Anda di halaman 1dari 17

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Proses Pembentukan Endapan Batubara

Pembatubaraan (coalification) terjadi karena adanya tekanan dan temperatur yang tinggi dan berlangsung dalam selang waktu yang sangat lama. Batubara adalah batuan sedimen organoklastik yang berasal dari tumbuhan yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran sempurna. Kebanyakan batubara di dunia terbantuk beberapa juta tahun yang silam yang menurut para ahli geologi disebut zaman Batubara (Coal Age). Ada dua periode zaman batubara tersebut. Yang pertama, zaman pr-Tertier, dimulai 345 juta tahun silam (selama periode Karbon) dan berakhir 280 juta tahun yang silam. Zaman batubara yang kedua Era Erosen-Miosen, dimulai sekitar 100 tahun yang silam dan berakhir 45 juta tahun yang silam.

3.1.1 Ada 2 (dua) teori yang dikenal untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara yaitu :

1. Teori Insitu ( Autochtonous Theory) Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuknya di tempat tumbuhan itu berasal. Maka setelah tumbuhan itu mati, belum mengalami proses colaification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini merupakan penyebaran luas dan merata. Kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil.

14

Gambar 3.1 Tumbuhan tempat terbentuknya tumbuhan 2. Teori Drift ( Allochthonous theory) Teori ini menyebutkan bahwa bahan pembentukan terjadinya di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup berkembang. Tumbuhan yang mati diangkut oleh air dan berakumulasi di suatu tempat tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Batubara ini memiliki penyebaran tidak luas dan banyak mengandung material pengotor.

Gambar 3.2 Proses pembentukan Batubara

3.1.2 Tahap Pembatubaraan


a. Tahap Pertama: Pembentukan Gambut
15

Iklim bumi selama zaman batubara adalah tropis dan berbagai jenis tumbuhan tumbuh subur di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak tumbuhan yang mati dan menumpuk di atas tanah, tumpukan itu semakin lama semakin tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun secara perlahan-lahan dan material tumbuhan tersebut di uraikan oleh bakteri dan jamur. Tahap ini merupakan tahap awal dari rangkaian pembentukan batubara (coalification) yang ditandai oleh reksi biokimia yang luas. Selama proses penguraian tersebut, protein, kanji dan selulosa mengalami penguraian lebih cepat bila dibandingkan dengan penguraian material berkayu (ligni) dan bagian tumbuhan yang berlilin (kulit ari daun, dinding spora, dan tepung sari). Karena itulah, dalam batubara yang muda masih terdapat ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagai sisa tumbuhan.

Bagian-bagian tumbuhan itu terurai di bawah kondisi aerob menjadi karbon dioksida, air, dan amoniak, serta dipengaruhi oleh iklim. Proses ini disebut proses pembentukan humus (humification) dan sebagai hasilnya adalah gambut (merupakan terjemahan dari peat, mungkin nama gambut diambil dari nama kecamatan Gambut di Kalimantan Selatan karena sidana banyak terdapat peat.)

16

Gambar 3.3 Proses pembentukan Gambut b. Tahap Kedua: Pembentukan Lignit Proses terbentuknya gambut berlangsung tanpa menutupi gambut tersebut. Di bawah kondisi yang asam, dengan dibebaskannya H2O, CH4, dan sedikit CO2, terbentuklah material dengan rumus C65H4O30 atau ulmin yang pada keadaan kering akan mengandung karbon 61.7 %, hydrogen 0.3%, dan oksigen 38%.

Gambar 3.4 Lignit Dengan berubahnya topografi daerah di sekelilingnya, gambut menjadi terkubur di bawah lapisan lanau (slit) dan pasir yang diendapkan oleh sungai dan rawa. Semakin dalam terkubur, semakin bertambah timbunan sedimen yang menghimpitnya sehingga tekanan pada lapisan gambut bertambah serta suhu naik dengan jelas. Tahap ini merupakan tahap kedua dari proses pembentukan batubara atau yang disebut tahap metamorfik.

Penutupan rawa gambut memberikan kesempatan pada bakteri untuk aktif dan penguraian dalam kondisi basa menyebabkan dibebaskannya CO2, deoksigenasi dari ulmin, sehingga kandungan hydrogen dan karbon bertambah. Tahap kedua dari proses pembentukan batubara ini adalah tahap pembentukan lignit, yaitu batubara rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan C79H5,5O14,1. Dalam keadaan kering, lignit mengandung karbon 80.4%, hydrogen 0.5%, dan oksigen 19.1%. c. Tahap Ketiga: Pembentukan Batubara Subbitumen Tahap selanjutnya dari proses pembentukan batubara ialah pengubahan batubara bitumen rank rendah menjadi batubara bitumen rank pertengahan dan rank tinggi.
17

Selama tahap ketiga, kandungan hydrogen akan tetap konstan dan oksigen turun, tahap ini merupakan tahap pembentukan batubara subbitumen (sub-bituminous coal.)

Gambar 3.5 Subbituminous d. Tahap Keempat: Pembentukan Batubara Bitumen Dalam tahap keempat atau tahap pembentukan batubara bitumen (bituminous coal), kandungan hydrogen turun dengan menurunnya jumlah oksigen secara perlahan-lahan, tidak secepat tahap-tahap sebelumnya. Produk sampingan dari tahap ketiga dan keempat ini adalah CH4, CO2, dan mungkin H2O.

Gambar 3.6 Bituminous e. Tahap Kelima: Pembentukan Antrasit Tahap kelima adalah antrasitisasi. Dalam tahap ini, oksigen hampir konstan, sedangkan hydrogen turun lebih cepat dibanding tahap-tahap sebelumnya. Proses pembentukan batubara terlihat merupakan serangkaian reaksi kimia. Kecepatan reaksi kimia ini dapat diatur oleh suhu atau tekanan. Suatu diagram yang menunjukkan proses dekomposisi (penguraian), pengendapan dan tekanan yang menyebabkan adanya kenaikan rank batubara sampai terbentuknya batubara rank paling tinggi, yakni antrasit.

18

Gambar 3.7 Antrasit

Gambar 3.8 tahapan terbentuknya Batubara Adapun reaksi pembentukan batubara dapat digambarkan sebagai berikut : 5 ( C6H10O5) .. C20H22O4+3CH4+8H2O+6CO2+CO Cellulose Lignit Gas Metana

6 (C6H10O5) . C20H22O3+5CH4+10H2O+8CO2+CO Cellulose Bituminous Gas metan

19

Tabel 3.1 Kandungan Batubara Karbon Gambut Lignit Subbitumen Bitumen 60% 60-71% 71-77% 77-87% Volatile Metter >53% 53-49% 49-42% 42-29% Calorific Value 16.8 MJ/kg 23.0 MJ/kg 29.3 MJ/kg 36.3 MJ/kg Moisture >75% in situ 35% in situ 25-10% in situ 8% in situ

3.2

Basis Untuk Mengklasifikasi Batubara

Cara melaporkan hasil analisis kadang-kadang bias menimbulkan kebingungan dan kesalahan fatal, karena data hasil analisis yang sama bias dihitung dan dilaporkan dengan tetap memperhitungkan adanya kadar lengas, mineral atau kadar abu, ataupun dengan tanpa memperhitungkan adanya lengas, mineral atau kadar abu. Metode standar untuk analisis batubara dan kokas biasanya didasarkan pada basis air dried basis (adb). Akan tetapi, kadangkala hasil analisis diinginkan dengan basis yang lain. Basis (dasar) pelaporan yang umumnya dipakai adalah sebagai berikut: f. As Recived g. Air Dried h. Dry i. Dry, Ash Free j. Dry, Mineral Matter Free (ar) (ad) (d) (daf) (dmmf)

Pada basis as recived, berarti semua hasil analisis dihitung mundur dengan memasukkan kadar-kadr lengas total dari sample. Hal ini mungkin dilakukan jika batubara dalam keadaan sangat basah. Pada basis adb sample batubar yang dianalisis ditempatkan di udara terbuka, kadar lengasnya secara perlahan akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara. Jika kadar lengas dari sample ini kemudian ditentukan maka diperoleh kadar lengas pada basis adb. Pada basis dry, artinya dalam keadaan kering maka kadar lengasnya adalah nol, analisis lainnya dapat dihitung dengan mudah misalnya menghitung kadar zat terbang dan kadar abu.

20

Pada basis daf, analisis dilakukan dengan mengabaikan kadar abu dan kadar lengas yang ada dalam sample, artinya kadar abu dan kadar lengasnya adalah nol. Karena kadar lengas dan kadar abu sudah diketahui, perhitungan ini menjadi sederhana. Analisis dengan basis daf berkaitan dengan adanya material organic yang murni. Pada basis dmmf, analisis ini diperlukan untuk memberikan gambaran mengenai komposisi organik murni. Kadar abu dapat dihitung dengan mudah tetapi perhitungan mineral matter memerlukan metode yang lebih sulit dan memakan waktu.

Pada tabel 3.2 ditunjukkan seluruh parameter yang diperlukan untuk menganalisis data kualitas batubara, disertai dengan keterangan mengenai pentingnya analisis data kualitas batubara dengan pemanfaatannya. Pada tabel 3.3 disajikan faktor-faktor pengali yang dibutuhkan untuk mengkonversi hasil analisis pada suatu basis tertentu kebasis yang lain. Biasanya, rumusan tersebut tidak berlaku untuk parameter kualitas seperti karakteristik abu, sifat fisik seperti grindability index, abrasion index, dan sifat-sifat coking dan caking batubara. Tabel 3.2 Parameter Kualitas Batubara No Parameter 1 Lengas total Basis pelaporan Keterangan yang umum As recived (ar) Penting untuk transportasi dan perhitungan parameter lain pada basis ar. As dried (ad) Data dasar dalam mendeskripsikan jenis batubara. Jumlahnya sama dengan 100%.

Analisis proksimat Lengas inherent Abu Zat terbang Karbon tertambat Nilai kalori MJ/kg Total sulfur Analisis ultimat Karbon Hydrogen Nitrogen Sulfur Oksigen CO2

Gross, air dried

4 5

Air dried Dmmf

Penting bila batubara sebagai bahan bakar. 1 MJ/kg=430 Btu/lb=239 kcal/kg. Berkaitan dengan masalah lingkungan. Biasanya sitentukan dengan basis ad dan hasilnya dihitung menjadi basis dmmf dengan koreksi kadar lengas dan mineral matter. Jumlahnya sama dengan 100%. Kadar hydrogen dan oksigen penting dalam memperkirakan net calorific value dari data gross calorific value.penting untuk memperkirakan
21

Analisis abu SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 Mn3O4 CaO MgO Na2O K2O P2O5 SO3 Ash fusion temperature ISO-A (IDT) (ST) ISO-B (HT) ISO-C (FT) Bentuk-bentuk sulfur Sulfur piritik Sulfur organic Sulfur sulfat Hardgrove grindability index (HGI)

Total abu

Penting untuk memperkirakan sifat abu, khususnya untuk mengidentifikasi kadar komponen tertentu yang tinggi yang dapat memberikan masalah pemakaiannya.

Air dried

Penting dalam memperkirakan sifat abu. Umumnya diukur di bawah kondisi oksidasi dan reduksi.

Air dried

Memberikan informasi tentang produk pembakaran sulfur selama pembakaran dan karbonisasi. Jumlahnya sama dengan total sulfur. Perkiraan sulit atau mudahnya batubara untuk digerus.

Air dried

Tabel 3.3 Untuk Mengubah Basis


Given Basis AR ADB DB DAF DMMF AR ADB DB DAF DMMF

3.3 Parameter Analisis Batubara

3.3.1 Proximate Analysis Proximate Analysis merupakan dasar analisa kimia untuk mengetahui komposisi batubara dengan mengukur parameter-parameter yang hasilnya akan dinyatakan dalam bentuk persentase.
22

1. Moisture Moisture batubara bukanlah seluruh air yang terdapat didalam pori-pori batubara (besar dan kecil) dan yang tebentuk dari penguraian batubara selama pemanasan. Moisture batubara adalah air yang menguap dari batubara apabila dipanaskan sampai suhu 105110oC. Pada dasarnya, baik air yang terdapat dalam batubara maupun yang terurai dari batubara jika dipanaskan sampai kondisi tertentu, terbagi dalam beberapa bentuk yang mrngambarkan ikatan air tersebut dengan batubara. Bentuk-bentuk Moisture adalah : a. Inherent moisture Inherent Moisture adalah air yang secara fisik terikat dalam rongga kapiler serta poripori batubara yang relatif kecil, dan mempunyai tekanan uap air yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tekanan uap air yang terdapat pada permukaan, dalam kondisi batubara tersebut berada di dalam tanah. Secara teori kondisinya dinyatakan mempunyai tingkat kelembapan 10% serta suhu 30oC (mungkin >30oC). b. Adherent Moisture Adherent Moisture adalah air yang terdapat pada permukaan betubara atau dalam poripori batubara yang relatif besar. Air dalam bentuk ini mudah menguap pada suhu ruangan.

c. Air Kristal Air Kristal adalah air yang terikat secara kimia dengan mineral yang terdapat dalam batubara. Bentuk ini menguap pada suhu yang cukup tinggi, tergantung dari jenis mineral yang mengikatnya. Penguapan umumnya mulai terjadi pada suhu 450oC. Beberapa badan standarisasi international membuat metode untuk penetapan air kristal ini, namun jarang orang mempergunakannya, amerika menetapkan bahwa air kristal yang terdapat di dalam batubara ialah 8% dari kadar abu batubara, sedangkan negaranegara eropa menetapkan sebesar 9% dari kadar abu batubara.

23

d.Total Moisture Total Moisture adalah seluruh jumlah air yang terdapat pada batubara dalam bentuk inherent dan adherent pada kondisi saat batubara tersebut diambil contohnya (as sampled) atau pada pada kondisi saat batubara tersebut diterima (as received). Nilai total moisture diperoleh dari hasil perhitungan niali free moisture dengan nilai residual moisture dengan rumus. % TM = % FM + % RM x (1 % FM/100) Dimana : TM = Total Moisture FM = Free Moisture RM = Residual Moisture Nilai-nilai free moisture dan residual moisture diperoleh dari hasil analisis penetapan total moisture metode dua tahap (two state determination). Free Moisture (FM) ialah jumlah air yang menguap apabila contoh batubara yang baru diterima atau yang baru diambil, dikeringkan dalam ruangan terbuka pada kondisi tertentu sampai didapat berat konstannya. Berat konstan ialah berat penimbangan terakhir apabila pada dua penimbangan terakhir dicapai perbedaan berat < 0,1%/jam. Free moisture istilah yang dipakai ISO, BS dan AS sedangkan ASTM mempergunakan istilah air dry loss (ADL) . Pada ASTM dikenal juga istilah free moisture akan tetapi istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda dengan istilah free moisture yang dipergunakan oleh ISO, BS, AS. Residual Moisture ialah jumlah air yang menguap dari contoh batubara yang sudah kering (setelah free moisturenya menguap) apabila dipanaskan kembali pada suhu 105 110 derajat celcius, proses pengerjaan untuk mendapatkan nilai residual moisture merupakan tahap kedua dari penetapan total moisture (metode dua tahap).

24

2. Ash Content Ash (Abu) adalah bahan-bahan yang tidak terbakar setelah pembakaran sample. Mineral matter merupakan bagian zat anorganik dalam batubara sebelum batubara tersebut dibakar. Jadi mineral matter dan ash sangat berhubungan. Ash dalam batubara bersumber dari mineral matter dalam batubara dan unsur pengotor dari dalam tanah yang berasal dari parting pada lapisan batubara batubara. Hasil kadar abu (ash content) digunakan untuk mengukur kualitas batubara dan efisiensi proses pembersihan. 3. Volatile Matter Volatile Matter (Zat Terbang) adalah senyawaan dalam batubara yang mudah menguap pada temperatur tertentu dalam kondisi standar. Terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar sperti air, oksida-oksida karbon, hidrogen dan metan, hidrogen sulfida, ammonia, tar dan oksida-oksida sulfur dan nitrogen. Volatile matter digunakan sebagai ukuran kualitas batubara. Volatile mater mempengaruhi pembakaran batubara dalam furnace/ tanur. 4. Fixed Carbon Menyatakan residu yang tertinggal dan dapat dibakar setelah air dan volatile matternya dihilangkan. 5. Calorific Value Calorific Value (CV) atau nilai kalor adalah jumlah panas yang dilepaskan per unit kuantitas batubara yang dibakar dengan oksigen dibawah kondisi standar. 6. Fixed Carbon Menyatakan residu yang tertinggal dan dapat dibakar setelah air dan volatile matternya dihilangkan

25

3.4 Sampling
Sampling secara umum dapat didefinisikan sebagai; Suatu proses pengambilan sebagian kecil contoh dari suatu material sehingga karakteristik contoh material tersebut mewakili keseluruhan material. Di dalam industri pertambangan batubara, sampling merupakan hal yang sangat penting, karena merupakan proses yang sangat vital dalam menentukan karakteristik batubara tersebut. Dalam tahap explorasi, karakteristik batubara merupakan salah satu penentu dalam studi kelayakan apakah batubara tersebut cukup ekonomis untuk ditambang atau tidak. Begitu pun dalam tahap produksi dan pengapalan atau penjualan batubara tersebut karakteristik dijadikan acuan dalam menentukan harga batubara. Secara garis besar sampling dibagai menjadi 4 golongan dilihat dari tempat pengambilan di mana batubara berada dan tujuannya yaitu ; Exploration sampling, Pit sampling, Production sampling, dan loading sampling (barging dan transhipment) Exploration sampling dilakukan pada tahap awal pendeteksian kualitas batubara baik dengan cara channel sampling pada outcrop atau lebih detail lagi dengan cara pemboran atau drilling. Tujuan dari sampling di tahap ini adalah untuk menentukan karakteristik batubara secara global yang merupakan pendeteksian awal batubara yang akan di exploitasi. Pit sampling dilakukan setelah explorasi bahkan bisa hampir bersamaan dengan progress tambang di dalam satu pit atau block penambangan dengan tujuan lebih mendetailkan data yang sudah ada pada tahap explorasi. Pit sampling ini dilakukan oleh pit control untuk mengetahui kualitas batubara yang segera akan ditambang, jadi lebih ditujukan untuk mengkontrol kualitas batubara yang akan ditambang dalam jangka waktu short term ( di bawah satu tahun ). Pit sampling dapat dilakukan dengan cara pemboran dan juga dengan channel pada face penambangan kalau diperlukan untuk mengecek kualitas batubara yang dalam progress ditambang.

Production sampling: dilakukan setelah batubara diproses di Coal Processing Plant (CPP) dimana proses ini dapat merupakan peremukan (crushing), pencucian (washing), pemindahan stock dan lain-lain. Tujuannya adalah mengetahui secara pasti kualitas batubara yang akan dijual atau dikirim ke pembeli agar kualitasnya sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dan telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dengan
26

diketahuinya kualitas batubara di stockpile atau di penyimpanan sementara kita dapat menentukan batubara yang mana yang cocok untuk dikirim ke Buyer tertentu dengan spesifikasi batubara tertentu pula. Baik dengan cara mencampur (blending) batubarabatubara yang ada di stockpile atau pun dengan single source dengan memilih kualitas yang sesuai. Loading Sampling; Dilakukan pada saat batubara dimuat dan dikirim ke pembeli baik menggunakan barge maupun menggunakan kapal. Biasanya dilakukan oleh independent company karena kualitas yang ditentukan harus diakui dan dipercaya oleh penjual (Shipper) dan pembeli (Buyer). Tujuannya adalah menentukan secara pasti kualitas batubara yang dijual yang nantinya akan menentukan harga batubara itu sendiri karena ada beberapa parameter yang sifatnya fleksibel sehingga harganya pun fleksibel tergantung kualitas actual pada saat batubara dikapalkan. Sampling, preparasi dan analisa sample batubara dengan berbagai tujuan seperti telah dijelaskan di atas, dilakukan dengan menggunakan standar standar yang telah ada, yang pemilihannya tergantung keperluannya, biasanya tergantung permintaan pembeli atau calon pembeli batubara. Standard yang sering digunakan untuk keperluan tersebut diantaranya ; ASTM (American Society for Testing and Materials), AS (Australian Standard), Internasional Standard, British Standard, dan banyak lagi yang lainnya yang berlaku baik di kawasan regional maupun internasional.

3.5 Teknik Pengambilan Sample

Teknik pengambilan sample harus ditentukan dan disesuaikan dengan kondisi material yang akan diambil dan alat yang digunakan. Teknik pengambilan sample yang salah, akan menyebabkan hasil dari sample tersebut bias. Teknik sampling harus betul betul diperhatikan terutama pada sampling secara manual. Sebagai contoh, dalam pengambilan sample dari falling stream, shovel atau ladle yang digunakan harus masuk ke seluruh stream batubara. Apabila hanya sebagian stream yang diambil maka sample yang diperoleh akan bias. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah muatan sample dalam ladle. Ladle harus terisi sample secukupnya dan tidak boleh berlebihan (overfill). Pengambilan sample yang

27

overfill juga akan menyebabkan bias, karena partikel yang besar-besar akan jatuh, dan sebagian besar sample yang terambil adalah fine coal. Jadi teknik pengambilan sample harus disesuaikan dengan situasi, kondisi, batubara yang akan diambil samplenya. Seorang sampler yang profesional harus menguasai teknik sampling yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi batubara yang akan diambil samplenya. 3.5.1 Alat yang digunakan untuk pengambilan sample Selain teknik pengambilan sample, yang tak kalah pentingnya yang harus diperhatikan adalah alat yang digunakan untuk mengambil sample tersebut. Alat yang digunakan untuk melakukan sampling memiliki ukuran dan bentuk yang ditentukan oleh standar. Penggunaan alat yang tidak sesuai dengan standar, akan mengakibatkan bias pada sample yang diperoleh dan akan menyebabkan kesalahan pada hasil analisanya. Ada 5 jenis alat untuk pengambilan sample secara manual yang biasanya digunakan yaitu : 1.Laddle : Digunakan untuk pengambilan sample dari falling stream

2.Manual Cutter : Digunakan untuk pengambilan sample dari falling stream 3.Scoop : Digunakan untuk pengambilan sample seperti dari bucket WA dsb. 4.Shovel : Digunakan untuk pengambilan sample di stockpile, DT dan lain-lain. 5.Sampling Frame: Digunakan untuk pengambilan sample diatas belt conveyor 3.5.2 Massa / jumlah sample yang diambil Massa atau jumlah sample yang diambil tergantung dari ukuran butir atau particle size dari batubara tersebut. Ketentuan ini juga tergantung pada standar mana yang diikuti. Satuan pengambilan sample terkecil disebut Increment, dan increment-increment digabungkan membentuk satu gross sample. Berat minimum sample untuk setiap increment tergantung dari ukuran butir batubara yang disampling, dan mengikuti persamaan sebagai berikut : M = 0.06 D Dimana : M = Massa / berat per increment (kg) D = Diameter / particle top size batubara (mm)
28

Contoh 1 : berat minimum per increment pada manual sampling untuk ukuran batubara top size 50 mm, adalah : M = 0.06 x 50 = 3.00 kg Untuk menghitung interval increment pada mechanical sampling berlaku persamaan: I = total jam /jumlah increment Contoh 2: untuk mengisi ponton 5000 diketahui loading rate nya 800 ton/jam komplit loading didapat setelah 10 jam dengan jumlah 78 increment berapakah interval waktu pengambilan increment I = total jam/jumlah increment 10 jam= 600 menit I = 600 menit/78 = 7.6 menit Sedangkan untuk berat per increment pada mechanical sampling berlaku persamaan sebagai berikut : M = C x A / 3.6 V Dimana : M = berat per increment (kg) C = Capacity belt Conveyor(tph) A = Aperture cutter (m) (min. 3 x top size) V = Kecepatan belt conveyor (m/det) Contoh 3 : Berat sample per increment untuk batubara dengan top size 50 mm, dengan loading rate 1000 tph, dan kecepatan belt 4.5 m/s adalah : M = (1000 x 0.15) / (3.6 x 4.5) = 9.26 kg Jumlah increment yang harus diambil apabila cargo diatas 1000 ton Apabila cargo diatas 1000 ton, gunakanlah rumus dibawah ini Ni = N * Dimana: Ni : jumlah increment yang diperlukan N : jumlah initial increment ( ISO = 32 & ASTM = 35 )
29

Contoh 4: berapakah jumlah increment yang diperlukan untuk cargo sebanyak 4000 ton row coal ( berdasarkan ISO & ASTM ) Jawaban: International Standard ( ISO ) N = 32 Ni = N * Ni = 32 * = 64 increment

American standard ( ASTM ) Ni = N * Ni = 35 * = 70 increment

Jumlah increment sample yang harus diambil dari setiap lot batubara tergantung dari tonnase lot batubara tersebut. Untuk menentukan jumlah sample increment, ASTM memberikan 2 standard perhitungan sebagai berikut Semakin banyak sample increment yang diambil semakin representative sample tersebut, namun demikian semakin banyak sample yang dihandle semakin tinggi juga kemungkinan kesalahan dalam penanganan sample tersebut.

30

Anda mungkin juga menyukai