Anda di halaman 1dari 4

Tanggapan tanggapan mohon ijin pak, mengenai UU kesehatan tentang penyalagunaan obat yang tergolong Daftar G (kopplo) , apakah

penggunanya tidak boleh di hukum pak?? karna di UU Kesehatan hanya orang yang memberikan tanpa hak atau keahliaannya aja yang boleh di hukum pak,dan satu lagi pak mengenai jenis SUBUTEX, itu belum di atur di UU Kesehatan pak dan sekarang Jenis SUBUTEX ini yang marak di komsumsi oleh pecandu putaw pak karna cara mengunakannya juga mengunakan insul ( jarum suntik ) mohon di tindak lanjuti pak hendra......... said this on 22 Desember 2009 pada 19:48 | Balas di . maksud Anda ? teguh866 said this on 2 Januari 2010 pada 19:56 | Balas terima kasih atas infonya isaac hososio said this on 23 Desember 2009 pada 02:37 | Balas Semoga bermanfaat teguh866 said this on 2 Januari 2010 pada 19:55 | Balas

bagaimana pak apabila dalam penangkapan sorang tsk lahgun narkotika hanya terdapat bukti urine nya saja sedangkan brg bukti tidak ditemukan apakah perkara tersebut dpt dituntut dopengadilan, contoh pasal 124 UU No. 35 / 2009 ttg narkotika suherman said this on 25 Januari 2010 pada 13:20 | Balas

Tergantung perkara di dalam Laporan Polisi yang akan menjadi target operasi, Test urine ialah Keterangan Ahli, dan ingat menurut Pasal 184 UU No. 8 Tahn 1981 tentang alat bukti ada 5 macam, salah satunya adalah Keterangan Ahli. Dan Tindak Pidana dibuktikan harus dengan minimal 2 alat Bukti. Jadi Test urine bisa saja diajukan namun harus mempunyai 1 bukti lain, misalnya saksi, alat, surat ataupun yang lainya. Ok, teguh866 said this on pa, mau tanya klo dari segi pemusanahan dan waktu yg diberikan hingga barang bukti itu dimusnahkan mengalami perubahan tidak 19 Juni 2010 pada 08:30 | Balas

terima kasih mrt said this on 8 Februari 2010 pada 07:15 | Balas pak, saya mau tanya dalam uu narkotika no 35/2009, terdapat perluasan alat bukti yaitu penggunaan alat bukti elektronik dalam tindak pidana narkotika, yang ingin saya tanyakan yakni bagaimana efektifitas penggunaan alat bukti elektronik dalam pembuktian tindak pidana narkotika nantinya di depan pengadilan? lalu apakah sudah ada kasus narkotika yang dalam pembuktiannya di depan pengadilan menggunakan alat bukti elektronik tersebut selama ini di indonesia? kalau sudah ada, atau bahkan sudah diputus oleh pengadilan mohon beritahu pak terima kasih rudy antoni tanamas said this on 13 November 2010 pada 07:20 | Balas

yang dimaksud dengan perluasan alat bukti yaitu penggunaan alat bukti elektronik dalam tindak pidana narkotika menurut analisa saya disini adalah sesuai dengan berkembangnya zaman dimana komunikasi secara elektronik misalnya telp, sms, email, chating dll saat ini adalah alat utama yg digunakan untuk membantu melancarkan suatu tindak pidana, maka dengan itu sejalan dengan berkembangnya teknologi Polri juga mempunyai alat untuk mecari bukti tersebut misalnya atau contohnya Komp Forensic, analys notebook, donggle, sms recovery dan masih banyak lainya yang secara yuridis bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Saat ini sudah banyak kasus yang dengan penyertaan alat bukti elektronik dihadapan pengadilan terutama yang ditangani BNN ataupun mabes Polri sedangkan untuk Polda dan Polres tidak semuanya mempunyai teknologi yang seperti itu. contoh kasus yang telah dipublikasikan yaitu kasus Artalyta perihal percakapannya di handphone yang disadap dan ditangani penyidikannya oleh KPK. teguh866 said this on 28 November 2010 pada 03:26 | Balas

saya mau mengucapkan terima kasih terlebih dahulu sebelumnya karena bapak telah bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan saya sebelumnya. selanjutnya yang ingin saya tanyakan pak, apabila sudah banyak kasus yang dengan penyertaan alat bukti elektronik di hadapan pengadilan terutama yang ditangani BNN ataupun mabes Polri, apakah saya dapat mengetahui data atas kasus-kasus tersebut pak? minimal data statistik selama tahun 2010. jika bisa, bagaimana caranya serta dimana untuk bisa memperoleh data-data tersebut? apakah datadata tersebut dipublikasikan baik oleh BNN ataupun mabes Polri? Mohon bantuannya pak, karena saya tertarik untuk mengangkat topik tentang penyalahgunaan narkotika serta keberhasilan BNN serta terutama Polri sendiri dalam menggagalkan banyak upaya penyelundupan narkotika ke Indonesia selama ini ke dalam penelitian hukum saya nanti. rudy antoni tanamas said this on 6 Januari 2011 pada 02:56 | Balas

Tak, prawdopodobnie tak jest HEERWAYWEDO said this on ??? teguh866 said this on 30 Januari 2011 pada 13:39 | Balas 30 Januari 2011 pada 03:43 | Balas

Selamat Sore, sy ingin menanyakan ttg kasus penyalahgunaan narkoba jenis ganja, kawan sy ini tertangkap oleh polisi karna kedapatan sedang tidur setelah minum2an keras dan menghisap ganja, di TKP ada barang bukti 1 linting ganja yg sudah di oplos dgn tembakau dan 2 botol Black Label kosong, kawan sy ini menjalani test urine dan di nyatakan positif, ini pertama kalinya dia berurusan dgn polisi untuk kasus narkoba. yg ingin sy tanyakan adalah apakah proses selajutnya org ini harus menjalani penahanan di sel polsek/polres? sampai brp lama? untuk informasi za, dia sdh menandatangani BAP, setelah 3x24jam proses di kepolisian. BB yg ditemukan adalah 1 linting ganja seberat 0.8 gram. apakah hukuman untuk kawan sy ini dan berapa lama hukumannya? karna sesuai dgn PP No 25/2011 tentang Wajib Lapor bagi Pecandu/Pemakai Narkotika. Pecandu narkotika tidak dikenai hukuman pidana melainkan di panti rehabilitasi. Aturan ini tertuang dalam tiga landasan hukum, yakni dalam UU No 35/2009, penerbitan PP No 25/2011 dan diperkuat lagi dengan Surat EdaranMahkamah Agung(Sema) No 04/Bua.6/HS/ SP/IV/2010 tertanggal 7 April 2010, tentang pemakai yang batu sekali tertangkap akan di rehabilitasi karena mereka termasuk menjadi korban narkotika bukan pengedar atau bandar. sy mohon informasi yg sejelas2nya, terima kasih . Brown said this on 20 Juni 2011 pada 10:43 | Balas

Untuk perkara Narkoba tidak ada istilah penangguhan penahanan, jadi menurut saya orang tersebut diduga keras telah terbukti melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika sesuai dengan pasal 111 ayat (1) jo pasal 127 ayat (1) huruf a UU. No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dan orang tersebut jika tidak dibawah umur maka akan dilakukan penahan selama 20 hari bisa diperpanjang dengan persetujuan kejaksaan dengan masa perpanjangan penahanan selama 40 hari. Sesuai dengan Pasal yang dipersangkakan kepada Teman anda, yaitu Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

dan atau Pasal 127 ayat (1) huruf a : Setiap Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. Sedangkan untuk permasalahan Rehabilitasi harus ditetapkan oleh kekuatan hukum tetap/vonis pengadilan, yang dimohon oleh terdakwa dengan pertimbangan-pertimbangan. teguh866 said this on 29 Juni 2011 pada 05:43 | Balas

Terima kasih banyak atas tanggapan jawaban dari Pak Teguh :) Brown said this on 29 Juni 2011 pada 06:53 | Balas

sama-sama, semoga bermanfaat TeguhGokong said this on 3 Oktober 2011 pada 08:31 | Balas

saya ingin mengajukan pertanyaan, apkh kewenangan penangkapan 324 jam pd Pasal 76 ayat (1) yang merujuk Pasal 75 huruf g UU RI No. 35 Tahun 2009 dimiliki juga oleh penyidik Polri karena hal itu jelas disebutkan kewenangan penyidik BNN.. terima kasih abunk said this on 12 Oktober 2011 pada 07:34 | Balas

Disana dijelaskan dalam pasal PASAL 76 UU No. 35 Tahun 2009 : Ayat (1) : Pelaksanaan kewenangan penangkapan dilakukan paling lama 3X24 jam terhitung sejak surat penangkapan diterima penyidik Ayat (2) : Penangkapan dapat diperpanjang paling lama 3X24 jam Tidak hanya untuk Penyidik BNN, tetapi bisa dilakukan oleh Penyidik secara umum.

Anda mungkin juga menyukai