Anda di halaman 1dari 10

BAB 1 :FIQH IBADAH

1. Pengertian Ibadah
Pengertian Ibadah ( ) secara bahasa mempunyai arti :
1. Taat, ( ) 2. Tunduk, ( ) 3. Hina ( ) 4. Pengabdian. ( )
Atau dengan kata lain, Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah swt.
dengan penuh ketaatan, ketundukan dan pengabdian.
Pengertian Ibadah menurut istilah para ulama :
a) Menurut ulama Tauhid, Ibadah adalah meng-Esa-kan Allah, mengagungkan-
Nya dengan sepenuh keagungan serta menghinakan diri dan menundukkan
jiwa kepada-Nya (menyembah hanya kepada Allah).
b) Menurut ulama Akhlaq, Ibadah adalah mengerjakan semua ketaatan
badaniyah dan menyelenggarakan semua syariat (hukum).
c) Menurut ulama Tasawuf, Ibadah adalah Pekerjaan seorang mukallaf yang
berlawanan dengan keinginan nafsunya, untuk mengagungkan Tuhannya.
d) Menurut ulama ahli Fiqh, Ibadah adalah segala ketaatan yang dikerjakan untuk
mencapai keridloan Allah dan mengharap pahala-Nya di akherat.
Adapun menurut Muhammadiyah, pengertian Ibadah adalah Mendekatkan diri
kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
serta mengamalkan apa saja yang diperkenankan oleh-Nya. (HPT, hlm. 276).
Dalam hal ini, Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus :
a. Yang umum adalah segala amalan yang diizinkan Allah.
b. Yang Khusus adalah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-
perinciannya, tingkah laku dan cara-caranya yang tertentu.
Dengan demikian, Ibadah meliputi semua yang disukai dan diridhai Allah, baik
berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang terang maupun tersembunyi.
2. Hakekat Ibadah
Hakekat Ibadah : adalah Tunduknya jiwa yang timbul karena perasaan cinta akan
Tuhannya yang Maha disembah dan merasakan kebesaran-Nya, karena beritikad
bahwa sesungguhnya alam ada penguasanya yang akal tidak dapat mengetahui
hakekatnya.
Jadi, Ibadah adalah Tujuan Hidup Manusia. Ibadah adalah tujuan dijadikannya jin,
manusia dan makhluk lainnya. Allah berfirman dalam surat adz-Dzariyat : 56, :
dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
Abul Ala al-Maududi memberikan penjelasan yang sangat gamblang di dalam
buku Dasar-Dasar Islam mengenai hakekat ibadah itu. Beliau menuliskan:
Hakekat Ibadah ialah bahwa anda mengikuti aturan dan hukum Tuhan dalam
hidup anda, dalam setiap langkah dan setiap keadaan, dan melepaskan diri anda
dari ikatan setiap hukum yang bertentangan dengan hukum Allah. Setiap gerakan
yang anda lakukan haruslah selaras dengan garis-garis yang telah ditentukan Allah
bagi anda. Setiap tindakan anda harus sesuai dengan cara yang telah ditentukan
Allah. Dengan demikian, maka hidup yang anda lakukan dengan cara demikian
inilah yang disebut 'ibadat. Dalam hidup yang demikian, maka tidur anda, bangun
anda, makan dan minum anda, bahkan berjalan dan berbicara anda, semuanya
adalah 'ibadat.
Pekerjaan-pekerjaan anda yang umumnya anda sebut sebagai pekerjaan yang
bersifat duniawi, sesungguhnya semuanya adalah pekerjaan-pekerjaan
keagamaan dan 'ibadah, asalkan dalam mengerjakannya anda menjaga diri pada
batas-batas yang telah ditentukan Allah, dan dalam setiap langkah selalu
memperhatikan apa yang diperbolehkan Allah dan apa yang dilarangNya, apa
yang halal dan apa yang haram, apa yang diwajibkan dan apa yang dilarang,
perbuatan dan tindakan apa yang membuat Allah suka kepada anda dan
perbuatan serta tindakan mana yang membuatNya tidak senang terhadap anda.
3. Jenis-jenis Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan
bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya, yaitu Ibadah
Mahdhah, dan Ibadah Ghairu Mahdhah.
1. Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan
hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. Ibadah bentuk ini
memiliki 4 prinsip:
a) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran
maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan
oleh akal atau logika keberadaannya.
b) Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus
rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh: Shalat dan haji adalah ibadah
mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda: .
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat.
Ambillah dari padaku tatacara hajimu
c) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu,
akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah
tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya,
keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan
ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat, atau tidak. Atas dasar ini,
maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d) Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini
adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang
diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan
kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus
Rasul adalah untuk dipatuhi. Adapun jenis ibadah yang termasuk ibadah
mahdhah, adalah : Wudhu, Mandi Janabah dan Tayamum, Adzan dan Iqomah,
Shalat, Membaca al-Quran, Itikaf, Shiyam atau Puasa, Haji dan Umrah, Tajhiz
al- Janazah

Rumusan Ibadah Mahdhah adalah KA + SS (Karena Allah + Sesuai Syariat)

Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah Tawhiedul ilaah (KeEsaan Allah) , dan
ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke
Esaan Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
1. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus
menghadap ke arah kabah, itu bukan menyembah Kabah, dia adalah batu
tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah
shalat menghadap ke sana untuk menyatukan arah pandang, sebagai
perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah
sanalah kiblatnya (QS. 2: 144).
2. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan
pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku), sujud dan duduk.
Demikian halnya ketika thawaf dan sai, arah putaran dan gerakannya sama,
sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.
3. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang
disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan
ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya
apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga
membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-
Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.

2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dgn Allah) yaitu
ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan
hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Prinsip-prinsip
dalam ibadah ini, ada 4 macam:
1. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama
Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh
diselenggarakan.
2. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya
dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bidah, atau jika ada yang
menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bidah, maka bidah-
nya disebut bidah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut
bidah dhalalah.
3. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika,
Sehingga jika menurut logika sehat, hal itu buruk, merugikan, dan
madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
4. Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh
dilakukan.
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah BB + KA (Berbuat Baik + Karena Allah)















BAB 2 : THAHARAH
A. Pendahuluan
Dalam hukum Islam, Thaharah (bersuci) dengan segala seluk beluknya termasuk
bagian ilmu dan amalan ibadah yang sangat penting. Karena di antara syarat-syarat
sahnya shalat ialah orang harus dalam keadaan suci dari hadats dan juga juga suci
badan, pakaian, dan tempat shalat dari najis. Sementara shalat adalah tiang agama
dalam Islam.
Dalam hukum Islam, kata-kata thaharah adakalanya dipakai dalam arti yang
sesungguhnya (dzati atau aini), misalnya bersuci dengan air. Dan adakalanya dipakai
dalam arti hukmi atau syari, misalnya bersuci dengan memakai debu (tayamum)
1. Pengertian Thaharah
Thaharah ialah aktivitas-aktivitas tertentu sebagaimana diatur syara guna
mensucikan diri dari hadats, dan juga mensucikan badan, pakaian dan tempat
shalat dari najis.
2. Dasar Thaharah
Landasan disyariatkannya thaharah adalah :
Ep) -.- OUg47 4-)O+--
OUg474 -@O)-_C4^-
Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Qs. Al-Baqarah : 222)

3. Fungsi Thaharah
Fungsi Thaharah adalah untuk memenuhi syarat sahnya shalat dan untuk
menyempurnakan ibadah, sebab orang yang shalat tanpa bersuci maka shalatnya
tidak sah.
Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda : ) (
Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci (HR. Jamaah ahli Hadits kecuali
Imam Bukhari)
Allah tidak akan menerima shalat salah seorang di
antara kamu yang berhadats sehingga ia berwudlu (HR. Bukhari, Muslim, dan
Abu Dawud, serta Tirmidzi).

4. Alat Thaharah
Alat Thaharah telah ditetapkan syara hanya ada tiga macam, yaitu : (1) Air, (2)
Debu, (3) Batu.
1. AIR
Air adalah alat bersuci yang paling besar peranannya dalam bab thaharah ini.
Namun demikian tidak semua jenis air sah untuk bersuci. Untuk lebih jelasnya
perhatikan pembagian air berikut ini :
1. Air Mutlak (air yang suci dan mensucikan)
Air yang termasuk jenis ini, adalah :
a. Air alam yang masih murni. seperti : air hujan, air salju, dan air embun,
termasuk juga air yang keluar dari mata air. Air jenis ini suci dan
mensucikan.
Nj)O46NC4 7^OU4 =}g)`
g7.EOO- w7.4` 74O)-_CNOg
gO)
dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
mensucikan kamu dengan hujan itu (Qs. Al-Anfal : 11)
) (
ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air,
salju dan air embun (HR. jamaah ahli Hadits kecuali Tirmidzi)


b. Air Laut
Air laut juga dihukumi suci dan mensucikan, bahkan bangkai binatang laut pun
halal dimakan.
Hadits Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah saw. : Wahai Rasul, kami biasa berlayar di lautan dan
hanya membawa bekal air sedikit. Jika air itu kami pakai untuk berwudlu,
maka kamim akan kehausan. Bolehkah kami berwudlu dengan air laut ?.
Beliau menjawab:
) (
Laut itu airnya suci dan bangkainya halal dimakan (HR. Lima Ahli
Hadits)
c. Air danau atau Telaga
Air jenis ini termasuk air yang suci dan mensucikan. Berdasarkan riwayat Ali
r.a, bahwa Rasulullah saw. meminta air dari sumber telaga zam zam,
diminumnya sedikit lalu dipakai buat berwudlu (HR. Ahmad)
d. Air Kolam, air sungai, dan air dalam genangan yang cukup besar.
Air jenis ini termasuk air yang suci dan mensucikan. Alasannya hadits
berikut ini :
Dari Abu Said al-Khudhry r.a, telah bersabda Rasulullah saw. : Air itu
pada dasarnya suci, ia kedap najis (HR. Tiga Ahli Hadits).
Dari Ibnu Umar r.a, : bahwa Rasulullah saw. bersabda : Apabila air itu
sebanyak dua kullah atau lebih, maka ia kedap najis (HR. Empat Ahli
Hadits)

2. Air Mustamal (air yang sudah terpakai)
Air mustamal ini juga termasuk air yang suci dan mensucikan sebagaimana air
mutlak, dan hukumnya sah untuk bersuci (mandi/wudlu).
Dasarnya hadits Jabir bin Abdillah, bahwa pada suatu hari Rasulullah saw.
menjenguk aku waktu sakit dan tidak sadarkan diri, maka Rasulullah saw.
berwudlu lalu menuangkan (sisa) air wudlunya kepada-ku (HR. Bukhari
Muslim).
Ibnu Abbas r.a, menerangkan bahwa Nabi saw. pernah mandi dengan sisa air
yang dipakai isterinya, Maimunah (HR. Ahmad dan Muslim)

3. Air suci yang tidak mensucikan
Air jenis ini banyak sekali macamnya. Misalnya air teh, air kopi, air kelapa, dan
sebagainya. Air semacam ini tidak bisa dipakai bersuci meskipun zatnya
tergolong suci.
4. Air Munajjis (air yang tercampur dengan najis)
Air Munajjis (Air yang tercampur dengan najis). Air ini bila dalam jumlah
sedikit, maka jelas tidak dapat digunakan untuk bersuci. Karena ia sendiri
tidak suci. Akan tetapi jika air ini dalam jumlah besar dan mengalir, maka air
dapat dihukumi sebagai air yang dapat digunakan untuk bersuci, karena air itu
tidak dapat dirubah oleh najis tersebut, dan tetap suci.

B. Sebab-sebab dan Macam Thaharah
1) Masalah Hadats dan Najis
a. Pengertian Hadats.
Hadats adalah suatu kejadian dan keadaaan yang mengenai pribadi muslim,
sehingga menyebabkan rusaknya kesucian dirinya, yang mengakibatkan
batalnya shalat atau thawaf.
Menurut para ahli Fiqh, hal yang menyebabkan seseorang dihukumi
berhadats, ada dua macam, yaitu :
1. Hadats Besar, seperti : mengeluarkan sperma (mani), melakukan hubungan
kelamin (jima/coitus), haid dan nifas.
2. Hadats Kecil, seperti : mengeluarkan sesuatu dari qubul dan dubur
(BAK/BAB), mengeluarkan madzi dan wadi, menyentuh kemaluan tanpa
memakai alas, dan tidur nyenyak dengan posisi terlentang.
Hal-hal yang dilarang bagi yang berhadats
1) Bagi yang berhadats kecil, maka dilarang melakukan shalat dan thawaf.
2) Bagi yang berhadats besar, maka dilarang :
a. Melakukan Shalat
b. Melakukan Thawaf
c. Berdiam diri (Itikaf) di Masjid
d. Menyentuh Mushaf al-Quran dan membacanya.
b. Pengertian Najis
Najis adalah sesuatu yang dipandang kotor oleh syara, dan menghalangi
kesucian seseorang dalam melakukan ibadah.
Adapun benda-benda yang termasuk najis :
a. Tinja atau kotoran
b. Air Kencing
c. Madzi dan Wadi
d. Darah (Haid dan Nifas)
e. Air Liur Anjing
f. Bangkai

Najis dan Cara membersihkan Najis
Jenis Najis, berdasarkan macam cara menghilangkannya ada 3, yaitu :
1) Najis Mukhoffafah (najis ringan),
yaitu najis yang cara menghilangkannya cukup dengan memercikkan air ke
tempat yang terkena najis (tidak harus dicuci). Najis yang masuk kategori ini
adalah :
a) Kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain sebagai makanan
pokok selain ASI (Air Susu Ibu).
Kencing anak kecil laki-laki (yang belum makan selain ASI) cukup dipercikkan,
sedangkan kencing anak perempuan harus dicuci (H.R Ibnu Majah)
b) Madzi : cairan tipis dan lengket yang keluar dari kemaluan karena
bangkitnya syahwat. Sahl bin Hunaif pernah bertanya kepada Rasulullah saw :
Bagaimana dengan pakaian yang terkena madzi? Nabi menjawab :

Cukup engkau mengambil seciduk air dengan tangan lalu percikkan di bagian
pakaian yang terkena madzi (H.R Abu Dawud, atTirmidzi)

2) Najis Mutawassithoh (najis pertengahan), yaitu najis yang cara
menghilangkannya dengan cara mencuci dengan air (atau media lain) sampai
hilang najis tersebut. Najis yang masuk kategori ini adalah:
a. Kencing dan kotoran manusia (selain anak kecil laki yang hanya makan ASI).
b. Kencing dan kotoran hewan tertentu yang terdpt dalil kenajisannya.
c. Wadi, cairan yang keluar mengiringi kencing karena keletihan.
d. Darah haidh dan nifas.
e. Bangkai : binatang yang mati tidak melalui penyembelihan syari.
f. Babi, (Q.S al-Anaam:145)
3) Najis Mugholladzhoh (najis berat), yaitu najis yang cara menghilangkannya
adalah dengan mencuci bagian yang terkena najis 7 kali dan salah satunya dengan
tanah. Najis ini adalah najisnya jilatan anjing.
Menyucikan bejana yang dijilat anjing.
Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,

Cara menyucikan bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah


dicuci sebanyak tujuh kali dan awalnya dengan tanah.
Macam-macam Thaharah
1. Wudhu
adalah bersuci dengan menggunakan air, mengenai wajah, kedua tangan
sampai siku, mengusap kepala dan membasuh kaki sampai mata kaki.
2. Dasar untuk melaksanakan wudhu
....
wahai orang-oranhg yang beriman, apabila kamu hendak mendirikan shalat,
maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai siku, serta usaplah
kepalamu dan basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki (Qs. Al-maidah : 5
Tata cara Berwudlu
1) Niat ikhlas karena Allah, seraya membaca basmalah
2) Mencuci kedua telapak tangan tiga kali
3) Berkumur, menghisap air ke hidung dan menyemburkannya tiga kali
4) Membasuh wajah tiga kali
5) Membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali, dilanjutkan tangan kiri sampai
siku tiga kali
6) Mengusap kepala dan telinga
7) Membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali, dilanjutkan kaki kiri sampai
mata kaki tiga kali.
8) Membaca doa :

Mandi
Adalah salah satu cara bersuci untuk menghilangkan atau mensucikan hadats
besar atau untuk keperluan-keperluan lain yang telah disyariatkan dalam
ajaran Islam.
2. Dasar untuk melaksanakan mandi
...
dan jika kamu dalam keadaan junub, maka mandilah kamu . (Qs. Al-
Maidah : 6)
3. Sebab-sebab diwajibkan Mandi
a. mengeluarkan air mani (sperma)
b. melakukan hubungan kelamin (jima/coitus)
c. mengeluarkan darah haid atau darah nifas
d. menghadiri shalat jumat.
Tata cara Mandi
1) Niat ikhlas karena Allah, disertai dengan membaca basmalah
2) Membersihkan kemaluan
3) Berwudlu
4) Menyiram dan membasuh serta menyela-nyelai rambut (dianjurkan dengan
memakai wangi-wangian seperti shampoo)
5) Menuangkan air ke atas kepala tiga kali
6) Membasuh dan menggosok seluruh badan
7) Mencuci kedua kaki sampai mata kaki tiga kali
8) Membaca doa, seperti dalam wudlu
Tayamum
Adalah cara bersuci dalam keadaan darurat karena adanya halangan untuk
berwudhu atau mandi.
Adapun dasar melakukan tayamum adalah :
.... ....
sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah dengan debu
yang suci .
Alasan melakukan tayamum, adalah :
1) Tidak mendapatkan air
2) Karena sakit atau berhalangan menggunakan air, atau dikhawatirkan terkena
madharat jika terkena air.
Tata cara Tayamum
1) Niat ikhlas karena Allah, disertai membaca basmalah.
2) Meletakkan kedua telapak tangan pada debu atau pasir.
3) Mengusapkan debu yang ada di kedua telapak tangan tersebut pada wajah
dan kedua tangannya.
4) Berdoa seperti dalam wudhu

Anda mungkin juga menyukai