Anda di halaman 1dari 16

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

1. Gangguan Status Volume a. Hipovolemia Definisi Hipovolemia merupakan keadaan berkurangnya volume cairan yang

menyebabkan hipoperfusi jaringan.

Etiologi Kehilangan cairan tubuh melalui muntah, diare, perdarahan, melalui pipa nasogastric, melalui ginjal (penggunaan diuretic, diuresis osmotik, salt wasting nephropathy, hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas (insensible water losses, keringat, luka bakar), atau melalui sekuestrasi cairan (misalnya pada obstruksi usus, trauma, fraktur, pankreatitis akut), latihan berat, diabetes insipidus, dll.

Patofisiologi Hipovolemia terjadi pada dua keadaan, yaitu deplesi volume dan dehidrasi. Deplesi Volume Deplesi volume adalah keadaan berkurangnya cairan ekstrasel. Kekurangan air dan natrium terjadi dalam jumlah yang sebanding. Misalnya dalam keadaan muntah dan diare, perdarahan, atau melalui pipa nasogastric, bisa juga kehilangan air dan natrium melalui ginjal (penggunaan diuretic, diuresis osmotik, salt wasting nephropathy, hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas (insensible water losses, keringat, luka bakar), atau melalui sekuestrasi cairan (misalnya pada obstruksi usus, trauma, fraktur, pankreatitis akut).

Dehidrasi Dehidrasi adalah keadaan dimana berkurangnya volume air tanpa disertai berkurangnya elektrolit/natrium atau berkurangnya air jauh melebihi berkurangnya natrium di cairan ekstrasel. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan natrium dalam ekstrasel sehingga cairan intraseluler akan berpindah ke ekstrasel dan cairan intrasel akan berkurang. Jadi dehidrasi melibatkan pengurangan cairan intra dan ekstrasel secara bersamaan (40% cairan hilang berasal dari ekstrasel, dan 60% dari intrasel). Dehidrasi ini dapat terjadi akibat keluarnya air melalui keringat, penguapan dari kulit, saluran cerna, diabetes insipidus, atau diuresis osmotik yang disertai gangguan rasa haus atau gangguan akses cairan. Dehidrasi juga dapat terjadi akibat masuknya cairan ekstrasel ke cairan intrasel dalam jumlah yang berlebihan, kejang hebat, setelah melakukan latihan berat, atau pasca pemberian cairan natrium hipertonik berlebihan.

Bila terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler, volume dan tekanan darah akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan pada sistem renin angiotensin sehingga timbul respron pengurangan produksi urin, rangsangan haus, dll.

Manifestasi Klinis Hipovolemia ringan ditandai dengan gejala rasa haus dan lemas. Jika semakin berat, tekanan darah akan menurun karena volume darah berkurang, bahkan dapat terjadi syok.

Diagnosis Deplesi Volume Kehilangan cairan sampai 10 20% biasanya tidak menimbulkan gejala klinik. Hipovolemia ringan dikatakan bila terdapat kehilangan cairan kecil sama dari 20% volume plasma dengan gejala klinis takkardi. 2

Hipovolemia sedang bila terdapat kehilangan 20 40% volume plasma dengan gejala klinik takikardi dan hipotensi ortostatik. Hipovolemia berat bila terdapat kehilangan cairan besar sama dengan 40% volume plasma dengan gejala klinik penurunan tekanan darah, takikardia, oliguria, agitasi, kekacauan berfikir. Akibat gangguan perfusi, dari pemeriksaan fisik, kulit dan bibir serta pangkal kuku terlihat pucat, capillary refill berkurang, disamping timbulnya rasa haus Dehidrasi Tanda klinik dari pasien dehidrasi adalah hipernatremi yang ditemukan pada pemeriksaan darah.

Tatalaksana Deplesi Volume Ada dua hal yang perlu ditanggulangi, yaitu penyakit yang mendasari dan menggantikan cairan yang hilang. Untuk menghitung cairan yang akan diganti, harus didasarkan pada derajat hipovolemia. Yang perlu diingat adalah volume plasma adalah 6% dari berat badan orang dewasa. Misalkan terjadi deplesi volume ringan (20%) seberat 60 kg. maka, volume cairan yang hilang adalah 20% dari 3,6 L (6% dari 60 Kg), maka cairan yang hilang adalah 0,72 L atau 720 mL. untuk kecepatan pemberian cairan, didasarkan pada keadaan klinis yang terjadi. Pada deplesi volume berat, kecepatan cairan diberikan dalam waktu cepat untuk memperbaiki takikardi dan tekanan darah. Jenis cairan yang diganti juga tergantung cairan yang keluar. Bila perdarahan, diganti dengan darah juga atau jika darah tidak ada boleh diberikan cairan koloid atau kristaloid seperti NaCl isotonis atau cairan RL. Untuk kehilangan cairan melalui saluran cerna (muntah dan diare), jenis cairan pengganti dapat berupa NaCl isotonis atau RL, tetapi untuk diare lebih dianjurkan RL karena pada diare berpotensi terjadi asidosis metabolic.

Dehidrasi Dehidrasi melibatkan pengurangan cairan ekstrasel dan intrasel. Tanda khas pada dehidrasi adalah hypernatremia. Untuk menghitung deficit cairan total, gunakan rumus : Defisit Cairan = 0,4 x Berat Badan (Na PLASMA/140-1) Volume cairan yang dibutuhkan adalah deficit cairan + insensible water losses + volume urin 24 jam + Volume yang keluar melalui saluran cerna Insensible water losses sebanyak 40 ml/jam. Kecepatan cairan harus tidak menimbulkan penurunan kadar natrium plasma >0,5 mEq/jam. Contoh : pasien dehidrasi, kadar Na 160 mEq, BB 60 Kg, Insensible water losses 960 mL, volume urine 1500 ml/24 jam, Maka, defisit cairan adalah : 0,4 x 60 Kg (160/140 1) = 3,43 L Volume cairan yang dibutuhkan = 3,43 L + 0,96 L + 1,5 L = 5,89 L Karena Natrium akan diturunkan sebanyak 20 mEq ( dari 160 menjadi 140), dan kecepatannya tidak boleh lebih dari 0,5 mEq/jam, maka kecepatan pemberian cairan adalah 20mEq dibagi 0,5 mEq/jam = 40 Jam. Jadi jumlah cairan di atas diberikan dalam waktu 40 jam atau 0,15 L/jam

Prognosis Hipovolemia sangat berbahaya dan harus segera ditatalaksana. Jika ditatalaksana segera dengan pemberian cairan, prognosisnya akan baik. Tetapi jika terlambat dalam tatalaksana, prognosis akan buruk. Kebanyakan korban meninggal pada diare dan penyebab hipovolemia lain adalah karena tidak tahu atau terlambat memberi pertolongan.

b. Hipervolemia Hipervolemia adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan volume cairan ekstrasel melebihi kemampuan tubuh untuk mengeluarkan air melalui ginjal, saluran cerna, dan kulit. Edema Definisi Edema adalah suatu keadaan dengan akumulasi cairan di jaringan interstisium secara berlebihan akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan pembuluh limfe.

Etiologi Kelebihan natrium, perubahan hemodinamik kapiler yang memungkinkan keluarnya cairan intravascular ke interstisium, retensi natrium ginjal, hipoalbuminemia, dsb

Patofisiologi Edema merefleksikan dari kelebihan natrium dan hipervolemia. Pada edema tidak terjadi hypernatremia karena natrium yang berlebihan akan

menyebabkan retensi air. Disamping itu, saat natrium meningkat dalam darah juga terjadi peningkatan ADH sehingga pengeluaran cairan dikurangi. Terdapat dua faktor penentu terjadinya edema, yaitu : Perubahan hemodinamik dalam kapilar yang memungkinkan keluarnya cairan intravascular ke jaringan interstisium Perubahan hemodinamik ini dipengaruhi oleh permeabilitas kapilar, selisih tekanan hidrostatik dalam kapiler dengan tekanan hidrostatik dalam interstisium, selisih tekanan onkotik plasma dengan tekanan onkotik interstisium Retensi natrium di ginjal 5

Retensi natrium dipengaruhi oleh aktifitas sistem renin angiotensin aldosterone yang berkaitan dengan baroreseptor di arteri aferen glomerulus ginjal, aktifitas atrial natriuretic peptide yang erat kaitannya dengan baroreseptor di atrium dan ventrikel jantung, aktifitas saraf simpatis ADH yang erat kaitannya dengan baroreseptor di sinus karotis, dan Osmoreseptor di hipotalamus. Di samping faktor di atas, ada faktor lain yang dapat mencegah penumpukan cairan dalam jaringan interstisium itu berlanjut. Diantaranya adalah aliran limfatik yang akan menampung kelebihan cairan di interstisium. Selain itu peningkatan jumlah cairan di interstisium akan meningkatkan tekanan hisrostatik di sana dan menurunkan tekanan osmotik, sehingga akan menghambat dorongan dari tekanan hidrostatik kapiler yang mendorong cairan kapiler keluar.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis Akibat penumpukan cairan di interstisium, akan terlihat secara klinis suatu pembengkakak/edema. Pembengkakan ini dapat disertei oleh penurunan volume intravascular, dapat pula tidak. Penyebabnya antara lain adalah kegagalan jantung dalam menjalankan fungsinya, kegagalan ginjal dalam ekskresi, kegagalan atau kelainan sistem pembuluh limfatik, dan gangguan permeabilitas kapiler, serta hipoproteinemia berat yang dapat menimbulkan gangguan tekanan osmotik.

Tatalaksana a. Obati penyakit dasar b. Restriksi asupan natrium untuk meminimalisir retensi air c. Pemberian diuretic Indikasi yang paling tepat untuk menanggulangi edema adalah bila terjadi edema paru yang merupakan satu-satunya indikasi pemberian diuretic yang paling tepat.

Retensi natrium sekunder pada gagal jantung atau sirosis hepatis sebenarnya ditujukan untuk memenuhi volume sirkulasi lagi agar perfusi jaringan optimal. Jika pada keadaan ini diberi diuretic yang terlalu banyak, dapat terjadi penurunan perfusi jaringan dan ini dapat dinilai dari kadar ureum dan kreatinin darah yang meningkat. Pada retensi natrium primer seperti pada penyakit ginjal, karena obatobatan (minoksidil, OAINS, estrogen), dan refeeding edema, tidak terjadi pengurangan volume sirkulasi efektif sehingga pemberian diuretic aman karena tidak mengurangi perfusi jaringan. Pada edema umum karena gagal jantung, sindrom nefrotik, dan retensi natrium primer, pemberian diuretic akan memobilisasi cairan edema secara cepat sehingga akan terjadi pengeluaran cairan 2-3 L/24 jam tanpa mengurangi perfusi jaringan.

2. Gangguan Keseimbangan Natrium a. Hiponatremia Definisi Hiponatremia adalah penurunan konsentrasi natrium dalam cairan tubuh akibat kelebihan cairan relative. Etiologi & Patogenesis Peningkatan cairan relative akibat jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi, dan ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan melalui saluran cerna, gagal jantung dan sirosis hati, atau pada Syndrome of Inappropriate ADH-secretion (SIADH). Pada keadaan ini akan dibagi hiponatremia menjadi hiponatremia dengan ADH meningkat, hiponatremia denga ADH tertekan fisiologik, Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi. Pemberian cairan iso-osmotik yang tidak mengandung natrium ke dalam cairan ekstrasel sehingga menimbulkan hiponatremia. Tingginya osmolalitas plasma pada keadaan hiperglikemia atau pemberian manitol intravena sehingga cairan intrasel keluar dari sel dan berpindah ke cairan ekstrasel, sehingga terjadi hiponatremia.

Patofisiologi Sekresi ADH meningkat apabila terjadi deplesi volume sirkulasi efektif seperti pada muntah, diare, perdarahan, jumlah urin meningkat, gagal jantung, sirosis hepatis, SIADH, insufisiensi adrenal, dan hipotiroid. Pada polydipsia primer dan gagal ginjal, ekskresi cairan lebih rendah dibandingkan asupan cairan, sehingga menimbulkan respon fisiologik untuk menekan sekresi ADH. Inilah respon yang terjadi akibat hiponatremia, yaitu menekan pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga ekskresi urin meningkat.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis Hiponetremia dibagi menjadi : a. Hiponatremia akut/hiponatremia simtomatik/hiponatremia berat Merupakan kejadian hiponatremia yang berlangsung kurang dari 48 jam. Gejala yang muncul adalah penurunan kesadaran dan kejang yang terjadi akibat edema sel otak karena air dari ekstraseluler masuk ke intrasel yang osmolalitasnya lebih tinggi. b. Hiponatremia kronik/hiponatremia asimptomatik Merupakan hiponatremia yang berlangsung lama yaitu lebih dari 48 jam. Biasanya tidak terjadi gejala yang berat karena dalam prosesnya yang lama akan timpul adaptasi. Gejala yang timbul hanya ringan seperti lemas dan mengantuk.

Tatalaksana a. Langkah pertama adalah mencari penyebab hiponatremia dengan : anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan gula darah dan lipid darah, pemeriksaan osmolalitas darah, pemeriksaan osmolalitas urin, pemeriksaan natrium, kalium, dan klorida urin. b. Selanjutnya bedakan hiponatremia berat atau kronik dari gejala yang muncul c. Lakukan koreksi terhadap natrium Pada hiponatremia akut, koreksi cepat dengan pemberian larutan natrium hipertonik intravena. Kadar natrium plasma dinaikkan sebanyak 5 mEq/L dari kadar natrium awal dalam waktu 1 jam. Setelah itu, kadar natrium plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/L setiap 1 jam sampai kadar natrium darah mencapai 130 mEq/L. untuk menghitung jumlah natrium dalam larutan natrium hipertonik, gunakan rumus = 0,5 x berat badan (kg) x delta natrium. Delta natrium adalah selisih kadar natrium yang diinginkan dengan kadar natrium awal. Pada hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan, yaitu 0,5 mEq/L setiap 1 jam, maksimal 10 mEq/L dalam 24 jam. Bila delta Na besarnya 8 mEq/L, dibutuhkan waktu pemberian selama 16 jam. 9

b. Hipernatremia Definisi Hipernatremia adalah keadaan defisit cairan relative sehingga kadar natrium plasma meningkat.

Etiologi Umumnya disebabkan resusitasi cairan menggunakan larutan NaCL 0,9% (kadar Na 154 mEq/L) dalam jumlah besar, akibat dehidrasi, dll

Patofisiologi Hipernatremia terjadi apabila : a. Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya pada keadaan dehidrasi akibat pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau keringat, osmotik diare akibat pemberian laktulosa atau sorbitol, diabetes insipidus, gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan vaskular b. Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh. Misalnya pada koreksi bikarbonat berlebihan pada kasus asidosis metabolic c. Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel. Misalnya pada latihan, asam laktat dalam sel meningkat yang meningkatkan osmolalitasnya sehingga air masuk ke intrasel, dan pada keadaan ini kadar Na akan normal dalam waktu 5 15 menit setelah istirahat. Pada hypernatremia akan timbul respon fisiologis peningkatan pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga pengeluaran urin berkurang.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis Diagnosis hypernatremia ditegakkan bila kadar natrium plasma meningkat secara akut hingga di atas 155 mEq/L. gejala yang timbul adalah akibat mengecilnya volume otak karena air keluar dari dalam sel. Pengecilan volume ini menimbulkan 10

robekan pada vena yang menyebabkan perdarahan local di otak dan subarachnoid. Gejala dapat berupa letargi, lemas, kejang, dan akhirnya koma. Jika kenaikan natrium plasma di atas 180 mEq/L secara akut, dapat menimbulkan kematian.

Tatalaksana a. Langkah pertama : tetapkan etiologi. Sebagian besar penyebabnya adalah defisit cairan tanpa elektrolit. b. Turunkan kadar natrium plasma kea rah normal. Pada diabetes insipidus, sasarannya adalah mengurangi volume urin dengan memberikan desmopressin pada diabetes insipidus sentral atau diuretic tiazid, serta mengurangi asupan garam atau protein pada diabetes insipidus nefrogenik. Bila penyebabnya karena asupan Na berlebihan, harus dihentikan dahulu pemberian natrium dan dikontrol. Jika karena defisit cairan tanpa elektrolit, harus dilakukan koreksi cairan yang didasarkan perhitungan jumlah defisit cairan (=dehidrasi).

11

3. Gangguan Keseimbangan Kalium a. Hipokalemia Definisi Hipokalemia adalah keadaan dengan kadar kalium plasma yang kurang dari 3,5 mEq/L

Etiologi a. Asupan kalium kurang b. Pengeluaran kalium berlebihan c. Kalium masuk ke dalam sel

Patofisiologi a. Asupan kalium kurang Jika fungsi ginjal normal, kalium yang masuk ke tubuh akan diekskresikan lewat ginjal. Makin tinggi asupan kalium, makin tinggi ekskresi ginjal. Asupan kalium normal adalah 40 120 mEq/hari. Normalnya, ekskresi kalium ginjal minimal sampai 5 mEq per hari agar kalium dalam darah normal. Hypokalemia karena kurang asupan jarang terjadi dan biasanya disertai oleh masalah lain seperti pemberian diuretic atau diet rendah kalori.

b. Pengeluaran kalium berlebihan Pengeluaran kalium berlebihan dapat terjadi melalui saluran cerna, ginjal atau keringat. Melalui saluran cerna Pada keadaan muntah atau pemakaian saluran nasogastric, tidak dapat menyebabkan hypokalemia karena kadar kalium lambung hanya sedikit. Tetapi, akibat muntah, terjadi alkalosis metabolic sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus yang akan mengikat kalium di tubulus ginjal yang akibatnya pengeluaran kalium meningkat. Pada saluran cerna bawah, kalium keluar bersama bikarbonat. Melalui ginjal 12

Pengeluaran kalium berlebihan lewat ginjal dapat terjadi akibat penggunaan diuretic, kelebihan hormone mineralkortikoid primer atau

hiperaldosteronisme primer, anion yang tidak dapat direabsorbsi yang berikatan dengan natrium berlebihan dalam tubulus sehingga lumen duktus koligentes bermuatan lebih negative dan menarik kalium masuk ke lumen dan dikeluarkan lewat urin. Melalui keringat : pada latihan berat.

c. Kalium masuk ke dalam sel Kalium masuk ke dalam sel terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian insulin, peningkatan aktifitas beta adrenergic, paralisis periodic hipokalmemik, hipotermia, dll.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis Gejala Klinis : kelamahan otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome jika kadar kalium kurang dari 3 mEq/L dan jika lebih rendah dapat lumpuh, aritmia (fibrilasi atrium, takikardi ventrikuler) karena perlambatan repolarisasi ventrikel pada keadaan hipokalemi yang menimbulkan sirkuit reentry, tekanan darah meningkat, gangguan toleransi glukosa dan gangguan metabolism protein, gangguan pemekatan urin sehingga terjadi polyuria dan polydipsia, produksi bikarbonat akan meningkat sehingga menimbulkan alkalosis metabolic. o Akibat hypokalemia, ekskresi kalium lewat ginjal turun hingga hkurang dari 25 mEq/hari sedangkan ekskresi kalium dalam urin lebih dari 40 mEq/L/hari yang menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal. o Jika ekskresi kalium rendah melalui ginjal disertai asidosis metabolic, berarti pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna seperti diare. o Ekskresi kalium yang berlebihan lewat ginjal yang disertai asidosis metabolic merupakan tanda ketoasidosis diabetikum. o Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolic, petanda dari muntah kronik atau pemberian diuretic lama.

13

Ekskresi kalium dalam urin tinggi serta alkalosis metabolic dan tekanan darah yang rendah, pertanda sindrom barter.

Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolic dan tekanan darah tinggi pertanda hiperaldosteronisme primer.

Tatalaksana Indikasi koreksi kalium : a. Indikasi mutlak : pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketoasidosis diabetikum, pasien dengan kelemahan otot pernapasan, pasien dengan hypokalemia berat (<2mEq/L) b. Indikasi kuat : kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, pada keadaan insufisiensi coroner atau iskemia otot jantung, ensefalopati hepatikum, pasien dengan obat yang menyebabkan perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel. c. Indikasi sedang : pemberian kalium tidak perlu, seperti pada hypokalemia ringan (antara 3 3,5 mEq/L)

Pemberian kalium intra vena dalam bentuk KCl disarankan lewat vena besar dengan kecepatan 10 20 mEq/jam. Pada aritmia berbahaya atau kelumpuhan otot nafas, dapat diberikan dengan kecepatan 40 100 mEq/jam. KCl ini dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonic. Bila lewat vena perifer, KCl maksimal 60 mEq dilarutkan dalam 1000 cc NaCl isotonic karena jika lebih akan nyeri dan menyebabkan sclerosis vena.

b. Hiperkalemia Definisi Hiperkalemia didefinisikan sebagai keadaan dengan kadar kalium plasma lebih dari 5 mEq/L.

14

Etiologi Hyperkalemia jarang timbul karena mekanisme adaptasi tubuh. Penyebabnya bisa karena keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel (misalnya pada keadaan asidosis metabolic bukan oleh asidosis organic seperti ketoasidosis atau sidosis laktat, defisiensi insulin, katabolisme jaringan meningkat, pemakaian penghambat beta adrenergic, pseudo hyperkalemia akibat pengambilan contoh darah di lab), berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal (pada keadaan hipoaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian siklosporin).

Manifestasi Klinis dan Diagnosis Hiperkalemia akan meningkatkan kepekaan membran sel sehingga dengan sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi mudah terjadi. Gejala klinik ditemukan akibat gangguan konduksi listrik jantung, kelemahan otot, sampai paralisis, sehingga pasien merasa sesak nafas. Biasanya gejala ini timbul pada kadar kalium lebih dari 7 mEq/L atau kenaikan dalam waktu cepat. Gejala mudah timbul bila disertai asidosis metabolic dan hipokalsemia.

Tatalaksana Prinsip pengobatan : a. Atasi pengaruh hyperkalemia pada membran sel dengan cara memberikan kalsium intravena. Pada hyperkalemia berat, sambil menunggu efek insulin atau bikarbonat yang baru bekerja setelah 30 60 menit, kalsium dapat diberikan melalui tetesan infus intra vena. Kalsium glukonat 10 ml diberikan intravena dalam 2 3 menit dengan monitor EKG. Bila perubahan EKG akibat

hyperkalemia masih ada, pemberian kalsium glukonat dapat diulang setelah 5 menit. b. Memacu masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intra sel, dengan cara : Berikan insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus intravena, lalu ikuti dengan infus dekstrosa 5% untuk mencegah hipoglikemi. Insulin akan

15

memicu pompa Na-K ATPase memasukkan kalium ke dalam sek, sedangkan glukosa akan memicu pengeluaran insulin endogen. Berikan natrium bikarbonat yang akan meningkatkan pH sehingga merangsang ion H keluar dari membran sel yang menyebabkan ion K masuk ke dalam sel. Jika tanpa asidosis metabolic, natrium bikarbonat diberikan 50 mEq intra vena selama 10 menit. Bila dengan asidosis, sesuaikan dengan keadaan asidosisnya. Berikan alfa 2 agonis secara inhalasi atau tetes intravena yang akan mmerangsang pompa Na-K ATPase. Albuterol diberikan 10 20 mg. c. Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh Pemberian diuretic-loop atau furosemide, dan juga tiazid Pemberian resin penukar, dapat diberikan oral atau supositoria hemodialisis

16

Anda mungkin juga menyukai