Anda di halaman 1dari 14

Soekarno

Ir. Soekarno

Presiden Indonesia ke-1 Masa jabatan 18 Agustus 1945 12 Maret 1967 (21 tahun) Wakil Presiden Didahului oleh Digantikan oleh Mohammad Hatta (1945) Tidak ada, jabatan baru Soeharto Informasi pribadi Lahir 6 Juni 1901 Surabaya, Jawa Timur,Hindia Belanda Meninggal 21 Juni 1970 (umur 69) Jakarta, Indonesia Kebangsaan Partai politik Suami/istri Indonesia PNI Oetari (19211923) Inggit Garnasih (19231943) Fatmawati (19431956) Hartini (19521970) Kartini Manoppo (19591968) Ratna Sari Dewi (19621970) Haryati (19631966) Yurike Sanger (19641968) Heldy Djafar (19661969) Guntur Soekarnoputra

Anak

Megawati Soekarnoputri Rachmawati Soekarnoputri Sukmawati Soekarnoputri Guruh Soekarnoputra (dari Fatmawati) Taufan Soekarnoputra Bayu Soekarnoputra (dari Hartini) Totok Suryawan (dari Kartini Manoppo) Kartika Sari Dewi Soekarno(dari Ratna Sari Dewi) Profesi Insinyur Politikus Islam

Agama Tanda tangan

Dr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir [1][2][3][4] di Surabaya , Jawa Timur, 6 Juni 1901 meninggal diJakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun)[5] adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966.[6] Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. [7] Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasilasebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.[7] Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.[7]Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.[7] Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.[7]

Fatmawati
Fatmawati

Fatmawati Ibu Negara Indonesia Masa jabatan 17 Agustus 1945 12 Maret 1967 Presiden Didahului oleh Digantikan oleh Soekarno Tidak ada, jabatan baru Tien Soeharto Informasi pribadi Lahir 5 Februari 1923 Bengkulu, Hindia Belanda Meninggal 14 Mei 1980 (umur 57) Kuala Lumpur, Malaysia Indonesia Soekarno Guntur Soekarnoputra Megawati Soekarnoputri Rachmawati Soekarnoputri Sukmawati Soekarnoputri Guruh Soekarnoputra Islam

Kebangsaan Suami/istri Anak

Agama

Fatmawati yang bernama asli Fatimah (lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923 meninggal di Kuala [1] Lumpur, Malaysia, 14 Mei 1980 pada umur 57 tahun) adalah istri dari Presiden Indonesia pertama Soekarno. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga tahun 1967 dan merupakan istri ke-3 dari Presiden Pertama Indonesia, Soekarno. Ia juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kehidupan[sunting | sunting sumber]


Fatmawati lahir dari pasangan Hassan Din dan Siti Chadijah. Orang tuanya merupakan keturunan Puti Indrapura, salah seorang keluarga raja dariKesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatera [3] Barat. Ayahnya merupakan salah seorang tokoh Muhammadiyah di Bengkulu. Pada tanggal 1 Juni 1943, Fatmawati menikah dengan Soekarno, yang kelak menjadi presiden pertama Indonesia. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai lima orang putra dan putri, yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
[2]

Makam Fatmawati di TPU Karet Bivak, Jakarta

Pada tahun 14 Mei 1980 ia meninggal dunia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekah yang lalu dimakamkan diKaret Bivak, Jakarta.

Sayuti Melik
Sayuti Melik

Sayuti Melik Informasi pribadi Lahir 22 November 1908 Sleman, Yogyakarta Hindia Belanda Meninggal 27 Februari 1989 (umur 80) Jakarta, Indonesia Kebangsaan Suami/istri Anak Indonesia S. K. Trimurti Moesafir Karma Boediman Heru Baskoro Wartawan Politisi

Pekerjaan

Mohamad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik (lahir di Sleman, Yogyakarta, 22 November 1908 meninggal di Jakarta, 27 Februari 1989 pada umur 80 tahun), dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai pengetik naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Dia adalah suami dari Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati dan aktifis perempuan di jaman pergerakan dan jaman setelah kemerdekaan

Sayuti memberi gagasan, yakni agar teks proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia. Usulnya diterima dan Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti untuk mengetiknya. Ia mengubah kalimat "Wakil-wakil bangsa Indonesia" menjadi "Atas nama bangsa Indonesia". Setelah Indonesia Merdeka ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sayuti Melik meninggal pada tanggal 27 Februari 1989 setelah setahun sakit, dan dimakamkan di TMP Kalibata

Wage Rudolf Soepratman


Wage Rudolf Supratman (lahir di Jatinegara, Batavia, 9 Maret 1903 meninggal di Surabaya, Jawa [1] Timur, 17 Agustus 1938 pada umur 35 tahun ) adalah pengarang lagu kebangsaan Indonesia, "Indonesia Raya" dan pahlawan nasional Indonesia.

Wage Rudolf Soepratman

Informasi pribadi Lahir 9 Maret 1903 Jatinegara, Batavia, Hindia Belanda Meninggal 17 Agustus 1938 (umur 35) Surabaya, Hindia Belanda Kebangsaan Hindia Belanda

Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu. Pada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya, pada waktu itu ia berada di Bandung dan pada usia 21 tahun. Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan Kongres Pemuda II. Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta umum (secara intrumental dengan biola atas saran Soegondo berkaitan dengan kondisi dan situasi pada waktu itu, lihat Sugondo Djojopuspito). Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka. Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang persatuan bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan. Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir " Matahari Terbit" pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM Jalan Embong Malang, Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. Ia meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.

Mohammad Hatta
Dr. Drs. H.

Mohammad Hatta

Wakil Presiden Indonesia ke-1 Masa jabatan 18 Agustus 1945 1 Desember 1956 Presiden Soekarno

Didahului oleh Tidak ada, jabatan baru Digantikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Perdana Menteri Indonesia ke-3 Masa jabatan 29 Januari 1948 5 September 1950 Presiden Soekarno

Didahului oleh Amir Sjarifuddin Digantikan oleh Susanto Tirtoprodjo(20/12/1949) Muhammad Natsir (5/9/1950) Menteri Pertahanan Republik Indonesiake-4 Masa jabatan 29 Januari 1948 4 Agustus 1949 Presiden Soekarno

Didahului oleh Amir Sjarifuddin Digantikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Informasi pribadi Lahir 12 Agustus 1902 Fort de Kock (sekarangKota Bukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda Meninggal 14 Maret 1980 (umur 77) Jakarta, Indonesia Kebangsaan Partai politik Suami/istri Anak Indonesia Non partai Rahmi Rachim Meutia Hatta Gemala Hatta Halida Hatta Islam

Agama Tanda tangan

Dr.(H.C) Drs. H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Muhammad Athar, populer sebagai Bung Hatta; lahir di Fort de Kock (sekarangBukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda, 12 Agustus 1902 meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, ekonom, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia bersama Soekarno memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteridalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya. Selain diabadikan di Indonesia, nama Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlemdengan nama Mohammed Hattastraat. Pada tahun 1980, ia meninggal dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986/[1]

Achmad Soebardjo
Achmad Soebardjo

Menteri Luar Negeri Republik Indonesiake-1 Masa jabatan 2 September 1945 14 November 1945 Presiden Didahului oleh Digantikan oleh Soekarno Tidak ada (jabatan baru) Sutan Syahrir Masa jabatan 4 Agustus 1951 20 Desember 1952 Presiden Didahului oleh Digantikan oleh Soekarno Mohammad Roem Wilopo Informasi pribadi Lahir 23 Maret 1896 Karawang, Jawa Barat,Hindia Belanda Meninggal 15 Desember 1978 (umur 82) Jakarta, Indonesia Kebangsaan Alma mater Profesi Agama Indonesia Universitas Leiden,Belanda Diplomat Islam

Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896 meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Achmad Soebardjo memiliki gelar Meester in de Rechten, yang diperoleh di Universitas Leiden Belanda pada tahun 1933.

Awal mula[sunting | sunting sumber]


Achmad Soebardjo dilahirkan di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal 23 Maret 1896. [1] Ayahnya bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan bangsawan Aceh dari Pidie. Kakek Achmad Soebardjo dari pihak ayah adalah Ulee Balang dan ulama di wilayah Lueng Putu, sedangkan Teuku Yusuf adalah pegawai pemerintahan dengan jabatan Mantri Polisi di wilayah Teluk Jambe, [2] [2] [1] Kerawang. Ibu Achmad Soebardjo bernama Wardinah. Ia keturunan Jawa-Bugis, dan [2] merupakan anak dari Camat di Telukagung, Cirebon. Ayahnya mulanya memberinya nama Teuku Abdul Manaf, sedangkan ibunya memberinya nama [1] Achmad Soebardjo. Nama Djojoadisoerjo ditambahkannya sendiri setelah dewasa, saat ia ditahan [3] di penjara Ponorogo karena "Peristiwa 3 Juli 1946". Ia bersekolah di Hogere Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah Menengah Atas) pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana Hukum) di bidangundangundang pada tahun 1933.

Riwayat perjuangan[sunting | sunting sumber]


Semasa masih menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui beberapa organisasi seperti Jong Javadan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Pada bulan Februari 1927, ia pun menjadi wakil Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan Indonesia pada persidangan antarbangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang pertama diBrussels dan kemudiannya di Jerman. Pada persidangan pertama itu juga ada Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis yang [4] terkenal dari Asia dan Afrika . Sewaktu kembalinya ke Indonesia, ia aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia(BPUPKI), dan kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Peristiwa Rengasdengklok[sunting | sunting sumber]


Pada tanggal 16 Agustus 1945 Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, Shodanco Singgih, dan pemuda lain, membawa Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak [5] terpengaruh oleh Jepang . Peristiwa ini dinamakan Peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah [6] siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan perundingan. Achmad Soebardjo menyetujui untuk [7] memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk [8] mengantar Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok . Mereka menjemput Soekarno dan Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Achmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru [9] memproklamasikan kemerdekaan.

Naskah proklamasi[sunting | sunting sumber]


Konsep naskah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad Soebardjo di [10] rumah Laksamana Muda Maeda. Setelah selesai dan beragumentasi dengan para pemuda, dinihari 17 Agustus 1945, Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi.

Masa setelah kemerdekaan[sunting | sunting sumber]


Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soebardjo dilantik sebagai Menteri Luar Negeri pada Kabinet Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama, dan kembali menjabat menjadi Menteri Luar Negeri sekali lagi pada tahun 1951 - 1952. Selain itu, ia juga menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Switzerland antara tahun-tahun 1957 - 1961. Dalam bidang pendidikan, Soebardjo merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan dan Diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas Indonesia.

Wafat[sunting | sunting sumber]


Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo meninggal dunia dalam usia 82 tahun di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, akibat flu yang menimbulkan komplikasi. Ia dimakamkan di rumah [3] peristirahatnya di Cipayung, Bogor. Pemerintah mengangkat almarhum sebagai Pahlawan Nasional [11 pada tahun 2009.

Sutan Syahrir
Sutan Syahrir

Perdana Menteri Indonesia ke-1 Masa jabatan 14 November 1945 3 Juli 1947 Presiden Didahului oleh Soekarno Tidak ada, jabatan baru

Digantikan oleh Amir Sjarifoeddin Menteri Dalam Negeri Republik Indonesiake-2 Masa jabatan 14 November 1945 12 Maret 1946 Presiden Soekarno

Didahului oleh

R.A.A. Wiranatakusumah

Digantikan oleh Sudarsono Menteri Luar Negeri Republik Indonesiake-2 Masa jabatan 14 November 1945 3 Juli 1947 Presiden Didahului oleh Soekarno Achmad Soebardjo

Digantikan oleh Agus Salim Informasi pribadi Lahir 5 Maret 1909 Padang Panjang,Sumatera Barat, Hindia Belanda Meninggal 9 April 1966 (umur 57) Zurich, Swiss Kebangsaan Partai politik Suami/istri PSI Maria Duchateau Siti Wahyunah Politikus Islam Indonesia

Profesi Agama

Sutan Syahrir (ejaan lama:Soetan Sjahrir) (lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Maret 1909 meninggal di Zrich, Swiss, 9 April 1966 pada umur 57 tahun) adalah seorang politikus dan perdana menteri pertama Indonesia. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia dari 14 November1945 hingga 20 Juni 1947. Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948. Ia meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Sutan Syahrir ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 April 1966 melalui Keppres nomor 76 tahun 1966[1] .

Radjiman Wedyodiningrat
Dr

Radjiman Wedyodiningrat

Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat

Informasi pribadi

Lahir

21 April 1879 Yogyakarta, Hindia Belanda

Meninggal

20 September 1952 (umur 73) Ngawi, Jawa Timur, Indonesia

Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat (lahir di Yogyakarta, 21 April 1879 meninggal di Ngawi, Jawa Timur, 20 September 1952 pada umur 73 tahun) adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia.

Dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Boedi Oetomo dan sempat menjadi ketuanya pada [1] tahun 1914-1915.

BPUPKI[sunting | sunting sumber]


Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi Utomo. Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan pertanyaan apa dasar negara In donesia jika kelak merdeka? Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan uraian

Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila. Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pembomanHiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia.

Karier selanjutnya[sunting | sunting sumber]


Di masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah menjadi anggota DPA, KNIP dan pemimpin sidang DPR pertama di saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS.

Anda mungkin juga menyukai