HIPOKSEMIA
HIPOKSEMIA
HIPOKSIA
VENTILASI (V)
menentukan kecukupan pertukaran gas antara udara (ventilasi) dengan darah (perfusi/sirkulasi) - V menyeimbangi Q V/Q matching (rasio V/Q normal: 4/5 atau 0,8) difusi oksigen optimal
Terjadi ketidakseimbangan V/Q mismatch, difusi oksigen tidak optimal terjadi hipoksemia, contoh: pneumonia
PERFUSI (Q)
V/Q = 0 unit paru yang terperfusi (Q=n) namun tidak mendapatkan ventilasi (V=0) V/Q = 0/n = 0 tidak terjadi pertukaran gas pirau intrapulmoner
Normal: Jika
>30% pemberian O2 tidak akan banyak mengatasi hipoksemia diatasi dengan mengembangkan dan memaksimalkan volume paru dengan pemberian tekanan positif.
V/Q >1 ventilasi melebihi perfusi (aliran darah kapiler) area paru yang terventilasi namun tidak mendapatkan perfusi ventilasi ruang rugi (dead space) alveolus
Normal:
Peningkatan
hiperkapnea Contoh: hipotensi, emboli paru, atau pada pemberian ventilasi mekanis
Hb tidak cukup untuk transpor O2 Hb tidak dapat terikat dengan O2 Gangg. sirkulasi menyebabkan penurunan perfusi O2 ke jaringan Metabolisme sel tidak dapat menggunakan O2
Rasio V/Q tinggi emboli paru, hipoveolemia, gagal jantung RasioV/Q rendah pneumonia, atelektasis Anemia berat Keracunan karbon monoksida Syok: sepsis, kardiogenik, anafilaksis
Keracunan sianida, sepsis
- Invasif, menyakitkan bagi anak, menyebabkan stres - Mesin & reagen sangat mahal - Tingkat kesulitan cukup tinggi, perlu tenaga khusus
SpO
SpO2 normal : 94-100%, berbeda pada daerah dengan ketinggian berbeda SpO2 lebih rendah pada daerah pegunungan karena PaO2 lebih rendah
Perubahan kecil pada SpO2 antara 90-100% perubahan yang besar pada PaO2 (karena kurva disosasi Hb-O2 cenderung datar). Pada SpO2 <90%, kurva berbentuk curam penurunan PaO2 yang kecil sekalipun dapat mengakibatkan penurunan SpO2 yang sangat lebih besar.
Beberapa kondisi yang memerlukan terapi oksigen pada ambang batas SpO2 >90%
saat
hantaran O2 dari paru ke jaringan tubuh sangat terganggu saat organ-organ vital rentan terhadap kadar O2 rendah. Contoh: anemia berat, gagal jantung berat, sepsis berat atau cidera otak.
Kondisi lain
Asma
Meningitis Sepsis
Malaria
Hipoksemia merupakan komplikasi umum pneumonia, dan merupakan faktor risiko kematian utama Hipoksemia juga terjadi pada penyakit lain seperti asma akut, meningitis, sepsis dan malaria SpO2<90% merupakan batas hipoksemia yang paling umum Pada beberapa keadaan klinis (anemia berat, gagal jantung, cedera otak), batas SpO2 <94% yang dipakai
INDIKASI PEMBERIAN O2
Indikasi Pemberian O2
Dapat dideteksi menggunakan:
- tanda-tanda klinis
HIPOKSEMIA
Tanda-tanda klinis
Sianosis Sentral
koma atau kejang lama (kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit) memiliki risiko hipoksemia yang berarti diasosiasikan dengan depresi usaha napas tanda hipoksemia yang non-spesifik
Penentuan prioritas
1. 2. 3. 4. Tanda klinis pneumonia berat Sianosis sentral Penurunan kesadaran Kepala terangguk-angguk atau mengerang Telapak atau konjungtiva sangat pucat (anemia berat) dengan tarikan dinding dada atau frekuensi napas cepat Koma akut atau kejang >15 menit Prioritas pemberian oksigen Prioritas sangat tinggi Prioritas sangat tinggi Prioritas sangat tinggi Prioritas sangat tinggi; prioritas tinggi diberikan untuk koreksi abnormalitas yang mendasari (misalnya transfusi darah dan/atau antimalaria) Prioritas sangat tinggi hingga usaha napas kembali normal; juga melindungi jalan napas dan memastikan ventilasi adekuat Prioritas tinggi Prioritas tinggi
5.
6. 7.
napas di atas normal sesuai usia Retraksi epigastrium Ketidakmampuan minum Head nodding Sianosis sentral
Indikasi lain: kejang lama, koma akut, dan masalah neurologis berat lain. Pada keadaan demikian hipoksemia dpt terjadi karena obstruksi / gangguan ventilasi
Oksimetri denyut
Penggunaan klinis, alarm dan sensor
Oksimetri denyut
mengukur saturasi oksigen Hb dalam darah membandingkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda melalui bagian tubuh yang translusen. metode paling optimal untuk mendeteksi dan memantau hipoksemia. harus tersedia di setiap RS dan puskesmas perawatan
Mengidentifikasi 20 - 30% lebih banyak anak dengan hipoksemia dibandingkan menggunakan tanda-tanda klinis saja Mengurangi penggunaan oksigen yang tidak perlu. Memastikan penggunaan oksigen (yang tidak murah) secara efisien. Efektif dan lebih murah. Intervensi yang efektif secara biaya, di RS yang banyak merawat anak dengan penyakit pernapasan akut
Lebih sensitif: mendeteksi hipoksemia pada pasien yang secara klinis tidak tampak hipoksemia Lebih spesifik: menyingkirkan hipoksemia pada pasien yang secara klinis tampak hipoksemia
dilakukan pada pasien terpilih saat triase (di rawat jalan atau IGD) dan pada semua pasien rawat inap Cara seleksi pasien di triase melakukan uji penapisan oksimetri pada:
semua
pasien dengan tanda klinis hipoksemia, anak dan neonatus dengan tanda kegawatdaruratan atau prioritas
Obstruksi pernapasan Distress pernapasan berat Sianosis sentral Tanda-tanda syok: ekstremitas dingin; capillary refill time (CRT) > 4 detik; nadi yang lemah dan cepat Koma Kejang
bayi kecil, atau anak < 2 bulan yang sakit suhu tinggi trauma atau kondisi operasi urgent yang lain sangat pucat keracunan nyeri hebat
Distres napas luka bakar luas malnutrisi (wasting kasatmata) rujukan yang perlu ditangani segera edema kedua tungkai gelisah, iritabilitas yang berlanjut atau letargi
Jenis-jenis oksimeter
Oksimeter denyut jari (fingertip oxymeter) Oksimeter denyut genggam (handheld oxymeter)
Keakurasian
Kemudahan pemakaian Pemeliharaan alat Ketahanan alat Ketersediaan Harga Kemudahan layanan purna-jual
Oksimeter Oksimeter Oksimet Jari Genggam er jinjing baik baik baik mudah mudah mudah
Keterangan
Baik, jika memenuhi standar internasional seperti DIN, FDA, dsb.
mudah baik
mudah sedang mudah
mudah baik
mudah mahal mudah
Bagian-bagian oksimeter
Alarm
Untuk
memberitahukan petugas kesehatan kapan mesin perlu disambungkan ke catu daya (AC mains). Sebaiknya oksimeter selalu disambungkan ke catu daya ketika sedang tidak digunakan di ruang rawat.
Sensor
Sekali
Jenis sensor
1. Klip jari dari plastik yang keras Untuk dewasa tidak akan menempel dengan baik pada bayi atau anak.
Normal: Frekuensi nadi (FN) = 102 kali/menit SpO2 = 97% Gelombang pletismograf (nadi) jejak arterial yang baik dan pembacaan yang valid.
Akurasi sebaiknya diperiksa kembali bandingkan angka di oksimeter dengan auskultasi jantung dan hitung denyut yang terdengar. Pada kasus ini: denyut jantung dengan auskultasi:120 kali/menit.
FN= 150 kali/menit; SpO2 = 82%, gelombang pletismografik yang teratur pembacaan jejak arterial valid. pembacaan SpO2 82% akurat pasien mengalami hipoksemia Berikan Oksigen
ventilasi, dan sirkulasi PaO2 dan PCO2 pada darah arteri (atau vena atau kapiler) pH darah Konsentrasi elektrolit (terutama natrium dan kalium)
Kekurangan AGD
Pengambilan darah arteri, invasif, nyeri, dan membuat pasien mengalami distress (t.u anak dan bayi) Memberikan informasi sewaktu jarang menjadi metode yang praktis untuk pemantauan perubahan respons terhadap terapi. sangat mahal: mesin, reagen penggunaan reagen kimia secara berkelanjutan membutuhkan biaya yang tinggi
Kadar CO2 darah menilai efisiensi ventilasi Kadar pH untuk penilaian langsung status asambasa secara keseluruhan (dari darah arteri, kapiler arteri, dan vena). Penyebab gangguan pH dengan pemerikaan tekanan parsial CO2 dan konsentrasi HCO3 darah (&/ kelebihan atau defisit basa).
Ketrampilan diperlukan
Oksimetri denyut jauh lebih murah, dan tidak menimbulkan sakit atau stress pada anak. Pada anak yang sakit berat, oksimetri denyut sebaiknya digunakan untuk pemantauan intermiten oksigenasi. Evaluasi yang ketat tanda-tanda klinis lebih sesuai dibandingkan AGD untuk deteksi masalah ventilasi dan sirkulasi
Harus selalu diberikan berkesinambungan (terus menerus) dan tidak boleh diberikan intermiten (selang seling), misalnya setiap satu atau dua jam pemberian, kemudian dihentikan. Dilakukan pada keadaan sesuai dengan indikasi pemberian O2 (slide sebelumnya)
Aturan umum: HARUS pada setiap anak dengan SpO2<90% O2 diberikan pada SpO2<93%.
Bila
persediaan oksigen cukup Pasien dengan anemia yang sangat berat, gagal jantung berat, syok septik dan penyakit neurologis akut
Untuk fasyankes yang terletak pada ketinggian > 2500 m, jika persediaan O2 terbatas, maka O2 diberikan bila SpO2<85%
Terapi O2
Evaluasi setelah 15-30 menit - memburuk - hanya terjadi sedikit perbaikan (tanda klinis hipoksemia tetap ada, atau SpO2 masih rendah)
respons kurang
Periksa:
o apakah terdapat aliran oksigen o apakah ada kebocoran dari selang O2 o apakah kanul / kateter nasal terpasang dengan baik o apakah kanul / kateter nasal tersumbat. o jika menggunakan konsentrator O2, apakah konsentrasi O2 yang diberikan adekuat (>85%)
tingkatkan laju aliran sampai 1L/menit (bayi) atau sampai 2L/menit (anak yang lebih besar), selama ada humidifikasi yang efektif. bila tersedia, berikan sumber O2 kedua melalui sungkup O2 (idealnya dengan rebreathing mask) Jika sungkup tidak tersedia, gunakan kateter N-F (jangan gunakan NF bersamaan dengan NK). Mulai CPAP atau pertimbangkan perlunya ventilasi mekanis jika peralatan tersedia
Pemantauan
Ventilasi yang tidak adekuat akan mengalami pernapasan yang pendek atau dangkal, dan anak tampak letargis.
Menyapih oksigen
Minimal 1 kali sehari Paling baik dilakukan pada saat tersedia tenaga kesehatan yang cukup untuk mengobservasi pasien, yaitu pada jam kerja (sekitar pukul 08.00 14.00). Selama penyapihan, awasi anak untuk melihat apakah muncul sianosis atau gangguan pernapasan berat. Anak sebaiknya tidak dipulangkan sebelum SpO2 stabil tanpa oksigen, minimal selama 24 jam, sampai semua tanda bahaya tidak ada / perawatan rumah yang baik telah direncanakan
Menyapih oksigen
Anak STABIL secara klinis Klinis: tidak ada tanda kegawatdaruratan dan SpO2 >90% dilepas dari oksigen selama 10 15 menit Periksa adanya perubahan tanda klinis dan SpO2 untuk menilai apakah pemberian oksigen masih diperlukan. Diawasi untuk menghindari komplikasi hipoksemia
Beri O2 kembali
Kontak minimal
Pengaturan posisi
Tunda pemberian makan secara oral ketika anak mengalami tarikan dinding dada yang dalam atau gangguan pernapasan berat risiko aspirasi. Gunakan IV drip atau NGT (naso-gastric tube), pilih yang lebih aman Jangan berikan cairan IVdalam jumlah besar karena dapat membuat edema paru memperberat hipoksemia. Pastikan bahwa setelah gangguan pernapasan berat teratasi (tidak harus menunggu bebas sesak napas) , anak mendapat nutrisi yang baik terutama ASI.
Aliran O2 lebih rendah keuntungan di tempat dengan O2 terbatas Produksi PEEP memperbaiki oksigenasi
Nasal Kanul
Humidifikasi tidak diperlukan dengan aliran O2 baku Risiko penyumbatan saluran napas oleh lendir (risiko meningkat dengan O2 aliran tinggi Tidak ada risiko distensi lambung pada laju aliran baku karena tidak dapat dimasukkan terlalu jauh ke dalam rongga hidung FiO2 yang mencapai jalan napas <100%, tergantung:
Laju aliran O2 Hubungan antara cabang kanul dan diameter hidung Berat badan
Pertimbangan Praktis
Usia
Bayi muda Bayi Anak balita Usia Sekolah
Fiksasi di pipi dekat hidung Menjaga hidung agar bersih dari lendir yang dapat menghalangi aliran oksigen
Kateter Nasal
Humidifikasi tidak diperlukan Dapat tersumbat oleh lendir obstruksi saluran napas bagian atas Kateter nasal kurang efisien dalam meningkatkan oksigenasi dibandingkan kateter N-F, tapi kemungkinan komplikasi lebih sedikit
Pertimbangan Praktis
Panjang kateter sampai bagian posterior rongga hidung: diukur dari sisi lubang hidung ke tepi bagian dalam alis mata
Ujung kateter TIDAK boleh terlihat di bawah uvula Fiksasi di atas bibir atas Selang nasogastrik HARUS dipasang dalam lubang hidung yang sama Laju aliran maksimum:
0,5
Kateter Nasofaring
Dimasukkan ke faring sedikit di bawah uvula Dengan aliran O2 lebih rendah daripada kanul nasal, dapat dicapai oksigenasi lebih baik FiO2 yang mencapai trakea relatif lebih tinggi dan terdapat produksi PEEP Risiko: tersumbat oleh lendir (sumbatan saluran napas bagian atas), tergeser masuk ke kerongkongan (tersedak, muntah) Pengawasan ketat jika sulit dilakukan, gunakan kanul nasal atau kateter nasal (kecuali hipoksemia berat)
Kateter Nasofaring
A: Mengukur jarak dari hidung ke tragus telinga untuk insersi kateter N-F B: Gambaran crosssectional posisi Kateter N-F C: Ujung kateter N-F terlihat tepat di bawah pallatum molle
Pertimbangan Praktis
Kateter N-F dimasukkan hidung (jarak: antara ala nasi ke tragus dikurangi 1 cm Difiksasi dengan plester Nenonatus dan bayi: kateter 8-F Laju aliran maksimum: 0.5 liter/menit (bayi muda) dan 1 liter/menit (bayi) Selang NGT sebaiknya dipasang pada lubang hidung yang sama) untuk dekompresi lambung Kateter dilepas dan dibersihkan minimal 2x/hari Humidifikasi selalu diperlukan
Kateter Nasofaring
nasal tidak tersedia Staf sudah terbiasa dengan teknik pemasangan dan pengawasannya Persediaan oksigen terbatas Untuk anak-anak yang mengalami sianosis atau desaturasi oksigen yang tidak mengalami perbaikan dengan oksigen yang diberikan melalui kanul nasal atau kateter nasal
Metode Non-Invasif
Head box, inkubator, dan sungkup wajah
Keuntungan:
FiO2 aktual dapat dinilai dengan oxygen analyser (tempatkan dekat mulut bayi) Tidak ada peningkatan risiko obstruksi jalan napas oleh mukus Tidak ada peningkatan risiko distensi lambung Humidifikasi tidak diperlukan
Laju aliran O2 tidak adekuat (penentuan laju aliran terlalu rendah, selang terlipat/terlepas)
Intervensi proses pemberian makan (pada head box dan sungkup wajah) memerlukan aliran O2 tinggi mahal dan boros
Kateter oral
Memasukkan selang makan 8-F melalui mulut ke dalam hipofaring Jarak: dari sisi hidung ke tragus telinga. Diganti satu kali sehari. Laju oksigen 0.5 1 liter/menit Tidak terdapat situasi tergesernya atau tersumbatnya selang.
HUMIDIFIKASI
Humidifikasi
Tidak diperlukan pada penggunaan kanul nasal/ kateter nasal dengan laju aliran standar Diperlukan ketika:
O2
diberikan melalui kateter nasofaringeal (N-F) Semua pasien dengan selang trakea/ trakeostomi
Humidifikasi kurang diperlukan jika O2 berasal dari konsentrator (pada iklim tropis) dibandingkan O2 dari tabung
O2
diberikan dari tabung melalui kateter nasal/ kateter N-F Laju aliran yang digunakan > laju aliran baku
CUKUP untuk
terapi O2 dasar dengan laju aliran baku laju aliran yang lebih tinggi jika humidifier dihangatkan tidak ada
Masalah keamanan utama: kontaminasi bakteri Humidifier dengan air keran dan air steril memiliki kemungkinan terkontaminasi yang sama
Air diganti setiap hari Sebelum digunakan kembali: ganti air; cuci humidifier, tabung air dan kateter dalam air sabun, bilas air bersih, keringkan di udara Sekali seminggu, rendam dalam larutan antiseptik ringan15 menit, bilas dengan air bersih dan keringkan di udara
Humidifier Trakeostomi
Menggantikan fungsi hidung dan mulut untuk memberikan kehangatan, penyaringan dan kelembaban udara Menjaga sekret tetap encer dan menghindari terbentuknya gumpalan lendir yang kental
Humidifier Trakeostomi
Filter pelembab yang ukurannya sesuai dengan ujung selang trakea Menjaga sekret tetap cair Humidifier yang dihangatkan lebih disukai sebagai pelembab udara
Humidifikasi diperlukan untuk metode pemberian oksigen yang tidak melewati hidung. Humidifikasi juga penting ketika oksigen dingin dari tabung diberikan melalui kateter nasofaringeal (N-P). Reservoar humidifier dibersihkan secara teratur untuk menghindari kontaminasi bakteri. Humidifikasi penting pada pasien dengan trakeostomi atau tube endotrakeal. (Obstruksi tube endotrakeal akibat humidifikasi yang tidak adekuat menjadi penyebab banyak kematian yang tidak perlu di RS).
.: TERIMA KASIH :.
Disajikan pada
Pelatihan Terapi Oksigen Buku Panduan WHO Subdit ISPA Kemenkes RI Botani Square Bogor Selasa, 18 Dec 2012