Anda di halaman 1dari 7

Tinjauan Pustaka

Penyakit Paru Eosinofilik

Eddy Surjanto, Yudi Prasetyo


Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta

Abstrak: penyakit paru eosinofilik atau eosinophilic lung diseases merupakan sekelompok penyakit paru yang memberikan bayangan radioopak pada radiografi paru yang disertai adanya eosinofilia di jaringan atau di darah tepi. Patogenesis penyakit paru eosinofilik terjadi karena dilepasnya eosinofil dari substansi toksik dalam granula intraseluler. Diagnosis yang dibuat dengan pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan eosinofilia darah tepi ini perlu dipastikan dengan biopsi paru terbuka atau biopsi paratransbronkial untuk melihat eosinofilia jaringan, dan dengan peningkatan eosinofil pada cairan bilasan bronkoalveolar. Diagnosis banding penyakit paru eosinofilik ini meliputi acute eosinophilic pneumonias (idiopatik, atau akibat obat, parasit, dll), tropical pulmonary eosinophilia, chronic eosinophilic pneumonia, allergic bronchopulmonary mycosis, Churg-Strauss syndrome, idiophatic hypereosinophilic syndrome. Tata laksana penyakit paru eosinofilik dilakukan dengan mengobati penyebab, serta pemberian kortikosteroid dan terapi simtomatis untuk gejala klinisnya. Kata kunci: eosinophilic lung diseases, eosinofil, opasitas, kortikosteroid.

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

35

Penyakit Paru Eosinofilik

Eosinophilic Lung Diseases Eddy Surjanto, Yudi Prasetyo


Department of Pulmonology and Respirology Faculty of Medicine Sebelas Maret University/Dr. Moewardi Regional General Hospital Surakarta

Abstract: Eosinophilic lung diseases are a diverse group of pulmonary disorders characterized by pulmonary opacities associated with tissue or peripheral eosinophilia. The pathogenesis of eosinophilic disorders is the release of eosinophils by toxic substances stored in intracellular granules. The diagnosis of eosinophilic lung diseases can be made if any of following findings is present: pulmonary opacities with peripheral eosinophilia, tissue eosinophilia confirmed at either open or transbronchial lung biopsy, increased eosinophils in bronchoalveolar lavage fluid. The differential diagnosis from lung disease with eosinophil syndrome are acute eosinophilic pneumonias (idiophatic, or caused by drugs, parsites, other), tropical pulmonary eosinophilia, chronic eosinophilic pneumonia, allergic bronchopulmonary mycosis, Churg-Strauss syndrome, idiophatic hypereosinophilic syndrome. The management of eosinophilic lung diseases is directed to the underlying disease, and use of corticosteroid or symptomatic treatment. Keywords: eosinophilic lung diseases, eosinophil, opacity, corticosteroid

Pendahuluan Eosinophilic lung diseases atau penyakit paru eosinofilik merupakan sekelompok penyakit paru yang klinis menunjukkan gambaran radiologik yang sama, yaitu bayangan radioopak di paru serta eosinofilia di jaringan atau di darah tepi.1-4 Beberapa di antara penyakit ini, kelainannya terutama terdapat di jalan napas, beberapa hanya di parenkim paru, dan sisanya pada kedua lokasi.1 Reeder dan Goodrich tahun 1950 telah memperkenalkan istilah pulmonary infiltrates with eosinophilia (PIE) syndromes untuk menggambarkan sindrom yang terdiri atas infiltrat paru dan eosinofilia darah tepi.2,5 Penyakit paru eosinofilik jarang ditemukan dan angka kejadian pasti belum diketahui. Khusus idiopathic chronic eosinophilic pneumonia kemungkinan kurang dari 0,1 kasus/100 000 populasi/tahun.3 Eosinofil merupakan leukosit polimorfonuklear yang mengandung beberapa protein spesifik dalam granula di sitoplasmanya.4 Ada dua tipe granula sitoplasmik dalam eosinofil, yaitu granula besar yang mengandung suatu elektron matriks kristaloid padat berisi protein kationik, dan granula amorf kecil yang mengandung arysulfatase dan asam fosfatase.1,5,6 Eosinofil diproduksi oleh sumsum tulang atas peran sitokin terutama interleukin-5(IL-5), interleukin-3 (IL3) dan granulocyte macrophage colony-stimulating factor (GMC-SF).5 Setelah 2-6 hari, eosinofil yang matur akan meninggalkan sumsum tulang dan masuk dalam sirkulasi darah sebelum ke jaringan target melalui proses yang kompleks yaitu adhesi, penarikan, diapedesis, dan kemotaksis.5,7
36

Eosinofil juga melepaskan sitokin proinflamasi, asam arakidonat, berbagai enzim, dan reactive oxygen species (ROS).5 Eosinofil dapat berperan sebagai suatu sel efektor tingkat akhir dan memainkan peranan khusus dalam mekanisme pertahanan inang (host). Eosinofil terkadang dapat membahayakan inang karena melepaskan protein spesifik yang bersifat sitotoksik. Protein ini diantaranya adalah protein yang membentuk Charcot-Leyden crystals yaitu suatu kristal bipiramidal. Adanya kristal ini di sputum dan jaringan merupakan penanda penyakit yang berhubungan dengan eosinofila.1 Nilai normal eosinofil dalam darah berkisar antara 50250/uL dan dalam cairan bronchoalveolar lavage (BAL) adalah <1%. Peningkatan eosinofil sampai 20% dalam cairan BAL merupakan temuan yang tidak spesifik serta menunjukkan variasi dari penyakit paru interstisial. Peningkatan eosinofil >20% dalam cairan BAL terdapat pada acute and chronic eosinophilic pneumonia, Churg-Strauss syndrome, idiopathic hypereosinophilic syndrome, parasitic infestations dan drug reaction. 1,4 Klasifikasi Penyakit paru eosinofilik sebagian besar merupakan eosinophilic pneumonia yang memperlihatkan infiltrasi eosinofil yang masif di parenkim paru. Pada allergic bronchopulmonary aspergillosis infiltrasi eosinofil terutama terjadi di jalan napas.5 Penyakit paru eosinofilik yang berhubungan dengan asma adalah allergic bronchopulmonary aspergillosis, bronchocentric granulomatosis, idiopathic
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

Penyakit Paru Eosinofilik chronic eosinophilic pneumonia dan Churg-Strauss syndrome.4 Klasifikasi penyakit paru eosinofilik telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Klasifikasi berdasarkan praktik klinik dapat dilihat pada tabel 1.5,6
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Paru Eosinofilik A. Eosinophilic lung diseases of undetermined cause 1. Idiopathic eosinophilic pneumonias Idiopathic chronic eosinophilic pneumonia Idiopathic acute eosinophilic pneumonia 2. Churg-Strauss syndrome 3. Hypereosinophilic syndrome B. Eosinophilic lung diseases of determined cause 1. Eosinophilic pneumonias of parasitic origin Tropical eosinophilia Ascaris pneumonia Larva migrans syndrome Strongyloides stercoralis infection Eosinophilic pneumonias of other parasitic infections 2. Eosinophilic pneumonias of other infectious causes 3. Allergic bronchopulmonary aspergillosis and related syndromes Allergic bronchopulmonary aspergillosis Other allergic bronchopulmonary syndromes associated with fungi or yeasts Bronchocentric granulomatosis 4. Drug,toxic agents and radiation-induced eosinophilic pneumonias Drugs (typical, occasional or exceptional eosinophilic pneu monia ) Toxic agents (toxic oil syndrome) Eosinophilic pneumonia induced by radiation therapy to the breast C. Miscellaneous lung diseases with possible associated eosinophilia 1. Organizing pneumonia 2. Asthma and eosinophilic bronchitis 3. Idiopathic interstitial pneumonias 4. Langerhans cell granulomatosis 5. Lung transplantation 6. Other lung diseases with occasional eosinophilia Sarcoidosis Paraneoplastic eosinophilic pneumonia Diadaptasi dari (5,6)

penyebabnya adalah Pseudallescheria boydii, Cladosporium herbarum, Candida albicans. 6 Bakteri atau virus penyebab infeksi paru mungkin bisa menyebabkan eosinophilic pneumonias.5 Obat yang menyebabkan eosinophilic pneumonias antara lain nitrofurantoin, fenitoin, sulfasalazin, etambutol, isoniazid, bleomisin, ampisilin, minosiklin, metotreksat, L-tryptophan, kokain, heroin inhalasi, dan pentamidine inhalasi.4-6 Patogenesis Penyakit paru eosinofilik terjadi karena penglepasan eosinofil dari substansi toksik dalam granula intraseluler. Eosinophil cationic protein, peroksidase, dan neurotoksin dapat menimbulkan degranulasi sel mast dan mengaktivasi inflamatory cascade. Peroksidase menyebabkan kerusakan sel dengan melepaskan superoksida. Eosinofil menghasilkan leukotrien C4 yang bersama dengan D4 dan E4 dapat menyebabkan perubahan permeabilitas vaskular, sekresi mukus, dan kontraksi otot halus.8 Eosinofil yang aktif akan melepaskan sitokin dan mediator inflamasi yang menyebabkan jejas jaringan temasuk jaringan paru.4,8 Patologi Secara umum paru tampak intact tanpa fibrosis atau nekrosis. Gambaran patologi secara umum bergantung pada penyebab yang memberi bentuk lesi yang khas, misalnya hifa jamur yang menciderai paru. Ruang alveolar pada chronic eosinophilic pneumonia terisi infiltrat dengan makrofag dan granula eosinofil yang tersebar. Eksudat protein dan fibrin tampak menyertai infiltrat eosinofil. Pemeriksaan mikroskop elektron akan memperlihatkan degranulasi eosinofil. Pada acute eosinophilic pneumonia tampak infiltrat intraalveolar dan interstisial, edema alveolar yang difus, eksudat fibrin intraalveolar, organizing pneumonia dan vaskulitis nonnekrosis.5 Perubahan patologi pada Churg-Strauss syndrome paru adalah vaskulitis nekrosis dan granuloma dengan eosinofil di tengah yang dikelilingi makrofag dan sel dalia epiteloid.9 Diagnosis Diagnosis dapat dibuat jika pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil sebagai berikut:1 a. Bayangan opak pada foto rontgen paru b. Eosinofilia darah tepi. c. Eosinofilia jaringan yang dipastikan melalui biopsi terbuka maupun transbronkial. d. Peningkatan eosinofil pada cairan bronchoalveolar lavage . Keterlambatan dalam diagnosis dan tata laksana penyakit paru eosinofilik dapat mengakibatkan irreversible remodelling pada paru, fibrosis parenkim, dan gagal napas.2 Oleh sebab itu dibuat kriteria diagnosis untuk berbagai penyebab seperti dilihat pada pada tabel 2.

Etiologi Dari klasifikasi di atas tampak bahwa sebagian besar penyakit paru eosinofilik tidak dapat diketahui sebabnya. Penyebab yang dapat diketahui adalah infeksi bakteri, virus, atau parasit. Parasit yang dapat menyebabkan penyakit ini antara lain Strongyloides stercoralis, Ascaris lumbricoides, Toxocara canis, Ancylostoma duodenale, echinococcus, trichinella , juga jamur Coccidioides immitis , Bipolaris australiensis dan Bipolaris spicifera. Pneumocystis jiroveci pernah dilaporkan pada pemeriksaan eosinofil cairan bronchoalveolar lavage pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).5 Allergic bronchopulmonary aspergillosis terutama disebabkan oleh jamur Aspergillus fumigatus.1,5 Jamur lain yang dapat menjadi

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

37

Penyakit Paru Eosinofilik


Tabel 2. Kriteria Diagnosis Penyakit Paru Eosinofilik Nama penyakit Chronic eosinophilic pneumonia Kriteria diagnosis Foto toraks: infiltrat (+) Infiltrasi eosinophil di parenkim paru Gejala respirasi yang progresif >3 minggu Bukan disebabkan oleh penyakit eosinofilia lainnya Demam akut lebih dari 5 hari Hipoksemia Foto toraks: infiltrat alveolar/campuran alveolar interstisial yang difus (+) Hasil BAL: jumlah eosinofil >25% Tidak ditemukan parasit, jamur maupun infeksi lainnya Respons terhadap terapi kortikosteroid cepat dan lengkap Gagal sampai relaps setelah kortikosteroid distop Minimal terdapat 4 dari 6 kriteria berikut: - Asma - Eosinofil dari hasil hitung jenis sel darah putih >10% - Neuropati - Bayangan opak di foto paru bersifat sementara atau berpindah - Sinus paranasalis abnormal - Biopsi: terdapat eosinofil ekstra-vaskular

Acute eosinophilic pneumonia

Peningkatan serum IgE (>1000 ug/ml) Peningkatan serum aspergillus - IgG, IgE Foto toraks terdapat infiltrat Sedangkan kriteria minor untuk allergic bronchopulmonary aspergillosis adalah:8,11 - Sputum terdapat aspergillus fumigatus - Muncul reaksi kulit terhadap aspergillus - Adanya bronchial casts - Bronkiektasis proksimal Anamnesis Informasi klinis yang paling berharga adalah tentang saat mulai munculnya dan beratnya gejala klinis. Gejala klinis pada pernapasan umumnya berupa batuk, wheezing, rasa berat di dada dan sesak napas. Batuk darah, nyeri dada dan ekspetorasi mukus dapat terjadi dalam perjalanan penyakit paru eosinofilik yang lebih lanjut. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan dan keringat malam,1,4 sedangkan demam terdapat pada acute eosinophilic pneumonia.12 Batuk kronis tidak produktif khususnya malam hari dapat mengarahkan kecurigaan pada penyakit paru eosinofilik.4 Riwayat asma dapat menimbulkan dugaan ke arah ChurgStrauss syndrome, allergic bronchopulmonary aspergillosis atau bronchocentric granulomatosis. Riwayat melakukan perjalanan/tinggal di daerah endemis dapat mengarahkan kecurigaan pada infestasi parasit. Riwayat penggunaan obatobatan tertentu dan obat-obat terlarang juga perlu ditanyakan.1,4,5 Pemeriksaan Fisik Pada beberapa kasus penyakit paru eosinofilik dapat terjadi obstruksi jalan napas, hiperinflasi, hipersonor, dan wheezing. Rhinitis dan polip nasal dapat terjadi pada asma atopi dan Churg-Strauss syndrome. Tanda konsolidasi dan ronki menunjukkan penyakit menyerang parenkim atau interstisial. Manifestasi pada kulit yang terjadi dapat berupa purpura, urtikaria dan angioedema.1,4 Pemeriksaan Penunjang Tes Faal Paru Tes faal paru pada acute eosinophilic pneumonia, chronic eosinophilic pneumonia, tropical pulmonary eosinophilia secara khas menunjukkan ventilasi restriktif sedangkan pada allergic bronchopulmonary aspergillosis, Churg-Strauss syndrome menunjukkan gangguan ventilasi obstruktif.1 Laboratorium Hitung jenis sel darah putih diperlukan untuk membuktikan eosinofilia. Pemeriksaan feses dan serologi dapat membantu pada infeksi parasit dan allergic bronchopulmonary aspergillosis.1,4

Churg-Strauss syndrome

Allergic bronchopulSerangan asma monary aspergillosis Eosinofilia darah tepi Skin test untuk antigen aspergillus (+) Peningkatan serum Ig E Foto toraks: infiltrat (+) Simple pulmonary eosinophilia Gambaran abnormal di foto paru berpindah-pindah Eosinofilia darah tepi Gejala di paru minimal atau tak ada Resolusi spontan <1 bulan Temuan klinis (+) Test stimulasi limfosit (+) Eosinofilia darah tepi Eosinofil persisten 0,15x109/L selama >6 bulan Tidak ditemukan parasit, alergi maupun eosinofilia yang dapat ditentukan penyebabnya. Terdapat disfungsi multiorgan

Drug induced eosinophilc pneumonia

Hypereosinophilic syndrome

Dikutip dari (10)

Allergic bronchopulmonary aspergillosis juga dapat didiagnosis dengan kriteria mayor dan kriteria minor. Kriteria mayor meliputi:4,811 - Asma - Eosinofilia darah tepi (0,5-1,5 x 109/liter) - Presipitasi antibodi serum IgG terhadap aspergillus >90% - Skin test positip hipersensitif terhadap aspergillus
38

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

Penyakit Paru Eosinofilik Cairan dari bronchoalveolar lavage berguna dalam diagnosis penyakit paru eosinofilik khususnya pada pasien yang tidak menunjukkan eosinofilia perifer, mungkin ini merupakan satu-satunya petunjuk. Normalnya cairan BAL mengandung eosinofil <1%.1 Radiologi Identifikasi dini penyakit paru eosinofilik dapat dilihat dari gejala klinis di paru atau gambaran foto toraks abnormal yang dapat terlihat bermacam-macam dan tidak spesifik di antaranya infiltrat interstisial, Kerley B lines, atau efusi pleura minimal.1,2
Tabel 3. Gambaran Computed Tomography Scan Toraks Penyakit Paru Eosinofilik Nama penyakit Chronic eosinophilic pneumonia Gambaran CT scan toraks

mastikan penyakit paru eosinofilik seperti Churg-Strauss syndrome dan bronchocentric granulomatosis . Biopsi umumnya tidak diperlukan dalam mendiagnosis allergic bronchopulmonary aspergillosis, hypereosinophilic syndrome, reaksi obat dan infeksi parasit.1,2 Namun biopsi kelenjar getah bening dapat membantu dalam mendiagnosis eosinofilia paru tropik yang pada hasil biopsi bisa didapatkan degenerasi cacing dan mikrofilaria yang dikelilingi jaringan granulomatosa dan respon eosinofilik.13 Diagnosis Banding Penyakit paru eosinofilik perlu dibedakan dengan sindrom eosinofilik yang dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, dan gambaran radiologis. Diagnosis banding penyakit paru dengan sindroma eosinofilik dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Diagnosis Banding Penyakit Paru dengan Sindroma Eosinofilik Nama penyakit Acute eosinophilic pneu monias (drugs, parsites, idiophatic, other ) Tropical pulmonary eosinophilia Diagnosis banding Chronic eosinophilic pneumonia, ChurgStrauss syndrome infeksi parasit di paru, reaksi obat Loefflers syndrome, chronic eosinophilic pneumonia allergic bronchopulmo nary mycosis drug reactions other para sitic infections hypereosinophilic syndrome lymphangitic spread of carcinoma Infeksi tuberkulosis dan jamur cryptococcosis sarcoidosis Loefflers syndrome, desquamative inter stitial pneumonitis, bronchiolitis obliterans -organizing pneumonia chronic hypersensitivity pneumonitis eosinophilic granuloma Corticosteroid dependent asthma withoutallergic bronchopulmonary aspergillosi tuberkulosis, infeksi, parasit pneumonitis hipersensitivitas Churg-Strauss syndrome acute eosinophilic pneumonia, chronic eosinophilic pneumonia, fibrosis kistik Chronic eosinophilic pneumonia Waganers granulomatosis Bronchocentric granulomatosis infeksi jamur dan parasit Churg-Strauss syndrome chronic eosinophilic pneumonia

Konsolidasi airspace patchy unilateral atau bilateral, umumnya distribusi perifer, gam baran ground glass umumnya di lobus bus tengah atau atas, bandlike subpleural ringan Acute eosinophilic Gambaran ground glass ringan, distribusinya pneumonia difus, nodul, septa interlobular menebal, efusi pleura Churg-Strauss Konsolidasi airspace, gambaran ground syndrome glass, distribusi di perifer atau menyebar, nodul, penebalan dan dilatasi dinding bronkus, penebalan septa interlobular, centrilobular branching structures Allergic bronchopulBronkiektasis, mucous plugging, atelektasis, monary asperkonsolidasi airspace atau ground glass gillosis ringan, air trapping Simple pulmonary Konsolidasi airspace patchy unilateral atau eosinophilia bilateral, umumnya distribusi perifer, gambaran ground glass umumnya di lobus tengah atau atas, biasanya sementara atau berpindah-pindah, terdapat beberapa nodul. Drug induced eosino- Ground glass ringan, konsolidasi airspace, philic pneumonia nodul, garis-garis irregular, limfadenopati hilus atau efusi pleura Hypereosinophilic Konsolidasi patchy areas atau nodul dengan syndrome atau tanpa efusi pleura Dikutip dari (10)

Chronic eosinophilic pneumonia

Allergic bronchopulmonary mycosis

Computed tomography (CT) scan toraks menunjukkan pola dan distribusi bayangan opak pada parenkim yang lebih spesifik dibanding foto toraks. Hasil CT scan toraks yang khas sering membantu walaupun dapat bertumpang tindih (overlap) dengan gambaran dari berbagai macam penyakit paru eosinofilik.1 Gambaran halo sign juga dapat ditemukan pada penyakit paru eosinofilik seperi parasitic infestation, simple pulmonary eosinophilia dan hypereosinophilic syndrome.14 Gambaran CT scan toraks penyakit paru eosinofilik dapat dilihat pada tabel 3. Biopsi Paru dan Kelenjar Getah Bening Biopsi paru terbuka mungkin diperlukan untuk meMaj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

Churg-Strauss syndrome

Idiophatic hypereosinophilic syndrome Diadaptasi dari (5,9,11)

Eosinofilia paru tropik yang dapat timbul sebagai penyakit paru akut ataupun kronis disebabkan oleh Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi dan banyak terjadi di daerah endemis kedua filaria itu.11 Penyakit ini lebih berat, ditandai dengan batuk malam hari dan sering menimbulkan limfa39

Penyakit Paru Eosinofilik denopati dan organomegali.15 Dikenal kriteria mayor dan minor untuk diagnosis eosinofilia paru tropik.13 Kriteria mayor, meliputi: - gejala paru: batuk kering diurnal intermiten. Setelah beberapa hari kemudian timbul batuk malam hari yang mengganggu tidur dengan sesak napas hebat seperti asma. - eosinofilia darah >2000/mL. - titer antibodi filaria meningkat. - terapi percobaan dengan dietilkarbamazin 6 mg/kgBB/ hari, selama 6 hari memberikan respons klinis yang baik yaitu gejala hilang dalam 2 minggu, eosinofil <2000 mL dalam 4 minggu, antibodi filaria negatif dalam 4 bulan. Kriteria minor, meliputi: - tinggal di daerah endemis untuk beberapa bulan. - pria dewasa muda. - terdengar ronki pada pemeriksaan fisik. - foto toraks: bercak milier difus terutama di hilus dan basal kedua paru. - LED meningkat - gejala nonspesifik: lemah, cepat lelah, anoreksia, berat badan menurun. Diagnosis eosinofilia paru tropik ditegakkan bila dipenuhi semua kriteria mayor atau, bila tidak ditemukan salah satu dari kriteria mayor, paling tidak harus terdapat 3 gejala minor. Namun, kriteria ini tidak memuaskan untuk menentukan diagnosis eosinofilia paru tropik terutama pada kasus yang ringan/atipik sehingga kriteria ini perlu ditinjau kembali. Eosinofilia paru tropik dapat dibedakan dari sindroma eosinofilik lain seperti terlihat pada tabel 5 di bawah ini.13,15 Terapi Tata laksana penyakit paru eosinofilik disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya, tetapi umumnya diperlukan kortikosteroid dan terapi simptomatis. Kebanyakan penyakit paru eosinofilik responsif terhadap kortikosteroid dengan dosis dan waktu tertentu. Simple pulmonary eosinophilia atau yang biasa dikenal sebagai Loefflers syndrome, biasanya membaik dalam waktu 4 minggu tanpa pengobatan.2 Terapi acute eosinophilic pneumonia adalah metilprednisolon dosis 60-120 mg/6 jam sampai gagal napas teratasi diikuti metilprednisolon oral 40-60mg/hari selama 2-4 minggu kemudian dilakukan tappering off lebih dari 8 minggu.2,8 Tata laksana chronic eosinophilic pneumonia memerlukan waktu yang lebih lama, mulai dengan dosis 3040 mg/hari kemudiaan dilakukan tappering off dan dosis maintenance 10 mg/hari. Lama perawatan 12-18 bulan.2,3,8 Churg-Strauss syndrome ditangani dengan prednisolon 40-60 mg/hari selama beberapa minggu. Pada allergic bronchopulmonary aspergillosis, prednisolon 40 mg/hari diberikan bersama itrakonazol dosis 100 mg 2 kali sehari sampai terjadi perbaikan klinik dan radiologik. Tappering off prednisolon dilakukan selama 3 bulan. Sementara itu, penyakit paru eosinofilik akibat infestasi parasit memerlukan mebendazole oral 100 mg 2x sehari selama 5 hari.2,8 Ringkasan Penyakit paru eosinofilik adalah kelompok penyakit paru yang ditandai dengan peningkatan eosinofil dalam sirkulasi dan jaringan. Peningkatan eosinofil terjadi absolut (>250/ uL) di darah tepi dan secara radiologis terlihat bayangan opak di paru. Klasifikasi penyakit paru eosinofilik secara garis besar terdiri dari: eosinophilic lung diseases of undetermined cause (penyakit paru eosinofilik yang tidak dapat ditentukan penyebabnya), eosinophilic lung diseases of determined cause (penyakit paru eosinofilik yang dapat ditentukan penyebabnya), miscellaneous lung diseases with possible associated eosinophilia (berbagai penyakit paru yang mungkin berhubungan dengan eosinofilia). Diagnosis penyakit paru eosinofilik ditegakkan ketika gejala di atas ditambah dengan eosinofilia jaringan yang dikonfirmasi melalui biopsi paru terbuka atau transbronkial,

Tabel 5. Perbedaan Antara Eosinofilia Paru Tropik dengan Sindroma Eosinofilik13,15 Gambaran Tropical eosino philia Simple pulmonary eosinophilia Chronic eosinophilic pneumonia Allergic bronchopul monary aspergillosis sering sering tinggi tinggi tidak ada tidak ChurgStrauss syndrome Idiopathic hypereosi nophilia Drug allergies Infeksi Cacing

Wheezing Gejala sistemik Jumlah eosinofil Kadar IgE

sering sering tinggi tinggi

jarang jarang sedang sedang ? ?

sering sering sedang-tinggi ? tidak ada tidak

tidak ada sering rendah rendahsedang tidak ada tidak

tidak ada sering tinggi rendahsedang tidak ada tidak

tidak ada sering sedangtinggi sedang tidak ada tidak

mungkin tidak tentu tidak tentu sedangtinggi mungkin mungkin

Antibodi filaria tinggi Respons diethylya carbamazine Diadaptasi dari 13,15

40

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

Penyakit Paru Eosinofilik dan peningkatan eosinofil pada cairan BAL. Pemeriksaan penunjang lain untuk membedakan berbagai jenis penyakit paru eosinofilik meliputi tes faal paru, uji serologi, pemeriksaan feses, bahkan CT-scan. Pengobatan penyakit paru eosinofilik meliputi terapi spesifik yang ditujukan pada penyebab, misalnya antihelmin atau antifilaria, ditambah dengan kortikosteroid dan terapi simtomatis yang sesuai. Daftar Pustaka
1. Feong YF, Kim KI, Seo IM, Lee CH, Lee KI, Kim KN, et al. Eosinophilic lung diseases: a clinical, radiologic and pathologic overview. Radiographics 2007;27:617-39. Mann B. Eosinophilic lung diseases. Clin Med: Cir Resp Pulmo Med. 2008;2:99-108. Marchand E, Cordier JF. Idiopathic chronic eosinophilic pneumonia. Available from: http://www.orpha.net/data/patho/GB/ukICEP.pdf. Cited: 1st December 2009. Ryan F. Eosinophilic lung diseases: a clinical overview. Available From: http://www.stacommunications.com/journals/cme/images/ cmepdf/dec01/lungdisease.pdf. Cited: 1st December 2009. Cordier JF, Cottin V. Eosinophilic lung diseases. In: Murray JF, Nadel JA, Mason RJ, Boushey HA, editors. Murray and Nadels textbook of respiratory medicine. 4th ed. Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Inc; 2005.p.1679-701. Cordier JF, Cottin V. Eosinophilic pneumonias. Allergy 2005; 60:841-57. 7. Artika D, Margono BP. Hubungan jumlah eosinofil sekrit mukosa hidung dan darah tepi pada asma bronkial dalam serangan. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Malang, 2-5 Juli, 1999. Muers MF. Eosinophilic lung diseases. Available at: http://www. asia.cmpmedica.com/cmpmedica my/disppdf.cfm? fname=Bz.pdf. Accessed on 5th December 2009. Yusuf I. Sindroma Churg Strauss. Dexa media. 2007;20:174-7. Johkoh T, Muller NL, Akira M, Ichikado K, Suga M, Ando M, et al. Eosinophilic lung diseases: diagnostic accuracy of thin section CT in 111 patients. Radiology 2000;216:773-80. Tanoue LT. The eosinophilic pneumonias. In: Fishman AP, Elias JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, editors. Fishmans manual of pulmonary diseases and disorders. 3rd ed. New York: McGrawHill; 1998.p.408-22. King Ma, Harman ALP, Allen JN, Christoforidis GA, Christoforidis AJ. Acute eosinophilic pneumonia: radiologic and clinical features. Radiology. 1997;203:715-9. Syamsiah A. Eosinofilia paru tropik. Cermin dunia kedokteran 1995;10:56-8. Lee YR, Choi YW, Lee KJ, Jeon SC, Park CK, Heo JN. CT halo sign: the spectrum of pulmonary diseases. Br J Rad. 2005;78:8625. Respiratory reviews com. Recognizing eosinophilic lung syndrome. Available at: http://www.respiratoryreviews.com/feb01/ rr_feb01_eosinophilic.html. Cited: December 1st 2009. MS/ZD

8.

9. 10.

11.

2. 3.

12.

13. 14.

4.

5.

15.

6.

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 1, Januari 2011

41

Anda mungkin juga menyukai