Anda di halaman 1dari 3

Laporan Refleksi Kasus Komuda Blok 9 Alimentari

Nama Nim

: Rosita Sholekha : 20120310054

Rumah sakit: RSUD Wates


1. Pengalaman Seorang wanita berusia 54 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan muntah darah warna merah kehitaman kurang lebih setengah cangkir, perut terasa sebah, mual, bab hitam sejak 2 hari lalu . Pada pemeriksaan vital sign, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu tubuhnya 37o C, frekuensi nadi 100 kali per menit. Pasien dengan Hbs Ag +. Didiagnosik pasien menderita sirosis hepatis dengan hepatitis B. Pasien diberi infus NaCl transet : D5% 1:1 20 tpm, injeksi vitamin K 1 Ampul / 8 jam, injeksi gastrofer 1 ampul / 24 jam, Curcuma 3x1,injeksi omeprazole 1 ampul/24 jam, ijeksi furosemide 1 ampul/24 jam. 2. Masalah yang dikaji

Mengapa pada pasien tersebut diberikan curcuma? Bagaimana mekanisme kerja curcuma?
3. Analisis Kritis

Seperti yang kita ketahui pada kasus diatas, pasien didiagnosis sirosis hepatis dan melena dengan Hbs Ag +. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien terkena serangan hepatitis B virus (HBV). HBV dapat menyebabkan penyakit kronis progresif yang menyebabkan sirosis. Tahap akhir penyakit kronis ini diidentifikasikan berdasarkan 3 karakteristik. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang menggantikan lobules. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (garis tengah beberapa cm, makronodul). Kerusakan hati keseluruhan. Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi dalam sirosis adalah kematian sel hati, regenerasi dan fibrosis yang progresif. Curcuma dalam Menghambat Ekspresi HBV Curcuma memiliki anti-inflammatory, anti oksidan dan antipoliferasi pada sel. Curcuma menghambat replikasi virus lewat jalur langsung. Curcuma juga berperan dalam menghambat signal sel dalam berbagai level yang berdampak pada enzim seluler virus. Curcuma dalam hal ini berfungsi untuk menghambat ekspresi HBV melalui down-regulation dari metabolisme koaktivator PGC-1. PGC-1 adalah koaktivator gen gluconeogenesis kunci dan koaktivaktor yang kuat dalam transkripsi HBV melalui reseptor nuklir HNF4a dan FOXO1 yang merupakan factor transkripsi forkhead (family protein yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan sel, poliferasi, diferensiasi dan aktivitas sel). Metabolisme virus yang sebagian tergantung pada koaktivaktor PGC-1 untuk ekspresi gen HBVsangat rentan untuk dimanipulasi pada tingkat PGC-1. Sehingga PGC-1 merupakan target anti HBV

yang potensial. Dalam hal ini curcuma berperan dalam memendekkan umur PGC-1 protein dan meningkatkan degradasi PGC-1. Curcuma sebagai Terapi Sirosis Hepatis Curcuma juga memiliki nilai potensial dalam terapi liver kronik. Dalam sebuah penelitian curcuma memiliki efek yang menuntungkan pada model hewan dengan sirosis dan kerusakan liver. Seperti yang kita tahu, kerusakan liver dapat disebabkan oleh virus, bakteri, maupun toksin yang mengakibatkan proses inflamasi yang kronik dengan progres berupa jaringan fibrosis dimana jaringan hepar digantian dengan matrik ekstraseluler yang kaya kolagen. Jika tidak di rawat akan mengakibatkan sirosis hepatis. Hepatic stellate cells (HSCs) memiliki peran penting dalam pembentukan fibrosis. Setelah ada kerusakan pada liver, HSCs teraktivasi dan berpoliferasi menghasilkan sitokin proinflamasi dan kemokin, growth factor, pro-fibrogenik sitokin (termasuk jaringan ikat growth factor CTGF) dan metalloproteinase inhibitor yang menghasilkan matrik ekstraseluler kaya kolagen yang nantinya mengakibatkan fibrosis. Bukti yang ada menunjukkan bahwa fibrosis dan sirosis memiliki potensi reversibel. Induksi apoptosis HSCs dapat mengembalikan jaringan fibrosis menjadi normal. Penghambatan poliferasi dan aktivasi HSCs membantu untuk mencegah dan mengembalikan jaringan fibrosis. Baru-baru ini, Bruck et al. (2007) menunjukkan bahwa curcumin yang diberiakan pada fibrosis hati menghambat pembentukan jaringan fibrosis pada model tikus. Selain itu curcuma mecegah pembentukan dan perkembangan matrik ekstraseluler dengan menghambat 1, fibronectin dan ekspresi gen aktin pada otot polos dengan meningkatkan ekspresi matrix metalloproteinase-2 and -9 melalui PPARg serta menghambat ekspresi CTGF melalui mekanisme penghambatan aktivasi ERK dan NF-kB. Penelitian lain menyebutkan bahwa ekstrak ethanolic pada curcuma memiliki efek hepatoprotektif terhadap thioacetamid yang menyebabkan sirosis hati pada model tikus. Penelitian farmakokinetik menunjukkan bahwa pemberian secara oral memiliki hasil bioavailabilitas yang rendah. Konsentrasi farmakologi aktif dapat dicapai pada jaringan yang terkena langsung untuk curcuma oral atau topical termasuk kolon, kulit, mata dan saluran udara. Maka diibutuhkan rute alternative untuk kesuksesan terapi pada fibrosis hati. Dapat disimpulkan bahwa tindakan pemberian curcuma pada pasien sirosis hepatis akibat HBV untuk menghambat poliferasi virus HBVdan pembentukan jaringan fibrosis yang dapat memperparah penyakit pasien.
1. Dokumentasi Nama Usia Jenis Kelamin Alamat Gejala : Keadaan Umum : Suhu : 37oC Tekanan darah: 100/70 Nadi : 100x/menit RR :20x/menit muntah darah merah kehitaman BAB hitam Mual : : :

Terapi

: Infus NaCl transet : D5% 1:1 20 tpm Injeksi vitamin K 1 Ampul / 8 jam Injeksi gastrofer 1 ampul / 24 jam Curcuma 3x1, Injeksi omeprazole 1 ampul/24 jam, Ijeksi furosemide 1 ampul/24 jam

Bibliograhy
MA O Connell , SA Rushworth. (2008). Curcumin: potential for hepatic fibrosis therapy. British Journal of Pharmacology, 403405. Maya Mouler Rechtmana, Ofir Har-Noya, Iddo Bar-Yishaya, Sigal Fishmana, Yaarit Adamovichb, Yosef Shaulb, Zamir Halperna, Amir Shlomaia, . (2010). Curcumin inhibits hepatitis B virus via down-regulation of the metabolic coactivator PGC-1. FEBS letter, 24852490. Suzy M Salama, Mahmood Ameen Abdulla, Ahmed S AlRashdi, Salim S Alkiyumi, Shahram Golbabapour. (2013). Hepatoprotective effect of ethanolic extract Curcuma Longa on thioacetamide liver cirrosis in rats. BMC Complementary and Alternative Medicine, 13-56. Vinay Kumar, Ramzi S.Cotran, Stanley L. Robbins . (2007). Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai