Oleh: Agung Dewandaru Di dalam artikel ringan berikut ini akan dijabarkan bagaimana pemanfaatan teknologi dapat meningkatkan efisiensi pemilu dan demokrasi. Penulis adalah mahasiswa S3 Institut Teknologi Bandung. Tulisan ini dalam kaitan tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Kuspriyanto.
Selain persoalan biaya, muncul persoalan lain. Tepat setelah pemungutan suara usai, mulailah sebuah proses panjang dan melelahkan serta rentan kesalahan, yang dimulai dari pembacaan suara, verifikasi dan tabulasi manual di level TPS, Kelurahan, Kecamatan, sampai level Nasional. Pada tahun 2009, KPU dibantu banyak pihak dengan segenap tenaganya mengumumkan hasil resmi dalam jangka satu bulan setelah pemilihan legislatif. Sebuah jangka waktu yang wajar mengingat proses pengumpulan dan tabulasi manual dari lebih dari setengah juta TPS4 dari segenap pelosok Indonesia, namun teramat lama jika dilakukan secara otomatis.
Penggunaan mekanisme yang lebih otomatis ini tentu diharapkan dapat mempercepat dan mempermurah Pemilu. Mempercepat, karena tabulasi dapat dilakukan secara elektronik bahkan dari lini paling dasar sekalipun. Dan mempermurah, karena ongkos percetakan lembaran pilihan suara bisa diminimalkan, begitu juga dengan jumlah pengawas dan pemroses suara. Dengan sistem elektroniknya, India hanya memerlukan waktu 356 hari (Hanya 9% lebih lama dari Indonesia) untuk mengumumkan hasilnya, meskipun jumlah pemilihnya 340% lebih besar dari Indonesia.
814
India
Indonesia
32
35
India
Indonesia
Penulis sendiri memiliki sebuah harapan peningkatan kinerja jika pemilu mampu dilaksanakan menggunakan jaringan dan mesin ATM. Kendala utama dari sistem ini walaupun sangat cepat untuk koleksi dan rekapitulasi suara adalah cakupannya yang masih parsial. Jumlah ATM pada tahun 2012 yang tersebar di 33 provinsi mencapai 47 ribu unit. Walaupun demikian pengguna ATM di Indonesia diproyeksikan mencapai 125 juta pada 20167, dan ATM cukup memiliki reputasi dan kredensial yang baik. Jika uang saja dipercayakan untuk disimpan di ATM, suara mereka juga kan? Teknisnya tentu perlu penerbitan kartu memilih berfoto yang memiliki standar sama dengan kartu debit pada umumnya, dan perlu verifikasi identitas sebelum memilih oleh petugas. Setelah seorang pemilih menjatuhkan pilihan akan ada print-out seperti halnya bukti transaksi. Ini adalah ID pemilihan. Setelah itu, proses rekapitulasi yang sepenuhnya otomatis bisa menggantikan semua proses manual yang lama dan error-prone. Hasil akhir dari pemilihan dan proses perhitungan harus terbuka untuk diaudit publik tanpa harus membuka identitas pemilih, melainkan dapat dicek berdasarkan ID pemilihan yang ada pada print-out.
Kendala-kendala
Tentu saja kecurangan di dalam pemilu senantiasa terjadi. Mengesampingkan kendala politis, di sini akan kita bahas kendala-kendala yang bisa menghambat implementasi sistem ini. Barangkali keengganan utama dari penerapan sistem elektronik pemilu adalah kemungkinan terjadi manipulasi suara secara masif oleh pihak yang tidak harus berjumlah banyak. Sesuatu yang sangat sulit dilakukan pada sistem manual. Kelemahan kedua adalah membuat hasil rekaman agar menjadi non-tamperable agar hasil pemilihan hanya dapat dilakukan sekali saja, dan tidak dapat di lakukan proses read/write atau wipe out dengan mudah. India telah menerapkan teknologi khusus dari masing-masing EVM-nya untuk mengatasi permasalahan ini8. Kelemahan dalam bentuk persoalan teknis seperti sumber kelistrikan, tinta printout, dan lain-lain mesti diantisipasi dan dipikirkan backup plan nya. Sistem manual secara umum lebih tahan dan mudah diantisipasi dalam hal ini. Kendala berikutnya adalah waktu pembelajaran masyarakat terhadap sistem elektronik dan juga unsur kepercayaan. Berbicara masalah persepsi yang beredar di masyarakat, tidak lepas dari persepsi inefektivitas proyek proyek yang berbasis elektronik dan IT. Seperti e-KTP yang berskala nasional namun tidak terlihat manfaatnya di mata publik. Atau kemacetan sistem rekapitulasi 2009 KPU yang mengandalkan scanner untuk proses OCR yang sangat lambat (entah karena kurang konsultan ahli atau bagaimana pendekatan ini yang dipilih waktu itu) dbandingkan dengan Pemilu 2004 sebelumnya yang manual.
Kesimpulan
Penggunaan teknologi informasi dapat sangat menghemat dan mempercepat proses, selain itu mengurangi kesalahan-kesalahan perhitungan manual, hanya saja diperlukan implementasi yang hatihati dan mengantisipasi kendala-kendala dengan baik.
1 2
Gambar diambil dari http://cache.wists.com/thumbnails/2/92/29266a57f815a6d319d85aeeb932d1ab-orig http://finance.detik.com/read/2013/08/16/125224/2331779/4/anggaran-pemilu-2014-capai-rp-17-triliun 3 http://www.koran-sindo.com/node/308265 4 http://www.antaranews.com/berita/420202/kpu-jumlah-tps-bertambah-menjadi-546278 5 Gambar diambil dari google cache http://24allnews.com/indias-marathon-election-decision-days-for-the-worldslargest-democracy-the-globe-and-mail/ 6 http://edition.cnn.com/interactive/2014/04/world/infographic-india-by-the-numbers/ 7 http://bisnis.liputan6.com/read/494923/tiga-tahun-lagi-pengguna-kartu-atm-capai-125-juta 8 Sanjay Kumar et.al. ANALYSIS OF ELECTRONIC VOTING SYSTEM IN VARIOUS COUNTRIES. International Journal of Computer Science and Engineering