Anda di halaman 1dari 21

Makalah Kunjungan di Puskesmas Grogol 3

Disusun oleh : Eka Putra (11.2012.041)

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat periode 06 Januari-15 Maret 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2014

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis bersifat berulang, kronik dan dapat menginfeksi pulmo dan ekstrapulmo yang dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma kaseosa, fibrosis dan kavitas. Tuberkulosis dapat menyebar secara pulmoner dan ekstrapulmoner. Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat menyerang beberapa organ selain paru. Hal ini karena penyebarannya yang bersifat limfogen dan hematogen. 1 Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru dengan sebagian besar penderita adalah 15-55 tahun yang berpotensi menularkan kepada orang lain.
2 2

WHO memperkirakan adanya 9,5 juta kasus baru dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB paru diseluruh dunia. Laporan WHO tentang insidensi TB secara Global

tahun 2010 menyebutkan bahwa insidensi terbesar TB terjadi di Asia-Tenggara yaitu sebesar 40% dan Indonesia menempati posisi ke lima setelah Banglades, Buthan, Korea dan India.3,4 Salah satu bentuk TB ekstrapulmoner yaitu tuberkulosis milier merupakan adanya manifestasi Mycobacterium tuberculosis (tuberkulosis diseminata) yang menyebar secara hematogen tetapi berdasarkan konsensus tuberkulosis anak (2010) mengatakan bahwa TB milier masuk kedalam TB pulmoner tipe berat.5,6 Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman Nasional TB 2011, diketahui bahwa tuberkulosis milier memiliki angka

kejadian sekitar 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka mortalitas yang tinggi yaitu dapat mencapai 25% pada bayi. 7 TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M. Tuberculosis (jumlah dan virulensinya) dan status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik).
6

Tuberkulosis

milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil terutama usia kurang dari 2 tahun. Hal ini dikarenakan imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum dapat berkembang sempurna sehingga basil TB berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. 1,6 mudah

1.2 Tujuan Dengan melakukan kunjungan ke rumah salah seorang pasien, diharapkan kita dapat melakukan analisa kasus TB paru dengan pendekatan keluarga, yakni: Meningkatkan kesadaran pasien dan keluarganya mengenai pentingnya kesehatan. Memantau perkembangan penyakit pasien serta kepatuhan pasien menjalani terapi. Memberikan penjelasan mengenai pentingnya kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan pasien. Mampu memberitahu masyarakat luas hal-hal yang berkaitan dengan TB paru Menciptakan komunitas masyarakat yang sehat dan bebas dari penyakit.

1.3 Sasaran Pasien beserta anggota keluarganya secara utuh.

Bab II Tinjauan Pustaka A. DEFINISI 1. Tuberkulosis Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang bersifat kronik, berulang dan merupakan penyakit infeksi pulmo dan ekstrapulmo yang dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma dengan kaseosa, fibrosis serta kavitas.
1

Sedangkan, berdasarkan Guidenance for National Tuberculosis Programmes on Management of Tuberculosis in Children, tuberculosis merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated). 8 Basil ini akan masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi lalu masuk ke paru dan menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan sistem limfatik atau secara langsung menyebar ke organ target tersebut. Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmo dapat menyerang beberapa organ selain paru. 1,5 2. Tuberkulosis Milier Tuberkulosis milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat penyebaran Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis diseminata) dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan setelah infeksi awal. TB milier juga menyebabkan acute respiratory distress syndrome (ARDS). 6 Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi. TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia dibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga bakteri TB mudah berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh. TB milier dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer yang tidak adekuat atau pada usia dewasa akibat reaktivasi bakteri yang dorman. 6,9

Terjadinya TB milier dipengaruhi 3 faktor yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis (jumlah dan virulensi), status imunologis penderita (non spesifik dan spesifik) dan faktor lingkungan. Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal, keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka lama. 1,6

B.

EPIDEMIOLOGI 1. Epidemiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB ) paru merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Penyakit ini merupakan infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.1 Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru dengan sebagian besar penderita adalah 15-55 tahun yang berpotensi menularkan kepada orang lain. Penanggulangan penyakit TB paru aktif dilakukan oleh 199 negara di dunia tetapi hingga saat ini belum ada satu negara pun yang bebas TB paru.11 WHO sejak tahun 1995 mencanangkan strategi Direct-Observed Treatment Short-term (DOTS) yang kemudian dinyatakan oleh Bank Dunia sebagai intervensi kesehatan yang paling efektif.7 WHO memperkirakan adanya 9,5 juta kasus baru dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB paru diseluruh dunia. 12

Tabel 2.1. Insidensi, Prevalensi dan Mortalitas di Asia Tenggara (ratarata per 100.000 populasi) 2 Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis.

Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi yaitu masalah diagnosis, pengobatan,

pencegahan serta komplikasi TB . Dengan meningkatnya kejadian TB pada orang dewasa, maka jumlah anak yang terinfeksi TB akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit TB pun akan meningkat. 2 Imunisasi BCG tidak menjamin anak bebas dari penyakit tersebut. Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui percikan dahak apabila terkena bakteri tersebut terus-

menerus dari orang dewasa di dekatnya maka anak dapat terkena. Di antara sesama anak kecil sangat kecil kemungkinannya untuk menularkan bakteri ini. Oleh karena itu, angka anak penderita TB sangat terpengaruh jumlah orang dewasa yang dapat menularkan TB . 5,6 Tuberkulosis terutama menonjol di populasi yang mengalami nutrisi buruk, lingkungan yang penuh sesak, perawatan kesehatan yang tidak memadai. Pada anak, kebanyakan terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis di rumahnya dari seseorang yang dekat dengannya tetapi wabah tuberkulosis anak juga terjadi di lingkungan sekolah. 7,1

C. ETIOLOGI 1. Etiologi Tuberkulosis Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang merupakan bakteri berbentuk batang (basil) lengkung, gram positif, pleomorfik, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora. Basil tuberkel ini mempunyai panjang sekitar 2-4m. Bakteri ini merupakan aerob obligat yang tumbuh pada media biakan sintetik yang mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam ammonium sebagai sumber nitrogen. Oleh sebab itu bakteri ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya seperti tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. 12,13 Bakteri ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41C. Dinding selnya kaya akan kompleks lipid yaitu mengandung mycolic acid, wax-D dan fosfatid. Mycolic acid ini yang membuat bakteri tersebut tahan asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan asam alkohol setelah diberi warna. Ketahanan terhadap asam ini menyebabkan bakteri memiliki kapasitas untuk membentuk kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan. Bila diwarnai maka bakteri ini akan melawan perubahan warna dengan etanol dan hidrokhlorida atau asam lain. Cord factor (trehalose dimycolate) yang dimiliki oleh bakteri ini berhubungan dengan virulensi bakteri. Bakteri ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin

dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini terjadi karena bakteri bersifat dormant. Sifat dormant inilah yang menyebabkan bakteri dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi. 12,1

Gambar 2.3. Mycobacterium tuberculosis. Panah putih menunjukkan basil tahan asam pada pewarnaan Ziehl Neelson 13

Gambar 2.4. Mycobacterium tuberculosis yang dilihat pada mikroskop elektron 14

D.

PENEGAKAN DIAGNOSIS Diagnosis TB milier pada anak dapat ditegakkan dengan adanya riwayat kontak

dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran radiologis yang khas, gambaran klinis dan uji tuberkulin yang positif. Pada kenyataannya menegakkan diagnosis TB pada anak tidak selalu mudah karena gejala klinis dan laboraturium tidak khas 1. Manifestasi Klinis Berdasarkan Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak (2008), mengatakan bahwa manifestasi klinis TB Milier bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti TB pada umumnya, misalnya anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh pada anak (dengan demam ringan atau tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak nafas. 1,12

Pada anak bila dibandingkan dengan dewasa, gejala menggigil, keringat malam hari, hemoptisis dan batuk produkstif jarang ditemukan. Manifestasi klinik yang lebih sering ditemukan pada anak yaitu limfadenopati perifer dan hepatosplenomegali.13 Tuberkulosis milier, juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Sekitar 50% pasien akan mengalami limfadenopati superfisial, splenomegali dan hepatomegali yang akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung terus menerus atau kontinu, tanpa diserti gejala respiratorik atau disertai gejala minimal dan foto rontgen thorax biasanya masih normal. Beberapa minggu kemudian, hampir diseluruh organ terbentuk tuberkel difus multipel, terutama diparu, limpa, hati dan sumsum tulang. 4 Gejala klinis, biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak nafas yang disertai ronkhi atau mengi. Pada kelainan paru yang berlanjut, dapat timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga timbul gejala gangguan pernafasan, hipoksia, pneumothorax, dan pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi organ, kegagalan multiorgan serta syok.
(4)

Gejala lain yang dapat ditemukan ialah

kelainan kulit berupa tuberkuloid, papula nekrotik, nodul atau purpura. 3

Gambar 2.14. Manifestasi Klinis pada TB Milier Dewasa 13

Gambar 2.15. Papul eritematosa pada pasien TB milier 3

2. Pemeriksaan Penunjang a. Tuberculin Skin Test (TST) Tuberculin Skin Test (TST) disebut juga Mantoux Test. Ada 2 jenis tuberkulin yang dipakai yaitu OT (Old Tuberkulin) dan Tuberkulin PPD (Purified Protein Derivatif) dan ada 2 jenis tuberkulin PPD yang dipakai yaitu PPD-S (Seibert) dan PPD-RT23. Tes ini dilakukan dengan cara menyuntikan 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S 5 TU atau OT 1/2000 secara intrakutan. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Seseorang yang menerima vaksin BCG dapat memberikan hasil yang positif pada TST. Hal ini dikarenakan efek BCG pada hasil TST kurang lebih bermakna selama 15 tahun dan akan minimal terjadi pada setelah 10 tahun. Interpretasi hasil test Mantoux 4 : 1) Indurasi 10 mm atau lebih reaksi positif Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman Mycobacterium tuberculosis. 2) Indurasi 5 9 mm reaksi meragukan Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 9 mm berarti cross reaction atau BCG, kalau tetap 6 9 mm tetapi ada tanda tanda lain dari tubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. 3) Indurasi 0 4 mm reaksi negatif. Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini biasanya sementara selama beberapa bulan sampai beberapa tahundan menghasilkan indurasi kurang dari 10 12mm.

Vaksinasi sebelumnya (BCG) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap uji kulit tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan reaktivitas akan berkurang 2 3 tahun kemudian pada penderitayang pada mulanya memiliki uji kulit positif. 14

E.

PENATALAKSANAAN 1. Aspek Medikamentosa Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H),

pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat lain (second line, lini kedua) adalah paraaminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin,
15

mixiflokxacin,

gatifloxacin,

ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR. 15 Tabel 2.7. OAT Lini Pertama

Nama Obat Isoniazid

Dosis harian (mg/kgBB/hari) 5-15*

Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas Rifampisin** 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman penglihatan berkurang, buta warna merah-hijau, penyempitan lapang pandang, hipersensitivitas, gastrointestinal Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis, nefrotoks * Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari. ** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan.

Dosis maksimal (mg/hari) 300

Efek Samping

2.

Aspek Non Medikamentosa a. Pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)

Keteraturan pasien untuk menelan obat dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Keteraturan dalam menelan obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment). Directly observed treatment shortcours (DOTS) adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB , dan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1955. Penanggulangan TB dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. 16 Sesuai rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas lima komponen yaitu sebagai berikut
16

1) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, temasuk dukungan dana. 2) Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis. 3) Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO). 4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin. 5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB .

b. Sumber penularan dan case finding Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB , maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB . Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitasnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberculin.
16

Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak disekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. 16 c. Aspek edukasi dan sosial ekonomi Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka biaya yang diperlukan cukup besar. Selain itu, diperlukan juga penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin dan mikronutrien. Tanpa penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan medikamentosa saja tidak akan tercapai hasil yang optimal. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai TB . Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB padak anak tidak menular kepada orang disekitarnya. Aktivitas fisik pasien TB anak tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat. 16

F.

KOMPLIKASI Tuberkulosis milier dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat

memperburuk keadaan pasien. Komplikasi pada TB milier terbagi atas 3 bagian, yakni paru, hematogen dan limfogen. Pada paru dapat menyebabkan ARDS, pneumothorax, abses paru. Hematogen dapat menyebabkan meningitis TB , tuberculoma dan TB enteritis. Sedangkan penyebaran secara limfogen ialah lymphodenitis TB . 12
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan salah satu komplikasi yang

jarang terjadi pada TB

milier, yang mungkin muncul bahkan setelah pengenalan

antituberkulosis terapi. Kematian telah dilaporkan setinggi 100% walaupun sudah diterapi adekuat dengan pengobatan. Sekitar 7% kasus tuberkulosis milier berhubungan dengan sindrom ini. Patogenesis ARDS secara keseluruhan belum dapat diketahui secara pasti. ARDS menyebabkan terjadinya kasus infeksi akibat lipopolisakarida yang dihasilkan oleh

mycobacterial tersebut. Salah satu produknya ialah lipoarabinomannan yang menginduksi produksi tumor necrosis factor (TNF) pada makrofag dan hal inilah yang memodulasi timbulnya ARDS. 2

G.

PROGNOSIS Prognosis tuberkulosis milier dipengaruhi oleh umur anak, lama infeksi, luas lesi, gizi,

sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan infeksi lain. Adanya infeksi HIV, multydug resistance (MDR) dan reaksi obat (rash, hepatitis dan trombositopenia) dengan TB milier berkontribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas. Pada TB milier terjadi peningkatan morbiditas dan mortilitas sebesar 20-25%. 4,12 Prognosis penderita penyakit tuberkolosis milier adalah baik bila diagnosa dini dapat diketahui dan dilakukan pengobatan yang tepat. Komplikasi yang sering adalah menigitis tuberkolosis terutama pada dewasa muda. Angka mortalitas yang diakibatkan oleh TB milier bila tidak diobati 100% dan bila diobati dengan tepat akan berkurang menjadi 10% hal ini dapat di dapati di Amerika Serikat , di negara lain angka kematian bervariasi berkisar 10%28%.

Bab III Status Pasien

Puskesmas I. Identitas Pasien: a. Nama b. Usia

: Kelurahan Grogol

: Nn.Suhesti : 21 tahun

c. Jenis kelamin : Perempuan d. Pekerjaan e. Pendidikan f. Alamat : Tidak bekerja : SMA : Makaliwe RT/RW 02/06

II. Riwayat Biologis Keluarga: a. Keadaan kesehatan sekarang : sedang b. Kebersihan perorangan : sedang

c. Penyakit yang sering diderita : tidak ada d. Penyakit keturunan e. Penyakit menular yang lalu) f. Kecacatan anggota keluarga : tidak ada g. Pola makan : baik. Pasien makan teratur 3 kali sehari dengan menu : tidak ada : ada (ayah riwayat pengobatan TB tuntas + 1 tahun

yang cukup (nasi, lauk, sayur dll). h. Pola istirahat i. Jumlah anggota keluarga : baik : 4 orang : 4 orang

j. Anggota keluarga yang serumah

III. Psikologis Keluarga: a. Kebiasaan buruk b. Pengambilan keputusan c. Ketergantungan obat : merokok, judi, minuman keras disangkal : bapak : tidak ada

d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : puskesmas e. Pola rekreasi IV. Keadaan rumah / lingkungan: : kurang

a. Jenis bangunan b. Lantai rumah c. Luas rumah

: permanen : semen : 3x7m (21m2) . Dengan jumlah penghuni 4 orang dan ruang

gerak minimal untuk satu orang adalah 3x3 m, maka dinyatakan rumah pasien tidak layak huni. d. Penerangan e. Kebersihan f. Ventilasi : kurang : kurang : kurang, hanya memiliki 2 jendela dibagian depan rumah dan 1

jendela kecil dibagian belakang g. Dapur h. Jamban keluarga i. Sumber air minum : ada : ada : air galon isi ulang : tidak ada : tidak ada pekarangan : tidak ada : ada : kurang

j. Sumber pencemaran air k. Pemanfaatan pekarangan l. Sistem pembuangan air limbah m. Tempat pembuangan sampah n. Sanitasi lingkungan

V. Spiritual Keluarga: a. Ketaatan beribadah : baik

b. Keyakinan tentang kesehatan : baik. Pasien mengerti bahwa penyakitnya adalah penyakit yang mengharuskan pasien untuk melakukan pengobatan selama 6 bulan. Dan pasien rutin untuk memeriksakan diri ke Puskesmas. VI. Keadaan Sosial Keluarga: a. Tingkat pedidikan : kurang

b. Hubungan antar anggota kel : baik c. Hubungan dengan orang lain : baik d. Kegiatan organisasi sosial e. Keadaan ekonomi VII. Kultural Keluarga: a. Adat yang berpengaruh b. Lain lain : Jawa : tidak ada : kurang : kurang

VIII.

Daftar anggota Keluarga:

N o

Nama

Hub dgn KK

Pendi

Pekerjaa n

Agama

Keadaan Kesehata n

Keadaa n gizi

imunisa KB si

mu dikan r

Hasan Suherja n

Kepala keluarg a Istri

62

SD

Buruh

Islam

Baik

Baik

Tidak tahu

Wardiy ah

58

Tidak sekol ah

Ibu rumah tangga Tidak bekerja

Islam

Baik

Baik

Tidak tahu

Tidak ada

Suhesti

Anak

21

SMA

Islam

Baik

Baik

Tidak tahu

Angga

Anak

19

SMA

Buruh

Islam

Baik

Baik

Tidak tahu

IX. Keluhan utama X. Riwayat penyakit sekarang

: Batuk sejak 2 bulan yang lalu : Pasien sudah menderita TBC sejak 2 bulan yang lalu

dan mulai menjalani pengobatan OAT selama 1 bulan. Pasien berobat di puskesmas setiap 1 bulan sekali untuk melanjutkan pengobatan OAT. Saat ini keluhan pasien hanya batuk berdahak, tidak ada darah dan juga tidak demam. XI. Riwayat penyakit dahulu XII. Pemeriksaan fisik : Tanda-tanda vital : o Nadi o TD o Suhu XIII. : 84 x/menit o Pernafasan : 22 x/menit : 120/80 mmHg : 36,8oc : Tidak ada

Tidak ada pembengkakan KGB Pemeriksaan paru : ronki -/Pemeriksaan organ yang lain dalam batas normal : TB paru

Diagnosis kerja

XIV. Differential diagnosis : Tidak ada XV. Diagnosis keluarga : Sehat :

XVI. Anjuran penatalaksanaan penyakit

a. Promotif

: Diberikan penyuluhan oleh puskesmas agar pasien tidak

menularkan penyakit kepada anggota keluarga dalam rumah b. Preventif : Dengan pemakaian masker, perbaikan sirkulasi udara dalam

rumah, menjaga kebersihan lingkungan c. Kuratif : Pemberian Obat Anti TBC dengan isoniazid, rifampisin,

pirazinamid, etambutol d. Rehabilitatif XVII. Prognosa : a. Prognosa penyakit Pasien menderita penyakit TB Paru. Pasien rutin minum obat dan memeriksakan diri nya ke puskesmas. Prognosa penyakit erdasarkan kondisi pasien baik apabila pengobatan TB teratur selama 6 bulan. b. Prognosa keluarga Keluarga pasien selalu memberikan dorongan agar pasien berobat ke puskesmas dan selalu membantu menjaga kesehatan anaknya seperti menjaga kebersihan rumah. Dari segi sosial dan psikologisnya, dianggap cukup. Pasien juga tidak menularkan ke keluarganya setelah didapatkan hasil pemeriksaan sputum negatif pada anggota keluargnya. Pasien juga mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi keluarganya. c. Prognosa lingkungan Lingkungan di sekitar tempat tinggal pasien kurang mendukung pasien untuk menjadi lebih sehat terutama dalam segi kebersihan. XVIII. Resume : Pasien Nn. Suhesti usia 21 tahun datang berobat ke Puskesmas Grogol 3 untuk melanjutkan terapi OAT. Saat ini pasien tidak ada keluhan. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tanda vital dalam batas normal, tidak ada ronki pada pemeriksaan paru, dan pemeriksaan organ lain dalam batas normal. Nn. Suhesti tinggal bersama kedua orang tuanya dan 1 saudara di rumah sebesar 3x7 m2. Untuk ukuran tempat tinggal kurang memenuhi, terdapat jamban dan dapur, sanitasi nya lumayan bagus, dan untuk ventilasi hanya terdapat 2 jendela di depan dan 1 di belakang. Tidak terdapat pekarangan rumah. : jaga kebersihan diri, makan makanan yang sehat

Pembahasan

Hasil dari kunjungan ke rumah pasien dengan TB paru dengan pendekatan keluarga telah didapatkan pasien bernama Nn. Suhesti. Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis dengan Nn Suhesti. Nn. Suhesti saat ini berusia 21 tahun. Saat ini sedang tidak bekerja. Nn. Suhesti tinggal bersama kedua orang tua dan 1 saudara. Nn Suhesti sudah menderita TB paru selama 2 bulan. Selama 1 bulan ini pasien rutin control dan minum obat. Keadaan anggota keluarga lain yang serumah secara umum sehat. Kebersihan diri Tn.Suhendra dan keluarga cukup baik. Kebersihan dalam rumah cukup baik, namun untuk kebersihan di luar rumah dan lingkungan agak kurang. Sampah ditumpuk di dekat rumah pasien. Kebiasaan rokok, judi, dan minum alcohol disangkal Tn.Suhendra. Pasien dan keluarga selalu memeriksakan diri ke puskesmas jika ada masalah kesehatan. Mereka selalu mengikuti pengobatan gratis yang dilaksanakan di dekat rumahnya apabila ada. Untuk masalah tempat tinggal, sebenarnya kurang memenuhi syarat, terutama masalah ukuran rumah dan jumlah orangnya. Rumah nya berukuran hanya 3x7 m2. Sedangkan jumlah yang tinggal ada 4 orang, jadi jika salah satu anggota keluarga menderita penyakit yang menular, resiko terjadinya penularan ke anggota keluarga lainnya sangat besar. Rumah mereka berjenis permanen dengan lantai semen. Penerangan dan ventilasi agak kurang. Ventilasi hanya ada 2 jedela depan dan 1 jendela kecil dibelakang. Kebersihan rumah cukup baik. Sanitasi lingkungan agak kurang. Jarang ada kerja bakti lingkungan.

Bab V Penutup

Kesimpulan Pasien dan keluarganya sudah memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya kesehatan, namun mereka masih memiliki kendala yaitu keadaan ekonomi yang kurang dan keadaan rumah yang kurang memadai untuk mereka berempat. Dukungan keluarganya dan lingkungan sangat membantu pasien untuk rutin berobat di puskesmas.

Saran Beberapa hal yang dapat disarankan pada pasien dan keluarga: Rutin control ke puskesmas Mengusahakan untuk memberikan ventilasi dan penerangan rumah yang lebih baik Pasien jangan sampai putus obat, keluaraga diminta untuk berpartisipasi dalam pengawasan pasien dalam meminum obat

DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Grange JM, Zumla AI. Tuberculosis. In Cook GC, editor. Manson's Tropical Disease 22nd edition. Elsevier Ltd; London, 2008 : p. 1-57. World Health Organization. Tuberculosis Control in the South-East Asia Region. The Regional Report. 2012: p. 77-83. World Health Organization. WHO. [Online].; 2010 [cited 2012 November 28. Available from: http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241564069_eng.pdf.. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2012: p. 2-98. Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 194-227. Basir D, Yani FF. Tuberkulosis dengan Keadaan Khusus. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012:. p. 228-45. Kemenkes RI. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia. In Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2011: p. 16-59. World Health Organization. Management of TB meningitis and miliary TB . Guidance for national tuberculosis programmes on management of tuberculosis in children. 2006: p. 10-50. Kelompok Kerja TB Anak IDAI. Diagnosis & Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta, 2008. Available from:

8.

9.

10. CDC. CDC. [Online].; 2008 [cited 2012 November 28. http://wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000425/p0000425.asp.

11. Reviono , Probandari AN, Pamungkasari EP. Keterlambatan Diagnosis Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Journal of Respiratory Indonesian. 2008; 28 1: p. 1-10. 12. World Health Organization. WHO. [Online].; 2009 [cited 2012 November 28. Available from: http://www.who.int/TB /publications/global_report/2009/key_points/en/index.html. 13. Rahajoe NN, Setiawati L. Tatalaksana TB . In Buku Ajar Resoirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 214-27. 14. Said M, Boediman I. Imunisasi BCG pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 252-259. 15. Kar A. Characterization, Classification and Taxonomy of Microbes. In Pharmaceutical Microbiology. New Age International Ltd. New Delhi, 2008: p. 23-62.

Lampiran Foto bersama pasien

Anda mungkin juga menyukai