Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN

Depresi Pasca Skizofrenia (DPS) didefinisikan sebagai episode depresi yang muncul sebagai kelanjutan dari penyakit skizofrenia, dimana beberapa gejala positif dan negatif skizofrenia masih tersisa namun gambaran klinis penderita didominasi oleh gejala depresi yang seringkali tidak cukup berat untuk memenuhi kriteria episode depresi berat. Pasien DPS dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok menurut Siris (1990). Pada kelompok pertama, gejala depresi muncul dalam episode psikotik dan terlihat sangat jelas saat gejala positif skizofrenia mulai mereda dan mereda saat gejala positif dari skizofrenia juga mereda. Pada kelompok kedua, gejala depresi juga terjadi dalam episode psikotik, namun baru mulai muncul saat gejala positif dari skizofrenia mereda. Sedangkan pada kelompok ketiga, gejala depresi baru muncul setelah episode psikotik mereda. Rerata prevalensi dari sindroma depresi pada pasien skizofrenia memiliki rentang antara 7% hingga 78% dengan rerata sekitar 25%. Penelitian oleh Roy pada tahun 1980 dengan menggunakan kriteria DSM-III mendapatkan persentase DPS sebesar 30% dari subjek dengan skizofrenia tipe paranoid. Penelitian oleh Kulhara et al pada tahun 1989 dengan menggunakan kriteria ICD-9 mendapatkan persentase DPS dari subjek dengan skizofrenia adalah sebesar 32%. Penelitian oleh Wassink et al pada tahun 1999 dengan menggunakan kriteria DSM-IV mendapatkan persentase DPS sebesar 35% dari subjek skizofrenia. Penelitian oleh Bottlender et al pada tahun 2000 dengan menggunakan kriteria ICD-9 mendapatkan hasil bahwa sebesar 15,5% dari pasien DPS menderita depresi yang signifikan secara klinis. Penelitian oleh Hafner et al pada tahun 2005 dengan menggunakan kriteria ICD-10 mendapatkan persentase sebesar 23% dari subjek skizofrenia. Dapat disimpulkan dari data di atas bahwa DPS merupakan keadaan yang cukup sering ditemui pada pasien yang didiagnosis skizofrenia baik dengan kriteira ICD maupun DSM.

Hubungan antara gejala psikotik dan gangguan afektif telah lama menjadi dilema dalam klasifikasi psikitari, terutama terkait dengan klasifikasi dan definisi skizoafektif yang masih banyak diperdebatkan. Gejala yang menyerupai depresi pada pasien skizofrenia sudah tercatat dalam banyak pengamatan yang dilakukan, termasuk oleh Bleuler sendiri sehingga menurutnya gangguan afek dan anhedonia merupakan bagian dari skizofrenia itu sendiri, termasuk pada periode saat pasien tersebut tidak lagi memiliki gejala psikotik yang jelas. Roth (1970) mengemukakan bahwa reaksi depresi yang mengikuti episode psikotik adalah bagian dari keseluruhan reaksi psikobiologi terhadap kegagalan pasien dalam sejumlah area dari interaksi manusia. Hubungan antara DPS dengan episode psikotik sendiri masih tidak jelas, terutama terkait dengan pertanyaan apakah depresi itu sendiri adalah reaksi terhadap psikosis ataukah gambaran depresi yang baru terkuak setelah gejala psikosis mereda. Pandangan yg kedua ini terutama didukung oleh pengamatan bahwa gejala depresi pada pasien umumnya terkait dengan Positive Symptom Scores dan berkurang saat diberi tatalaksana antipsikotik yang efektif. Namun demikian ICD-10 menyatakan bahwa tidaklah penting bagi diagnosis untuk mengetahui apakah keadaan depresi tersebut "baru terungkap" atau merupakan perkembangan yang baru dan juga tidak penting bagi diagnosis untuk mengetahui apakah depresi yang terjadi adalah bagian dari skizofrenia atau reaksi psikologis terhadap skizofrenia itu sendiri. Pasien, terutama yang mengalami episode pertama psikosis perlu diawasi untuk gejala DPS dikarenakan resiko bunuh diri yang meningkat pada pasien. Hal ini mungkin ikut berkontribusi terhadap fakta bahwa bunuh diri merupakan penyebab utama kematian prematur pada pasien skizofrenia. Munculnya DPS pada pasien skizofrenia mungkin juga menjadi gejala prodromal dari episode psikotik selanjutnya dikarenakan disforia telah diketahui sebagai prekursor relaps gejala psikotik. Pada kesempatan kali ini penulis tertarik untuk mendiskusikan kasus mengenai pasien depresi pasca skizofrenia (DPS) dengan kepribadian emosional tak stabil yang memiliki masalah dengan keluarga sebagai stresor. DPS membutuhkan anamnesis
2

dan riwayat yang lengkap agar dapat didiagnosa dengan benar, terutama karena kemiripannya dengan gangguan skizoafektif dan episode depresi berat yang disertai gejala psikotik. Masalah diagnostik lain yang seringkali ditemui adalah masalah klasifikasi dengan menggunakan pedoman DSM-IVTR dikarenakan diagnosa DPS hanya dapat ditegakkan apabila terdapat episode depresi berat di fase residual skizofrenia, sementara penegakan diagnosis gangguan skizoafektif dapat dilakukan apabila pasien mengalami gangguan afektif (depresi,manik,atau campuran) dan pada saat yang berbeda memiliki gejala psikotik tanpa disertai gangguan afektif. Hal ini dapat mengakibatkan adanya tumpang tindih dan overklasifikasi dari diagnosis skizoafektif dan DPS10. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mengenali kasus agar dapat lebih memahami dan menatalaksana DPS dengan lebih baik di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai