DPD, tidak tampak per ujudan dan gagasan sistem dua kamar, karena per akilan dua kamar menunjukkan bah a dalam satu badan per akilan terdiri dari dua unsur yang sama-sama menjalankan segala e enang badan per akilan.94 Sehingga pada

prinsipnya, kedua kamar majelis dalam sistem bi*ameral itu memiliki kedudukan yang sederajat, satu dalam lain tidak saling memba ahi, baik se*ara politik maupun se*ara legislati).95 4alau dalam Undang-undang Dasar 1945 yang aslinya hanya ada dua badan per akilan tingkat pusat yang terpisah, sekarang malah menjadi tiga badan per akilan. Pertama, alaupun perubahan (P' tetap e enang sendiri

merupakan lingkungan jabatan sendiri, (P' memiliki diluar

e enang DP' dan DPD. 4edua, sepintas lalu DPD merupakan jabatan mandiri, dan memiliki lingkungan e enang

lingkungan

sendiri.9A ,etapi memperhatikan ketentuan pasal "" D, DPD adalah badan


4eikutsertaan Daerah dalam utusan daerah di (P' sangat terbatas yaitu pada saat sidang-sidang (P' #selama orde baru hanya dua kali dalam lima tahun$ 94 &agir (anan, 4p35it, hlm 5;. 95 ?imly !sshidigie, 4p35it, hlm 9;. 9A Posisi De an Per akilan 'akyat dalam UUD 1945 memun*ulkan pertanyaan lain yang tidak kalah pentingnya, bagaimana ke enangan DPD sebagai kamar kedua di 2embaga Per akilan 'akyat C se*ara jujur harus diakui, keberhasilan membentuk kamar kedua di lembaga Per akilan 'akyat dengan sebutan DPD dalam sidang tahunan (P' tahun "--1 tidak terjadi seperti membalik telapak tangan. Selama pembahasan berkembang kontro<ersi yang mengemukakan yaitu adanya kekha atiran bah a eksistensi DPD akan memporakporandakan bangunan 5egara 4esatuan 'epublik 0ndonesia #54'0$. Disinyalir, keberadaan DPD dituding mengusung semangat )ederasi yang sangat bertentangan dengan negara kesatuan, &ima !rya Sugiarto, "--"$, sidang tahunan "'# :;;: menu0u Institusionalisasi. "enyelamatkan transisi, dalam 0urnal analisis 5SIS tahun <<<I, nomor :.
99

"9

komplementer DP'. 4etiga, DPD bukan legislati) penuh. DPD hanya ber enang memajukan dan mambahas ran*angan Undang-undang tertentu saja yang disebut se*ara -numerati$ dalam UUD 1945. terhadap hal-hal lain, pembentukan Undang-undang hanya ada pada De an Per akilan 'akyat dan pemerintah. Dengan demikian rumusan baru UUD 1945 tidak men*erminkan gagasan mengikut sertakan dalam penyelenggaraan seluruh praktek dan pengelolaan negara. 0ni merupakan sesuatu yang ganjil ditinjau dari konsep dua kamar.9; &eberapa penjelasan untuk membuktikan superioritas DP' atas DPD, dapat dikemukakan sebagai berikut % 1. Dalam )ungsi legislasi98. Perubahan Pasal "- !yat #1$ UUD 1945 dari tiap )ndang3undang menghendaki persetu0uan D'# men0adi De(an 'er(akilan #akyat mempunyai kekuasaan mem/entuk )ndang3 undang dan pada penambahan Pasal "-! !yat #1$ bah a DP' memiliki $ungsi legislasi, $ungsi anggaran dan penga(asan tidak berakibat pada melemahkan )ungsi legislasi Presiden tetapi memun*ulkan superioritas )ungsi legislasi DP' terhadap DPD. :leh karena itu, ruang untuk dapat mengajukan dan membahas ran*angan Undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam pasal "" D ayat #1$ dan #"$ tidak *ukup untuk
&agir (anan, DP', DPD dan (P' dalam UUD 1945 &aru, U00 Press, Bogyakarta, "--9, hlm 5A 98 Saldi 0sra, 4p35it, hlm 9"9
9;

9-

mengatakan bah a DPD mempunyai )ungsi legislasi. &agaimanapun )ungsi legilasi harus di lihat se*ara utuh yaitu dimulai dari proses pengajuan sampai menyetujui sebuah ran*angan Undang-undang. &anyak pendapat mengatakan, perubahan Pasal "- !yat #1$ dan

kehadiran Pasal "-- ! !yat #1$ memberi garis demokrasi yang sangat tegas bah a kekuasaan membuat Undang-undang hanya menjadi monopoli DP'. Padahal dalam lembaga per akilan rakyat bikameral, kalau tidak berhak mengajukan ran*angan Undang-undang, (ajelis tinggi berhak untuk mengubah, mempertimbangkan atau menolak ran*angan Undang-undang dari majelis rendah, sekiranya juga itu tidak ada, (ejelis ,inggi diberi hak menunda pengesahan 'an*angan Undangundang yang disetujui (ejelis 'endah. +ak menunda pengesahan sering menjadi satu-satunya kekuatan jika majelis tinggi tidak mempunyai hak untuk mengubah dan menolak ran*angan Undangundang. ". Sama dengan Dungsi legislasi, dalam )ungsi anggaran DPD juga mempunyai )ungsi anggaran yang sangat terbatas pada memberikan pertimbangan kepada DP' dalam proses pembahasan Undangundang !P&5 #pertimbangan hanyalah sebagian ke*il saja

penggunaan hak dalam )ungsi anggaran$, semestinya, DPD diberi ke enangan untuk mengusulkan, mempertimbangkan, mengubah dan menetapkan anggaran seperti De an Per akilan 'akyat, (enurut

91

4e<in 1<ans, 4alau kesempatan itu tidak ada, (ajelis ,inggi seharusnya diberi hak menunda persetujuan ran*angan !P&5. 9. ,idak berbeda dengan )ungsi legislasi dan )ungsi anggaran, dalam )ungsi penga asanpun DPD mempunyai ke enangan yang sangat terbatas. Pasal "" D !yat #9$ UUD 1945 menyatakan bah a DPD dapat menentukan penga asan atas pelaksanaan Undang-undang mengenai % a. :tonomi Daerah, b. +ubungan pusat dan daerah, *. Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, d. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, e. Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, ). Pajak, g. Pendidikan, dan h. !gama 4emudian, hasil itu disampaikan kepada de an per akilan rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dengan terbatasnya ke enangan yang dimiliki DPD, sulit dibantah bah a keberadaan lembaga negara ini lebih merupakan sub ordinasi dari DP', keterbatasan itu memberi makna, gagasan, men*iptakan dua kamar dengan kekuatan berimbang untuk mengakomodasi kepentingan daerah dalam men*iptakan keadilan distribusi kekuatan gagal karena perubahan Undang-undang Dasar 1945 yang bias kepentingan De an Per akilan

9"

'akyat. 4egagalan ini akan berdampak pada melemahnya artikulasi politik daerah pada setiap proses pembuatan keputusan di tingkat nasional. Dengan demikian sulit membantah sayalemen bah a keberadaan DPD hanya sebagai perlengkapan alam lembaga Per akilan 'akyat. Dengan minimnya ke enangan ini, sehingga seolah-olah tak bergigi, DPD tidak memiliki posisi ta ar yang kuat dalam mengubah legislasi negara ini. Substansi keter akilan daerah melalui DPD adalah akomodasi kepentingan daerah yang dijamin se*ara konstitusional dan dijabarkan dengan peraturan perundang-undangan. !spek struktural)ungsional ini telah mendapat banyak kritik, karena DPD tidak mempunyai otoritas pembuatan peraturan perundang-undangan. &eberapa anggota De an dan (ajelis mengistilahkan realitas ini sebagai . keter(akilan setengah hati=+. ?ika dijabarkan tanpa ada upaya pemberdayaan dan perbaikan pendukung-legal )ormalnya lembaga ini, maka tidak mustahil lembaga ini nantinya hanya sebagai penghias struktur ketatanegaraan sebagaimana yang dialami oleh De an Pertimbangan !gung #DP!$ selama ini.4Sekalipun disiplin le at pemilu, kekuasaan, )ungsi, hak dan ke ajiban kedua De an ini berbeda. !sas ketidakmerataan DP' dan DPD terba*a dari susunan dan kedudukan DPD yang diatur dengan UUD 1945 #Pasal ""> !yat 9$. Untuk menentukan susunan dan kedudukan itu DPD
?anedjri (. 3a))ar dkk, Dewan Perwakilan Daerah, Sekretariat ?enderal (P', ?akarta, "--9, hlm 4. 4'eny 'a asta Pasaribu, De(an 'er(akilan Daerah % .em/aga Baru dalam 'roses .agilasi. Ulasan mingguan (aret "--4, minggu ke ketiga, "97-97"--47 GGG.Parlemen.5et.,erakhir Diakses " ?anuari "--;.
99

99

sama sekali tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, mengingat setiap ran*angan undang-undang dibahas oleh DP' dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama #pasal "- ayat #"$ undang-undang Dasar 1945$. !rtinya, susunan dan kedudukan DPD ditentukan oleh DP' dan Presiden.41 Dengan demikian, se*ara implisit, kedudukan DPD berada di ba ah DP' dan Presiden, yang dapat dilihat sebagai berikut. 1. DPD dapat mengajukan ran*angan undang-undang kepada DP' yang berkaitan dengan 1$ :tonomi daerah, "$ +ubungan pusat dan daerah, 9$ Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, 4$ Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan 5$ Perimbangan keunangan pusat dan daerah #Pasal "" D !yat #1$ UUD1945$. ". DPD ikut membahas sejumlah ran*angan Undang-undang yang diajukan dalam bagian pertama di atas, serta memberikan perimbangan kepada DP' atas 'an*angan Undang-Undang

!nggaran dan Pendapatan &elanja 5egara #!P&5$ dan ran*angan Undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama, #Pasal "" D !yat #"$ UUD1945$. 9. DPD dapat melakukan penga asan atas pelaksanaan undang-undang pada kegiatan kedua di atas, dan menyampaikan hasil penga asannya kepada DP' sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti #Pasal
0ndra 0 Piliang, Keanggotaan D'D dan Sistem Bikameral "ailto. 2igih 1usantaraid,>9ohoo.com.
41

94

"" D !yat #9$ UUD1945$. Selain itu, anggota DPD diperhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata *aranya di atur dalam Undang-Undang #Pasal "" D !yat #4$ UUD1945$. !rtinya, DP' dan Presiden bisa mengatur pemberhentian anggota DPD. 4. ?elas sekali, apabila DP' dan Presiden berasal dari kalangan partai politik #pasal A ! ayat #"$ dan pasal "" 1 ayat #9$ UUD1945$. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan #pasal "" 1 ayat #4$ Undang-Undang Dasar$. 4etiadaan hak legislasi DPD

menyebabkan kepentingan partai bisa mengatur susunan, kedudukan, dan pemberhentian anggota DPD. 5. Untuk menentukan susunan dan kedudukan itu, DPD sama sekali tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, mengingat setiap ran*angan Undang-undang dibahas oleh DP' dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama #pasal "- ayat #"$ UUD1945$. !rtinya, susunan kedudukan DPD ditentukan oleh DP' dan Presiden. Dari pasal-pasal di atas, terlihat DPD hanyalah (eak cham/er diba ah DP' dan Presiden dalam hal legislasi. &isa juga diinterpretasikan bah a DPD adalah subordinat dari Parpol yang terpilih menjadi Presiden atau Gakil Presiden #Gapres$ dan DP' dalam hubungan hirarki dan oligopoli. Sekalipun begitu, kedudukan DPD bisa kuat ketika menjalankan haknya sebagai anggota (P', baik dalam mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar #pasal 9 ayat #1$ UUD1945$. DPD dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilu dan me akili unit kedaerahan, yaitu Propinsi.

95

Dalam suatu Propinsi tentu terdapat banyak cluster aktor strategis. (ereka mempunyai kepentingan berbeda-beda baik dari segi tema maupun tingkatannya. Perbedaan sistematik jelas terlihat, misalnya antara De an Per akilan Daerah, Pemerintah Daerah dan 2embaga Sosial (asyarakat #2S($. Di antara lembaga-lembaga tersebut juga terdapat perbedaan tingkatan kepentingan, misalnya De an Per akilan Daerah yang *enderung politis, Pemerintah Daerah yang *enderung Pragmatis dan 2S( yang *enderung mikro-merakyat. &agaimana anggota DPD dari suatu Propinsi mampu melakukan pengelompokan prioritisasi dan penentuan strategi lanjutan terhadap berbagai kepentingan yang disuarakan C4".

8 K3/uasaan P+3si.3n .alam P3m53n-u/an Un.an,-un.an, &erdasarkan uraian di atas, maka jelaslah bah a suatu undangundang juga ada yang lahir karena perintah langsung konstitusi. Di dalam UUD1945 baik sebelum maupun sesudah perubahan, banyak sekali substansi konstitusi yang implementasinya di atur ke dalam undangundang organik. Sebelum perubahan UUD1945, Presiden bahkan merupakan lembaga yang memegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Sedangkan sesudah perubahan UUD1945, Presiden masih pula dilibatkan seperti hak untuk mengajukan ran*angan undang-undang, pembahasan yang dilakukan se*ara bersama dengan DP' terhadap 'UU dan

4"

?anedjri (. 3a)ar dkk, De(an 'er(akilan Daerah, 4p.5it, hlm 5.

9A

pengesahan 'UU menjadi undang-undang yang juga dilakukan oleh Presiden. Undang-undang merupakan salah satu bentuk peraturan

perundang-undangan yang mempunyai kedudukan sangat signi)ikan dalam penyelenggaraan negara. Suatu undang-undang merupakan norma hukum yang lebih konkrit dan terin*i. 5orma hukum dalam undang-undang, selain bersi)at tunggal juga mengandung norma primer dan sekunder, sehingga dapat men*antumkan norma yang bersi)at sanksi di dalamnya, baik pidana maupun pemaksa.49 (enurut &agir (anan, ada lima hal yang mendasari pembentukan undang-undang yaitu% 1. ". 4edaulatan 'akyatF 9. (emperbaharui undang-undang yang sudah terbentuk atau bagian dari undang-undang yang adaF 4. undang yang sudah terbentuk #lebih dulu ada$F 5. 0nternasional.44 Suatu perjanjian Perintah undangPerintah UUD 1945F Per ujudan

49 (aria Darida 0ndrati Soeprapto, Ilmu 'erundang3)ndangan% Dasar3dasar 'em/entukannya, 4anisus, Bogyakarta, 1998, hlm 9". 44 &agir (anan, 'ertum/uhan dan 'erkem/angan Konstitusi Suatu 1egara, (andar (aju &andung, 1999, hlm "A.

9;

&erdasarkan uraian di atas maka jelaslah bah a salah satu latar belakang lanirnya suatu undang-undang adalah karena perintah kontitusi. Dalam UUD1945 baik sebelum maupun sesudah !mandemen banyak sekali substansinya diatur dalam undang-undang organik. Sebelum perubahan #amandemen$ UUD 1945 presiden merupakan lembaga yang memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Sedangkan sesudah amandemen UUD1945 Presiden masih dilibatkan dalam pembentukan Undng-undang seperti hak untuk mengajukan ran*angan undang-undang, pembahasan yang dilakukan bersama DP' terhadap ran*angan Undang-undang dan pengesahan ran*angan Undangundang menjadi Undang-undang yang juga dilakukan oleh presiden.

98

I& PENUTUP
A K3sim7ulan &erdasarkan hasil analisis diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikutF 1. Perubahan #amandemen$ telah memba a pembaharuan dalam

ketatanegaraan 0ndonesia. ,ernyata perubahan #amandemen$ ini belum mampu menja ab berbagai persoalan yang timbul akibat perubahan dan tantangan Haman. &ergesernya kekuasaan pembentukan undang-undang dari Presiden ke De an Per akilan 'akyat #DP'$ adalah salah satu konsekuensi dari perubahan 4onstitusi, sehingga )ungsi legislati) dari DP' menjadi lebih kuat dari pada yang biasanya #sebelum amandemen UUD 1945$. !kan tetapi di dalam pembentukan undang-undang Presiden masih mempunyai ke enangan . +al ini dapat dilihat dengan adanya suatu keharusan bah a undang-undang itu dibentuk harus dengan persetujuan bersama antara Presiden dan DP'. !rtinya, Presiden mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam pembentukan undang-undang. &egitu juga dalam pengesahan undang-undang, Presiden mempunyai ke enangan untuk mengesahkan undang-undang dengan batas mengesahkan suatu undang-undang. ". 4ehadiran De an Per akilan Daerah #DPD$ dalam tatanan lembaga negara memberikan arna tersendiri dalam pembentukan undang-undang. 99 aktu tertentu untuk

DPD sebagai per akilan teritorial yang diharapkan dapat melengkapi keter akilan politik melalui DP'. !kan tetapi di dalam pembentukan undang-undang, DPD mempunyai ke enangan yang terbatas sekali, dimana DPD bertugas sebagai pengusul dan pemberi pertimbangan dalam bidang-bidang tertentu terutama dalam pelaksanaan otonomi daerah. Se*ara ideal DPD mempunyai )ungsi penting dan strategis dalam menyerap aspirasi dan permasalahan yang terjadi di daerah dan sekaligus memperjuangkannya dalam kebijakan nasional.

B Sa+an-sa+an &erdasarkan uraian dari kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan saranF 1. +asil penelitian ini menunjukkan bah a pergeseran kekuasaan presiden dalam pembentukan undang-undang setelah perubahan UUD1945 telah terjadi )enomena baru dimana adanya lembaga DPD sebagai per akilan teritorial daerah pemilihannya. 2embaga ini diharapkan dapat menyalurkan aspirasi kedaerahan pada tingkat nasional, di samping per akilan politik #DP'$. !rtinya DPD memang diharapkan untuk dapat mengisi kekosongan. Sehingga DPD akan mampu memerikan kontribusi, aspirasi dan suara daerah dapat disikapi dalam mengambil kebijaksanaan di tingkat nasional. Dengan demikian perubahan ke enangan DPD yang telah diberikan UUD1945 selama ini masih perlu diperluas dalam pembentukan undang-undang sehingga DPD

4-

dapat berperan sebagai layaknya per akilan yang mempunyai )ungsi legislasi. Perluasan ke enangan DPD dalam pembentukan undangundang adalah dengan mengamandemen UUD1945 terutama Pasal "" D !yat " sehingga berbunyi% De an per akilan daerah membahas bersama dengan De an Per akilan 'akyat ran*angan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan kekuangan pusat dan daerah, serta ran*angan undang-undang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama ". &agi kalangan perguruan tinggi, penting untuk melakukan penelitian guna menemukan )ormula yang tepat atas pemaknaan dari pergeseran kekuasaan presiden dalam pembentukan undang-undang setelah perubahan UUD1945 khusus dalam mena)sirkan pasal-pasal yang berkenaan dengan kekuasaan presiden dalam pembentukan undangundang sebagaimana diatur dalam UUD1945.

41

DA9TAR PUSTAKA
!miruddin dan +. Kainal !sikin, 'engantar "etode 'enelitian !ukum, P,. 'aja 3ra)indi Persada, ?akarta, "--4. !rbi Sanit, 'er(akilan 'olitik di Indonesia, 'aja ali, ?akarta, 1985. &agir (anan, DP', DPD dan (P' dalam UUD 1945 &aru, , Bogyakarta, "--9 >.D. Strong 4onstitusi Politik (oderen % Ka0ian &entang Se0arah dan Bentuk3 Bentuk Konstitusi Dunia, ,erjemahan SP! ,eam ork, 5uansa dan 5usamedia, &andung, "--4. >S, 4ansil, Sistem 'emerintahan Indonesia, &umi !ksara, ?akarta, 199-. Dahlan ,haib, D'# dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, 2iberty, Bogyakarta, 1994. 1riyanto, 4toritarime 4rde Baru #studi atas 'idato3pidato Soeharto$, dalam proyek-proyek demokrasi, ?urnal Ga*ana 05S0S,, edisi " tahun 0, 1999. 1. Utre*ht dan (oh. Saleh Djindang, 'engantar !ukum Administrasi 1egara Indonesia, &alai &uku 0*htiar, ?akarta, 1985. Dirmansyah, !ukum dan Kekuasaan Konstitusi, 4onsorsium 'e)ormasi +ukum 5asional, ?akarta, "--4. ?anedjri (. 3a)ar dkk, De(an 'er(akilan Daerah, Sekretariat ?enderal (P', ?akarta, "--9. ?imly !sshiddi=ie, 7ormat Kelem/agaan 1egara dan 'ergeseran Kekuasaan Dalam ))D *+4,, D+ U00 Pres, Bogyakarta, "--4. ----------, 7ormat Kelem/agaan 1egara dan 'ergeseran Kekuasaan dalam ))D *+4,, ?akarta, "--"

4"

----------, Konsolidasi 1askah ))D *+4, Setelah 'eru/ahan Keempat , PS+,5 U0, ?akarta, "--" ----------, !ukum &ata 1egara dan 'ilar3'ilar Demokrasi, 4onstitusi Pres, ?akarta, "--5. +.( 2ai*a (arHuki, 4edudukan (ajelis Pemusya aratan 'akyat Setelah !mandemen Undang-Undang Dasar 1945, dalam Soe oto

(ulyosudarmo, 'em/aharuan Ketatanegaraan "elalui 'eru/ahan Konstitusi, 3ramedia Pustaka Utama, ?akarta, 199;. 0smail Suny, 'em/agian Kekuasaan 1egara, !ksara &aru, 1985. ----------, 'ergeseran Kekuasaan -ksekuti$, !ksara baru, ?akarta, 19;;. (a* 0<er, 1egara "odern, ,erjemahan (oetono, !ksara &aru, ?akarta, 1999. (aria Darida 0ndrati Soeprapto, Ilmu 'erundang3undangan, Dasar3dasar 'em/entukannya, >onisius, Bogjakarta, 1998. (ega ati, !li (artopo, 'arlemen Bikameral Dalam Sistim Ketatanegaraan Indonesia, Se/uah -valuasi, Bogjakarta, U!D Press, "--A. (ohammad (ah)ud (D, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia , 'ineka, >ipta, ?akarta, "--1. ----------, Demokrasi Dan 4onstitusi di 0ndonesia, Studi &entang Interaksi 'olitik dan Kehidupan Ketatanegaraan, 'ineka >ipta, ?akarta, "---.

----------, 'olitik !ukum di Indonesia, 2P91S, ?akarta, 1998. (oh. 4usnardi, +armaily 0brahim, Pengantar +ukum ,ata negara 0ndonesia, Pusat Studi +ukum ,ata negara Dakultas +ukum Uni<ersitas 0ndonesia, ?akarta, 1988.

49

(uhammad 'idh an 0ndra, Dalam ))D *+4, Kekuasaan -ksekuti$ .e/ih "enon0ol #-xecutive !eavy$, +aji (asabung, ?akarta, 1998. (. Solly 2ubis, Ilmu 1egara, !lumni, &andung, 1981. ----------, .andasan dan &eknik 'erundang3undangan, (andar (aju, &andung, 1989. 'i*hard 'ose, Sistem 'olitik Inggris, dalam (ohtar (asLoed dan >olin (a* !nre s, Perbandingan Sistem Politik, 3adjah (ada Uni<ersity Press, Bogyakarta, "--1. 'onny +aditijo Soebroto, "etodologi 'enelitian !ukum, >halia 0ndonesia, ?akarta, 199-. Saldi 0sra % .4onstitusi &aru (elalui 4omisi 4onstitusi % (emastikan !rah 'e)ormasi 4onstitusi/, Dalam ?urnal !nalisis >S0S, tahun @@@07"--" 5omor ". ----------, .em/aga .egislati$ 'asca Amandemen ))D *+4, Dalam Soe(oto "ulyosudarmo, !sosiasi Pengajar +,5 dan +!5 ?a a ,imur, "--4. Sabirin (alian, 3agasan Perlunya 4onstitusi &aru Pengganti UUD 1945, U00 Press, Bogjakarta, "--1. Suhino, Ilmu 1egara, 2iberty, Bogjakarta, 198A. Sulastomo, 4ontro<ersi Di sekitar Perubahan UUD 1945, Dalam &ambang Gidjojanto #et,al$, 4onstitusi &aru (elalui 4omisi 4onstitusi

0ndependen, Pustaka Sinar +arapan, ?akarta, "--". Susislo Suharto, Kekuasaan 'residen #epu/lik Indonesia Dalam 'eriode Berlakunya )ndang3)ndang Dasar *+4,, 3raha 0lmu, Bogjakarta, "--A

44

Su oto (ulyosudarmo, 'eralihan Kekuasaan % Ka0ian &eoritis dan 9uridis terhadap 'idato 1a(aksara, 3ramedia Pustaka Utama, ?akarta, 199;. Sri Soemantri (, )ndang3)ndang Dasar *+4,, Kedudukan dan Artinya Dalam Kehidupan Bernegara, Dalam ?urnal Demokrasi dan +!(, 'e)ormasi 4onstitusi, 6ol 1, 5omor 4 September-5o<ember "--1 ---------, 'engantar 'er/andingan Antar !ukum &ata 1egara, 'aja ali, ?akarta, 1981. ---------, ,entang 2embaga-2embaga 5egara (enurut UUD 1945, >itra !ditya &akti, &andung, 1999. Sri Soemantri (, Undang-Undang Dasar 1945, Kedudukan dan Artinya Dalam Kehidupan Bernegara, dalam urnal Demokrasi dan !A", #e$ormasi Konstitusi, 6ol 1, 5omor 4 September-5o<ember "--1 ----------, 'engantar 'er/andingan Antar !ukum &ata 1egara, 'aja ali, ?akarta, 1981. ----------, &entang .em/aga3.em/aga 1egara "enurut ))D *+4,, >itra !ditya &akti, &andung, 1999. G.?.S. Poer ardarminta, Kamus )mum Bahasa Indonesia, &alai Pustaka, ?akarta, 19;9. Buliandri, A?a?3A?a? 'em/entukan 'eraturan 'erundang3undangan 9ang Baik Dalam #angka 'em/uatan )ndang3)ndang Berkelan0utan #Disertasi$, Progran Pas*asarjana Uni<ersitas !irlangga Surabaya, "--;.

45

Anda mungkin juga menyukai