Anda di halaman 1dari 8

1.

Ulat Grayak (Spodoptera Litura) Klasifikasi : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus Spesies

: Animalia : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera : Noctuidae : Amphipyrinae : Spodoptera : Spodoptera litura F.

Morfologi OPT : Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (1994), instar pertama tubuh larva berwarna hijau kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu-bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar kedua, tubuh berwarna hijau dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulubulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua. Larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar keempat , kelima dan keenam agak sulit dibedakan. Untuk panjang tubuh instar ke empat 13-20 mm, instar kelima 25-35 mm dan instar ke enam 35-50 mm. Mulai instar keempat warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan.Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan.Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago berupa ngengat dengan warna hitam kecoklatan. Pada sayap depan ditemukan spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang biasanya berwarna putih, (Ardiansyah, 2007). Gejala Serangan : Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja dan ulat yang besar memakan tulang daun dan buahnya. Gejala serangan pada daun rusak tidak beraturan, bahkan kadang-kadang hama ini juga memakan tunas dan bunga. Pada serangan berat

menyebabkan gundulnya daun. Serangan berat umumnya terjadi pada musim kemarau (Wikipedia, 2007). Ekologi Pendukung : Spodoptera litura merupakan salah satu serangga hama penting yang sangat polifag. Salah satu jenis hama terpenting yang menyerang tanaman palawija dan sayurandi Indonesia.

Siklus Hidup OPT : Serangga ini merusak pada stadia larva, yaitu memakan daun, sehingga menjadi berlubang-lubang. Biasanya dalam jumlah besar ulat garayak bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis dimakan daunnya ke tanaman lainnya (Pracaya, 1995). Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2000-3000 telur.Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari (lama stadium telur 2-4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20-46 hari, pupa : 8-11 hari) (Ardiansyah, 2007). a. Pengendalian Serangan : Musuh Alami Beberapa musuh alami yang menyerang ulat ini yaitu Apenteles sp. Telenomeus sp, Brachymeria sp, Charops longiventris, Chelonus sp, Euplecectrus platyphenae, Microplitis manilae, Nythobia sp, Tachinidae, Podomya setosa dan Harpactor sp (Sudarmo, 1987). b. Agen hayati yang berperan penting sebagai pengendali hama secara alamiah adalah Nucleopolyhedrovirus (NPV) yang merupakan agensi hayati ulat grayak. ). Virus ini memiliki sifat yang menguntungkan, antara lain : memiliki inang spesifik dalam genus/famili yang sama, sehingga aman terhadap organisme bukan sasaran. Tidak mempengaruhi parasitoid, predator dan serangga berguna lainnya. Dapat mengatasi masalah resistensi ulat grayak terhadap insektisida kimia. Kompatibel dengan insektisida kimiawi yang tidak bersifat basa kuat. c. Pestisida nabati, dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya (Dinas Pertanian dan Kehutanan, 2007).

2. Belalang Hijau (Atractomorpha crenulata)


Klasifikasi ilmiah : Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Subphylum : Hexapoda Class : Insecta Order : Orthoptera Suborder : Caelifera Superfamily : Pyrgomorphoidea Family : Pyrgomorphidae Subfamily : Pyrgomorphinae Genus : Atractomorpha Species : Atractomorpha crenulata Ciri-ciri Belalang Hijau : a. Tubuh terdiri atas : Caput, Toraks, dan Abdomen b. Tubuh berwarna Hijau c. Merupakan serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna (hemimetabola). d. Mempunyai kemampuan polimorfisme warna tubuhnya. e. Mulut belalang hijau memiliki tipe mengunyah (chewing)

Siklus Hidup
Belalang ini merupakan belalang yang endemik yang habitatnya kebanyakan terdapat pada daerah perkebunan, pada daerah perkebunan jagung yang telah diamati banyak terdapat belalang Atractomorpha crenulata , belalang Atractomorpha crenulata memiliki tubuh yang terdiri atas caput, toraks, dan abdomen, pada bagian toraks terdiri atas satu pasang mata majemuk, satu pasang antenna, dan satu pasang alat-alat mulut (mandible, maksila, dan labium), seluruh bagian tubuhnya berwarna hijau. Kumpulan organ-organ tersebut berguna untuk mengunyah makanan, indera persepsi, koordinasi aktivitas tubuh, dan menjaga pusatpusat koordinasi tubuh. Pada kepala berbentuk lancip dan terdapat seta dan sepasang antena yang berfungsi sebagai alat indera untuk mencium, penunjuk jalan, pendengaran, dan indera lainnya. Sepasang mata majemuk adalah penerima cahaya utama (photoreceptor) yang berfungsi untuk melihat dari segala arah. Masing-masing penerima cahaya terdiri dari penerima tunggal yang disebut ommatidia. Dada terdiri atas tiga segmen, yaitu protoraks, mesotoraks, dan metatoraks. Satu pasng spirakel yang terbuka ke system pernapasan terdapat diantara protoraks dan mesotoraks dan satu pasang antara mesotoraks dan metatoraks. Dua segmen toraks, yaitu mesotoraks dan metatoraks, masing-masing dapat memiliki satu pasang sayap yang berfungsi untuk terbang atau proteksi diri. Tipe mulut berupa tipe

mengunyah, merupakan tipe mulut yang sederhana. Pada bagian ujung dari struktur mandible memiliki lapisan sklerotin yang tebal dan bagian pinggiran untuk memotong. Sementara bagian dasar adalah untuk menggiling atau mengunyah. Pada bagian abdomen terdiri atas 9 segmen. Delapan segmen depan dari abdomen biasanya memiliki satu pasang spirakel. Pada bagian tubuh ini terdapat alat-alat vital bagi serangga yaitu jantung, isi perut, dan organ-organ untuk reproduksi berupa genitalia jantan dan alat-alat peletak untuk serangga betina. Belalang hijau Atractomorpha crenulata mengalami metamorphosis tidak sempurna atau hemimetabola yaitu perkembangbiakan dari telur menjadi larva kemudian tumbuh menjadi dewasa. Atractomorpha crenulata mempunyai habitat di daerah perkebunan atau persawahan karena Atractomorpha crenulata merupakan belalang yang menjadi hama yang memakan hasil perkebunan seperti halnya bayam, jagung, dan tanaman lainnya. Belalang ini mempunyai kemampuan polimorfisme warna tubuhnya yaitu kemampuan untuk merubah warna tubuhnya dari hijau menjadi coklat jika suhu lingkungannya semakin tinggi terutama pada musim kemarau yang cukup panjang seperti pada musim kemarau yang lalu. Semakin tinggi suhunya, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan warna menjadi coklat tersebut. Pada saat akan melakukan perkawinan belalang ini akan mencari pasangannya, biasanya ukuran betina jauh lebih besar dari belalang jantan lama perkawinan berkisar dari 1-2 menit, setelah itu belalang betina akan meletakkan telurnya di batang atau daun tanaman dengan jumlah yang cukup banyak, dan telur tersebut dibiarkan hingga menetas dan menjadi larva dan tumbuh menjadi dewasa. Belalang ini mengalami metamorfosis sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur > nimfa > dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya. Belalang hijau Atractomorpha crenulata merupakan serangga hama yang memakan daun-daun tanaman diperkebunan, dan belalang ini juga merupakan makanan bagi serangga predator seperti belalng sembah.

(http://nuzulularipin.blogspot.com/2012/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html) 3. Belalang Kayu (Valanga nigricornis) Klasifikasi Filum : Arthropoda Kelass : Insecta Ordo : Orthoptera Famili : Acrididae Genus : Valanga Species : nigricornis Scientific N. : Valanga nigricornis

Author Common N.

: Burmeister, 1838 : Grasshopper

Siklus hidup : Valanga nigricornis (Burm) adalah belalang berukuran besar yang hidup di semak-semak dan pepohonan. Belalang ini dapat melakukan reproduksi dengan cepat dan melakukan migrasi secara besar-besaran. Secara morfologis belalang ini dapat dikenali dari duri yang tumbuh di bagian bawah dari prosternum dan lebih kecil pada bagian anterior dibandingkan posterior (Rukmana, 1997). Pada bagian femur biasanya terdapat sepasang bercak hitam (Kalshoven, 1981). Antena pendek, hypognatus tidak memanjang ke belakang. Femur kaki belakang membesar, ukuran tubuh betina lebih besar di banding dengan yang jantan, panjang tubuh betina 58-71 mm sedangkan jantan 49-63 mm(Rukmana, 1997). Belalang ini bertelur pada awal musim kemarau dan akan menetas pada awal musim hujan yaitu bulan Oktober dan November. Telur dimasukkan dalam tanah dengan kedalaman 5-8 cm, bungkusan berisi massa berbusa yang kemudian memadat dan kering berwarna coklat. Telur ini berukuran 2-3 cm(Sudarmo, 2000). Belalang ini hidup di daerah panas yang banyak tumbuh-tumbuhannya, menyukai tanaman tunggal misalnya kopi, karet, dan sawah atau lading terbuka. Pusat penyebarannya belum diketahui pasti, tetapi banyak tersebar di Indonesia bagian barat pada dataran rendah 0-600 m dpl (Borror dan White, 1970). Daur Hidup Belalang Kayu (Valanga nigricornis Burm.) Daur hidup Valanga nigricornis termasuk pada kelompok metamorfosis tidak sempurna. Pada kondisi laboratorium (temperatur 28 C dan kelembapan 80 % RH) daur hidup dapat mencapai 6,5 bulan sampai 8,5 bulan. Fekunditas rata-ratanya mencapai 158 butir. Keadaan yang ramai dan padat akan memperlambat proses kematangan gonad dan akan mengurangi fekunditas (Syamsudin, 2007). Metamorfosa sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur, nimfa, dan dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya (Bailey, 2004). Umumnya belalang V. Nigricornis bertelur pada awal musim kemarau. Telur dimasukkan ke dalam tanah sedalam 5-8 cm. Telur tersebut di bungkus dengan assa busa yang kemudian mengering dan memadat, bewarna cokelat dengan panjang 2-3 cm. Lama penetasan 12-15 hari. Telur bewarna cokelat kekuningan, berbentuk sosis, dengan diameter berkisar 1mm ( Pracaya , 1995).

Nimfa yang baru menetas, bewarna kuning kehijauan dengan bercak hitam. Nimfa tersebut keluar dari tanah, lalu naik ke tanaman jagung dan menghabisi daging daun jagung . Nimfa mengalami lima kali instar, lamanya 48-57 hari. Nimfa yang beru menetas panjangnya berkisar 8 mm dan lebar 3 mm, warna mula-mula putih dan berubah menjadi merah orange atau merah bata. Nimfa yang sempurna panjangnya 35 mm dan lebar 28 mm (Pracaya , 1995). Setelah menjadi imago, belalang ini akan terbang mencari makanan ke tempat lain. Perkawinan di lakukan di atas pohon setelah kawin betina terbang ke tanah mencarri tempat bertelur. Bila ada angin, belalang kayu bisa terbang sejauh 3km-4km. Tanah untuk bertelur dipilih tanah gembur dan terbuka, tidak penuh dengan tanaman. V.nigricornis berantena pendek, protonum tidak memanjang ke belakang, tarsi beruas tiga buah, femur kaki belakang membesar, ovipositor pendek. Metamorfosa sederhana yaitu telur-nimfa-dewasa (Pracaya , 1995). Gejala Serangan Belalang Kayu (Valanga nigricornis Burm.) Belalang kayu, baik yang masih muda (nimfa) maupun yang sudah dewasa memakan daun-daun tanaman jagung sehingga mengurangi luas permukaan daun. Belalang dewasa biasanya memakan bagian tepi daun (margi folii) sementara nimfanya memakan di antara tulang-tulang daun sehingga menimbulkan lubang-lubang pada daun. Kerusakan tanaman biasanya ini tidak serius, tetapi kerusakan daun ini pasti berpengaruh terhadap produktifitas tanaman yang diserang. Jika serangan tanaman ini serius, daun tanaman jagung yang diserang akan rusak bahkan habis dimakan (Surachman dan Agus, 1998). Hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.) menyerang terutama pada bagian daun, daun terlihat rusak karena terserang oleh hama tersebut. Jika populasinya banyak dan belalang sedang dalam keadaan kelaparan, hama ini bisa menghabiskan daun-daun sekaligus dengan tulang-tulangnya (Surachman dan Agus, 1998). Pengelolaan Hama Terpadu Belalang Kayu (Valanga nigricornis Burm.) Kembali pada perumusan masalah bahwa metode yang dibutuhkan adalah metode yang tepat guna serta aman bagi lingkungan, serta berorientasi pada sistemBerkelanjutan maka metode yang direkomendasikan membutuhkan waktu yang lama untuk berproses sampai secara nyata berhasil dalam penanggulangan hama (Bailey, 2004). Menurut Cranshaw dan Capinera (2003) ada beberapa cara yang dapat dijadikan alternatif penyelesaian belalang tersebut yakni : f. Pembersihan lahan

Mengingat bahwa secara ekologi hama belalang ini mempunyai siklus hidup hidup awal di sekitar hutan, maka dapat dilakukan pembersihan lahan. Pembersihan lahan dilakukan dengan pembakaran sampah ataupun seresah di sekitar hutan. Tindakan ini dilakukan mengingat bahwa sebagian besar belalang meletakkan telur -di dalam tanah. Pembersihan lahan dilakukan dengan tindakan pengawasan karena dapat menyebabkan kebakaran hutan. g. Peningkatan keanekaragaman tanaman. Peningkatan kenekaragaman merupakan suatu cara untuk mengalihkan kesukaan makan dari belalang. Belalang juga suka makan gulma. Melalui pengamatan, dapat ditemukan gulma mana yang menarik hama serangga. Gulma tersebut dapat ditumbuhkan dengan sengaja untuk menarik belalang menjauh dari tanaman pertanian Anda. Kemudian, hama berikut gulma tersebut bisa dibuang, digunakan sebagai pakan ternak, atau dijadikan kompos. h. Penggunaan agen pengendali hayati (predator alami) Secara ekologi, tumbuh pesatnya suatu populasi dari mahluk hidup akan merangsang ataupun memicu pesatnya pertumbuhan populasi dari predator mahluk hidup tersebut. Dalam hal ini kita harus memanfaatkan peranan alami dari predator hama belalang ini. Penggunaan pengendali hayati atau musuh alami sudah dikenal cukup luas oleh masyarakat lewat kegiatan penyuluhanpenyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah. Musuh alami dari hama belalang ini antara lain Cendawan metarhizium yang menyerang nimpha/ belalang muda ataupun belalang sembah (Stagmomantis carolina). Spora cendawan yang melekat dapat menjadi penyebab kematian nimpha. Sejenis tawon atau tabuhan (Scelie javanica) yang memarasit telur dari belalang. Predator larva kumbang endol (Mylabris pustulata) dan larva kumbang ereng (Epicaulita ruficeps) sebagai pemangsa telur belalang Lalat parasit Tachinidae menyerang belalang dewasa. d. Menggunakan pestisida nabati Apabila hama sudah mencapai jumlah populasi yang sangat tinggi dan tidak dapat ditanggulangi secara aekologi (menggunakan peranan alami dari agroekosistem) maka langkah yang patut dicoba adalah penggunaan pestisida nabati. Salah satu tanaman yang memiliki senyawa yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati yaitu daun sirsak. Bagian dari tanaman sirsak yang digunakan adalah daun dan biji. Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewaan sebagai anti-feedent (Cranshaw and Capinera, 2003). Dalam hal ini, hama serangga tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun

perut yang bisa mengakibatkan hama serangga menemui ajalnya. Ekstrak daun sirsak dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi hama belalang dan hama-hama lainnya (Cranshaw and Capinera, 2003). (http://balieachmad.blogspot.com/2012/09/pendahuluan-latar-belakang-jagungzea.html)

Anda mungkin juga menyukai