Anda di halaman 1dari 8

Sumber : http://thebatabatastudiodesain.blogspot.com/2009/08/henri-maclaine-pont.

html HENRI MACLAINE PONT

HENRI MACLAINE PONT

A. Biografi1 Arsitektur.adalah bagian dari kegiatan manusia dalam menciptakan sesuatu untuk dirinya agar keluar dan menundukkan alam Filsafat arsitektur yang selalu dipegang dari awal sampai akhir hidup seorang Pont yang lahir pada bulan Juni 1885 di daerah Meester Cornelis atau sekarang bernama Jatinegara bagian dari Kota Jakarta. Seperti pada banyak keluarga Belanda pada masa itu, Henry Maclaine Pont mewarisi budaya campuran. Beberapa anggota keluarganya tinggal di Neederlandsch Indie sampai berakhirnya masa kolonial Belanda di Indonesia (1942). Empat generasi dari pihak nenek ibunya adalah adalah orang pribumi berdarah Bugis dan nenek moyangnya datang pertama kali ke Indonesia, pada masa VOC. Atas saran ayahnya, pada tahun 1902 ia masuk Technische Hoogeschool de Delft, sebuah sekolah tinggi teknik paling terkemuka di Belanda. Mulanya ia mengambil jurusan pertambangantapi kemudian ia memutuskan untuk pindah ke arsitektur. Dari jurusan inilah, Maclaine Pont nantinya menjadi salah seorang arsitek terkemuka dalam perkembangan arsitektur Belanda. Dilihat dari hasil karya-karyanya, Maclaine Pont tidak terpengaruh pada bentuk-bentuk kubis, garis-garis dan bidang-bidang vertikal atau lainnya dari aliran purism yang melanda dunia seni termasuk arsitektur pada waktu itu. Maclaine Pont secara konsisten menekankan pendekatan terhadap budaya dan alam di mana ia membangun. Penekanannya selain kepada kesatuan antara bentuk dan fungsi, juga pada kesatuan dengan konstruksi, sebagai perwujudan dari tradisi dalam hubungannya dengan arsitektur. Setelah menyelesaikan studi arsitekturnya, sebelum kembali ke Indonesia, antara tahun 1909 sampai dengan 1911 Maclaine Pont bekerja pada Kantor Postmus Meyes di Amsterdam. Proyek pertamanya dimana ia intensif terlibat, adalah sebuah rumah sakit untuk para diaken (pembantu Gereja) di Overtoom Amsterdam. Proyeknya yang kedua adalah Prins Alexander Stiching, sebuah institusi untuk para tuna netra di Huis ter Heide. Karena dorongan ibunya, ia kembali ke Indonesia. Ia tiba di Tegal, sebuah kota di Pantai Utara Jawa Tengah, antara Cirebon dan Semarang, pada awal tahun 1911. Iklim, sinar matahari dan gaya hidup masyarakat setempat selalu menjadi perhatian utama sepanjang hidupnya. Hal ini diterapkannya dalam karyanya NIS (Nederlandsche-Indische Spoorweg Maatschappij), Perusahaan Kereta Api Belanda di Tegal.

Pada pertengahan tahun 1913, Maclaine Pont pindah ke Semarang. Ia memantapkan kantornya dan sibuk dengan proyek-proyeknya seperti misalnya bangunan-bangunan perkeretaapian di Purwokerto, gudang-gudang untuk gula di Cirebon, Cilacap, kantor-kantor di Tegal. Selain merancang bangunan, Maclaine Pont juga membuat rencana pengembangan perkotaan di Semarang Selatan dan di Surabaya. Pada pertengahan Tahun 1915, Maclaine Pont sakit, bersama isterinya kembali ke Belanda. Setelah sembuh ia bekerja pada kantor kereta api di Utrecht. Karena tidak berpikir lagi untuk kembali ke Indonesia, pada tahun 1918 bironya di Semarang dijualnya kepada kawan-kawannya. Tetapi di luar rencana pada tahun itu juga ia diundang untuk merancang Sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Pada tahun 1924, ia diminta untuk menjadi penasehat perusahaan kereta api di Jawa Timur dalam membangun perumahan karyawan. Tiga bulan tinggal di Surabaya sehubungan dengan proyek tersebut, memberikan kesempatan untuk meneliti reruntuhan Kerajaan Majapahit di dekat Trowulan. Ia makin tertarik dalam penelitian tentang arkeologi, dan melihat adanya masalah untuk diteliti secara lebih mendalam dan sungguh-sungguh. Untuk itu pada Bulan September 1924, ia pindah ke Trowulan dan sampai dengan tahun 1943 dengan hanya sedikit interupsi ia mengadakan penelitian arkeologi. Dalam periode ini Maclaine Pont banyak menulis berbagai masalah tentang arsitektur tropis. Ia mengemukakan pula tentang pentingnya menjaga kelestarian bangunan-bangunan lokal, perencanaan kota, bahkan juga tentang kesehatan masyarakat yaitu pest control. Pada tahun-tahun itu, pekerjaan arsitekturnya banyak berkaitan dengan penelitiannya yaitu antara lain membangun museum untuk menampung benda-benda peninggalan sejarah. Pada tahun 1936, Maclaine Pont diminta oleh Pastor G.H. Wolters untuk membangun sebuah gereja di Pohsarang, sebuah desa beberapa kilometer di sebelah timur Kediri, Jawa Timur, di mana agama Katholik berkembang pesat di sana. Dalam karyanya Museum Trowulan maupun Gereja Pohsarang selalu menggunakan bahan-bahan lokal. Maclaine Pont juga menggunakan buruh-buruh setempat selain beberapa tukang yang sudah berpengalaman pada saat membangun museum.

B. Pemikiran-pemikiran dan Konsep Maclaine Pont2 Henri Maclaine Pont merupakan salah seorang arsitek yang Independent dalam menentukan prinsipprinsipnya pada perancangan suatu bangunan. Tidak seperti arsitek-arsitek pada zamannya yang kebanyakan selalu mengikuti arus aliran di bidang arsitektur yang sedang in pada waktu itu. Henri Maclaine Pont berusaha membuka celah-celah baru dalam bidang arsitektur dengan berusaha mencerminkan sikap kebersahajaan dan ternyata tak pernah lapuk dimakan usia. Dalam prinsip perancangannya ia mencoba memadukan kekuatan-kekuatan lokal berupa arsitektur, budaya, masyarakat dan alam; dimana tidak sedikit arsitek yang sering meninggalkan point ini pada bangunan yang dirancangnya. Jarang sekali kita menemui suatu karya arsitektur yang dapat mewakili ciri khas budaya dan sosial daerah masing-masing, serta mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh

lingkungan di sekitarnya. Dengan teori-teorinya, Henri Maclaine Pont berusaha untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada. Dalam membangun suatu bangunan, Henri M.P, memegang teguh beberapa filsafat arsitektur. Ia menginginkan agar keberadaan bangunannya dapat menjadi bagian dari lingkungan sekitar bangunan tersebut. Ia sangat memperhatikan tentang iklim dan masyarakat sekitar bangunannya. Ia juga memperhatikan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat. Maclaine Pont lebih suka menggunakan bahan lokal dalam pembangunan karyanya dan juga penggunaan buruh lokal. Selain bahan lokal lebih murah daripada bahan import, bahan lokal juga banyak tersedia sehingga tidak mungkin kekurangan. Ia juga selalu menggunakan buruh lokal dalam pembangunan karyanya sehingga dapat menjadi latihan bagi ketrampilan masyarakat sekitar. Secara keseluruhan, teori-teori yang dikemukakan oleh Henri Maclaine Pont mencoba untuk tetap komunikatif dengan lingkungan sekitarnya tanpa meninggalkan aspek fungsi dari bangunan tersebut. Hal ini tercermin dalam karya-karyanya yang sampai saat ini masih dapat kita nimati eksistensinya. Henri Maclaine Pont secara konsisten menekankan pendekatan terhadap budaya dan alam dimana ia membangun. Filsafat arsitekturnya yang selalu dipegang teguh dari awal sampai akhir hidupnya: Arsitektur.. Adalah bagian dari kegiatan manusia dalam menciptakan sesuatu untuk dirinya agar keluar dan menundukkan alam.

Kaidah arsitektur (teori) yang pernah dicetuskan/tampil pada karya-karyanya adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan pada faktor budaya dan alam dimana ia membangun sehingga karya arsitektural merupakan jawaban dari kebutuhan sosial. 2. Pada setiap karya arsitektural harus dapat tercermin adanya hubungan yang logis antara bangunan dengan lingkungannya. 3. Menggali akar budaya arsitektur klasik, dikaji dan kemudian dipadukan dengan arsitektur modern.

Adaptasi Regionalisme Yaitu adanya dialog antara tradisional dan modern. Struktur bangunan dapat berkembang mengikuti teknik dan metode baru, namun ungkapan arsitektural tetap dalam semangat tempat dan budaya lokal.

-prinsip yang dianutnya -bentuk kubis, garis-garis dan bidang vertikal atau lainnya dari aliran purism yang melanda dunia seni dan arsitektur pada waktu itu.

ungkapan spiritual dari suatu kelompok masyarakat, maka gaya arsitektur harus mempunyai jawaban dari kebutuhan sosial masyarakat tersebut.

dengan lingkungannya. Ia menyadari bahwa lingkungan secara keseluruhan menjadi bagian yang menyatu dengan bangunan sehingga dalam merancang, Henri M.P. selalu memperhatikan adat dan budaya setempat. -arsitek Eropa pada umumnya yang selalu menggunakan bahan material impor. Ia senantiasa berusaha menggunakan bahan lokal pada konstruksi bangunan yang dirancang.
Arsitektur adalah lingkungan yang diciptakan manusia untuk dirinya dari alam. Untuk menciptakan kondisiyang memungkinkan sikapnya pada kehidupan. Untuk menghasilkan suasana yang diinginkan dan memenuhi kebutuhan status, Henri MacLaine Pont lahir di Meester Cornelis (kini disebut Jatinegara Jakarta) pada tanggal 21 Juni 1885, sebagai anak ke-4 dari 7 saudara dalam keluarga Protestan. Konon, leluhur dari pihak ibu berasal dari Pulau Buru, sedangkan dari pihak ayah mengalir darah Skotlandia & Spanyol. Pada tahun 1893, ketika Henri MacLaine Pont berusia 8 tahun, ia pindah bersama keluarganya ke Belanda dan bersekolah di Den Haag. Ia pun berkuliah di Jurusan Pertambangan, THS Delft selama satu setengah tahun. Pada tahun 1903, MacLaine Pont pindah ke Jurusan Arsitektur, dan diam-diam mempelajari agama Katolik. Dalam usia 24 tahun, MacLaine Pont lulus dari THS Delft. Ia lalu mulai bekerja pada Kantor Posthumus Meijes sampai November 1910. Perkenalannya dengan Leonora (Noor) Hermine Gerlings, anak direktur SCS di Den Haag, akhirnya membawanya pada satu momen penting dalam hidupnya dimana pada bulan Oktober 1910, ia menikah dengan wanita pilihan hidupnya, Noor. Pertama kali, tahun 1911, Maclaine Pont menginjakkan kaki di kota Tegal dan merancang Kantor NIS. Pertengahan tahun 1913, ia pindah ke Semarang, memantapkan kantornya dan mengerjakan proyek perkantoran di Tegal ; seperti bangunan perkeretaapian di Purwokerto, gudang gula di Cirebon dan Cilacap. Maclaine Pont juga membuat rencana pengembangan kota Semarang Selatan dan Surabaya. Saking banyaknya pekerjaan, Pont mengajak rekannya, Ir. Thomas Karsten, untuk bekerja sama. Medio 1915, Maclaine Pont sakit. Ia bersama isterinya kembali ke Belanda. Setelah sembuh ia bekerja di kantor kereta api di Utrecht. Mengira takkan kembali ke Indonesia, tahun 1918 Pont berniat menjual kantornya di Semarang pada Karsten cs. Di luar dugaan Pont malah diundang ke Indonesia untuk merancang Sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Desain mulai di kerjakan di Belanda. Selesai tahun 1919 dibawa ke Indonesia.

Selama dua tahun, Pont mengawasi pembangunan Sekolah Teknik itu bersama badan pembangunan pemerintah kota. Selama THB dibangun, hingga tahun1924, Pont tinggal di daerah Mampang, Jakarta. Kompleks ITB telah diperluas, namun karya Mclaine Pont tetap bisa anda nikmati di bagian depan kampus, di Jalan Ganesha 10. Persisnya, Aula Barat dan Timur ITB, yang paling impresif dari kampus kebanggaan orang Bandung ini. Ironisnya, MacLaine Pont tidak bisa hadir ketika pada 3 Juli 1920 bangunan THS Bandung diresmikan oleh GG JP Graaf van Limburg Stirum. Ia diwakilkan oleh istrinya.

Institut Teknologi Bandung Tahun 1925. Nasib Henri MacLaine Pont memang tidak seindah karya-karyanya. Setelah hanya setahun kembali ke Belanda agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak, ketertarikan Henri MacLaine Pont kepada agama Katolik melebarkan jarak antara ia dan anak istrinya. Henri Maclaine Pont pun kemudian menghabiskan tahun-tahun hidupnya sendiri di Jawa mulai tahun 1928. Pont menjadi Katolik setelah dibaptis ulang di Gereja Katolik Ganjuran, Bantul, Yogyakarta pada 1931. Pada 1933 sendiri, akhirnya ia resmi bercerai dan berpisah dari istri dan anakanaknya. Henri MacLaine Pont juga merasakan pahitnya masa penjajahan Jepang ketika pada Oktober 1943 ia masuk kamp internir Jepang di Surabaya. Satu-satunya alasan mengapa MacLaine Pont akhirnya keluar dari kamp tersebut pada tahun 1945, adalah karena kesehatannya yang terus memburuk. MacLaine Pont pun kemudian dirawat di Brisbane, Australia. Pada tahun ini pula MacLaine Pont diminta menjadi Guru Besar di THS Bandung. Namun apalah daya, ketika pada bulan September1946 MacLaine Pont pulang ke Jawa, posisi Guru Besar di THS Bandung sudah hilang. Dengan kecewa ia pun kembali ke Belanda, dan tinggal di Den Haag. MacLaine Pont mulai menyusun otobiografinya pada tahun 1947, yang ia rampungkan 21 tahun kemudian. Di antara masa itu, ia sempat mendirikan MacLaine Pont Stichting (Yayasan Maclaine Pont) di bidang penelitian mengenai struktur dan konstruksi bangunan. Walaupun dari penelitian-penelitiannya Henri MacLaine Pont berhasil

mendapatkan paten atas temuan-temuannya, namun paten tersebut tidak pernah digunakan dalam industri kontruksi. Pada 2 Desember 1971, Henri MacLaine Pont pun menghembuskan napas terakhirnya pada usia 86 tahun. Teori Henri Maclaine Pont Kaidah arsitektur (teori) yang pernah dicetuskan/tampil pada karya-karyanya adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan pada faktor budaya dan alam dimana ia membangun sehingga karya arsitektural merupakan jawaban dari kebutuhan sosial. 2. Pada setiap karya arsitektural harus dapat tercermin adanya hubungan yang logis antara bangunan dengan lingkungannya. 3. Menggali akar budaya arsitektur klasik, dikaji dan kemudian dipadukan dengan arsitektur modern. Mahakarya Henri Maclaine Pont di Indonesia. > Stasiun Kereta Api Tegal (1911-1913). > Stasiun Poncol Semarang, Jawa Tengah. (1913-1914). > Kampus ITB Bandung, Jawa Barat (sebagai perancang bangunan pertama, 1919-1920). > Gereja Katolik Puhsarang Kediri, Jawa Timur. (1936-1937).

Henri Maclaine Pont, A Founder of Hybrid in Java.

FIRST

Henri maclaine pont atau Henri MP adalah arsitektur belanda yang lahir di Jatinegara pada tanggal 21 Juni 1885 dan merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara.

Merupakan arsitek berdarah campuran belanda-indonesia, hal itu bias diketahudari teks-teks tentangnya yang menyatakan bahwa dari pihak Ibu mengalir darah Maluku. Pada jaman penjajahan colonial belada dulu, kebanyakan bersekolah rendah di jawa dan ekspatriasi ke belanda supaya bias melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, begitu pula dengan hendri Maclaine Pont/Henri MP, karena pada jaman itu belum ada perguruan tinggi di Indonesia sendiri. Istri dari Henri maclaine pont juga Keturunan Indonesia, hal itu terjadi ketika Hendri MP selesai dengan jenjang belajarnya di jurusan arsitektur di Delf, Belanda dan menikah dengan Putri dari keluarga terpandang, seorang anak dari pengusaha jalur transportasi kereta api di jawa dan melanjutkan kehidupannya di jawa untuk mengadu nasib di daerah koloni seperti kebanyakan orang pada waktu itu. Pada jaman Hendri MP penjajahan dilakukan tidak dengan cara pertumpahan dara dengan hingar bingarnya perang, melainkan dengan cara memasuki infrasrtuktur masyarakat, seperti educatie/pendidikan, imigratie/imigrasi dan irigatie/irigasi, selain itu penjajahan juga berkembang pada penanaman modal pada surat kabar dan penerbitan buku serta memajukan pendidikan untuk pribumi. dan dari situlah pendidikan di Indonesia mulai ada. Henri MP dikenal melalui teks-teks tentang dirinya yang mengkisahkan tentang seorang Arsitek yang unggul dan peduli pada kultur lokal, karena Henry MP adalah Seorang Arsitek yang mengangkat kultur lokal pada setiap hasil karyanya dan tidak melulu mengikuti perkembangan Arsitek pada masanya.

Anda mungkin juga menyukai