Anda di halaman 1dari 81

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER

ORANG TUA DENGAN DEPRESI


PADA REMAJA




Skripsi





Disusun Oleh :

Shella Lestari Latuconsina
01.40.0194
























Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang
2007

Perpustakaan Unika
vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN.. ii
HALAMAN MOTO. iii
PERSEMBAHAN. iv
UCAPAN TERIMA KASIH. v
DAFTAR ISI. vii
DAFTAR TABEL. x
DAFTAR LAMPIRAN. xi
BAB I PENDAHULUAN. 1
A. Latar Belakang Masalah.. 1
B. Tujuan Penelitian. 5
C. Manfaat Penelitian 5
1. Manfaat Teoritis. 5
2. Manfaat Praktis.. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Depresi Pada Remaja 7
1. Pengertian Depresi Pada Remaja 7
2. Teori Depresi.. 12
3. Faktor-faktor Penyebab Depresi. 16
4. Gejala-gejala Depresi.. 21
5. Jenis-jenis Depresi.. 24
Perpustakaan Unika
viii
B. Pola Asuh Otoriter.. 26
1. Pengertian Pola Asuh Otoriter 26
2. Ciri-ciri Pola Asuh Otoriter 28
3. Komponen Pola Asuh Otoriter 30
4. Indikator Pola Asuh Otoriter 31
C. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua yang Otoriter dengan
Depresi pada Remaja. 32
D. Hipotesis 34
BAB III METODE PENELITIAN 35
A. Identifikasi Variabel Penelitian. 35
B. Definisi Operasional.. 35
C. Subyek Penelitian.. 37
1. Populasi 37
2. Teknik Pengambilan Sampel 37
D. Metode Pengumpulan Data ... 38
E. Uji Coba Alat Ukur. .. 42
F. Metode Analisis Data .. .. 45
BAB IV LAPORAN PENELITIAN. . 46
A. Orientasi Kancah Penelitian.. 46
B. Persiapan Penelitian .. 48
1. Penyusunan Skala.. .. 48
2. Perijinan 50
3. Pengambilan Data Penelitian 51
Perpustakaan Unika
ix
4. Uji Coba Alat Ukur. 52
BAB V HASIL PENELITIAN. 55
A. Uji Asumsi . 55
1. Uji Normalitas Sebaran 55
2. Uji Linieritas Hubungan.. 56
B. Uji Hipotesis.. 56
C. Pembahasan 57
BAB VI PENUTUP. 61
A. Kesimpulan . 61
B. Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 63
Perpustakaan Unika
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan setiap mahluk hidup terutama manusia selalu diliputi
oleh berbagai macam permasalahan. Masalah tersebut sudah dimulai sejak
masa kanak-kanak, sampai remaja hingga seseorang menginjak masa
dewasa. Pada masa remaja, seseorang akan menghadapi tugas dalam setiap
perkembangannya, baik itu yang berhubungan dengan kondisi fisik maupun
psikis, ataupun hal-hal yang berhubungan dengan keadaan atau situasi
lingkungan dimana seseorang tersebut berada.
Setiap individu perlu untuk mempersiapkan diri agar dapat
menghadapi setiap permasalahan yang berkaitan dengan tugas
perkembangannya. Persiapan tersebut yaitu dengan cara menjadikan setiap
individu menjadi sumber daya yang berkualitas. Pada kenyataannya tidak
semua individu mampu mempersiapkan dirinya untuk dapat menghadapi
permasalahan yang berkaitan dengan tugas perkembangannya. Hal tersebut
disebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang harus dihadapi,
sehingga dapat membawa individu ke dalam kondisi yang tertekan.
Tekanan yang berkepanjangan itu dapat menyebabkan depresi.
Depresi adalah salah satu gangguan psikologis yang sifatnya
universal, dapat terjadi pada siapapun dan hampir setiap individu pada masa
hidupnya pernah menderita depresi sampai pada tingkat tertentu, namun
dalam mengekspresikannya berbeda antara individu satu dengan lainnya
(Elizabeth dalam Hadinoto, 2000, h. 181). Depresi memiliki arti yang
Perpustakaan Unika


2
berbeda-beda. Depresi dapat menjadi suatu gejala (saat seseorang merasa
sedih), tanda (ekspresi wajah seseorang), atau gangguan yang dapat
didiagnosis. Mendiagnosis depresi, berarti memaksudkannya sebagai suatu
gangguan yang berlangsung cukup lama disertai gejala-gejala dan tanda-
tanda spesifik yang secara substansial mengganggu kewajaran sikap dan
tindakan seseorang yang menyebabkan kesedihan yang amat-sangat, dan
bisa juga kedua-duanya. Setelah depresi menjadi semakin parah, penderita
depresi sering merasa bahwa ia tidak berdaya dan tidak berharga, serta
merasa bahwa situasinya tidak ada harapan lagi. Individu sering ingin
bunuh diri. Pada depresi yang paling berat dapat muncul delusi (keyakinan
keliru yang dipegang teguh walaupun ada bukti kuat yang merupakan
kebalikannya), kadang-kadang mengalami halusinasi (persepsi yang tidak
disebabkan oleh hal-hal dari luar). Disamping itu penderita depresi dapat
juga mengalami halusinasi rasa, sentuhan atau bau. Depresi yang paling
berat ini dapat disebut sebagai depresi psikotik (Greist dan Jefferson,
1987, h. 1-3).
Sangat penting membedakan antara gangguan depresif dengan rasa
sedih atau susah biasa yang bukan depresi. Rasa sedih karena kematian
orang yang dicintai atau keluarga, merupakan hal yang wajar, bukan
depresi. Individu yang bersedih atau berduka cita seperti ini, mungkin
mengalami gejala-gejala depresi yang hanya berlangsung sebentar, tetapi
biasanya setelah itu dapat segera sembuh tanpa usaha penyembuhan
apapun. Di sini yang dimaksud adalah gangguan-gangguan depresi yang
membutuhkan usaha penyembuhan. Jika depresi dialami oleh para remaja,
maka mereka akan mengalami hambatan dalam pencapaian prestasi. Hal ini
Perpustakaan Unika


3
juga akan berakibat pada pembentukan identitas diri, yang merupakan ciri
masa remaja. Depresi banyak terjadi pada usia remaja, dimana pada usia ini
merupakan periode badai dan stress yang ditandai dengan kemurungan,
kekacauan di dalam diri dan pemberontakan. Berdasarkan data resmi dari
Kepolisian Daerah Metro Jaya, selama 2003 tercatat 62 kasus bunuh diri
yang dimana usia pelaku bunuh diri kebanyakan masih belasan tahun (Sinar
Harapan, tgl 15/11/2006, h.1-2). Percobaan bunuh diri pada usia remaja saat
ini, merupakan salah satu bukti bahwa mereka tidak dapat menahan depresi
yang berlarut-larut. Tahun 2004 semester pertama ada 38 kasus, pada
Januari- Juli 2005 angkanya sudah meningkat menjadi 68 kasus. Modus
gantung diri yang paling banyak dilakukan. Hingga sekarang angka bunuh
diri pada remaja makin meningkat dari tahun ke tahun (Kompas, tgl
25/10/2006, h. 3).
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan munculnya depresi,
adalah lingkungan sekitar individu. Baik itu lingkungan keluarga, sekolah,
maupun lingkungan dimana individu tersebut berada. Keluarga merupakan
suatu kelompok terkecil dalam masyarakat, dimana anak untuk pertama
kalinya mendapat latihan-latihan yang diperlukan dalam hidupnya kelak di
masyarakat. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak,
moral dan pendidikan kepada anak.
Menurut Gerungan (dikutip oleh Aryatmi, 1989.h 27-28) yang
menyebutkan bahwa keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam
kehidupan manusia, dimana individu belajar dan menyatakan diri sebagai
makhluk di dalam interaksi dengan kelompoknya, maka orang tua sangat
besar pengaruhnya terhadap perkembangan remaja, termasuk pola asuh
Perpustakaan Unika


4
mereka yang diterapkan pada anaknya.
Setiap orang tua yang bertanggung jawab juga memikirkan dan
mengusahakan agar senantiasa tercipta dan terpelihara hubungan yang
antara orang tua dengan anak, efektif dan menambah keharmonisan hidup
di dalam keluarga. Keluarga yang berbahagia temyata bukan saja diwamai
oleh terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer dan sekunder dalam
kehidupan tapi juga komunikasi yang baik yang membuat anak tidak
menjadi tertekan, apalagi tidak sedikit orang tua yang menerapkan pola
asuh otoriter dalam mendidik anaknya.
Menurut Lewin dkk ( dalam Gerungan, 1977, h. 189-190 ) dampak
dalam pembentukan watak karena sikap otoriter, sering menimbulkan pula
gejala-gejala gangguan depresi seperti misalnya mudah putus asa, tidak
dapat merencanakan sesuatu, juga penolakan terhadap orang, lemah hati
atau mudah berprasangka yang dapat membuat komunikasi sosialnya
terputus, dan ada disorientasi sosial. Dengan demikian bisa dikatakan
bahwa pendidikan atau pola asuh yang otoriter secara umum tidak akan
membawa dampak yang positif, tetapi akan membawa dampak yang
negatif. Orang tua berfungsi untuk membantu remaja mempelajari standar
tingkah dan tujuan diri, juga sebagai obyek identifikasi bagi anak. Bila
orang tua menggunakan pola asuh yang otoriter yang ditandai dengan
aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan pembatasan kebebasan anak,
akan mengakibatkan efek yang tidak baik pada anaknya, anak pasti akan
menjadi terbatas dan tidak akan mempunyai motivasi yang tinggi.
Citrobroto ( 1980, h. 72 ) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
sikap otoriter adalah sikap mau menang sendiri, sikap main kuasa, sikap
Perpustakaan Unika


5
paling betul sendiri. Menurut Baldwin ( dalam Gerungan, 1988, h. 189 )
sikap otoriter dari orang tua ialah orang tua memberikan banyak larangan
kepada anak-anak dan mereka harus melaksanakan tanpa bersoal jawab,
tanpa ada pengertian pada anak.
Bagi remaja, masalah yang baru timbul tampaknya lebih banyak
dan lebih sulit diselesaikan dibandingkan dengan masalah yang dihadapi
sebelumnya (Hurlock, 1999, h.207). Apalagi bila ditambah permasalahan di
rumah, dalam hal ini berkaitan dengan sikap orang tua yang otoriter. Bila
hal ini tidak ditangani sesegera mungkin maka dapat menyebabkan remaja
tersebut mengalami depresi.
Berdasarkan masalah diatas, peneliti ingin mengetahui
bagaimanakah pengaruh hubungan antara pola asuh orang tua yang otoriter
dengan depresi pada remaja.

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggali lebih lanjut
tentang hubungan antara pola asuh otoriter orang tua dengan depresi pada
remaja.

C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat antara lain :
1. Manfaat teoritis
Dapat berguna untuk menambah wawasan teori yang telah ada
khususnya di bidang psikologi perkembangan dan psikologi klinis.
2. Manfaat Praktis
Perpustakaan Unika


6
Hasil penelitian ini bisa menjadi referensi atau acuan bagi orang tua
untuk mengurangi atau mencegah terjadinya depresi pada remaja, dalam
kaitannya dengan pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orang tua.




Perpustakaan Unika
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Depresi Pada Remaja
1. Pengertian Depresi Pada Remaja
Istilah depresi telah lama dikenal didalam masyarakat tetapi
masih dijumpai kesulitan mencari kata dalam bahasa Indonesia yang
identik maknanya dengan depresi. Kata sedih atau putus asa tidak
menjelaskan secara khas makna depresi. Depresi dapat terjadi pada
setiap orang, depresi merupakan sebuah reaksi dari suatu kejadian yang
tidak menyenangkan, dan ini wajar terjadi pada orang-orang yang baru
saja mengalami kejadian itu, seperti kehilangan atau kematian orang
yang dikasihi dan kekecewaan yang mendalam terhadap lingkungan
(Greist dan Jefferson, 1987, h.1). Greist dan Jefferson juga mengatakan
bahwa suasana hati dalam depresi hampir selalu dialami sebagai rasa
sedih, susah, murung, cemas atau tertekan. Jika suasana hati tidak
diliputi kesedihan orang tersebut dapat saja kehilangan minat atau gairah
dalam berbagai aktivitas. Pemikiran orang yang menderita depresi
sering bersifat negatif baik tentang dirinya sendiri, tentang masa
sekarang maupun masa depan (1987,h.2).
Definisi depresi menurut Chaplin (1995, h.130) adalah keadaan
kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan
perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi
masa yang akan datang. Pada kasus patologis, depresi merupakan
ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap perangsang, disertai
Perpustakaan Unika


8
menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu dan putus asa.
Sedangkan menurut Maramis (1995, h.107) depresi merupakan suatu
jenis perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa
sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, tidak berpengharapan, putus
asa, penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi.
Bootzin, dkk (1983, h.676) menyatakan gangguan depresi terdiri dari
satu episode kesedihan atau lebih tanpa ada sela keadaan gembira
sedikitpun. Individu yang mengalami depresi memperlihatkan
perubahan radikal pada perasaan, motivasi, pikiran, fungsi motorik, dan
fisik. Perasaan sedih ini mulainya pelan-pelan dan makin lama makin
meningkat
Mc Keon (1986, h.15) mengatakan bahwa depresi yang berawal
dari diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan
atau aktivitas rutin lainnya. Depresi dapat mempengaruhi lingkungan
karena akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang
pada umumnya negatif, misalnya mudah marah, tersinggung,
menyendiri, sensitif, mudah letih dan mudah sakit.
Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata Latin
adolescere yang artinya tumbuh ke arah kematangan, Kematangan di
sini tidak hanya berarti kematangan fisik tetapi terutama kematangan
sosial-psikologis, (Muss dalam Sarwono, 1994, h.8). Menurut Santrock
(2003, h.26) Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Dalam
ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait (seperti Biologi dan
Perpustakaan Unika


9
Faal) remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana
alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis
berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya
memperoleh bentuknya yang sempurna dan secara faali alat-alat
kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula (Sarwono, 1994,
h.6). Remaja dalam artian psikologis sangat berkaitan dengan
kehidupan dan keadaan masyarakat dimana masa remajanya sangat
panjang dan ada yang hampir tidak ada sama sekali.
Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja
yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan
tiga kriteria yaitu biologik, psikologik, dan sosial-ekonomi, sehingga
secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut ( Sarwono,
2002, h.9):
Remaja adalah suatu masa dimana :
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri
Pada tahun-tahun berikutnya, definisi makin berkembang ke arah
yang lebih konkrit operasional. Ditinjau dari bidang kegiatan WHO,
yaitu kesehatan, masalah yang terutama dirasakan mendesak mengenai
kesehatan remaja adalah kehamilan terlalu awal. Berangkat dari masalah
Perpustakaan Unika


10
pokok ini WHO menetapkan batasan usia 10 tahun sampai dengan 20
tahun sebagai batasan usia remaja. Selanjutnya, WHO menyatakan
walaupun definisi di atas terutama didasarkan pada usia kesuburan
(fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan
WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian yaitu :
a. Remaja awal : 10 tahun-14 tahun
b. Remaja akhir : 15 tahun-20 tahun.
Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB
tentang pemuda adalah kurun usia 14-24 tahun yang dikemukakan
dalam sensus penduduk 1980. menurut hasil sensus ini, jumlah remaja
di Indonesia pada tahun tersebut adalah 18,5 % dari seluruh penduduk
Indonesia (Sarwono, 1994, h.9).
Secara psikologis, remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi
merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada
dalam tingkatan yang sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak,
integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif,
kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga
perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang
khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai
integrasi dalam hubungan sosial yang dewasa, yang kenyataannya
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini (Piaget
dalam Hurlock, 1978).
Hurlock (1968, h. 12) membagi batasan-batasan remaja sebagai
berikut :
Perpustakaan Unika


11
a. Pubertas/ Adolescence : Sepuluh atau duabelas tahun sampai tiga
belas tahun.
b. Masa Remaja Awal : Tigabelas atau Empatbelas tahun sampai
Tujuhbelas tahun.
c. Masa Remaja Akhir : Tujuhbelas tahun sampai Duapuluh satu
tahun.
Jersild mengatakan bahwa remaja (adolescence) berada pada
rentangan usia sebelas tahun sampai duapuluhan awal (Mappiare, 1982,
h.14). Rahayu (1981, h.231) mengatakan bahwa batasan umur remaja
berkisar antara 12 tahun sampai 22 tahun dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Remaja Awal dengan batasan usia 12 tahun sampai 15 tahun.
b. Remaja Madya dengan batasan usia 15 tahun sampai 18 tahun.
c. Remaja akhir dengan batasan usia 18 tahun sampai 22 tahun.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja
adalah masa dimana individu mengalami masa transisi antara masa
anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif, dan sosial-emosional yang terbagi dalam batasan-batasan usia
tertentu.
Berdasarkan penjelasan diatas pula dapat disimpulkan bahwa
depresi pada remaja adalah perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, tidak
berpengharapan, putus asa, penyesalan atau berbentuk penarikan diri,
kegelisahan atau agitasi yang dialami oleh mereka yang telah
mengalami masa transisi, dimana pada masa transisi tersebut terdapat
Perpustakaan Unika


12
perubahan-perubahan seperti perubahan biologis, kognitif dan sosial-
emosional.

2. Teori Depresi
De Clerq (1994, h.117) mengatakan bahwa faktor-faktor pribadi,
biologis, interpersonal, dan lingkungan dianggap sebagai faktor yang
berinteraksi dengan proses kognitif yang memungkinkan proses kognitif
berkembang. Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk
menjelaskan munculnya gangguan depresi yaitu : (dalam Hidayati,
2003, h.10-12)
a. Teori Biologi
Teori biologi mempunyai asumsi bahwa penyebab depresi
terletak pada gen atau malfungsi beberapa faktor fisiologik yang
memungkinkan faktor tersebut (Sarason dan Sarason, 1989,
h.277). Oltmans dan Emery (1995, h.178) mengatakan bahwa
depresi dapat disebabkan dari faktor biologis yaitu tidak
berfungsinya pusat transmisi pada otak serta gangguan pada
hormonal.
b. Pandangan Psikodinamika
Studi psikologik tentang depresi dimulai oleh Sigmund
Freud dan Karl Abraham. Keduanya menggambarkan bahwa
depresi merupakan reaksi kompleks terhadap kehilangan (loss).
Freud dalam bukunya Morning and Melancholia
menggambarkan bahwa rasa sedih yang normal dan depresi
sebagai respon dari kehilangan seseorang atau sesuatu yang
Perpustakaan Unika


13
dicintai (Davidson dan Neale, 1997, h.230). Freud mengatakan
(dalam Sarason dan Sarason, 1989, h.230) bahwa duka cita yang
berlebihan secara terus-menerus, akan menyebabkan terjadinya
pelemahan ego dalam dirinya. Seseorang yang tertekan
mempunyai pandangan terhadap superego yang terlalu kuat.
Teori Psikodinamika menekankan pada suatu perasaan yang
tidak disadari ke suatu situasi yang baru. Hal ini berdasarkan
pada apa yang telah terjadi pada awal kehidupannya.
Psikodinamika memusatkan pada sejarah hubungan antara anak
dengan orang yang paling dekat atau dengan siapa yang menjadi
ketergantungan dalam hidupnya. Hubungan tersebut pada
umumnya terjadi pada hubungan anak dengan ibunya. Terjadinya
gangguan hubungan pada masa awal kehidupan anak merupakan
suatu bentuk kehilangan figur orang tua. Hal tersebut merupakan
tekanan bagi anak yang akan mempengaruhi pada masa yang
akan datang (Sarason dan Sarason, 1989, h.285).
c. Pandangan Behavioral
Teori belajar mengatakan antara depresi dan penguat yang
kurang (lack of reinforcement) saling berhubungan satu sama
lain. Pandangan behavioral menjelaskan bahwa seseorang yang
mengalami depresi kurang menerima penghargaan (rewards) atau
dengan kata lain lebih banyak mengalami hukuman (punishment)
dari pada orang yang tidak mengalami depresi (dalam Sarason
dan Sarason, 1989, h. 231). Lewington (dalam Harrington, 1995,
h.123) berpendapat bahwa depresi adalah hasil rendahnya respon
Perpustakaan Unika


14
dari penguat positif dalam memperoleh penghargaan (a lack of
the social skill).
d. Pandangan Humanistik-Eksistensial
Teori eksistensial memfokuskan kehilangan harga diri
sebagai penyebab utama depresi. Kehilangan harga diri dapat
nyata atau simbolik misalnya kehilangan kekuasaan, status sosial,
atau uang. Teori humanistik menekankan perbedaan antara diri
(self) seseorang dengan keadaan yang nyata sebagai sumber
depresi dan kecemasan menurut pandangan ini, depresi terjadi
jika perbedaan antara ideal self dan kenyataan terlalu besar
(dalam Sarason dan Sarason, 1989, h.231).
e. Pandangan Kognitif
Teori depresi berdasarkan pandangan kognitif ini
merupakan teori yang paling sering digunakan dalam penelitian
tentang depresi (dalam Susanty, 1997, h.18-19). Hal ini
disebabkan karena teori kognitif yang ini terbukti sangat efektif
digunakan untuk terapi terhadap depresi. Teori ini menyatakan
bahwa seseorang yang berpikiran negatif tentang dirinya akan
menelusuri lebih lanjut bahwa mereka melakukan interpretasi
yang salah dan menyimpang dari realita. Selain itu, keunggulan
teori kognitif ini adalah pendapatnya dapat diuji secara empirik.
Salah satu teori tersebut adalah dari Beck (Atkinson dkk,
1991, h. 264) yang mengatakan bahwa seseorang yang mudah
terkena depresi telah mengembangkan sikap umum untuk tidak
menilai peristiwa dari segi negatif dan kritik diri. Beck (dalam
Perpustakaan Unika


15
Sue dkk, 1986, h. 389) mengatakan ada tiga macam bentuk
kognitif yang mempunyai peran penting dalam terwujudnya
gangguan depresi, yaitu : pikiran-pikiran otomatis, skema diri
dan distorsi kognitif. Pikiran-pikiran otomatis adalah pikiran
yang secara otomatis muncul setelah individu mempersepsikan
suatu stimulus tertentu.
Burn (1998, h.18-19) berpendapat bahwa pemikiran-
pemikiran otomatis yang negatif terdapat pada setiap orang.
Pemikiran negatif itu akan langsung timbul bila seseorang
menghadapi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Pada
penderita depresi, pemikiran-pemikiran otomatis ini tidak hanya
ditujukan untuk keadaan yang tidak menyenangkan saja,tetapi
juga untuk keadaan yang sebenarnya menyenangkan untuk orang
normal.
De Clerq (1994, h.116) mengatakan bahwa pola pikir orang
yang depresif dianggap menyimpang dari interpretasi logis atau
salah menginterpretasi fakta. Juga dianggap terfokus hanya pada
aspek situasi yang negatif, serta harapan yang pesimistis dan
putus asa terhadap masa depan. Dengan kata lain depresi secara
pokok dilihat sebagai penyimpangan atau gangguan dari proses
berpikir, yang disebutkan cognitive distortion. Cognitive
Distortion adalah kecenderungan salah mengerti atau
penyimpangan kejadian-kejadian penting didalam cara yang
negatif. Dalam hal ini yang termasuk dalam cognitive distortion
atau distorsi kognitif adalah (De Clerq, 1994, h.117) :
Perpustakaan Unika


16
1) Abstraksi selektif, yaitu kecenderungan untuk menarik
kesimpulan berdasarkan perincian atau peristiwa yang terjadi
dengan sendirinya.
2) Generalisasi yang berlebihan (overgeneralization), yaitu
kecenderungan untuk menganut keyakinan-keyakinan ekstrim
yang didasarkan pada peristiwa tertentu, dan menerapkannya
pada situasi yang berbeda.
3) Kesimpulan arbitrer (arbitrary inference), yaitu membuat
kesimpulan dari tidak adanya bukti yang relevan.
4) Personalisasi (personalization), yaitu kecenderungan untuk
menghubungkan semua peristiwa dengan diri sendiri, bahkan
bila tidak ada hubungan sama sekali.
5) Berpikir dalam dikotomi (polarized thinking), yaitu
kecenderungan untuk berpikir dengan cara ekstrim.
6) Magnification / exaggeration (membesar-besarkan), yaitu
pemikiran yang berlebihan mengenai signifikansi peristiwa
negatif, memperbesar kegagalan dan mengurangi sukses,
terlalu memandang rendah kemampuan diri sendiri.

3. Faktor-faktor Penyebab Depresi
Depresi dapat terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut:
a. Faktor biologis, menurut Weissman (dikutip Sarason dan
Sarason, 1993, h.277) penyebab depresi terletak pada gen atau
malfungsi fisiologis atau gabungan dari dua hal tersebut
diatas.
Perpustakaan Unika


17
b. Distorsi kognitif, pendapat Rehm dan Carter (dikutip De
Clerq, 1994, h.177) yaitu cara berpikir yang salah.
c. Pengalaman masa kanak-kanak, menurut Freud ( dikutip Sue
dan Sue, 1994.h.370) adanya fiksasi pada fase oral,
merupakan faktor predisposisi pada ketergantungan yang
sangat.
d. Rasa rendah diri, pandangan negatif terhadap diri sendiri dan
pesimis, kurang dukungan penguat (Sarason dan Sarason,
1993, h.287).
e. Kecenderungan untuk menyalahkan dan mencela diri sendiri
( Beck, 1985, h. 6).
f. Kekhawatiran atau ketakutan akan kegagalan (Atkinson
dalam Prabandari, 1989. h.22). Individu yang mempunyai
kekhawatiran atau ketakutan akan kegagalan biasanya
mempunyai motif berprestasi yang rendah.
g. Teori afektif yang dikemukakan Watson, Clark dan Tellegen
(dikutip Buss, 1995, h.359) menyatakan hubungan antara
depresi dengan kecemasan secara umum sangat dipengaruhi
oleh adanya perasaan-perasaan negatif yang tinggi dalam diri
individu. Perasaan- perasaan negatif tersebut
dikarakteristikkan sebagai rasa takut, malu, menderita,
bersalah, bermusuhan, mudah, marah, gelisah, cemas dan
ketakutan. Secara khusus gangguan depresi lebih dipengaruhi
oleh kurangnya perasaan-perasaan positif dalam diri individu
yaitu keaktifan, waspada, penuh perhatian, tekun, antusias,
Perpustakaan Unika


18
gembira, mempunyai inspirasi, tertarik terhadap sesuatu
bangga dan kuat.
Menurut Saul ( 1987, h.15) keadaan yang biasanya dapat
membuat orang mengalami depresi adalah:
a. Kehilangan status dan identitas sosial.
b. Gangguan seksual dan hal-hal yang berhubungan dengan
masalah seksual, misalnya impotensi dan frigid.
c. Kehilangan mata pencaharian, penghasilan dan kemiskinan.
d. Gangguan kesehatan dan kehilangan kapasitas atau
kemampuan fisik.
e. Kehilangan teman, relasi, orang yang dicintai, serta
berangsur-angsur terisolir sendiri dan kesepian.
f. Ketakutan karena adanya ancaman dan tekanan atau
ketakutan akan menderita atau mati.
Hawari (dalam Wulansari, 2002, h.27) mengatakan faktor-
faktor yang mempengaruhi depresi antara lain :
a. Masalah perkawinan, misalnya perceraian, perselingkuhan,
bertengkar dengan pasangan.
b. Problem orang tua, misalnya : banyak anak atau bahkan tidak
mempunyai anak sama sekali.
c. Hubungan interpersonal, misalnya : konflik dengan orang tua,
teman, kekasih.
d. Pekerjaan dan keuangan.
e. Lingkungan hidup dan hukum.
f. Masalah perkembangan fisik dan perkembangan individu.
Perpustakaan Unika


19
g. Penyakit fisik atau cidera.
De Clerq (1994, h.127) menyebutkan faktor-faktor penyebab
depresi adalah :
a. Faktor penentu dari dalam diri termasuk di dalamnya faktor
kognitif, kekurangan saat dilahirkan, kekurangan bio-kemis.
b. Faktor penentu dari lingkungan, meliputi pola interaksi
keluarga dan hubungan sosial.
c. Faktor dalam kehidupan, meliputi pengalaman kehilangan
seseorang yang berharga.
Berdasar penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor penyebab depresi terbagi menjadi dua yaitu, pertama
faktor yang berasal dari dalam individu meliputi adanya
malfungsi fisiologis maupun gen dalam diri individu, cara
berpikir yang salah, fiksasi fase oral, rasa rendah diri,
kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri, gangguan
seksual, gangguan kesehatan dan hilangnya kemampuan fisik,
kekhawatiran atau ketakutan akan kegagalan sehingga motif
berprestasi rendah, dan kurangnya perasaan-perasaan positif
dalam diri individu. Kedua faktor dari lingkungan meliputi
kehilangan status sosial maupun identitas sosial, kehilangan
teman atau orang yang dicintai kehilangan mata pencaharian dan
kemiskinan, hubungan interpersonal misalnya konflik dengan
orang tua.
Wenar (1994, h. 210-211) mengatakan bahwa secara
emosional, remaja mampu untuk berpetualang dalam suatu
Perpustakaan Unika


20
kesedihan. Mereka dapat berpikir secara umum dan memikirkan
masa depan. Pada kenyataannya depresi pada remaja adalah suatu
bagian dari hidup remaja. Alasan dari depresi remaja bukan hal
yang baru. Bagaimanapun, konteks dari perkembangan ini
berbeda dari waktu mereka masih kanak-kanak. Di pertengahan
masa kanak-kanak, mereka mempunyai pengaman yang
mendasar dari keluarganya. Sebaliknya, remaja dihadapkan pada
tugas dalam keluarga dan pengembangan status baru seperti pada
orang dewasa.
Pola asuh otoriter berpotensi besar untuk menimbulkan
depresi pada remaja, karena di sini, orang tua menentukan aturan-
aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus dipenuhi oleh
anak. Anak tidak diberi hak untuk mengendalikan tingkah
lakunya sendiri. Orang tua juga cenderung menggunakan
kekerasan atau hukuman serta kekuasaan yang menekan dan
mengekang anak. Hal ini dapat membuat anak menjadi kurang
inisiatif sehingga tidak dapat merencanakan sesuatunya sendiri.
Pada sebuah penelitian terhadap anak-anak nonklinis,
dipelajari hubungan antara interaksi orang tua dan anak selama
masa prasekolah dengan sindroma depresi yang muncul ketika
anak berusia 18 tahun, ditemukan hasil bahwa bila ibu
menerapkan pola asuh otoriter dalam pengasuhannya di awal
masa kanak-kanak sampai remaja, maka anaknya cenderung
memperlihatkan depresi (Gjerge dan Block dalam santrock, 2003,
h.530). Hal ini juga sama seperti yang dikemukakan oleh
Perpustakaan Unika


21
Baldwin (dalam Gerungan, 1988, h.189) bahwa semakin otoriter
orang tua, makin berkuranglah ketaatan anak kepada orang tua,
anak menjadi kurang inisiatif, tidak dapat merencanakan sesuatu,
dan daya tahannya menjadi berkurang. Jika orang tua
menerapkan pola asuh otoriter, anak juga bisa menjadi tertekan
karena apapun hal yang dilakukannya selalu dianggap salah oleh
orang tua. Tidak pernah ada pujian kalau apa yang dilakukannya
benar dan selalu ada hukuman apabila yang dilakukannya salah
dan tidak sesuai dengan keinginan orang tua, Sedangkan pada
remaja biasanya mereka sudah mempunyai masalah-masalah
sendiri sesuai dengan tugas-tugas perkembangan yang harus
dihadapinya.sehingga lama-kelamaan keadaan tertekan tersebut
bisa membuat remaja menjadi depresi.
4. Gejala-gejala Depresi
Dalam Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorder IV
(1994, h.349) tanda-tanda atau gejala-gejala yang ada pada penderita
depresi adalah sebagai berikut :
a. Suasana sedih.
b. Berkurangnya nafsu makan dan berat badan berkurang atau
sebaliknya nafsu makan bertambah dan berat badan bertambah..
c. Gangguan sulit tidur, tidak dapat kembali tidur sesudah terbangun
tengah malam dan pagi-pagi sudah terbangun atau adanya keinginan
untuk tidur terus-menerus.
d. Perubahan tingkat aktivitas dari penggunaan psikomotor yang
normal menjadi retardasi psikomotor.
Perpustakaan Unika


22
e. Hilangnya minat dalam aktivitas yang biasa dilakukan.
f. Kehilangan energi, merasa sangat lelah.
g. Konsep diri negatif, menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak
berguna.
h. Sukar berkonsentrasi, lamban dalam berpikir dan tidak mampu untuk
memutuskan sesuatu.
i. Sering berpikir tentang mati atau bunuh diri.
Beck (1985, h.16-36) mengemukakan gejala-gejala yang nampak
pada penderita depresi dan dikelompokkan dalam beberapa manifestasi
yaitu :
a. Manifestasi Motivasional meliputi tidak mempunyai keinginan
apapun, penginderaan, melarikan diri dan penarikan diri, keinginan
bunuh diri dan kepercayaan diri berkurang.
b. Manifestasi Emosional meliputi suasana patah hati, perasaan negatif
yang ditujukan pada diri sendiri, penurunan rasa gembira, kehilangan
kelekatan emosional, menangis dan kehilangan respon gembira.
c. Manifestasi Vegetatif dan fisik mempertimbangkan adanya
gangguan pada hipotalamus yang mempengaruhi depresi. Campbell
dan Krosmos (dikutip Beck, 1985, h.33) menyatakan manifestasi ini
meliputi kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan libido,
kelelahan, berat badan menurun, dan gejala somatik.
d. Manifestasi Kognitif yang meliputi evaluasi diri yang rendah,
harapan-harapan negatif, menyalahkan diri dan kritik diri, bimbang
dan penyimpangan citra diri.
Atkinson,dkk (1991, h.430) menyebutkan empat gejala depresi, yaitu :
Perpustakaan Unika


23
a. Gejala Emosional (mood).
Kesedihan dan kekesalan adalah gejala yang paling menonjol pada
depresi. Individu merasa putus asa dan tidak berdaya, seringkali
menangis dan mencoba bunuh diri, hilangnya kegembiraan atau
kepuasan dalam hidupnya.
b. Gejala Kognitif.
Gejala kognitif terutama terdiri dari pikiran negatif. Individu yang
mengalami depresi cenderung memiliki rasa percaya diri yang
rendah, merasa tidak adekuat dan menyalahkan diri sendiri atas
kegagalan. Mereka merasa putus asa tentang masa depan dan merasa
pesimistik bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk
memperbaiki hidup.
c. Gejala Motivasional.
Motivasi mengalami surut pada depresi. Orang yang mengalami
depresi cenderung pasif dan sulit memulai aktivitas.
d. Gejala Fisik.
Gejala fisik depresi antara lain : hilangnya nafsu makan, gangguan
tidur, kelelahan serta hilangnya energi.
Berdasarkan PPDGJ III (2003, h.64) gejala-gejala depresi terbagi atas :
1. Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
a) Afek depresif.
b) Kehilangan minat dan kegembiraan.
c) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas.
Perpustakaan Unika


24
2. Gejala lainnya :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang.
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.
f) Tidur terganggu.
g) Nafsu makan berkurang.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
gejala-gejala depresi dapat dikelompokkan dalam beberapa manifestasi
yaitu; manifestasi motivasional meliputi kehilangan minat dalam aktivitas
yang biasa dilakukan, tidak mempunyai keinginan apapun, melarikan diri
dan penarikan diri; manifestasi emosional meliputi sedih, putus asa dan
kehilangan kelekatan emosional; manifetasi vegetatif dan fisik meliputi
berkurangnya nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan energi atau mudah
lelah dan retardasi psikomotor, serta manifestasi kognitif meliputi konsep
diri negatif, sukar berkonsentrasi dan sering berpikir untuk mati atau bunuh
diri.
5. Jenis-jenis Depresi
Menurut McKeon (1987, h.8) ada empat jenis depresi, yaitu :
a. Depresi Reaktif
Merupakan jenis depresi yang paling umum dan merupakan
perluasan dari perasaan gundah yang normal menyusul suatu
kehilangan. Umumnya orang yang mengalami depresi reaktif akan
merasa muram, cemas, sering marah dan mudah tersinggung.
Perpustakaan Unika


25
Mereka cenderung berada pada titik terendah di malam hari dan
mengalami kesulitan tidur. Tipe depresi ini tidak terlalu parah, orang
yang mengalami depresi ini merasa lega setelah berbicara dengan
teman-temannya.
b. Depresi Neurotik
Pada salah satu ujung dari spektrum kerentanan adalah individu yang
mampu menyesuaikan diri dengan baik, sehingga hanya mengalami
depresi reaktif jika dihadapkan pada kehilangan yang luar biasa atau
trauma emosional yang mendalam. Pada ujung yang lain dari
spektrum kerentanan adalah individu dengan kepribadian tidak stabil
yang merasa bahwa kegagalan kecil tidak bisa diterima. Perubahan
suasana hati dari suatu spektrum ke spektrum lainnya disebut depresi
neurotik.
c. Depresi Endogen
Depresi endogen merupakan depresi yang datang dari dalam. Ciri-
cirinya adalah adanya perasaan putus asa dan kehilangan harapan,
keraguan diri dan rendahnya harga diri, terbangun pagi-pagi, kurang
nafsu makan, berat badan menurun dan tidak acuh terhadap hal-hal
yang menjadi perhatiannya selama ini, pemikirannya menjadi
lambat, serta sukar berkonsentrasi.
d. Depresi Manik
Tanda dan gejala dari bentuk depresi tidak dapat dibedakan dengan
tanda gejala dari jenis endogen kecuali untuk serangan elasi yang
unik. Karena orang yang sedang sedih yang menjadi sasaran, dengan
Perpustakaan Unika


26
sedikit kekecualian mereka segera mengenali depresi ini sebagai
suatu penyakit.

B. Pola Asuh Otoriter
1. Pengertian Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter (authoritarian parenting) adalah gaya
pengasuhan yang membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak
remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati
pekerjaan dan usaha. Orang tua yang bersifat authoritarian membuat
batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja dan hanya melakukan
sedikit komunikasi verbal. Pengasuhan authoritarian berkaitan dengan
perilaku sosial remaja yang tidak cakap (Santrock , 2003, h.185).
Citroboto (1980, h. 72) mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan sikap otoriter adalah sikap mau menang sendiri, sikap main kuasa,
sikap paling betul sendiri. Sikap ini tersirat dalam cara mendidik yang
selalu menggunakan teknik yang serba memerintah. Pola asuh otoriter dapat
diartikan sebagai pola perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak
yang menuntut kepatuhan dan ketaatan anak terhadap aturan yang
ditentukan oleh orang tua. Untuk mendapatkan kepatuhan ini orang tua
menggunakan hukuman secara fisik terhadap anak apabila tidak mematuhi
peraturan (Sukadji dan Badingah, 1994, h. 26).
Menurut Baumrind, authoritarian parental style adalah pola asuh
yang diterapkan, yang dimana sikap orang tua teguh dalam prinsip,
petunjuk-petunjuk yang diberikan terhadap anak baik tetapi keras,
kebanyakan berisi instruksi-instruksi atau ajaran untuk melakukan sesuatu,
Perpustakaan Unika


27
jadi terkesan kurang adanya kehangatan dan cinta didalamnya. Orang tua
yang otoriter menggunakan ketegasan teknik seperti hukuman fisik dan
mencabut hak anak. Pola asuh otoriter ditandai dengan cara pengasuhan
orang tua yang menuntut kepatuhan yang tinggi pada anak (Baumrind
dalam Douglas, 1981, h.390; Gander dan Gardiner, 1981, h.412; Jersild
dkk, 1978, h.202). Pengertian sikap otoriter orang tua menurut Baldwin
(dalam Gerungan, 1988, h.189) ialah orang tua memberikan banyak
larangan kepada anak-anak dan anak harus melaksanakan tanpa bersoal
jawab, tanpa ada pengertian pada anak. Anak tidak perlu tahu alasan
tuntutan orang tua.
Hurlock (dalam Tjandrasa, 1989, h.93) mengemukakan bahwa
setelah anak bertambah besar orang tua yang menggunakan pengendalian
yang otoriter yang kaku dan jarang mengendurkan pengendalian mereka
atau menghilangkan hukuman badan. Mereka tidak mendorong anak untuk
mandiri dalam mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan
tindakan mereka. Sebaliknya, mereka hanya mengatakan apa yang harus
dilakukan. Jadi, anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana
mengendalikan perilaku mereka sendiri. Hurlock juga mengatakan bahwa
peraturan dan pengaturan yang keras memaksakan perilaku yang diinginkan
menandai semua jenis disiplin yang otoriter. Tekniknya mencakup
hukuman yang berat bila terjadi kegagalan memenuhi standar dan sedikit
atau sama sekali tidak adanya persetujuan, pujian atau tanda-tanda
penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pola
asuh otoriter orang tua adalah pola asuh yang diterapkan orang tua, dimana
Perpustakaan Unika


28
orang tua membuat batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja. Orang
tua beranggapan bahwa mereka selalu benar, tidak mau menerima kritikan
dari siapapun. Orang tua memberikan peraturan-peraturan yang kaku dan
anak diwajibkan untuk patuh terhadap peraturan tersebut. Pada pola asuh
otoriter ini, orang tua jarang bahkan hampir tidak pernah memberikan
pujian atau hadiah apabila anak telah melakukan apa yang diperintahkan
mereka

2. Ciri-ciri Pola Asuh Otoriter
Menurut Hurlock (dikutip Dayaksini, 1998, h.15) orang tua yang
mempunyai sikap otoriter pada umumnya bercirikan :
a. Orang tua menentukan apa yang perlu diperbuat oleh anak tanpa
memberikan penjelasan tentang alasannya.
b. Apabila anak melanggar ketentuan yang sudah digariskan oleh orang
tua, anak tidak diberikan kesempatan untuk memberikan alasan dan
penjelasan sebelum hukuman diterima anak.
c. Pada umumnya hukuman berwujud hukuman fisik.
d. Orang tua jarang atau tidak pernah memberikan hadiah, baik yang
berupa kata-kata maupun bentuk lain apabila anak berbuat sesuatu
yang sesuai dengan harapan orang tua.
Balson (dikutip Arifin, 1996, h.145) menambahkan bahwa sikap
orang tua yang otoriter seringkali bercirikan sebagai berikut :
a. Orang tua ingin mengubah perilaku remaja dengan memaksakan
keyakinan, tata nilai, perilaku dan standar perilaku pada remaja.
b. Orang tua berusaha memaksakan remaja agar berbuat dengan cara-
Perpustakaan Unika


29
cara tertentu sesuai dengan kehendak orang tua disaat remaja ingin
melakukan kehendaknya.
c. Orang tua tidak memperbolehkan perbedaan pendapat disaat
membicarakan tentang kehidupan.
Sedangkan Siagan (dikutip Manurung, 1995, h.37) menambahkan
bahwa ciri-ciri pola asuh orang tua otoriter adalah :
a. Keluarga sebagai milik orang tua saja.
Dalam hal ini, anak tidak diberi hak untuk membuat kebijakan atau
paraturan yang diterapkan di dalam keluarga.
b. Tujuan orang tua berarti tujuan keluarga.
Dalam hal ini berarti semua keputusan anak harus sesuai dengan
tujuan orang tua.
c. Orang tua menganggap anak sebagai alat.
Dalam hal Anak harus siap apabila diberi tugas atau diberi perintah
oleh orang tua.
d. Orang tua tidak mau menerima kritik atau pendapat anak.
Maksudnya di sini, anak tidak diperkenankan untuk memberikan
kritik, saran dan pendapat kepada orang tua.
e. Orang tua terlalu bergantung atas kekuatan formalnya.
Orang tua merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari anak
sehingga orang tua bebas melakukan segala sesuatu tanpa kompromi.
f. Orang tua menggunakan pendekatan yang mengandung unsur
paksaan dan punitif.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pola asuh
otoriter adalah perlakuan orang tua yang mendidik anak dengan selalu
Perpustakaan Unika


30
menentukan apa yang diperbuat anak tanpa memberikan penjelasan,
membuat peraturan yang harus dilaksanakan, membuat keputusan-
keputusan sendiri tanpa mempertimbangkan pendapat anaknya, tidak
menerima kritikan dari siapapun, memaksakan anak melakukan sesuatu
sesuai dengan keinginannya, dan apabila anak melanggar atau tidak
mematuhi peraturan atau tata nilai yang sudah ditetapkan maka anak akan
mendapat hukuman. Orang tua merasa kedudukannya lebih tinggi dari
anaknya sehingga bebas melakukan sesuatu tanpa kompromi. Bahkan orang
tua menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif
serta hukuman fisik. Anak juga tidak pernah diberi hadiah atau pujian
apabila anak melakukan sesuatu hal yang sesuai dengan keinginan orang
tua.

3. Komponen Pola Asuh Otoriter
Balson (1993, h.145) mengatakan bahwa pola asuh otoriter
mempunyai lima komponen, yaitu :
a. Pendidikan bersifat kaku. Dalam menerapkan pendidikan keluarga yang
peraturan atau penerapan kebiasaan dalam keluarga orang tua seakan
memiliki hak mutlak dan anak harus melaksanakan apa yang menjadi
ketentuan-ketentuan dalam keluarga. Dimana ketentuan ketentuan
tersebut dibuat oleh orang tua tanpa melibatkan pemikiran dari anak-
anaknya.
b. Hukuman lebih banyak diberikan dari pada pujian. Dalam merespon
tindakan anak orang tua cenderung memperhatikan kekurangan--
kekurangan atau kesalahan-kesalahan yang terjadi, dan kurang
Perpustakaan Unika


31
memperhatikan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh anak.
c. Kontrol terhadap anak kaku. Penerapan kontrol pada anak sering kurang
didasarkan pada kepentingan anak. Segala sesuatu yang tidak sesuai
dengan keinginan orang tua tidak boleh dilakukan oleh anak. Orang tua
senantiasa mengendalikan perilaku anaknya.
d. Kurangnya saling pengertian. Pada pola asuh otoriter terdapat dua peran
yaitu pengatur dan pelaku. Orang tua sebagai pengatur kurang
memperdulikan kondisi-kondisi serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku
bagi anaknya. Dilain pihak anak sekedar melaksanakan apa yang
dikehendaki oleh orang tuanya tanpa didasarkan pemahaman yang baik
atas apa yang dimaksudkannya. Dengan demikian sering terjadi
perbedaan maksud dan tujuan dari sebuah proses perilaku.
e. Kurangnya kesempatan anak mengeluarkan pendapat. Karena orang tua
merasa memiliki otonomi mutlak atas diri anaknya maka didalam
bertindak anak tidak mendapatkan kesempatan untuk memberikan
pertimbangan. Akibat dari hal itu anak menjadi kurang bebas untuk
menyatakan sesuatu sistem dengan apa yang dipikirkan atau
dikehendakinya.

4. Indikator Pola Asuh Otoriter :
Menurut Hurlock (1994, h.124) pola asuh otoriter terbagi menjadi
beberapa indikator :
a. Peraturan dan Hukuman
Peraturan dan hukuman ini dibuat dengan fungsi sebagai
pedoman dalam melakukan penilaian terhadap tingkah laku anak.
Perpustakaan Unika


32
b. Hukuman
Diberikan bagi pelanggaran yang dilakukan atas peraturan dan
hukuman.
c. Hadiah
Diberikan untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku
sosial yang baik.

C. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua yang Otoriter dengan
Depresi pada Remaja.
Menurut Lewin dkk (dalam Gerungan, 1997, h.189-190) dampak
dalam pembentukan watak karena sikap otoriter, sering menimbulkan
gejala-gejala kecemasan, mudah putus asa, tidak dapat merencanakan
sesuatu, juga penolakan terhadap orang-orang lain, lemah hati atau mudah
berprasangka. Remaja sendiri dalam perkembangannya diharapkan mampu
untuk selalu menyesuaikan diri, mampu untuk memenuhi tuntutan
lingkungan dan mampu bertingkah laku sosial yang bertanggung jawab. Hal
ini sesuai dengan pendapat Rogers, Lazarus dan Fitts (dikutip Prasetya,
1990, h.9) yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang sangat
peka untuk perkembangan penyesuaian diri secara individu ataupun sosial.
Baldwin (Gerungan, 1983, h. ) menyatakan bahwa makin otoriter
orang tua, makin berkuranglah ketaatan anak kepada orang tua, anak
menjadi kurang inisiatif, tidak merencanakan sesuatu dan daya tahannya
menjadi berkurang. Sedangkan menurut Jersild (1978, h. 319), orang tua
yang otoriter biasanya membentuk dan menentukan serta mengontrol segala
tingkah laku anaknya sesuai dengan tingkah laku yang diinginkan oleh
Perpustakaan Unika


33
orang tuanya. Dalam membentuk tingkah laku ini orang tua cenderung
menggunakan kekerasan atau hukuman dan kekuasaan yang menekan serta
mencoba menghalangi tingkah laku anak yang mereka anggap salah.
Perkembangan remaja menuju kedewasaan tidak selalu berjalan
lancar, akan tetapi mengalami banyak rintangan. Besar kecilnya rintangan
itu bisa juga ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi masa remaja
sewaktu masih kanak-kanak di dalam lingkungan keluarga dan juga
lingkungan masyarakat dimana anak itu tumbuh dan berkembang. Orang
tua yang menerapkan pola asuh otoriter pada remaja akan dapat
menyebabkan gejala-gejala yang kurang baik terhadap anak seperti
kecemasan, mudah putus asa, tidak dapat merencanakan sesuatu, juga
penolakan terhadap orang lain, lemah hati atau mudah berprasangka, seperti
yang dikatakan Lewin dkk (dalam Gerungan, 1997, h.189-190).
Sikap orang tua yang otoriter juga dapat membuat anak tertekan
bahkan menjadi depresi. Karena orang tua kebanyakan terlalu mengatur dan
mendikte anak bahkan sampai ke hal-hal yang terkecil, misalnya : berapa
lama anak harus berbicara di telepon. Orang tua tidak pernah membiarkan
anak mengambil keputusan sendiri, sehingga bagi anak, orang tua adalah
pengganggu besar. Padahal anak merasa bahwa dia sudah cukup dewasa.
Pola asuh otoriter sangat mungkin menimbulkan depresi pada
remaja, karena di sini orang tua menentukan aturan-aturan dan batasan-
batasan yang mutlak harus dipenuhi oleh anak. Anak tidak diberi hak untuk
mengendalikan tingkah lakunya sendiri. Kalau orang tua selalu bersikap
otoriter terhadap anak, ini akan mengakibatkan skema diri yang negatif dari
anak dan hal ini akan berdampak cognitive distortion yaitu kecenderungan
Perpustakaan Unika


34
salah mengerti atau penyimpangan kejadian-kejadian penting di dalam cara
yang negatif, diantaranya overgeneralization (generalisasi yang berlebihan)
dimana anak cenderung menganut keyakinan-keyakinan ekstrim yang
didasarkan pada peristiwa tertentu dan menerapkannya pada situasi yang
berbeda. Anak juga akan lebih memperbesar kegagalan dan mengurangi
sukses serta terlalu memandang rendah kemampuan dirinya karena apapun
yang dilakukan anak akan selalu disalahkan oleh orang tua dan orang tua
tidak mau menerima alasan atau pendapat anak. Akibatnya anak akan
mengalami frustrasi, stress dan akhirnya menjadi depresi.

D. Hipotesis
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis mengajukan hipotesis bahwa ada hubungan yang positif antara pola
asuh orang tua yang otoriter dengan depresi pada remaja. Hal ini berarti
semakin tinggi pola asuh otoriter diterapkan oleh orang tua maka akan
semakin dapat menimbulkan depresi pada remaja dan sebaliknya.

Perpustakaan Unika
35
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel yang terdapat dalam penelitian
ditentukan terlebih dahulu sebelum menentukan metode
pengambilan data dan analisis data. Pengidentifikasian terhadap
variabel-variabel penelitian akan menentukan alat pengumpulan data
dan anlisis data yang dipergunakan.
Variabel-variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Varibel Tergantung : Depresi pada Remaja.
b. Variabel Bebas : Pola Asuh Otoriter Orang Tua.

B. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian ini dimaksudkan
untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran mengenai data
yang dikumpulkan serta menghindari kesalahan dalam menentukan
pengukuran data.
1. Depresi Pada Remaja
Depresi pada remaja adalah perasaan atau emosi dengan
komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna,
gagal, tidak berpengharapan, putus asa, penyesalan atau berbentuk
penarikan diri, kegelisahan atau agitasi yang dialami oleh mereka
yang telah mengalami masa transisi, dimana pada masa transisi
Perpustakaan Unika
36
tersebut terdapat perubahan-perubahan seperti perubahan biologis,
kognitif dan sosial-emosional.
Depresi pada remaja diungkap dengan menggunakan skala
modifikasi dari The Beck Depression Inventory (BDI) yang telah
diadaptasi dalam bahasa Indonesia (Burns, 1988, h.12). semakin
tinggi skor skala, maka semakin berat pula depresi yang dialami, dan
sebaliknya.
2. Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Pola asuh otoriter orang tua adalah pola asuh yang diterapkan
orang tua, dimana orang tua membuat batasan dan kendali yang
tegas terhadap remaja. Orang tua beranggapan bahwa mereka selalu
benar, tidak mau menerima kritikan dari siapapun. Orang tua
memberikan peraturan-peraturan yang kaku dan anak diwajibkan
untuk patuh terhadap peraturan tersebut. Pada pola asuh otoriter ini,
orang tua jarang bahkan hampir tidak pernah memberikan pujian
atau hadiah apabila anak telah melakukan apa yang diperintahkan
mereka.
Pola asuh orang tua yang otoriter akan diungkap dengan
menggunakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan pada
komponen-komponen pola asuh otoriter, yaitu : pendidikan bersifat
kaku, hukuman dan pujian, kontrol terhadap anak kaku, kurangnya
saling pengertian dan kurangnya kesempatan anak mengeluarkan
pendapat. Semakin tinggi skor yang diperoleh pada skala pola asuh
otoriter, berarti semakin tinggi pula pola asuh otoriter yang
diterapkan, dan sebaliknya.
Perpustakaan Unika
37
C. Subyek Penelitian
1. Populasi
Hadi (2001, h.70) mengatakan bahwa populasi adalah
sejumlah individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang
sama. Sedangkan menurut Wasito, dkk (1995, h.49) populasi
merupakan keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari
manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau
peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu dalam penelitian.
Di dalam penelitian ini, populasi penelitian memiliki ciri-ciri
sebagi berikut :
a. Siswa-siswi kelas XI SMU Don Bosco Semarang.
b. Masih mempunyai orang tua lengkap.
c. Tinggal serumah dengan orang tua.

2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang karakteristiknya
hendak diselidiki (Wasito, dkk, 1995, h. 54). Metode
pengambilan sampel adalah cara untuk menentukan sampel yang
merupakan bagian dari populasi yang akan dijadikan sumber data
sesungguhnya, dengan memperhatikan sifat-sifat penyebaran
populasi agar dapat diperoleh sampel yang representatif atau
benar-benar mewakili populasi (Nawawi, 1994, h.152). Metode
pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Cluster insidental
Sampling.
Perpustakaan Unika
38
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode Skala. Istilah skala lebih banyak dipakai
untuk menamakan alat ukur afektif (Azwar, 1999, h.3).
Karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi yaitu
stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung
mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap
indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan. Dalam hal ini,
meskipun subyek yang diukur memahami pertanyaan atau
pernyataannya, namun tidak mengetahui arah jawaban yang
dikehendaki oleh pertanyaan yang diajukan sehingga jawaban yang
diberikan akan tergantung pada interpretasi subyek terhadap
pertanyaan tersebut dan jawabannya lebih bersifat proyektif (Azwar,
1999, h.4).
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa skala yang dibuat sendiri oleh peneliti untuk mengungkap
variabel pola asuh orang tua yang otoriter dan variabel depresi
remaja.
1. Skala Depresi Pada Remaja
Skala depresi ini dibuat untuk mengukur taraf depresi pada
remaja. Skala yang digunakan adalah skala modifikasi dari The
Beck Depression Inventory (BDI) yang diciptakan oleh Beck
pada tahun 1978 (Burns, 1998, h.12). Modifikasi dari skala ini
terletak pada :
a. Instruksinya. Pada skala BDI asli subyek diperbolehkan
Perpustakaan Unika
39
memilih lebih dari satu pernyataan, tetapi pada skala
modifikasi dari BDI ini subyek hanya diperkenankan memilih
satu pernyataan karena untuk menghindari keragu-raguan,
yaitu apakah subyek benar-benar mengungkapkan keadaan
subyek yang sebenarnya.
b. Perubahan Kalimat. Kalimat-kalimat dalam pernyataan setiap
item disesuaikan dengan tingkatan usia remaja yang menjadi
subyek dalam penelitian ini. Perubahan yang terdapat dalam
skala BDI ini dimaksudkan agar sesuai dengan maksud
penelietian ini.
c. Pada skala BDI yang asli, yang diberi skor adalah skor
pernyataan yang tertinggi yang dipilih oleh subyek. Hal ini
menimbulkan kesulitan untuk mempertanggungjawabkan
apakah skor yang diperoleh subyek benar-benar
mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Pada skala
modifikasi ketiga nilai tidak dicantumkan pada lembar skala
karena untuk menghindari agar subyek tidak cenderung
memilih pernyataan dengan nilai yang rendah.
Skala BDI ini terdiri dari 21 item yang menggambarkan
21 kategori sikap dan manifestasi gejala depresi yang terdiri dari
empat pernyataan dengan tingkat skor antara 0-3. pernyataan
tersebut menggambarkan tingkat intensis gejala sebagai berikut :
a. 0 berarti tidak ada gejala depresi.
b. 1 berarti ada gejala depresi ringan.
c. 2 berarti ada gjala depresi sedang.
Perpustakaan Unika
40
d. 3 berarti ada gejala depresi berat.
Tabel 1. Rancangan Skala Depresi Pada Remaja
Manifestasi Gejala Jumlah
Emosi
Keadaan sedih.
Menangis.
Mudah tersinggung.
Perasaan Pesimis.
Perasaan tidak puas.
Perasaan bersalah.
1
1
1
1
1
1
Kognitif Perasaan dihukum.
Gagal.
Kebencian terhadap diri
sendiri.
Menyalahkan diri sendiri.
Penyimpangan citra
tubuh.
1
1
1

1
1
Motivasional
Keinginan untuk bunuh
diri.
Menarik diri dari
hubungan sosial.
Tidak mampu mengambil
kesimpulan.
Kemunduran dalam
pekerjaan.
1
1

1

1
Vegetatif dan
Fisik
Gangguan tidur.
Kelelahan.
Kehilangan selera makan.
Penurunan berat badan.
Gejala-gejala
psikosomatis.
Kehilangan libido.
1
1
1
1
1
1
Total 21

2. Skala Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Skala pola asuh otoriter orang tua mempunyai tujuan untuk
mengetahui seberapa tinggi tingkat pola asuh otoriter yang
diterapkan oleh orang tua. Skala ini disusun berdasarkan
Perpustakaan Unika
41
komponen-komponen pola asuh otoriter orang tua, yaitu :
a. Pendidikan bersifat kaku.
b. Hukuman dan Pujian.
c. Kontrol terhadap anak kaku.
d. Kurangnya saling pengertian.
e. Kurangnya kesempatan anak mengeluarkan pendapat.
Skala pola asuh otoriter orang tua ini dibuat dengan empat
kategori pilihan jawaban, yaitu : sangat sesuai (SS), sesuai (S),
tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Pernyataan
dalam skala disusun dalam dua macam, yaitu pernyataan
favorable dan unfavorable. Untuk jawaban terhadap butir yang
tergolong favorable, subyek memperoleh skor 4 jika menjawab
sangat sesuai, skor 3 untuk pilihan sesuai, skor 2 untuk pilihan
tidak sesuai, dan skor 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai.
Sebaliknya jawaban terhadap butir yang unfavorable, subyek
memperoleh skor 1 jika menjawab pilhan sangat sesuai, skor 2
untuk pilihan sesuai, skor 3 untuk pilihan tidak sesuai, dan skor 4
untuk pilihan sangat tidak sesuai.







Perpustakaan Unika
42
Tabel 2. Rancangan Item Skala Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Jumlah Item
Komponen-
komponen
Favorable
Unfavorabl
e
Jumlah
Item
Pendidikan bersifat
kaku
4 4 8
Hukuman dan
Pujian
4 4 8
Kontrol terhadap
anak kaku
4 4 8
Kurangnya saling
pengertian
4 4 8
Kurangnya
kesempatan anak
mengeluarkan
pendapat
4 4 8
Jumlah 20 20 40


E. Uji Coba Alat Ukur
1. Validitas Alat Ukur
Azwar (2000, h.95) validitas alat ukur adalah seberapa jauh
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Suatu alat tes dikatakan memiliki validitas yang
tinggi bila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukur sesuai
dengan tujuan pengukuran.
Adapun cara yang paling banyak dipergunakan untuk
mengetahui validitas suatu alat ukur menurut Ancok (1987, h.13)
adalah dengan mengkorelasikan skor yang diperoleh setiap item
dengan skor totalnya. Kriteria validitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah validitas konstrak (construct validity) yang
Perpustakaan Unika
43
menunjukkan sejauhmana skor-skor hasil pengukuran dengan
instrumen yang dipersoalkan itu merefleksikan konstruksi teoritis
yang mendasari penyusunan alat ukur tersebut (Suryabrata, 2002,
h.29).
Koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya
haruslah signifikan, dan untuk memperoleh koefisien antara skor
item dengan skor totalnya, maka digunakan teknik korelasi
Product Moment dari Karl Pearson (Guilford, 1973, h.241).
Adapun rumus Product Moment adalah sebagai berikut :

( ) ( )( )
( ) { } ( ) { }
2 2 2 2
. . . Y Y N X X N
Y X XY N
r
xy


=

Keterangan :
xy
r : Koefisien Korelasi Antara Skor Item dengan Skor
Total.
X : Jumlah Skor Item.
Y : Jumlah Skor Total.
XY : Jumlah Hasil Kali Skor Item dengan Skor Total.
N : Jumlah Subyek.

Untuk mengurangi kelebihan bobot atau over estimate
terhadap validitas item maka perlu dikoreksi dengan
menggunakan teknik korelasi Part Whole. Kelebihan bobot
atau over estimate bisa terjadi karena pada saat menghitung
korelasi suatu item dengan skor total, item yang dihitung
tersebut juga masuk ke dalam skor total. Rumus korelasi Part
Whole adalah sebagai berikut :

Perpustakaan Unika
44
( )( ) ( )
( ) ( ) ( )( )( )
y x xy x y
x y xy
pq
SD SD r SD SD
SD SD r
r
2
2 2
+

=

Keterangan :
xy
r : Koefisien Korelasi Sebelum Dikoreksi.
y
SD : Standar Deviasi Skor Total.
x
SD : Standar Deviasi Skor Item.
pq
r : Koefisien Korelasi Setelah Dikoreksi.


2. Reliabilitas Alat Ukur
Menurut Ancok 1987, reliabilitas suatu alat ukur adalah
sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan serta dapat
memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik Uji Reliabilitas Alpha
Cronbach. Menurut Azwar (2000, h. 28) teknik ini dapat
memberikan harga lebih kecil atau sama besar dengan reliabilitas
yang tinggi. Hasil reliabilitas dengan menggunakan teknik ini
lebih cermat, karena dapat mendekati hasil yang sebenarnya.
Adapun formula Alpha Cronbach adalah sebagai berikut :

=
2
2
1
1
x
j
s
s
k
k

Keterangan :
: Kofisien Reliabilitas Alpha.
k : Banyaknya Belahan Tes.
2
j
s : Varians Belahan.
2
x
s : Varians Skor Tes.


Perpustakaan Unika
45
F. Metode Analisis Data
Setelah data-data dikumpulkan, maka perlu dilakukan
analisis data. Analisis data merupakan proses pengolahan data dari
penyebaran skala yang telah dilakukan oleh peneliti. Hasil dari
analisis data nantinya dapat dipakai untuk mengetahui apakah
hipotesis diterima atau ditolak. Dalam penelitian ini data yang
diproleh dianalisis dengan menggunakan teknik statistik yaitu
dengan menggunakan korelasi Product Moment dengan rumus :
( ) ( )( )
( ) { } ( ) { }
2 2 2 2
. . . Y Y N X X N
Y X XY N
r
xy


=

Keterangan :
xy
r : Koefisien korelasi antara pola asuh otoriter orang
tua dengan depresi pada remaja.
X : Jumlah Skor pola asuh otoriter orang tua.
Y : Jumlah Skor depresi pada remaja.
XY : Jumlah perkalian antara skor pola asuh otoriter
orang tua dengan depresi pada remaja.
N : Jumlah Subyek.
Perpustakaan Unika
46
BAB IV
LAPORAN PENELITIAN

Dalam melaksanakan suatu penelitian, diperlukan persiapan yang
baik dan terencana dengan matang. Dalam pelaksanaan penelitian ada
tahap-tahap tertentu yang harus dilakukan oleh peneliti, dimana setiap
tahapan tersebut sangat menunjang pelaksanaan tahap penelitian
selanjutnya. Beberapa tahapan penelitian adalah sebagai berikut :
A. Orientasi Kancah Penelitian
Sebelum melaksanakn penelitian, langkah pertama yang dilakukan
adalah menentukan tempat atau kancah penelitian dan memberikan
gambaran yang singkat, jelas dan menyeluruh mengenai situasi yang
merupakan ciri khas dari kancah penelitian. Penelitian ini dilaksanakan
terhadap siswa dan siswi kelas XI di Sekolah Menengah Umum. Pada
penelitian ini SMU yang dijadikan kancah penelitian adalah SMU Don
Bosco Semarang yang berada di Jl. Sultan Agung 133 Semarang.
Sebelum menjadi SMU Don Bosco, sekolah ini mempunyai nama
Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Don Bosco, karena pemerintah
menghentikan Sekolah Pendidikan Guru maka sekolah ini menjadi SMU
Don Bosco di bawah naungan Yayasan Pangudi Luhur yang berpusat di Jl.
Dr. Sutomo No. 4 Semarang yang mengelola sekolah-sekolah Pangudi
Luhur se-Indonesia dari TK sampai dengan SLTA.
SMU Don Bosco pertama kali meluluskan siswa tahun 1990 dengan
kelulusan 100%. Pada perkembangannya SMU Don Bosco mulai dikenal
Perpustakaan Unika
47
masyarakat sampai saat ini tahun pelajaran 2006/2007 dengan rincian
sebagai berikut :
Tabel 3. Jumlah Kelas
Kelas X
Kelas XI
IPA
Kelas XI
IPS
Kelas XII
IPA
Kelas XII
IPS
Jumlah
6 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas 18 kelas

Tabel 4. Jumlah Siswa
Kelas X
Kelas XI
IPA
Kelas XI
IPS
Kelas XII
IPA
Kelas XII
IPS
Jumlah
210 114 88 116 105 633

Tabel 5. Jumlah Guru dan Karyawan Tetap
Gur
u
Peg.
TU
Laboran
Perpustakaa
n
Pemb.
Pelaksana
Satpa
m
Jumla
h
35 3 1 1 6 2 48

Pemilihan lokasi penelitian di SMU Don Bosco Semarang didasarkan
pada pertimbangan sebagai berikut :
1. Belum pernah ada penelitian yang serupa mengenai Hubungan Pola
Asuh Otoriter Orang Tua dengan Depresi pada Remaja di SMU Don
Bosco Semarang.
2. Subyek yang ada memenuhi syarat pengumpulan data.
3. Lokasi Penelitian mudah dijangkau.
4. Pertimbangan efisiensi waktu dan biaya.
5. Mendapat tanggapan yang positif dari SMU Don Bosco Semarang pada
penelitian yang dilakukan.
6. Ada beberapa siswa SMU Don Bosco yang menunjukkan gejala-gejala
depresi.

Perpustakaan Unika
48
B. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dimulai dengan penentuan kancah penelitian,
penyusunan alat ukur dan perijinan pelaksanaan penelitian, kemudian baru
dilakukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang dipakai.
1. Penyusunan Skala
Penyusunan Skala meliputi prosedur pembuatan skala, yaitu
menentukan jumlah item yang akan dibuat, menentukan nilai, membuat
pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable pada tiap-tiap aspek,
menyusun pernyataan-pernyataan tersebut secara acak. Pernyataan-
pernyataan dari skala pola asuh otoriter orang tua dan skala depresi pada
remaja dibuat sesederhana mungkin sehingga subyek penelitian mudah
memahami dan tidak merasa jenuh.
Dalam penelitian ini dibuat dua buah alat ukur yang berbentuk skala,
yaitu skala pola asuh otoriter orang tua dan depresi remaja.
a) Skala Depresi Pada Remaja
Skala depresi pada remaja disusun dengan menggunakan skala
modifikasi dari The Beck Depression Inventory (BDI) yang telah
diadaptasi dalam bahasa Indonesia yang terdiri dari 21 item yang
menggambarkan 21 kategori sikap dan manifestasi gejala depresi.
Manifestasi gejala tersebut antara lain :
a. Emosi.
b. Kognitif.
c. Motivasional.
d. Vegetatif dan Fisik.
Perpustakaan Unika
49
Jumlah item pada skala depresi terdiri dari 21 item. Sebaran item skala
depresi dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Sebaran Item Skala Depresi
Manifestasi Gejala No Item
Emosi Keadaan sedih.
Menangis.
Mudah tersinggung.
Perasaan Pesimis.
Perasaan tidak puas.
Perasaan bersalah.
1
9
15
2
4
5
Kognitif
Perasaan dihukum.
Gagal.
Kebencian terhadap diri sendiri.
Menyalahkan diri sendiri.
Penyimpangan citra tubuh.
6
3
19

10
8
Motivasional Keinginan untuk bunuh diri.
Menarik diri dari hubungan sosial.
Tidak mampu mengambil
kesimpulan.
Kemunduran dalam pekerjaan.
21
7

11

16
Vegetatif dan
Fisik
Gangguan tidur.
Kelelahan.
Kehilangan selera makan.
Penurunan berat badan.
Gejala-gejala psikosomatis.
Kehilangan libido.
14
12
13
18
20
17

b) Skala Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Skala pola asuh otoriter orang tua ini disusun untuk mengetahui
tingkat pola asuh otorter yang diterapkan oleh orang tua dengan
Perpustakaan Unika
50
memperhatikan skor dari skala tersebut. Penyusunan skala pola asuh
otoriter ini berdasarkan lima komponen pola asuh otoriter, yaitu :
a. Pendidikan bersifat kaku.
b. Hukuman dan Pujian.
c. Kontrol terhadap anak kaku.
d. Kurangnya saling pengertian.
e. Kurangnya kesempatan anak mengeluarkan pendapat.
Jumlah item skala pola asuh otoriter orang tua terdiri dari 40 item yaitu
20 item favorable dan 20 item unfavorable. Sebaran item pola asuh
otoriter orang tua dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. Sebaran Item Skala Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Nomor Item
No Komponen
Favorable Unfavorable
Jumlah
1 Pendidikan bersifat kaku 1, 11, 21, 31 2, 12, 22, 32 8
2 Hukuman dan Pujian 3, 13, 23, 33 4, 14, 24, 34 8
3 Kontrol terhadap anak kaku 5 15, 25, 35 6, 16, 26, 36 8
4 Kurangnya saling
pengertian
7, 17, 27, 37 8, 18, 28, 38 8
5 Kurangnya kesempatan
anak mengeluarkan
pendapat
9, 19, 29, 39
10, 20, 30,
40
8
Jumlah 20 20 40

2. Perijinan
Permohonan ijin penelitian dilakukan oleh peneliti setelah menyusun
alat ukur. Sebelum melakukan penelitian ke SMU Don Bosco, peneliti
terlebih dahulu meminta ijin kepada Kepala Sekolah SMU Don Bosco
Drs. Frans D. Atmadja FIC dengan membawa surat ijin permohonan
penelitian dari Dekan Fakultas Psikologi Universitas Katolik
Soegijapranata dengan nomor 436/B.7.2/FP/II/2007. Berdasarkan
Perpustakaan Unika
51
permohonan tersebut maka kepala sekolah SMU Don Bosco memberi
ijin secara lisan kepada penelti. Setelah mendapatkan ijin penelitian,
peneliti kemudian melaksanakan penelitian.

3. Pengambilan Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik Cluster insidental Sampling dan
metode try out terpakai sehingga dalam penelitian ini hanya ada satu
kali pengambilan data yang akan digunakan untuk menguji validitas
maupun reliabilitas alat ukur maupun sebagai data penguji hipotesis.
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 22 Februari 2007 di
kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 di SMU Don Bosco Jl. Dr. Sutomo No.
4 Semarang. Yang berjumlah 33 siswa dan 31 siswa, namun data yang
dapat diambil hanya berjumlah 53 karena pada kelas XI IPA 2 ada dua
siswa yang absen, satu siswa sakit, satu keluar karena rapat kegiatan
sekolah, dan dua dipanggil untuk melakukan persiapan kegiatan
sekolah, sedangkan pada kelas XI IPA 3, ada satu siswa keluar karena
keperluan keluarga, satu keluar karena rapat kegiatan sekolah dan tiga
dipanggil untuk melakukan persiapan kegiatan sekolah.
Penyebaran skala dilakukan sendiri oleh peneliti dengan dibantu
oleh seorang teman dan seorang guru BK untuk membantu dalam proses
pendekatan pada siswa. Melalui cara ini, para siswa dapat menanyakan
secara langsung pada peneliti tentang item-item mana yang tidak
dimengerti atau tidak dipahami.
Skala yang telah diisi oleh subyek diberi skor sesuai dengan
jawaban subyek, kemudian skor yang telah diperoleh dimasukkan dalam
Perpustakaan Unika
52
tabulasi data untuk diuji validitas item dan reliabilitasnya (dapat dilihat
pada lampiran B). Item-item yang gugur disisihkan dan data item yang
valid ditabulasi ulang untuk kemudian digunakan sebagai data penelitian
(dapat dilihat pada lampiran D)

4. Uji Coba Alat Ukur
Setelah menyusun skala penelitian dan mendapat ijin penelitian,
maka dilakukan uji coba alat ukur. Uji coba ini dilakukan menggunakan
subyek yang telah ditentukan sebelumnya yaitu siswa dan siswi SMU
Don Bosco Semarang kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3.
Pengujian validitas skala depresi pada remaja dan pola asuh otoriter
orang tua menggunakan teknik korelasi Product Moment yang dikoreksi
dengan menggunakan teknik korelasi Part Whole untuk pengujian
reliabilitas. Untuk perhitungan uji coba alat ukur digunakan program
komputer Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) for Window
Release 13.0
a. Skala Depresi Pada Remaja
Hasil uji validitas yang dilakukan terhadap 21 item skala depresi
menunjukkan adanya 18 item valid dan 3 item yang gugur. Validitas
item-item yang valid bergerak dari 0,235 sampai dengan 0,796. Dari
hasil perhitungan reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha
Croncbach pada skala depresi pada remaja diperoleh koefisien
reliabilitas sebesar 0,915. Hasil perhitungan validitas dan reliabilitas
dapat dilihat pada lampiran C-1. Adapun rincian item yang valid dan
gugur dapat dilihat pada tabel 8.
Perpustakaan Unika
53
Tabel 8. Sebaran Item Valid dan Gugur Skala Depresi pada
Remaja
Manifestasi Gejala No
Item
Emosi Keadaan sedih.
Menangis.
Mudah tersinggung.
Perasaan Pesimis.
Perasaan tidak puas.
Perasaan bersalah.
1
9
(15)
2
4
(5)
Kognitif Perasaan dihukum.
Gagal.
Kebencian terhadap diri
sendiri.
Menyalahkan diri sendiri.
Penyimpangan citra
tubuh.
6
3
19

10
8
Motivasional Keinginan untuk bunuh
diri.
Menarik diri dari
hubungan sosial.
Tidak mampu mengambil
kesimpulan.
Kemunduran dalam
pekerjaan.
21
7

11

16
Vegetatif dan
Fisik
Gangguan tidur.
Kelelahan.
Kehilangan selera makan.
Penurunan berat badan.
Gejala-gejala
psikosomatis.
Kehilangan libido.
14
12
13
18
20
(17)
Keterangan : nomor item dalam tanda ( ) adalah nomor item
gugur.

b. Skala Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Hasil uji validitas yang dilakukan terhadap 40 item skala pola
asuh otoriter orang tua menunjukkan adanya 33 item valid dan 7
item gugur. Validitas item-item yang valid menunjukkan koefisien
Perpustakaan Unika
54
bergerak dari 0,244 sampai 0,853. Dari hasil perhitungan reliabilitas
dengan menggunakan teknik Alpha Croncbach pada skala pola asuh
otoriter orang tua diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,944. Hasil
perhitungan validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran C-2.
Adapun rincian item yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Sebaran Item Skala Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Nomor Item
No Komponen
Favorable Unfavorable
Jumlah
1 Pendidikan bersifat
kaku
1, 11, 21, 31
(2), 12, 22,
(32)
8
2 Hukuman dan Pujian 3, 13, (23),
33
4, 14, 24, 34 8
3 Kontrol terhadap anak
kaku
5 15, 25,
(35)
6, 16, 26, 36 8
4 Kurangnya saling
pengertian
(7), 17, 27,
37
(8), 18, (28),
38
8
5 Kurangnya
kesempatan anak
mengeluarkan
pendapat
9, 19, 29, 39
10, 20, 30,
40
8
Jumlah 20 20 40
Keterangan : nomor item dalam tanda ( ) adalah nomor item yang
gugur.








Perpustakaan Unika
55
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Uji Asumsi
Tahap selanjutnya setelah analisis validitas dan reliabilitas data
adalah dengan melaksanakan beberapa tahapan uji asumsi, hal ini
dilakukan sebagai syarat untuk dapat melakukan analisis teknik korelasi
Product Moment yang terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Uji
normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran skor
variabel depresi pada remaja dan skor pola asuh otoriter orang tua.

1. Uji Normalitas Sebaran
Uji normalitas tersebut dilakukan terhadap dua variabel
penelitian, yaitu pola asuh otoriter orang tua dengan depresi pada
remaja. Perhitungan dilakukan dengan komputer program uji
normalitas Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) for
Windows Release 13.0. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa
untuk pola asuh otoriter orang tua memiliki nilai Kolmogorov
Smirnov Z sebesar 1,468 dengan p>0,05. Hasil uji normalitas
depresi pada remaja memiliki nilai Kolmogorov Smirnov Z sebesar
0,759 dengan p>0,05 namun karena normalitas pola asuh otoriter
orang tua tidak normal maka dilakukan pemotongan subyek
sehingga hasil uji normalitas menunjukkan bahwa untuk pola asuh
otoriter orang tua memiliki nilai Kolmogorov Smirnov Z sebesar
1,203 dengan p>0,05. Hasil uji normalitas depresi pada remaja
Perpustakaan Unika
56
memiliki nilai Kolmogorov Smirnov Z sebesar 0,895 dengan
p>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut
terdistribusi normal. Hasil uji normalitas selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran E-1.

2. Uji Linieritas Hubungan
Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan uji linieritas
dari Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) for Windows
Release 13.0. Hasil uji linieritas diketahui F
linier
= 35,641 dengan
p<0,01. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang linier
antara pola asuh otoriter orang tua dengan depresi pada remaja.
Hasil uji linieritas dapat dilihat pada lampiran E-2.

B. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi, tahap selanjutnya adalah perhitungan
uji hipotesis dengan menggunakan Statistical Packages for Social
Sciences (SPSS) for Windows Release 13.0. Adapun teknik yang
digunakan adalah teknik korelasi Product Moment. Hasil analisis data
menggunakan koefisien korelasi antara pola asuh otoriter yang orang tua
dengan depresi pada remaja adalah r
xy
= 0,673 dengan p<0,01. Hal ini
berarti ada korelasi yang positif dan sangat signikan antara pola asuh
otoriter orang tua dengan depresi pada remaja. Dengan demikian,
hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara pola asuh
orang tua yang otoriter dengan depresi pada remaja. Hal ini berarti
semakin tinggi pola asuh otoriter diterapkan oleh orang tua maka akan
Perpustakaan Unika
57
semakin dapat menimbulkan depresi pada remaja dan sebaliknya. Hasil
uji hipotesis dapat dilihat pada lampiran F.

C. Pembahasan
Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan terdapat hubungan
yang positif dan signikan antara pola asuh otoriter yang orang tua
dengan depresi pada remaja dengan nilai korelasi sebesar r
xy
= 0,673
dengan p<0,01. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ada
hubungan yang positif antara pola asuh orang tua yang otoriter dengan
depresi pada remaja dapat diterima. Semakin tinggi pola asuh otoriter
diterapkan oleh orang tua maka akan semakin dapat menimbulkan
depresi pada remaja dan sebaliknya. Sumbangan efektif variabel pola
asuh otoriter terhadap depresi sebesar 45,29%; bahwa kalau orang tua
menerapkan pola asuh otoriter terhadap anak, maka akan membentuk
skema diri yang negatif pada anak, sedangkan masa remaja ini adalah
masa pencarian identitas diri dimana para remaja ingin mengembangkan
segala potensi yang dia punya dengan cara dia sendiri yang tentunya
dirasakan nyaman. Kalau hal ini dihambat oleh orang tua dengan
otorisasi mereka tersebut maka akan membuat anak menjadi tertekan
dan depresi.
Secara empirik diperoleh mean 18,71dengan SD 9,233. Hal ini
berarti siswa kelas XI Don Bosco berada pada ambang depresi klinis.
Hal ini dapat dilihat pada rincian dibawah ini :


Perpustakaan Unika
58
Tabel 10. Persentase tingkat depresi siswa SMU Don Bosco
No
Tingkat-tingkat Depresi
Persentase
(%)
1 Wajar 24,44%
2 Gangguan mood/ rasa murung yang ringan 13,33%
3 Batas-batas depresi klinis 31,11%
4 Depresi sedang 17,79%
5 Depresi parah 13,33%
6 Depresi ekstrim 0%

Depresi menurut Chaplin (1995, h.130) adalah keadaan
kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan
perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi
masa yang akan datang. Hal itu diungkap pula oleh Maramis (1995,
h.107) dimana depresi merupakan suatu jenis perasaan atau emosi
dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak
berguna, gagal, tidak berpengharapan, putus asa, penyesalan atau
berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi.
Gejala-gejala depresi dapat dikelompokkan dalam beberapa
manifestasi yaitu; manifestasi motivasional meliputi kehilangan minat
dalam aktivitas yang biasa dilakukan, tidak mempunyai keinginan
apapun, melarikan diri dan penarikan diri; manifestasi emosional
meliputi sedih, putus asa dan kehilangan kelekatan emosional;
manifetasi vegetatif dan fisik meliputi berkurangnya nafsu makan,
gangguan tidur, kehilangan energi atau mudah lelah dan retardasi
psikomotor, serta manifestasi kognitif meliputi konsep diri negatif,
sukar berkonsentrasi dan sering berpikir untuk mati atau bunuh diri.
Salah satu faktor penyebab depresi menurut De Clerq adalah faktor
penentu dari lingkungan yang meliputi pola interaksi keluarga dan
Perpustakaan Unika
59
hubungan sosial, hal serupa juga dinyatakan oleh Hawari (dalam
Wulansari, 2002, h.27) bahwa salah satu faktor penyebab depresi adalah
hubungan interpersonal, misalnya konflik dengan orang tua.
Pola asuh otoriter berpotensi besar untuk menimbulkan depresi
pada remaja, karena di sini, orang tua menentukan aturan-aturan dan
batasan-batasan yang mutlak harus dipenuhi oleh anak. Anak tidak
diberi hak untuk mengendalikan tingkah lakunya sendiri. Orang tua juga
cenderung menggunakan kekerasan atau hukuman serta kekuasaan yang
menekan dan mengekang anak. Hal ini dapat membuat anak menjadi
kurang inisiatif sehingga tidak dapat merencanakan sesuatunya sendiri
Wenar (1994, h. 210-211). Hal ini juga dikemukakan oleh Baldwin
(dalam Gerungan, 1988, h.189) bahwa semakin otoriter orang tua,
makin berkuranglah ketaatan anak kepada orang tua, anak menjadi
kurang inisiatif, tidak dapat merencanakan sesuatu, dan daya tahannya
menjadi berkurang. Jika orang tua menerapkan pola asuh otoriter, anak
juga bisa menjadi tertekan karena apapun hal yang dilakukannya selalu
dianggap salah oleh orang tua. Tidak pernah ada pujian kalau apa yang
dilakukannya benar dan selalu ada hukuman apabila yang dilakukannya
salah dan tidak sesuai dengan keinginan orang tua, sedangkan pada
remaja biasanya mereka sudah mempunyai masalah-masalah sendiri
sesuai dengan tugas-tugas perkembangan yang harus
dihadapinya.sehingga lama-kelamaan keadaan tertekan tersebut bisa
membuat remaja menjadi depresi.
Pada sebuah penelitian terhadap anak-anak nonklinis, dipelajari
hubungan antara interaksi orang tua dan anak selama masa prasekolah
Perpustakaan Unika
60
dengan sindroma depresi yang muncul ketika anak berusia 18 tahun,
ditemukan hasil bahwa bila ibu menerapkan pola asuh otoriter dalam
pengasuhannya di awal masa kanak-kanak sampai remaja, maka
anaknya cenderung memperlihatkan depresi (Gjerge dan Block dalam
Santrock, 2003, h.530).
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data tersebut, diperoleh
Mean empirik untuk variabel depresi sebesar 18,71 dengan SD hipotetik
9,233. Begitu pula dengan pola asuh otoriter orang tua diperoleh bahwa
mean empirik pola asuh otoriter orang tua sebesar 70,62 dengan SD
empirik 14,651, sedangkan mean hipotetik untuk pola asuh otoriter
sebesar 82,5 dengan SD hipotetik sebesar 16,5. Dengan demikian berarti
mean empirik lebih rendah dari mean hipotetik tetapi selisihnya belum
melebihi satu Standar Deviasi, oleh karena itu pola asuh otoriter orang
tua termasuk sedang, artinya orang tua memang menerapkan pola asuh
otoriter terhadap anak tetapi terkadang tidak.
Perpustakaan Unika
61
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas XI
SMA DON BOSCO Semarang dan berdasarkan uji hipotesis yang telah
dilakukan maka diketahui ada hubungan positif antara pola asuh otoriter
orang tua dengan depresi pada remaja.. Semakin tinggi pola asuh
otoriter diterapkan oleh orang tua maka akan semakin dapat
menimbulkan depresi pada remaja dan sebaliknya.
Sumbangan efektif pada variabel depresi sebesar 45,29%. Secara
empirik diperoleh mean 18,71dengan SD 9,233. Hal ini berarti siswa
kelas XI don Bosco berada pada ambang depresi klinis. Pola asuh
otoriter yang diterapkan orang tua termasuk sedang, artinya orang tua
memang menerapkan pola asuh otoriter terhadap anak tetapi terkadang
tidak, hal ini bisa dilihat dari mean empirik pola asuh otoriter orang tua
sebesar 70,62 dengan SD empirik 14,651, sedangkan mean hipotetik
untuk pola asuh otoriter sebesar 82,5 dengan SD hipotetik sebesar 16,5.

B. Saran
1. Bagi Orang Tua
Sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada
hubungan yang positif antara pola asuh otoriter orang tua dengan
depresi pada remaja dimana pola asuh otoriter orang tua berpotensi
menimbulkan depresi pada remaja, sehingga orang tua diharapkan untuk
Perpustakaan Unika
62
tidak menerapkan pola asuh otoriter dalam pengasuhannya. Orang tua
juga bisa melatih anak untuk berpikir secara sistematis dan rasional agar
anak tidak hanya menilai segala sesuatunya dari sudut pandangnya yang
negatif.

2. Bagi Pihak Sekolah
Pihak sekolah bisa meminta kepada orang tua atau menghimbau
mereka agar tidak terlalu otoriter kepada anak. Hal ini bisa dilakukan
dengan memberikan pengertian kepada orang tua tentang dampak pola
asuh otoriter terhadap anak.

3. Bagi Siswa
Anak diharapkan bisa berpikir sistematis dan rasional dan
mengubah persepsi mereka yang negatif terhadap otoritas orang tua
dengan mengangap bahwa sebenarnya apa yang dimaksudkan oleh
orang tua tidak hanya demi kepentingan orang tua tetapi juga demi
kepentingan anak.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi para peneliti lain yang tertarik dengan penlitian mengenai
depresi pada remaja dapat mengembangkannya dengan meneliti faktor-
faktor lain yang dapat mempengaruhi depresi pada remaja antara lain
faktor biologis, kehilangan status dan identitas sosial, faktor penentu
dari dalam diri termasuk di dalamnya faktor kognitif, kekurangan saat
dilahirkan, dan kekurangan bio-kemis, oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian lanjut tentang faktor-faktor tersebut.
Perpustakaan Unika
63
DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D. 1987. Teknik Pengukuran Skala Pengukuran. Yogyakarta : Pusat
Penyusunan Kependudukan.

Aryatmi. 1989. Bidang-Bidang Psikologi Terapan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.

Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Hilgard, E. R. 1991. Pengantar Psikologi, Jilid
2, Alih Bahasa : Budi Susetyo, Jakarta : Erlangga.

Azwar, S. 1999. Validitas dan Reliabilitas. Edisi III. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Citrobroto, R. I. S. 1980. Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini.
Jakarta : Bharatara Karya Aksara.

Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorder IV. 1994.

De Clerq, L. 1994. Tingkah Laku Abnormal. Jakarta : PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.

Douglas, H. B. 1981. The Developing Child, Third Edition. New York :
University of Washington.

Gerungan, W. A. 1977. Psikologi Sosial. Bandung : P.T. Eresco.

Gerungan, W. A. 1988. Psikologi Sosial. Bandung : P.T. Eresco.
Perpustakaan Unika


64

Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Edisi ketiga, Cetakan pertama. Bandung
: P.T. Refika Aditama.

Gunarsa. S. 1978. Psikologi Remaja. Jakarta : Gunung Mulia.

Greist, J. H., Jefferson., J. W. 1987. Depresi dan Penyembuhannya. Jakarta : PT
BPK Gunung Mulia.

Hadi, S. 2001. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta : Andi Offset.

Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.


Jersild. A. T, dkk. 1978. The Psychology of Adolescence, Third Edition. New
York : Macmillan Publishing.

Kartono, K. 1992. Peranan Keluarga Memandu Anak (Seri Psikologi
Terapan). Jakarta : Rajawali Press.

Maslim. R. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
dari PPDGJ III. Jakarta : PT. Nuh Jaya.

Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.

Nawawi, Hadari, H, Martini, H, Mimi. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta :
UGM.

Prasetya, E. 1990. Hubungan antara Maskulinitas dan Perilaku Asertif
Terhadap Kecenderungan Neurotik Pada Siswa SMA Karangturi Semarang
Perpustakaan Unika


65
Yang Berusia 16-19 Tahun. Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang : Fakultas
Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

Quay and Werry. 1986. Psychopatological Disorder of Childhood. United States
of America.

Rahayu. S. H., Monks. F. J,. Knoers. A. M. P. 1982. Psikologi Perkembangan.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga.

Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta : P.T. Raja
Grafindo Persada.

Suryabrata, S. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali.

Sinar Harapan, 15 November 2006. Bunuh Diri, halaman 1.

Tjandrasa, M. 1989. Perkembangan Anak, Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Wasito, H., Bala, A., Wismanto, Y.B., Kurniawati, L., Nababan, M.,
Krisnadewara, D,. dan Suwarsono, st. 1995. Pengantar Metodologi Penelitian.
Jakarta : APTIK.

Wenar, C. 1994. Developmental Psychopatology. Third Edition, International
Edition.

Wicks, R, dkk. 2003. Behaviour Disorder of Childhood. Fifth Edition. New
Jersey.
Perpustakaan Unika




LAMPIRAN A-1
SKALA DEPRESI PADA
REMAJA
Perpustakaan Unika
A. IDENTITAS
Kelas :
B. PETUNJUK PENGISIAN SKALA
1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian kerjakan
dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan saudara yang
sebenarnya.
2. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah baik dan benar.
3. Sebaiknya jawaban bersifat spontan dan tidak didasarkan atas apa yang
dianggap wajar.
4. Pilihlah salah satu jawaban yang ada dengan memberi tanda (X) pada
pilihan jawaban yang paling sesuai dengan keadaan saudara :
5. Apabila anda ingin menganti jawaban, maka anda dapat memberikan tanda
(=) pada jawaban pertama, kemudian berikan tanda (X) pada jawaban
kedua.
Contoh : a b c d
6. Jika telah selesai, periksa kembali jawaban anda. Pastikan semua
pernyataan telah dijawab.


TERIMA KASIH DAN SELAMAT MENGERJAKAN



Perpustakaan Unika
Skala Depresi pada Remaja

1. a. Saya tidak merasa sedih.
b. Saya merasa sedih.
c. Saya selalu merasa sedih dan tidak bisa menghilangkan perasaan itu.
d. Saya terlalu sedih dan tidak bahagia sehingga rasanya saya tidak tahan lagi.

2. a. Saya tidak terlalu menghawatirkan masa depan saya.
b. Saya merasa khawatir dengan masa depan saya.
c. Saya merasa bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat saya harapkan.
d. Saya merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan saya dan
semuanya tidak akan dapat membaik.

3. a. Saya tidak menganggap bahwa saya adalah orang yang gagal.
b. Saya merasa bahwa saya telah gagal lebih banyak daripada oang lain.
c. Saat saya melihat ke masa lalu saya, yang saya lihat hanyalah kegagalan.
d. Saya merasa bahwa saya adalah seseorang yang gagal total.

4. a. Saya merasakan banyak kepuasan dari hal-hal yang saya lakukan, sama
seperti dulu.
b. Saya tidak lagi menikmati berbagai hal, seperti yang pernah saya rasakan
dulu.
c. Saya tidak memperoleh kepuasan dari apapun lagi.
d. Saya tidak puas atau bosan dengan segalanya.

5. a. Saya tidak terlalu merasa bersalah.
b. Saya cukup sering merasa bersalah.
c. Saya sering merasa bersalah.
d. Saya merasa bersalah sepanjang waktu.


Perpustakaan Unika
6. a. Saya tidak merasa sedang dihukum.
b. Saya merasa saya akan dihukum.
c. Saya merasa mungkin saya sedang dihukum.
d. Saya merasa bahwa saya sedang dihukum.

7. a. Saya merasa tidak kehilangan minat terhadap orang lain.
b. Saya merasa agak kurang berminat terhadap orang lain dibandingkan
biasanya.
c. Saya kehilangan hampir seluruh minat saya terhadap orang lain.
d. Saya telah kehilangan seluruh minat saya terhadap orang lain.

8. a. Saya merasa bahwa keadaan saya baik-baik saja.
b. Saya merasa khawatir saya akan terlihat tidak menarik lagi.
c. Saya merasa ada perubahan-perubahan dalam penampilan saya sehingga
membuat saya tampak tidak menarik lagi.
d. Saya yakin bahwa saya telihat kurang menarik atau jelek.

9. a. Saya merasa tidak sering menangis dibandingkan biasanya.
b. Sekarang saya sering menangis dibandingkan sebelumnya.
c. Sekarang saya menangis sepanjang waktu.
d. Sekarang saya tidak dapat menangis lagi walaupun saya menginginkannya.

10. a. Saya merasa saya tidak lebih buruk daripada orang lain.
b. Saya suka mencela diri saya sendiri karena kelemahan-kelemahan atau
kesalahan saya sendiri.
c. Saya sering menyalahkan diri saya sendiri karena kesalahan-kesalahan
saya.
d. Saya menyalahkan diri saya atas semua hal-hal buruk yang terjadi.


Perpustakaan Unika
11. a. Saya mengambil keputusan-keputusan hampir sama baiknya dengan
biasanya.
b. Saya lebih sering menunda untuk mengambil keputusan-keputusan
dibandingkan biasanya.
c. Saya sekarang lebih sering mengalami kesulitan dalam mengambil
keputusan dibandingkan sebelumnya.
d. Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan-keputusan lagi.

12. a. Saya merasa kondisi tubuh saya baik-baik saja.
b. Saya merasa lebih mudah lelah daripada biasanya.
c. Saya selalu merasa lelah setelah melakukan apa saja.
d. Saya merasa terlalu lelah untuk melakukan apapun sekarang.

13. a. Saya merasa tidak ada yang salah dengan nafsu makan saya.
b. Saya merasa agak malas makan akhir-akhir ini.
c. Nafsu makan saya kini jauh lebih buruk.
d. Saya tidak memiliki nafsu makan lagi.

14. a. Saya dapat tidur dengan lelap seperti biasanya.
b. Saya kadang terbangun di tengah malam.
c. Sekarang saya sering bangun lebih awal dari biasanya dan susah untuk tidur
lagi.
d. Saya terbangun beberapa jam lebih awal dibandingkan biasanya dan tidak
dapat tidur lagi.

15. a. Saya merasa masih bisa mengontrol emosi saya seperti biasanya.
b. Saya lebih sering marah dibandingkan biasanya.
c. Saya sering merasa jengkel sekarang.
d. Kini saya merasakan kejengkelan di sepanjang waktu saya.


Perpustakaan Unika
16. a. Saya dapat bekerja dengan baik seperti biasanya.
b. Saya memerlukan usaha yang lebih keras daripada biasanya untuk
melakukan sesuatu.
c. Untuk melakukan sesuatu sekarang, saya harus berusaha dengan susah
payah dan sekuat tenaga.
d. Saya sudah tidak mampu untuk mengerjakan apapun lagi.

17. a. Saya merasa tidak ada yang salah dengan minat saya terhadap lawan jenis.
b. Saya merasa kurang berminat terhadap lawan jenis dibandingkan biasanya.
c. Saya merasa sangat kurang berminat terhadap lawan jenis sekarang.
d. Saya telah kehilangan minat terhadap lawan jenis.

18. a. Berat badan saya masih stabil seperti biasanya, ataupun kalau turun hanya
sedikit sekali.
b. Berat badan saya turun lebih banyak dari biasanya.
c. Berat badan saya turun lebih dari sepuluh pon.
d. Berat badan saya turun lebih dari lima belas pon.
19. a. Saya merasa bangga dengan diri saya sendiri.
b. Saya merasa kecewa dengan diri saya sendiri.
c. Saya merasa muak dengan diri saya sendiri.
d. Saya membenci diri saya sendiri.

20. a. Saya tidak khawatir atau cemas terhadap kesehatan saya.
b. Saya cemas dengan keadaan fisik saya yang sakit seperti mual, sakit perut,
sakit kepala atau pusing.
c. Saya sangat cemas dengan masalah-masalah fisik saya sehingga sukar untuk
memikrkan hal yang lain.
d. Saya sangat cemas kalau memikirkan masalah-masalah fisik saya sehingga
membuat saya tidak dapat memikirkan hal lain lagi.


Perpustakaan Unika
21. a. Saya tidak pernah sedikitpun berpikir tentang bunuh diri.
b. Kadang saya berpikir untuk bunuh diri tetapi saya tidak akan
melakukannya.
c. Saya merasa ingin bunuh diri.
d. Saya akan bunuh diri jika ada kesempatan.

Perpustakaan Unika






LAMPIRAN A-2
SKALA POLA ASUH OTORITER
ORANG TUA
Perpustakaan Unika

PETUNJUK PENGISIAN SKALA
1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian kerjakan
dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan saudara yang
sebenarnya.
2. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah baik dan benar.
3. Sebaiknya jawaban bersifat spontan dan tidak didasarkan atas apa yang
dianggap wajar.
4. Pilihlah salah satu jawaban yang ada dengan memberi tanda (X) pada
pilihan jawaban yang paling sesuai dengan keadaan saudara :
a) SS : Jika pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan diri
saudara.
b) S : Jika pernyataan tersebut Sesuai dengan diri saudara.
c) TS : Jika pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan diri
saudara.
d) STS : Jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan
diri saudara.
5. Apabila anda ingin menganti jawaban, maka anda dapat memberikan
tanda (=) pada jawaban pertama, kemudian berikan tanda (X) pada
jawaban kedua.
Contoh : Saya jarang dipuji orang tua. SS S TS STS
6. Jika telah selesai, periksa kembali jawaban anda. Pastikan semua
pernyataan telah dijawab.


TERIMA KASIH DAN SELAMAT MENGERJAKAN




Perpustakaan Unika


Skala Pola Asuh Otoriter
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1 Saya tidak boleh makan sambil menonton
televisi, meskipun acaranya menarik.

2 Saya boleh mengajukan protes jika tidak
setuju dengan tugas-tugas rumah yang telah
ditetapkan orang tua.

3 Orang tua akan bersikap biasa saja kalau
saya meraih prestasi.

4 Orang tua mau mendengarkan penjelasan
saya kalau saya terlambat pulang sekolah.

5 Orang tua yang menentukan dengan siapa
saya boleh bergaul.

6 Saya tidak harus melaporkan kegiatan
ekstrakurikuler apa saja yang saya ikuti
kepada orang tua.

7 Saya selalu merapikan kamar saya karena
disuruh orang tua.

8 Saya senang menjadi juara di kelas karena
hal itu membuat saya bangga.

9 Pendapat saya selalu diabaikan oleh orang
tua saya.

10 Setiap ada kesempatan, saya selalu
berdiskusi dengan orang tua.

11 Setiap hari saya diwajibkan untuk
membersihkan rumah sebelum ke sekolah,
meskipun saya hampir terlambat untuk
pelajaran tambahan.

12 Orang tua mengijinkan saya untuk belajar
kelompok di rumah teman.

13 Tidak pernah ada pujian dari orang tua
walaupun saya sudah bertingkahlaku benar
atau sopan.

14 Jika peringkat kelas saya naik, maka orang
tua akan memberikan saya hadiah.

15 Orang tua yang menentukan aktivitas saya
untuk mengisi waktu luang.

16 Saya boleh berteman dengan siapa saja.
17 Jika orang tua tidak suka dengan hobi saya,
orang tua akan melarang saya untuk
meneruskannya.

18 Jika saya mengerjakan tugas sekolah sampai
larut malam di rumah teman, orang tua tidak
akan langsung marah tetapi meminta
penjelasan.

Perpustakaan Unika
larut malam di rumah teman, orang tua tidak
akan langsung marah tetapi meminta
penjelasan.

19 Saya tidak suka berdiskusi dengan orang tua
karena pendapat-pendapat saya selalu
dianggap angin lalu.

20 Keputusan-keputusan dalam rapat keluarga
diambil berdasarkan keputusan bersama
seluruh anggota keluarga.

21 Pembagian tugas-tugas rumah yang telah
ditetapkan oleh orang tua tidak boleh
dibantah oleh anak-anaknya.

22 Orang tua mengijinkan saya untuk makan
sambil menonton televisi kalau acaranya
memang menarik.

23 Apabila saya melakukan perbuatan yang
tidak sopan, orang tua saya akan
menghukum saya tanpa ampun.

24 Jika saya melakukan kesalahan, orang tua
akan menegur saya.

25 Saya tidak diijinkan pergi ke mall selain
dengan orang tua.

26 Saya boleh pulang terlambat kalau sudah
memberitahu orang tua sebelumnya.

27 Saya terpaksa makan malam bersama karena
diharuskan orang tua.

28 Saya senang merapikan kamar saya agar
terlihat lebih rapi.

29 Jika akan merayakan liburan keluarga, orang
tua tidak pernah menanyakan pendapat saya.

30 Orang tua selalu mendengarkan pendapat
dan usul saya.

31 Orang tua menyuruh saya untuk masuk
jurusan yang diinginkan mereka.

32 Orang tua tidak mengharuskan saya untuk
membersihkan rumah sebelum ke sekolah
kalau ada pelajaran tambahan.

33 Jika saya terlambat pulang dari sekolah,
orang tua saya akan langsung menghukum
saya.

34 Jika saya berlaku sopan dan benar, orang tua
akan langsung memuji saya.

35 Saya harus melaporkan kepada orang tua
kemana saja saya pergi.

Perpustakaan Unika
36 Saya boleh mengisi waktu senggang saya
dengan kegiatan-kegiatan yang saya sukai.


37 Orang tua tidak mau mempertimbangkan
kesalahan-kesalahan yang saya lakukan.

38 Saya menggunakan waktu makan malam
untuk berkumpul dengan orang tua.

39 Dalam rapat keluarga, keputusan selalu ada
di tangan orang tua.

40 Orang tua akan menanyakan tempat liburan
favorit saya jika kami akan berlibur.




































Perpustakaan Unika

Anda mungkin juga menyukai