Anda di halaman 1dari 7

Complex Political Emergencies (CPE)

1. Sri Lanka: LSM dan Perdamaian dalam Complex Political Emergencies (CPE)

Elkana Goro Leba (Ely)

Konflik yang terjadi di Sri Lanka telah mempengaruhi cara pandang internasional menghadapi bagaimana konflik internal suatu negara akan berdampak pada kondisi eksternal bangsa tersebut. Penyebab berkembangnya konflik ini adalah hal klasik dimana berkuasanya suku mayor di suatu negara dan di sisi lain kepentingan suku minor tidak diperhatikan yang pada akhirnya membawa ketidak percayaan dan kecurigaan. Merdekanya negeri ini pada tahun 1948 dari kolonialisme Inggris membawa Sinhalese, suku mayor yang memenangkan perebutan kekuasaan di Sri Lanka, menjadi penguasa baru. Hampir tidak ada bedanya pada zaman kolonialisme. Perbedaannya hanya siapa yang berkuasa?. Secara umum, kesejahteraan social dan kesehatan merata di dalam negeri namun patronasi politik dan pembangunan terpusat di wilayah-wilayah mayoritas Sinhalese. Bahkan, suku minor seperti Tamil tidak diberi hak sebagai warga negara. Hal semacam ini menjadi pemicu munculnya konflik dalam negeri ini. Pada tahun 1995, pemerintah gagal dengan LTTE (Liberation Tigers of Tamil Eelam) dan sejak saat itu dimulailah konflik terbuka konfrontasisebagai jalan keluar antara LTTE dengan pemerintah. Pada November 1995, Semenanjung Jaffna yang merupakan basis pertahanan LTTE berhasil direbut oleh Pemerintah Sri Lanka. Namun, setelahnya LTTE muncul dengan kekuatan militer yang lebih kuat. Di pihak lain, oposisi menolak bekerja sama dengan pemerintah. Ada dua hal yang mulai disadari oleh pemerintah, konfrontasi tidak akan menyelesaikan konflik antar suku dan penyelesaian konflik tidak akan terjadi dalam satu langkah saja melainkan secara bertahap.

a) Intervensi LSM Sri Lanka yang dapat Berkontribusi Pada Proses Perdamaian

Istilah perdamaian berarti setiap kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mencegah, mengurangi atau menyelesaikan konflik. Dalam proses perdamaian di Sri Lanka, intervensi LSM dan masyarakat sipil sangat dominan. Masyarakat sipil membentuk komunitas tapi terpisah dari negara, di mana masyarakat bebas berkumpul sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Masyarakat sipil meliputi sektor yang diprakarsai sendiri dan sukarela dari individu-individu yang berhimpun secara formal dan berusaha mencapai tujuan non-komersial di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi berbasis komunitas, organisasi keagamaan, perhimpunan profesional, serikat pekerja, kelompok mahasiswa, perhimpunan budaya, dan sebagainya. LSM mempunyai peran yang sangat strategi dalam perdamaian. Jenis intervensi LSM antara lain: 1) LSM menjalankan berbagai fungsi dalam masyarakat atau komunitas tertentu. 2) LSM mewakili berbagai konstituen dalam suatu masyarakat. 3) LSM memberikan memerikan informasi teknis kepada para pembuat kebijakan dan lembaga pemerintah untuk proses perdamaian. 4) Pemberdayaan LSM dan organisasi lainnya. 5) Memberikan dan menyediakan layanan sebagai pengganti negara dalam keadaan tertentu. 6) Memberikan ruang untuk interaksi dan jaringan sosial Selain LSM, media juga dimasukkan dalam proses ini mengingat, peran pentingnya baik dalam mengomunikasikan peran dan tanggung jawab negara dengan masyarakat sipil maupun perannya sebagai penyalur kepentingan dan tuntutan masyarakat sipil kepada para pembuat kebijakan. Cara-cara LSM dan masyarakat sipil berpartisipasi dalam pengawasan sektor keamanan di Sri Lanka adalah sebagai sumber nasihat kebijakan dan informasi selain media yang dapat memberikan informasi kepada pembuat kebijakan dan memberikan pemahaman mengenai kebutuhan dan kepentingan yang berkaitan dengan isu keamanan. Dengan meningkatkan keterlibatan berbagai kelompok dalam pembahasan mengenai isu-isu yang berkaitan dengan keamanan. Di samping itu, sebagai pengawas yang akan meminta pertanggungjawaban pemerintah atas tindakan mereka melalui lobi, kampanye kesadaran

masyarakat, atau tekanan langsung dari masyarakat.Mereka juga memfasilitasi dialog dan perundingan antara pembuat kebijakan, lembaga dan pejabat sektor keamanan, dan masyarakat. Menyediakan sumber-sumber keamanan dan keadilan alternatif apabila negara tidak mampu dan/atau tidak mau menerima peran ini.

b) Sebagian LSM Hanya Membawa Perdamaian Semu


Dengan membangun modal sosial dan kapasitas lokal untuk perdamaian, LSM mungkin dapat berkontribusi terhadap proses perdamaian, tetapi tidak berkontribusi secara kontinyu untuk kepentingan perdamaian di Sri Lanka. Banyak LSM yang hanya datang dan pergi begitu saja, dan perdamaian yang mereka bawa hanya untuk sementara. Hal ini dikeranakan banyak LSM yang didorong oleh kepentingan terselubung, dalam artian mereka datang hanya untuk mencari untung semata, tidak dengan sukarela untuk mencapai perdamaian secara permanen. LSM memiliki reputasi yang buruk . Ada tuduhan korupsi dan pada kenyataannya, salah satu LSM lokal saat itu dibawa ke pengadilan oleh sebuah LSM internasional karena penyalahgunaan dana. LSM lain diduga menghilang dengan tabungan penduduk desa. Orang melihat LSM datang dan pergi hanya untuk mendapatkan untung secara ekonomi. Oleh sebab itu, banyak hal yang menimbulkan perpecahan yang lebih kompleks diantara peduduk desa di Sri Lanka Timur.

c) LSM Yang Bermasalah Vs CPE (Complex Political Emergencies) dari Pendekatan


GREED (keserakahan) AND GREAVANCES (keluhan/penderitaan) Menurut sudut pandang GREED, konflik merupakan pekerjaan bagi orang-orang atau kelompok tertentu. Dimana dengan adanya konflik, mereka mendapatkan pekerjaan, atau bahkan mereka menimbulkan konflik untuk mendapatkan keuntungnan. Oleh sebab itu, menurut sudut pendang ini, konflik itu harus ada dan perlu ditingkatkan agar terjadi konflik. Sementara dari sudut pendang GREAVANCES konflik itu adalah penderitaan bagi mereka, sehingga harus dihentikan dan tidak boleh adanya konflik. Dari kedua sudut pandang di atas, maka ada kontradiksi, atau perbedaan yang sangat bertentangan satu dengan yang lainnya. Berdasarkan paparan di atas tentang intervensi LSM dalam perdamaian di Sri Lanka, ternyata dua pendekatan ini berlaku.

2. Konflik dan Politisasi Tanah di Kenya a) Kenya

Kenya adalah sebuah negara bekas jajahan Inggris di Afrika Timur beribukota di Nairobi berbentuk republik dengan sistem pemerintahan presidensial, dimana Presiden merangkap sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang merdeka tahun 1963. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh pemerintah sedangkan kekuasaan legislative dibagi antara pemerintah dan parlemen. Rakyat Kenya seperti halnya sebagian besar rakyat negara-negara di Afrika, seperti mosaik yang terdiri dari 42 etnis dan berbicara dalam 58 bahasa. Dari 42 etnis tersebut terdapat 3 (tiga) etnis terbesar yang saling bersaing untuk mendapatkan kekuasaan yaitu Kikyu 22%, Luhya 14% dan Lou 13%. Kenya tetap terpuruk meski dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam. Hal ini bisa dilihat dari tingginya angka kemiskinan, pengangguran, korupsi dan tingkat kriminal yang memicu kerusuhan sebagai akibat ketidakpuasaan terhadap pemerintah yang tidak memberikan perubahan yang lebih baik bagi masyarakat Kenya. Konstitusi Kenya telah dibuat pada tahun 1963 dengan nama Konstitusi Federal, akan tetapi setahun kemudian pada tahun 1964 mengalami perubahan menjadi Konstitusi Republik oleh Presiden saat itu yaitu Jomo Kenyatta hal ini dilakukan karena disebabkan oleh pembubaran partai KADU (Kenya African Democratic Union)yang kemudian bergabung kedalam partai KANU (Kenya African National Union) sehingga pemerintahan di Kenya hidup tanpa adanya oposisi dimana oposisi disini berfungsi untuk mengontrol setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bersama anggota perwakilan rakyat yang duduk di dewan perwakilan rakyat Kenya. Konstitusi Kenya pada tahun 1969 direvisi kembali dan menetapkan bahwa sistem pemilu di Kenya secara de-facto menggunakan sistem partai tunggal, hal tersebut dikarenakan oleh partai yang menjadi pemenang pemilu saat itu (KANU) begitu dominan sejak 1963 hingga 1969 hingga partai saingan KANU memutuskan untuk bergabung walaupun belum secara de jure ini membuktikan bahwa partai KANU begitu mendominasi politik di Kenya. Pada tahun 1982 Presiden Daniel T.A. Moi bersama-sama dengan anggota legislatif mengumumkan legislasi baru bahwa secara de facto dan de jure sistem pemilu Kenya menjadi sistem satu partai secara sah.

b) Konstitusi Baru dan Politisasi Tanah Di Kenya


Pada tahun 2005 wacana perubahan konstitusi ini diusulkan oleh pemerintah dikarenakan konstitusi yang lama tidak memberikan kontribusi yang lebih baik bagi

kehidupan masyarakat Kenya, sehingga karena desakan yang kuat dari para elit di pemerintahan maka perubahan atau amandemen konstitusi dirasakan perlu dilakukan. Ketika itulah kedudukan pemerintah menjadi lebih kuat, dengan kewenangan pemerintah hampir tidak terbatas sekalipun negara itu di sebut negara demokrasi. Semua kebijakan pemerintah mulai dipolitisir, termasuk politisasi kebijakan pertanahan di Kenya. Tanah milik rakyat diakuisisi menjadi tanah-tanah milik negara dan atau dikelola oleh rakyat atas nama negara, dan semua pejabat politik Kenya terlibat aktif dalam perubahan konstitusi itu. Kebijakan politisasi tanah ini menjadi krisis politik yang berkepanjangan di Kenya yang menimbulkan pergolakan politik dan perang saudara. Dimana masyarakat yang merasa haknya di batasi oleh pemerintah kemudian dimobilisasi oleh orang-orang tertentu sehingga menimbulkan kekacauan yang menentang kekuasaan negara atas tanah warga negara. Belakangan diketahui bahwa perubahan konstitusi tanah itu didominasi oleh kekuatan rezim tertentu dan digunakan untuk kepentingan pemilu. Kekuasaan negara telah digunakan untuk mendistribusikan hak atas tanah di Rift Valley, berfokus pada program pemukiman petani pasca - 1960, perusahaan membeli tanah, dan pemukiman di hutan sebagai cadangan. Artikel ini juga menyoroti pola lama kontestasi politik atas alokasi

sumber daya. Pergeseran kekuasaan negara- dari kolonial rezim ke rezim Kenyatta (1963-1978), rezim Moi (1978-2002), kepada pemerintah Kibaki (2002-2008) -memiliki konsekuensi redistributif tanah, dan antisipasi ini telah meningkatkan saham rezim transisi. Bagian berikutnya menelusuri perdebatan Kebijakan Pertanahan Nasional sejak 2002, dengan fokus pada nuansa distributif dan kebijakan, dan perdebatan konstitusi baru yang menggabungkan beberapa prinsip utama .

3. Konflik Sri Lanka Dan Kenya sebagai Complex Political Emergencies (CPE) dari Sudut pandang Greed dan Greavances
Sudut pandang Greed 1. Yang termasuk dipihak ini adalah LSM yang bermasalah yang dengan cara membantu masyarakat di Sri Lanka Timur utnuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Oleh sebab itu, LSM yang bersangkutan mengkehendaki adanya konflik. Dan bila perlu konflik itu harus ditingkatkan sebab itulah pekerjaan mereka untuk mencari hidup.

2. Bagi pemerintah kenya, dengan adanya perubahan konstitusi maka memberikan ruang yang luas kepada pemerintah dalam hal menguasai sumber daya alam termasuk hakhak rakyat mengenai tanah. Sudut pandang Greavances 1. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah masyarakat Sri Lanka yang mengalami konflik, sebab dengan adanya konflik mengakibatkan penderitaan bagi mereka. Sehingga konflik itu harus dihentikan agar tercipta kedamaian di lingkungan mereka. 2. Bagi masyarakat Kenya, ini adalah sebuah Penderitaan (greavances) dimana dengan adanya kebijakan pemerintah yang menguasai tanah milik mereka dengan kewenangan yang tidak terbatas tentu menimbulkan konflik yang berkepanjangan di antara masyarakat. 3. Perekonomian Masyarakat Kenya menjadi tergantung kepada kebijakan pemerintah yang telah menguasai sumber-sumber daya alam. 4. Pemerintah semakin kuat dan kewenangannya semakin luas dan hampir tak terbatas.

Sumber Artikel:
1. Sri Lanka: NGOS And Peace-Building In Complex Political Emergencies Author: Goodhand, Jonathan; Lewer, Nick http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/219769486/7BBFCE386B5A4 12EPQ/11?accountid=13771

ProQuest document link

2. Land Conflict and Distributive Politics in Kenya Author: Catherine Boone http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/1017537781/fulltextPDF/71E1 8111E83B4C39PQ/3?accountid=13771

ProQuest document link

3. LATAR BELAKANG KRISIS POLITIK DI KENYA PASCA PEMILU 27 DESEMBER 2007 DIAZ, Elio (2011) http://repository.upnyk.ac.id/1393/

Anda mungkin juga menyukai