Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Di Indonesia, rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan medic, pelayanan penunjang medic, rehabilitasi medic dan pelayanan keperawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap. (Herlambang, 2012) Perkembangan rumah sakit yang terjadi ini memberikan pelayanan tidak hanya berfokus pada individu pasien, namun juga berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Atas dasar sikap tersebut maka rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang paripurna dan prima terhadap pelanggan. (Herlambang, 2012) Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu, kualitas, bersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau

pasien.(Jamaludin,2011) Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.(Jamaludin, 2011) Pelayanan prima pada dasarnya ditunjukan untuk memberikan kepuasan kepada pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan memiliki lima dimensi mutu yang utama yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy.(Bustami, 2011)

B. TUJUAN 1. Mengetahui tentang pengertian pelayanan prima 2. Mengetahui tentang faktor-faktor pelayanan prima 3. Mengetahui tentang pelayanan prima berdasarkan perundangan

4. Mengetahui tentang prinsip manajemen mutu terpadu 5. Mengetahui tentang strategi peningkatan mutu 6. Mengetahui tentang indikator penilaian mutu 7. Mengetahui tentang penjaminan mutu

BAB II ISI

A. PENGERTIAN PELAYANAN PRIMA Pelayanan prima merupakan suatu bentuk pelayanan yang tak terlepas dari bagaimana suatu organisasi meningkatkan dan menjaga mutu dalam melayani pelanggan/customer. Pelayanan prima merupakan hasil dari membuat peningkatan pelayanan yang terus-menerus menjadi sukses. Beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut. 1. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standard dan kode etik profesi (Azrul Aswar, 1996). 2. Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter; karyawan (Mary R. Zimmerman). Pengertian mutu pelayanan kesehatan secara umum adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisiensi, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen. Selain itu, mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut. 1. Menurut pasien/masyarakat adalah empati, menghargai, tanggap sesuai dengan kebutuhan dan ramah. 2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara professional sesuai dengan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan peralatan yang memenuhi standar. 3. Menurut manajer/administrator adalah mendorong manajer untuk mengatur staf dan pasien/masyarakat dengan baik.

4. Menurut yayasan/pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga professional yang bermutu dan cukup. Hakekat dasar dari pelayaan kesehatan adalah memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (client satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Pelayanan kesehatan prima adalah pelayanan kesehatan meliputi pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu, kualitas, bersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.

B. FAKTOR-FAKTOR PELAYANAN PRIMA Pengembangan budaya pelayanan keperawatan prima dalam Gultom (2006), mengembangkan pelayanan keperawatan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor yaitu : 1. Kemampuan (Ability) Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang keperawatan yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, membina hubungan dengan tenaga kesehatan lain. Perawat harus mempunyai pengetahuan dan wawasan luas, terlebih lagi pada saat ini ketika perawat dituntut untuk menjadi seorang profesional. Pengetahuan dan wawasan yang dimaksud bukan hanya sebatas bidang keperawatan, tapi menyeluruh. Pengetahuan yang luas dari perawat sangat berguna untuk memberikan pelayanan keperawatan yang profesional. Menurut Utama (1999), keterampilan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar. Seorang perawat dikatakan terampil apabila telah dapat memberikan pelayanan keperawatan dengan baik dan benar. Baik dan benarnya perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan mengacu pada dasar pendidikannya dan standar keperawatan, akan tetapi keterampilan seorang perawat bukan hanya tergantung dari

tingginya pendidikan yang diterimanya namun pengalaman dalam melakukan pelayanan keperawatan juga sangat berpengaruh (Zulkifli, 1999). 2. Sikap (Attitude) Sikap adalah perilaku yang harus ditonjolkan perawat ketika menghadapi pasien. Memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lembut,sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping pasien dan bersikap sebagai media pemberi asuhan. Sikap ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Adapun sikap-sikap dalam pelayanan prima adalah semangat, memakai cara yang baik, pro-aktif, positif, penuh kesabaran, tidak mengada-ada, dan tepat waktu. Memberikan pelayanan kesehatan, sikap tersebut harus dimiliki oleh seorang perawat karena sikap perawat juga sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Sikap perawat yang baik dan ramah dapat menimbulkan rasa simpati pasien terhadap perawat. 3. Penampilan (Appearance) Penampilan perawat adalah penampilan baik berupa fisik maupun nonfisik yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain. Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komuniksi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. 84% dari kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993) Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadiaan, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan cita diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan atau asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap pasien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap pasien jika perawat tidak memenuhi citra pasien. 4. Perhatian ( Attention) Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pasien, baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pasien maupun pemahaman atas saran dan kritik. Perhatian yang diberikan perawat, terutama ketika pasien sendiri dan

merasa menjadi beban bagi orang lain, adalah sangat berguna untuk mempercepat proses penyembuhan. Penyakit yang diderita oleh pasien terjadi bukan hanya kelemahan fisiknya, tetapi dapat juga terjadi karena adanya gangguan pada kejiwaannya. Sikap yang baik terutama perhatian yang diberikan oleh perawat kepada pasien, diyakini dapat mempercepat proses penyembuhan kejiwaannya sehingga dengan sembuhnya kejiwaan maka dapat mempengaruhi kesembuhan fisiknya. 5. Tindakan (Action) Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan kepada pasien. Layanan ini sebaiknya berlandaskan ilmu pengetahuan, prinsip dari teori keperawatan serta penampilan dan sikap serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang diemban kepada perawat tersebut. Apabila perawat terampil dalam memberikan tindakan keperawatan, maka secara otomatis pasien juga akan merasakan kepuasan dari tindakan yang diberikan perawat tersebut. Hal ini teradi karena perawat yang terampil dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi pasien saat melakukan suatu tindakan. Tindakan perawat yang sesuai dengan standar keperawatan dapat menjamin bahwa asuhan keperawatan yang diberikan juga berkualitas. Tindakan yang baik dalam memberikan pelayanan menurut De Vriye, et al. adalah : a. Self Esteem : Penghargaan terhadap diri sendiri, dengan pandai menghargai dirinya sendiri, seorang karyawan akan berpikiran dan bertindak positif terhadap orang lain, sehingga pandai menghargai pelanggan dengan baik. Dengan demikian pelayanan bukan menundukkan diri. b. Exceed Expectations (melampaui harapan) : Memberikan pelayanan dengan melebihi apa yang diharapkan pelanggan (mematuhi dan melebihi standar) secara konsisten. c. Ricovery (pembenahan) : Adanya keluhan pelanggan jangan dianggap sebagai suatu beban masalah namun suatu peluang untuk memperbaiki atau meningkatkan diri. Apa masalahnya, dengarkan pelanggan, kumpulkan data, bagaimana pemenuhan standarnya. d. Vision (visi) : Pelayanan yang prima berkaitan erat dengan visi organisasi. Dengan budaya kerja atau budaya organisasi (Corporate Culture) atau Budaya mutu (Quality Culture) dalam pelayanan prima, visi, impian akan dapat diwujudkan sepenuhnya seperti yang diharapkan.

e. Improve (Perbaikan atau peningkatan) : Peningkatan mutu pelayanan secara terus menerus (Continous Improvement) dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan agar tidak ditinggalkan karena para pesaing ingin berusaha meningkatkan diri untuk menarik hati pelanggan. Meningkatkan diri dapat dengan pendidikan dan latihan sebagai modal, membuat standar pelayanan lebih tinggi, menyesuaikan tuntutan lingkungan dan pelanggan, dan merencanakan pelayanan yang baik bersama karyawan sejak awal. f. Care (perhatian) : Perhatian atau perlakuan terhadap pelanggan dengan baik dan tulus. Memenuhi kebutuhannya, memperlakukannya dengan baik, menjaga dan memenuhi standar mutu sesuai dengan standar ukuran yang diharapkan. g. Empower (Pemberdayaan) : Memberdayakan agar karyawan mampu bertanggung jawab dan tanggap terhadap persoalan dan tugasnya dalam upaya peningkatan pelayanan yang bermutu. 6. Tanggung jawab (Accountability) Tanggung jawab adalah suatu sikap keberpihakan kepada pasien sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan pasien. Perawat merupakan salah satu profesi yang berhubungan dan berinteraksi langsung dengan pasien, baik itu klien sebagai individu, keluarga maupun masyarakat, oleh karena itu dalam memberikan asuhan keperawatannya perawat dituntut untuk memahami dan berprilaku sesuai dengan etika keperawatan. Agar seorang perawat dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat maka perawat harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktik keperawatan itu sendiri yaitu : perawat membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu meningkatkan autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya, perawat mendukung martabat kemanusiaan dan berperilaku sebagai advokat bagi pasien, perawat menjaga kerahasiaan pasien, beriorentasi pada akuntabilitas perawat, dan perawat bekerja dalam lingkungan yang kompeten, etik, dan aman (CAN,2001). Prinsip pelayanan prima dibidang kesehatan: 1. 2. 3. 4. Mengutamakan pelanggan Sistem yang efektif Melayani dengan hati nurani Perbaikan berkelanjutan pemberdayaan pelanggan

C. PELAYANAN PRIMA BIDANG KESEHATAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANGAN Berdasarkan instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.828/MENKES/VII/1999 tentang Pelaksanaan Pelayanan Prima Bidang Kesehatan, dijelaskan bahwa berdasarkan aspek aspek kesederhanaan, kejelasan, kepribadian, keamanan, efisiensi, ekonomis, keadilan, ketepatan waktu, kebersihan, kinerja dan juga sikap perilaku, maka pelaksanaan pelayanan prima bidang kesehatan perlu memperhatikan hal hal sebagai berikut : 1. Mengupayakan paparan yang jelas melalui papan informasi atau petunjuk yang mudah dipahami dan diperoleh pada setiap tempat / lokasi pelayanan sesuai dengan kepentingannya menyangkut prosedur / tata cara pelayanan, pendaftaran, pengambilan sample atau hasil pemeriksaan, biaya / tarif pelayanan serta jadwal / waktu pelayanan. 2. Setiap aturan tentang prosedur / tata cara / petunjuk seperti yang tersebut diatas harus dilaksanakan secara tepat, konsisten, konsekuen sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. 3. Hak dan kewajiban pemberi atau penerima pelayanan diatur secara jelas setiap persyaratan yang diwajibkan dalam rangka menerima pelayanan harus mudah diperoleh dan berkaitan langsung dengan kepentingan pelayanan serta tidak menambah beban masyarakat penerima pelayanan. 4. Tersedia loket informasi dan kotak saran bagi penerima pelayanan yang mudah dilihat / dijumpai pada setiap tempat pelayanan. Saran yang masuk harus selalu dipantau dan dievaluasi, bila perlu diberi tanggapan atau tindak lanjut dalam rangka upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan. 5. Penanganan proses pelayanan sedapat mungkin dilakukan oleh petugas yang berwenang atau kompeten, mampu terampil dan professional sesuai spesifikasi tugasnya. Setiap pelaksanaan pemberian pelayanan dan hasilnya harus dapat menjamin perlindungan hukum dan dapat dijadikan alat bukti yang sah. 6. Selalu diupayakan untuk menciptakan pola pelayanan yang tepat sesuai dengan sifat dan jenis pelayanan yang bersangkutan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaannya. 7. Biaya atau tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhitungkan kemampuan masyarakat. Hendaknya diupayakan untuk mengatur mekanisme

pungutan biaya yang memudahkan pembayarannya dan tidak menimbulkan biaya tinggi. Pengendalian dan pengawasan pelaksanaannya harus dilaksanakan dengan cermat, sehingga tidak terdapat titipan pungutan oleh instansi lain. 8. Pemberian pelayanan dilakukan secara tertib, teratur dan adil, tidak membedakan status sosial masyarakat. Cakupan / jangkauan pelayanan diupayakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata. 9. Kebersihan dan sanitasi lingkungan tempat dan fasilitas pelayanan harus selalu dijamin melalui pelaksanaan pembersihan secara rutin dan penyediaan fasilitas pembuangan sampah / kotoran secukupnya sesuai dengan kepentingannya. 10. Selalu diupayakan agar petugas memberikan pelayanan dengan sikap ramah dan sopan serta berupaya meningkatkan kinerja pelayanan secara optimal dengan kemampuan pelayanan yang tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup.

D. PRINSIP MANAJEMEN MUTU TERPADU Manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan manajemen yang merupakan suatu sistem yang terstruktur untuk menciptakan partisipasi menyeluruh (total participation) diseluruh jajaran organisasi dalam merencanakan dan menetapkan proses peningkatan yang berkesinambungan untuk memenuhi harapan pelanggan. Manajemen mutu terpadu berfokus pada peningkatan proses dengan

memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Setiap orang terlibat dalam menentukan, memahami, dan meningkatkan secara terusmenerus proses yang di bawah kendali dan tanggung jawabnya. 2. Setiap orang memiliki komitmen untuk memuaskan pelanggan. 3. Peningkatan mutu dengan menggunakan pendekatan ilmiah dengan data yang valid, statistik, dan melibatkan semua orang. 4. Adanya pemahaman atas sifat-sifat variasi. 5. Kerja sama tim dalam berbagai bentuk, baik part time atau full time. 6. Ada komitmen untuk mengembangkan karyawan melalui pelibatan dalam pengambilan keputusan. 7. Mendorong dan mewujudkan partisipasi setiap orang. 8. Adanya program pelatihan dan pendidikan dan dipandang sebagai investasi.

E. STRATEGI PENINGKATAN MUTU PELAYANAN Peningkatan mutu pelayanan adalah proses menggerakkan organisasi mencapai pelayanan yang bermutu untuk mencapai pelayanan prima. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan untuk mencapai pelayanan prima melalui peningkatan mutu pelayanan yaitu sebagai berikut : 1. Pelanggan dan harapannya Harapan pelanggan mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan. Organisasi pelayanan kesehatan mempunyai banyak pelanggan potensial. Harapan mereka harus diidentifikasi dan diprioritaskan lalu membuat kriteria untuk menilai kesuksesan. 2. Perbaikan kinerja Bila harapan pelanggan telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah

mengidentifikasi dan melaksanakan kinerja staf dan dokter untuk mencapai konseling, adanya pengakuan, dan pemberian reward. 3. Proses perbaikan Melibatkan staff dalam proses pelayanan, maka dapat diidentifikasi masalah proses yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, mendiagnosis penyebab,

mengidentifikasi, dan menguji pemecahan atau perbaikan. 4. Budaya yang mendukung perbaikan terus-menerus Mencapai pelayanan prima diperlukan organisasi yang tertib. Itulah sebabnya perlu untuk memperkuat budaya organisasi sehingga dapat mendukung peningkatan mutu. Untuk melakukannya, harus sejalan dengan dorongan peningkatan mutu pelayanan terus-menerus. Sistem dan Mekanisme Peningkatan Mutu pelayanan Terus-menerus Untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan yang terus-menerus, pilar utamanya terdiri atas hal-hal berikut : 1. Visi manajemen dan komitmen Nilai organisasi dan komitmen dari semua level sangat diperlukan. 2. Tanggung jawab Agar setiap orang bertanggung jawab, maka perlu standar yang kuat. 3. Pengukuran umpan balik Perlu dibuat sistem evaluasi sehingga dapat mengukur apakah kita mempunyai informasi yang cukup.

4. Pemecahan masalah dan proses perbaikan Ketepatan waktu, pengorganisasian sistem yang efektif untuk menyelesaikan keluhan, dan masalah sistem memerlukan proses perbaikan dalam upaya meningkatkan kepuasan pelanggan. 5. Komunikasi Perlu ada mekanisme komunikasi yang jelas, jika tidak ada informasi maka petugas atau staf merasa diabaikan dan tidak dihargai. 6. Pengembangan staf dan pelatihan Pengembangan staf dan pelatihan berhubungan dengan pengembangan sumber daya yang dapat mempengaruhi kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan. 7. Keterlibatan tim kesehatan Perlu keterlibatan tim kesehatan agar mereka terlibat dan berperan serta dalam strategi organisasi. 8. Penghargaan dan pengakuan Sebagai bagian dari strategi, perlu memberikan penghargaan dan pengakuan kepada visi pelayanan dan nilai sehingga individu maupun tim mendapat insentif untuk melakukan pekerjaan dengan baik. 9. Keterlibatan dan pemberdayaan staf Staf yang terlibat adalah staf yang mempunyai keterikatan dan tanggung jawab. 10. Mengingatkan kembali dan pemberdayaan Petugas harus diingatkan tentang prioritas pelayanan yang harus diberikan. Mekanisme peningkatan mutu pelayanan menurut Trilogi Juran adalah sebagai berikut : 1. Quality Planning a) Menentukan pelanggan; b) Menentukan kebutuhan pelanggan; c) Mengembangkan gambaran produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan; d) Mengembangkan proses yang mampu menghasilkan produk sesuai dengan gambaran produk; e) Mentransfer rencana menjadi kebutuhan pelaksanaan. 2. Quality Control a) Mengevaluasi kinerja produk saat ini; b) Membandingkan kinerja sesungguhnya dengan tujuan produk;

c) Melaksanakan/memperbaiki perbedaan. 3. Quality Improvement a) Mengembangkan infrastruktur; b) Mengidentifikasi peningkatan mutu; c) Membentuk tim mutu; d) Menyiapkan tim dengan sumber daya dan pelatihan serta motivasi untuk mendiagnosis penyebab, menstimulasi perbaikan, dan mengembangkan

pengawasan untuk mempertahankan peningkatan. Ukuran Mutu Pelayanan Kesehatan Pemberi pelayanan adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan, sedangkan penerima pelayanan adalah orang atau badan hukum yang menerima pelayanan dari instansi pemerintah. Karakteristik pelayanan umum menurut SK Menpan No 81/1993 mengandung unsur kesederhanaan, efisiensi, ekonomis, keadilan, serta ketepatan waktu. Pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga elemen dasar mutu yaitu: 1) Layanan teknik (technical care) yaitu penerapan ilmu dan teknis bagi kedokteran atau ilmu kesehatan lainnya ke dalam penanganan masalah kesehatan 2) Layanan interpersonal (interpersonal care) yaitu manajemen interaksi sosial dan psikososial antara pasien dan praktisi kesehatan lainnya, misalnya dokter dan perawat 3) Kenyamanan (amenities) yaitu menggambarkan berbagai kondisi seperti ruang tunggu yang menyenangkan, ruang periksa yang nyaman, dan lain-lain. Sampai saat ini, telah ditawarkan berbagai ukuran mutu pelayanan dengan penilaian yang saling berbeda, serta pengukuran yang beraneka ragam. Menurut Lembaga Administrasi Negara terdapat beberapa kesamaan ukuran mutu pelayanan yang sering dijumpai diberbagai kajian, yaitu : 1) Proses pelayanan dilaksanakan sesuai prosedur, 2) Petugas pelayanan memiliki kompetensi yang diperlukan, 3) Tidak bertentangan dengan kode etik, 4) Pelaksanaan pelayanan dapat memuaskan pelanggan dan petugas pelayanan, 5) Pelayanan mendatangkan keuntungan bagi lembaga penyedia layanan.

F. INDIKATOR PENILAIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi menggunakan pendekatan yang lazim dipakai pendekatan struktur/input, proses dan hasil (output) 1. Pendekatan struktur/input adalah berfokus pada sistem yang dipersiapkan dalam organisasi dari manajemen termasuk komitmen, dan stakeholder lainnya, prosedur serta kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan. 2. Pendekatan proses adalah semua metode dengan cara begaimana pelayanan dilaksanakan. 3. Hasil (output) adalah hasil pelaksanaan kegiatan. Output adalah hasil yang dicapai dalam jangka pendek, misalnya akhir dari kegiatan pemasangan infuse, sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi setelah kegiatan jangka pendek misalnya phlebitis setelah 3x24 jam pemasangan infuse. 4. Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji antara lain berdasarkan tingkat pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan tingkat efisiensi institusi sarana kesehatan. Berikut indikator yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian mutu pelayanan kesehatan. a. Indikator yang mengacu pada aspek medis 1) Angka infeksi nosokomial (1-2%) 2) Angka kematian kasar (3-4%) 3) Post Operative Death Rate/PODR (1%) 4) Post Operative Infection Rate/POIR (1%) 5) Kematian bayi baru lahir (2%) 6) Kematian ibu melahirkan (1-2%) 7) Kematian pascabedah (1-2%) b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi rumah sakit 1) Unit cost rawat jalan 2) Jumlah penderita yang mengalami dekubitus 3) Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur 4) BOR 70-85% 5) Turn Over Interval (TOI) 1-3 hari TT yang kosong 6) Bed Turn Over (BTO) 5-45 hari atau 40-50 kali/1 TT/tahun 7) Averange Length of Stay (ALOS) 7-10 hari

c. Indikator mutu mengacu pada keselamatan pasien 1) Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi 2) Pasien diberikan obat yang salah 3) Tidak ada obat/alat darurat 4) Tidak ada oksigen 5) Tidak ada alat pemadam kebakaran 6) Pemakaian air, listrik, gas, obat terbatas dan sebagainya d. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien 1) Jumlah keluhan pasien/keluarga 2) Surat pembaca 3) Jumlah surat kaleng 4) Surat yang masuk di kotak saran Dimensi Mutu yang Digunakan untuk Mengevaluasi Mutu Pelayanan Mutu suatu organisasi pemberi pelayanan sangat sulit diukur dan lebih bersifat subjektif sehingga aspek mutu menggunakan beberapa dimensi/karakteristik sebagai berikut : 1. Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima dengan pemberi jasa 2. Credibility, kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa 3. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan 4. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima jasa atau pemahaman pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan pemakai jasa 5. Tangible, yaitu bahwa dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan harus diukur atau dibuat standarnya 6. Reliability, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa 7. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan penerima jasa 8. Competence, yaitu kemampuan atau keterampilan pemberi jasa yang dibutuhkan setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepeda penerimaan jasa 9. Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi olrh pihak pelanggan 10. Courtessy, yaitu kesopanan, aspek perhatian, dan kesamaan dalam hubungan personel

G. PENJAMINAN MUTU Penjamin mutu merupakan proses yang berulang dalam menyelesaikan masalah berdasarkan kemampuan dengan langkah-langkah : identifikasi masalah berdasarkan analisis situasi yang dilakukan, baik data primer (survey) maupun data sekunder; pengukuran hasil pelayanan kesehatan yang dicapai; membandingkan dengan standar yang berlaku, mengidentifikasi maslaah yang terjadi; mengkaji penyebab potensial secara sistematik dan logis; serta melakukan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan. Langkah-langkah dalam pengembangan penjaminan mutu sebagai berikut : 1. Membangun kesepakatan (Concensus Building) Pemberian wawasan dengan mengadakan seminar semacam quality assurance awareness kepada pimpinan/manajer program agar mereka mempunyai pengertian yang sama tentang konsep penjaminan mutu dan mereka bersepakat dalam untuk mau melaksanakan penjaminan mutu dengan baik. 2. Membangun kapasitas (Capacity Building) Mengupayakan para manajer dan pelaksanan program mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk melaksanakan standar (prosedur tetap) yang sudah ditetapkan. 3. Pelembagaan (Institutionalization) Pelayanan bermutu yang diterapkan dalam suatu kelembagaan tidak mudah karena harus mempunyai komitmen yang tinggi dari pimpinan hingga bawahan. Untuk itu perlu adanya upaya pendekatan sehingga pada akhirnya pelayanan yang bermutu dapat diterima menjadi praktik dan sikap sehari-hari dari para manajer dan pelaksana program.

H. PRINSIP KUNCI TENTANG MUTU PELAYANAN KESEHATAN Ashley Kable dalam Introduction to Quality Improvement, The University of New Castle, NSW, Australia (1998) mengemukakan bahwa terdapat 5 prinsip kunci tentang pelayanan kesehatan yaitu : 1. Berfikir secara sistem (sistem thinking), yaitu bagaimana semua unsure dalam organisasi mempunyai persepsi bahwa lingkungan kerja merupakan suatu sistemkumpulan dari proses yang saling terkait satu sama lain, tidak terkotak-kotak, dan saling bekerja sama.

2. Pendekatan saintifik (scientific approach), maksudnya adalah bahwa semua keputusan yang dibuat harus berdasarkan pada informasi yaitu data yang sudah diolah. 3. Kerja sama tim (team work), misalnya dalam meningkatkan proses melalui dialog, meningkatkan saling pengertian dan pengetahuan antar anggota tim. 4. Kepemimpinan (leadership), diperlukan untuk memberikan arahan yang tepat untuk meningkatkan proses yang ada. 5. Peningkatan mutu berkelanjutan (continuity improvement of quality), perlu ada metode dan teknik improvisasi agar mutu pelayanan kesehatan secara terus-menerus dapat ditingkatkan.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu, kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi. B. SARAN Perawat sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada pasien dan keluarga sudah sebaiknya memberikan pelayanan prima sehingga kepuasan pasien atas pelayanan di rumah sakit tersebut terpenuhi sesuai dengan harapan mereka. Pelayanan prima sebaiknya sejalan dengan peningkatan mutu suatu rumah sakit. Semakin baik mutu rumah sakit, semakin baik pula pelayanan maka akan meningkatkan tingkat kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap rumah sakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bustami. 2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akseptabilitasnya. Jakarta : Erlangga Herlambang, Susatyo dan Arita Murwani. 2012. Cara Mudah Memahami Manajemen Kesehatan dan Rumah Sakit. Yogyakarta : Gosyen Publising Satrianegara, M. Fais dan Siti Saleha. 2012. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Jamaudin, Ahmad. 2011. Pelayaan Prima dalam Sistem Organisasi Rumah Sakit (Melayani dengan Hati), http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:iXMn5hrsyokJ:programbrsjhk 2011umj.blogspot.com/2011/11/pelayanan-prima-dalam-sistemorganisasi.html+&cd=1&hl=en&ct=clnk diakses pada 01 November 2013

MAKALAH PELAYANAN PRIMA RUMAH SAKIT Disusun untuk memenuhi mata kuliah Manajemen Keperawatan Dosen Koordinator : Agus Santoso, S.Kp, M.Kep

Oleh Etika Prisma Karunianingrum 22020110120070

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

Anda mungkin juga menyukai