saling belajar dan menghargai itu mempelihara ilmu membaca itu memupuk ilmu agar tetap tumbuh dan berkembang dan ibadah itu merawat dan melindungi ilmu agar tetap ada di hati kita Allah dulu, Allah lagi, Allah terus
Perbedaan itu harus tetap ada karena di situlah lumbung berkembangnya pikiran.
SKENARIO 1 BLOK 9 Dispepsia - Pengertian : Dispepsia adalah rasa tidak nyaman dipencernaan bagian atas. Berdasarkan konsensus International Panel of Clinical Investigators, dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas. Atau menurut bahasa yunani berarti pencernaan yg jelek. - Gejalanya : rasa tidak nyaman, mual, muntah, nyeri ulu hati, bloating (lambung merasa penuh/sebah), kembung, sendawa, cepat kenyang, perut keroncongan (borborgygmi) hingga kentut-kentut. Gejala itu bisa akut, berulang, dan bisa juga menjadi kronis. Disebut kronis jika gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan terusmenerus. - Penyebab : macam macam, dari psikis sampai kelainan serius seperti kanker lambung. Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan terlalu banyak udara, misalnya mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah secara salah (dengan mulut terbuka atau sambil berbicara). Atau mereka yang senang menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya konsistensi makanannya cair). Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau bersendawa terus. Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi (softdrink), atau makanan yang menghasilkan gas ( tape, nangka, durian). Begitu juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti suplemen besi/kalium, anti-nyeri tertentu, antibiotika tertentu, dan anti-radang. Obatobatan itu sering dihubungkan dengan keadaan dispepsia. Yang paling sering dilupakan orang adalah faktor stres/tekanan psikologis yang berlebihan. Pada pasien diabetes pun dapat mengalami dispepsia karena gerakan lambungnya mengalami gangguan akibat kerusakan saraf. - Etiologi dan patofisiologinya : Etiologi penyakit dispepsia diantaranya perubahan pola makan, pengaruh obat-obatan yang dimakan berlebihan dalam waktu lama, alkohol dan nikotin rokok, stress, tumor atau kanker saluran pencernaan. Patofisiologi dispepsia yaitu perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong. Kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, sehingga mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
- Dispepsia di bagi menjadi 3 tipe berdasarkan keluhan atau gejala yang dominan : Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia) : nyeri epigastrium terlokalisasi, nyeri hilang setelah pemberian makanatau pemberian antacid, nyeri setelah lapar dan nyeri episodic. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia): mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan,mual, muntah,upper abdominal bloating dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan. Dyspepsia nonspesifik (tidak memiliki gejala seperti dua tipe diatas) - Di bagi menjadi 2 berdasarkan jenisnya : Dispepsia fungsional: adalah dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan organ lambung, baik dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya, seperti USG, Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan. Dispepsia tipe ini berhubungan dengan ketidaknormalan pergerakan (motilitas) dari saluran pencernaan bagian atas (kerongkongan, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung. Sebab lain bisa juga karena infeksi bakteri lambung Helicobacter pylori. Dispepsia organik: adalah dispepsia yang disebabkan adanya kelainan struktur organ percernaan (perlukaan, kanker). Dokter harus dengan teliti membedakan antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik. Beberapa hal yang bisa dijadikan petunjuk oleh para dokter, yaitu sebagai berikut : Nyeri ulu hati yang terjadi pada malam hari dan berkurang dengan pemberian antasid, cenderung dihubungkan dengan luka pada lambung (peptic ulcer). Pada dispepsia fungsional, tidak terjadi komplikasi dari perdarahan seperti kurang darah, penurunan berat badan atau muntah-muntah. Nyeri atau ketidaknyamanan akibat IBS dapat terjadi pada ulu hati. Untuk membedakannya dengan dispepsia adalah dengan memperhatikan pola buang air besar. Dengan pemeriksaan fisik saja, sangat sukar membedakan dispepsia fungsional dan organic. Intervensi dini terhadap dispepsia adalah dengan mengkonsumsi obat yang bisa menetralkan atau menghambat produksi yang berlebih asam lambung. Bisa juga diberikan obat yang memperbaiki pergerakan lambung. Apabila setelah dua minggu obat yang diberikan tidak bermanfaat, biasanya dokter akan memeriksa dengan peralatan khusus (endoskopi). Hindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, menghindari faktor risiko seperti alkohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stress serta mengatur pola makan.
Diagnosis Banding (DD) Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri perut bagian ulu hati. Kemungkinan lain, irritable bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri perut yang berulang, yang berhubungan dengan buang air besar yang tidak teratur dan perut kembung. Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia fungsional memperlihatkan gejala yang sama dengan IBS. Sehingga dokter harus selalu menanyakan pola BAB kepada pasien untuk mengetahui apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS. Pankreatitis kronik juga dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri perut atas yang hebat dan konstan. Biasanya menyebar ke belakang. Gastritis Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gejala klinis yang ditemukan berupa dyspepsia atau indigesti. Gastritis terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Gastritis akut adalah kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil. 2. Gastritis kronik memiliki penyebab tidak jelas, sering bersifat multifactor dengan perjalanan klinik yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan infeks H.pylori.
Penyebab gastritis antara lain karena obat-obatan, alkohol dan gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung. Secara makroskopik terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi yang berbeda. Jika ditemukan pada korpus dan fundus biasanya karena disebabkan oleh stress. Namun, jika disebabkan oleh obat obatan,ditemukan terutama di daerah antum, namun dapat juga menyeluruh. Secara mikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi neutrofil yang minimal (Mansjoer, 2001). SCBA (Saluran Cerna Bagian Atas), esophagus (kerongkongan) sampai duodenum (usus 12 jari). saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas ligamentum treitz, yakni dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. FKUI SCBB (Saluran Cerna Bagian Bawah), dari bagian akhir usus kecil (jejenum) sampai ke anus (ani). Info seputar Dispepsia Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu /bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus.
SCBA
USU
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindroma Dispepsia Tingkat Stres Keteraturan Makan Makanan dan Minuman Iritatif Riwayat Penyakit (Gastritis atau Ulkus Peptikum)
gastritis.
Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi karena bermacam-macam penyebab dan mekanismenya. Penyebab dan mekanismenya dapat terjadi sendiri atau kombinasinya. Patofisiologinya sebagai berikut : Sekresi asam lambung dan keasaman duodenum
Hanya sedikit pasien dispepsia fungsional yang mempunyai hipersekresi asam lambung dari ringan sampai sedang. Beberapa pasien menunjukkan gangguan bersihan asam dari duodenum dan meningkatnya sensitivitas terhadap asam. Pasien yang lain menunjukkan buruknya relaksasi fundus terhadap makanan. Tetapi paparan asam yang banyak di
duodenum tidak langsung berhubungan dengan gejala pada pasien dengan dispepsia fungsional. Infeksi Helicobacter pylori Prevalensi dan tingkat keparahan gejala dispepsia serta hubungannya dengan patofisiologi gastrik mungkin diperankan oleh H pylori. Walaupun penelitian epidemiologis menyimpulkan bahwa belum ada alasan yang meyakinkan terdapat hubungan antara infeksi H pylori dan dispepsia fungsional. Tidak seperti pada ulkus peptikum, dimana H pylori merupakan penyebab utamanya. Perlambatan pengosongan lambung 25-40% pasien dispepsia fungsional mempunyai perlambatan waktu pengosongan lambung yang signifikan. Walaupun beberapa penelitian kecil gagal untuk menunjukkan hubungan antara perlambatan waktu pengosongan lambung dengan gejala dispepsia. Sebaliknya penelitian yang besar menunjukkan adanya perlambatan waktu pengosongan lambung dengan perasaan perut penuh setelah makan, mual dan muntah. Gangguan akomodasi lambung Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat makanan memasuki lambung ditemukan sebanyak 40% pada pasien fungsional dispepsia yang akan menjadi transfer prematur makanan menuju lambung distal.Gangguan dari akomodasi dan maldistribusi tersebut berkorelasi dengan cepat kenyang dan penurunan berat badan. Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna Gangguan fase kontraksi lambung proksimal terjadi setelah makan dan dirasakan oleh pasien sebagai dispepsia fungsional. Hubungannya memang belum jelas tetapi mungkin berkontribusi terhadap gejala pada sekelompok kecil pasien. Hipersensitivitas lambung Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi dengan nyeri abdomen post prandial, bersendawa dan penurunan berat badan. Walaupun disfungsi level neurologis yang terlibat dalam hipersensitivitas lambung masih belum jelas. Disritmia mioelektrikal dan dismotilitas antro-duodenal Penelitian tentang manometrik menunjukkan bahwa hipomotilitas antrum terdapat pada sebagian besar pasien dispepsia fungsional tetapi hubungannya tidak terlalu kuat dengan gejala spesifiknya. Aktivitas abnormal dari mioelektrikal lambung sangat umum ditemukan pada pasien tersebut, meskipun berkorelasi dengan perlambatan pengosongan lambung tetapi tidak berkorelasi dengan gejala dispepsianya.
Intoleransi lipid intra duodenal Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan intoleransi terhadap makanan berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya terhadap distensi lambung yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum. Gejalanya pada umumnya adalah mual dan perut kembung. Aksis otak saluran cerna Komponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan informasi dari reseptor sistem syaraf saluran cerna ke otak via jalur vagus dan spinal. Di dalam otak, informasi yang masuk diproses dan dimodifikasi oleh fungsi afektif dan kognitif. Kemudian otak mengembalikan informasi tersebut via jalur parasimpatik dan simpatik yang akan memodulasi fungsi akomodasi, sekresi, motilitas dan imunologis. Faktor psikososial a. Korelasi dengan stress b. Korelasi dengan hidup c. Korelasi dengan kelainan psikiatri dan tipe kepribadian d. Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan kesehatan Dispepsia fungsional pasca infeksi Hampir 25% pasien dispepsia fungsional melaporkan gejala akut yang mengikuti infeksi gastrointestinal. USU Penyebab Gastritis Menurut Suratun dan Lusianah (2010), penyebab gastritis adalah sebagai berikut : - Konsumsi obat-obatan kimia (asetaminofen (aspirin), steroid, kortikosteroid), digitalis. Asetaminofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung, NSAIDS (non steroid anti inflamasi drugs) dan kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCl meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam sehingga menimbulkan iritasi mukosa lambung. - Konsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema dan perdarahan. Kondisi yang stressful (trauma, luka bakar, kemoterapi dan kerusakan susunan saraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCl lambung. Infeksi oleh bakteri seperti helicobacter pilori, eschericia coli, salmonella, dan lain-lain.
Penjelasan Tentang Makanan Dan Minuman Yg Iritatif Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanti (2011) pada mahasiswa IPB, terdapat perbedaan antara kelompok kasus dan kontrol dalam mengkonsumsi makanan pedas, makanan atau minuman asam, kebiasaan minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi. Kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman tersebut dapat meningkatkan resiko munculnya gejala dispepsia pada mahasiswa tersebut. Jenis makanan yang dikonsumsi hendaknya mempunyai proporsi yang seimbang antara karbohidrat (55-65 %), protein (10-15 %) dan lemak (25-35 %) (Dewi, 2011). Makanan yang sehat adalah makanan yang didalamnya terkandung zat-zat gizi, seperti karbohidrat, protein dan lemak ditambah dengan vitamin dan mineral (Hardani, 2002). Kembung merupakan salah satu gejala dari sindroma dispepsia. Perut kembung dapat disebabkan oleh masuk angin (aerophagia) atau karena usus membuat banyak gas. Makan terburu-buru menyebabkan produksi gas usus lebih banyak dari biasanya. Jenis makanan/minuman tertentu seperti minuman bersoda, durian, sawi, nangka, kubis dan makanan sumber karbohidrat seperti beras ketan, mie, singkong, dan talas dapat menyebabkan perut kembung (Salma, 2011). Makanan yang sangat manis seperti kue tart dan makanan berlemak seperti keju, gorengan merupakan makanan yang lama di cerna/sulit dicerna menyebabkan hipersekresi cairan lambung yang dapat membuat nyeri pada lambung (Salma, 2011). Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan bersama makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, 2004). Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, misalnya jahe, merica (Warianto, 2011). Keseimbangan asam basa jaringan tubuh dan darah manusia harus berada pada pH 7,37,5 (di atas pH netral) agar tetap sehat dan berfungsi optimal. Oleh sebab itu, tubuh memerlukan lebih banyak makanan pembentuk basa daripada makanan pembentuk asam. Kandungan mineral pada makanan sangat potensial dalam mempengaruhi atau membentuk suasana asam atau basa di dalam tubuh. Makanan pembentuk asam mengandung lebih banyak mineral nonlogam, seperti belerang/sulfur (S), fosfor/phosphor (P), dan klor/chlor (Cl). Sedangkan makanan yang dapat menurunkan keasaman tubuh atau membentuk efek basa mengandung lebih banyak mineral logam, seperti potassium/kalium (K), sodium/natrium (Na), magnesium (Mg), zat besi/ferrum (Fe), dan kalsium/calsium (Ca) (Soehardi, 2004). Makanan pembentuk asam umumnya juga mengandung sejumlah besar protein dan sedikit air. Hampir semua makanan protein dan biji-bijian (beras, jagung, gandum, dsb) termasuk produk olahannya, memberi reaksi kimiawi asam pada tubuh, kecuali susu mentah, yoghurt, kacang almond, dan millet (belanak). Sebaliknya makanan pembentuk basa
cenderung berkadar air tinggi dan mengandung sejumlah kecil protein. Semua jenis buah dan sayuran (termasuk selada, umbi-umbian dan sayuran rambat) adalah makanan pembentuk basa, kecuali tomat (terutama yang masak) (Soehardi, 2004). Makanan pembentuk asam tidak ada hubungannya dengan makanan asam (acidic foods). Makanan asam adalah makanan yang rasanya masam, asam manis atau kecut. Asam ini dapat mempengaruhi atau tidak mempengaruhi tingkat keasaman tubuh, sehingga disebut juga asam bebas. Sebaliknya makanan pembentuk asam, rasanya belum tentu asam atau berbeda sama sekali. Contohnya : buah-buahan yang rasanya asam (seperti : jeruk, nanas atau stroberi) memberi pengaruh basa di dalam tubuh, karena hampir semua buahbuahan segar mengandung lebih banyak elemen logam. Bedakan dengan cita rasa pada makanan pembentuk asam, seperti ikan. Ikan tidak meninggalkan rasa asam di lidah, kecuali setelah dibumbui (Soehardi, 2004). Menurut Dini (2011, dikutip dari Koufman & Stern, 2010), jenis makanan yang berpotensi meningkatkan asam lambung banyak terdapat dalam menu harian kita. Berikut ini tujuh jenis makanan yang disarankan kedua ahli Otolaryngology dari New York untuk dikurangi konsumsinya adalah : - Cokelat Kandungan kakao, kafein, dan stimulan lain, seperti theobromine, dapat menyebabkan kadar asam di lambung meningkat. Selain itu, cokelat juga banyak mengandung lemak yang dapat berpengaruh terhadap asam lambung. Pengaruh terbaik diperoleh ketika mengkonsumsi rata-rata 6,7 gram coklat per hari atau setara kotak kecil coklat dua atau tiga kali sepekan (Normalasari, 2011).
Minuman bersoda Minuman yang mengandung soda atau berkarbonasi adalah salah satu penyebab utama gangguan pada lambung. Sebab, minuman bersoda mengandung asam fosfat yang dapat menetralkan asam hidroklorik di lambung. Hal ini sangat merugikan karena tubuh memerlukan asam hidroklorik untuk membantu mencerna makanan. Disamping itu efek karbonasi minuman bersoda dapat membuat perut kembung sehingga membuat kondisi lambung semakin tidak nyaman (Yolan, 2012).
Makanan yang digoreng Makanan gorengan berpengaruh terhadap asam lambung karena kandungan lemaknya yang tinggi. Selain itu, sering mengkonsumsi gorengan juga dapat menimbulkan gangguan heartburn, yaitu rasa nyeri terdapat di ulu hati.
Minuman beralkohol Konsumsi bir, minuman keras, dan wine dapat berpengaruh terhadap naiknya asam lambung. Ada beberapa jenis minuman alkohol yang sifatnya memang tidak terlalu asam, tetapi para ahli menyatakan bahwa alkohol dapat melemaskan saluran di bagian bawah esofagus (yang berhubungan dengan area perut), dan ini dapat menyebabkan naiknya asam lambung. Produk olahan susu yang tinggi lemak Makanan tinggi lemak dapat meningkatkan kadar asam lambung. Sementara, produk olahan susu bersifat asam. Jadi, sebaiknya jangan mengkonsumsi mentega atau susu yang tinggi lemak apabila sering mengalami gangguan lambung. Atau setidaknya, beralihlah ke yang tanpa lemak. Daging yang berlemak Selain kandungan lemaknya yang tinggi, daging sapi, kambing, ataupun domba dapat bertahan lama di dalam perut serta meningkatkan kemungkinan naiknya asam lambung. Oleh karenanya, lebih baik mengurangi konsumsinya hingga hanya seminggu sekali. Beralihlah juga ke pilihan daging yang tanpa lemak. Kafein Kebiasaan minum kopi yang berlebihan setiap harinya dapat berkontribusi terhadap gangguan lambung. Untuk itu, ada baiknya Anda mengurangi konsumsi kopi, atau beralih ke teh. Florida Alzheimers Disease Research Center, menyebutkan dosis kopi yang di konsumsi secara wajar setiap hari adalah sebanyak 500 milligram kafein atau sama dengan 5 cangkir ukuran 236,5 mililiter kopi.
Para ahli menyarankan agar memakan buah-buahan saat perut masih kosong, setidaknya 20 menit sebelum makan besar. Buah-buahan mengandung gula sederhana yang mudah dicerna dan membutuhkan waktu kurang dari setengah jam untuk dicerna. Makanan lain yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna dan akan tinggal di lambung untuk jangka waktu yang lama. Jadi, jika kita makan buah setelah makan besar, buah akan bercampur dengan apa yang kita makan sebelumnya. Hal ini menyebabkan buah terfermentasi, kehilangan nilai gizinya dan bahkan membusuk saat menunggu untuk dicerna bersama-sama makanan lainnya. Selain itu, proses fermentasi juga dapat menghasilkan gas yang membuat perut jadi kembung (Soehardi, 2004). Menu sehari-hari masyarakat zaman sekarang umumnya sebagian besar terdiri dari makanan pembentuk asam, dan hanya sebagian kecil yang terdiri dari makanan pembentuk basa. Porsi nasi dan lauk mengandung protein seperti daging, ikan atau telur umumnya lebih besar daripada porsi buah dan sayuran segar. Sariawan, nyeri lambung, flu atau kelebihan berat badan merupakan gejala tingkat keasaman tubuh sudah
mulai tinggi. Kondisi ini bisa semakin buruk jika ditambah dengan kebiasaan makan makanan rendah energi dan kurang bergizi, merokok, minum alkohol, menggunakan narkotika, stres, kurang istirahat serta berbagai pola hidup tidak sehat lainnya (Soehardi, 2004). Dalam kondisi normal, konsentrasi asam dan aktivitas enzim pada lambung akan meningkat dan mencapai puncaknya maksimal setiap 4 jam setelah makan dan kemudian menurun pada jam berikutnya. Makanan yang tertahan lebih dari 4 jam di lambung akan menurunkan fungsi asam lambung, sehingga sebagian makanan ada yang tidak tersentuh asam lambung. Lamanya lambung menahan setiap jenis makanan berbeda-beda. Makanan tinggi zat pati umumnya sekitar 3 jam, tinggi protein sekitar 4 jam dan tinggi lemak sekitar 6 jam (Soehardi, 2004).
PENYAKIT REFLEKS GASTROENSOFAGUS (GERD) Patofisiologi Relaksasi sementara yang berlebihan pada sfingter esofagus bawah (LES, Lower Esophageal Spincter) atau pada beberapa kasus, LES yang inkompeten. Kerusakan mukosa esofagus karena kontak yang lama dengan asam, pepsin, garam empedu. Hiatus hemia dapat menyebabkan tonus LES dan bertindak sebagai penampung isi lambung yang mengalami refluks. Manifestasi klinis Heartburn, angina atipikal; regurtasi isi lambung kurang air, disfagia Batuk (aspirasi nokturnal kronis), asma, suara parau (peradangan plika vokalis). Pencetus : makan yang banyak, posisi supinasi, makanan berlemak, kafein, teofilin, alkohol, rokok, penyekat kanal kalsium (CCB). Uji diagnostik Diagnosis sering berdasarkan pada anamnesis, mencoba mengobati dulu dengan inhibitor pompa proton. EGD (esophagoduodenoscopy) untuk mendeteksi esofagitis, ulkus, easofagus Barret atau striktur. Pemantauan pH esofagus ambulatoris selama 24 jam apabila diagnosisnya meragukan. Penatalaksanaan Tindakan konservatif : mencegah pencetus, meninggikan kepada saat tidur, hindari keterlambatan makan. Medikamentosa : antasid, penyekat H, agen prokinetik (seperti : cisapride); penghambat pompa proton (PPI). Pembedahan : fundoplikasi (sering dengan laparoskopik) Komplikasi Esofagus Barret (epitelisasi kolumnar dengan risiko adenokarsinoma), esofagitis, striktur.
PATOGENESISNYA
MANIFESTASI KLINISNYA
UNS
UNS Diare Pengertian Diare adalah tinja encer keluar lebih sering, diare bukan merupakan suatu penyakit tetapi kelihatan dalam keadaa seperti enteritis regionalis, sprue, colitis ulcerosa, berbagai infeksi usus dan kebanyakan karena jenis radang lambung dan usus (Sasongko, 2009). Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada system gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan, dikarenakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi feses encer; dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Menurut Dewi, (2010) Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian diare adalah suatu keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3x/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau tanpa darah dan tanpa lendir. Atau buang air Besar (defekasi) berbentuk cair Atau setengah cair (setengah Padat), kandungan air tinja lebih Dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. (Unimus dan Kuldos)
Etiologi Diare
Keterangan : - Intermiten : Ditandai oleh periode aktif dan tidak aktif secara berselang seling. - Diare Persisten : 15-30 hari, peralihan D.akut ---------> D. kronik
Patofisiologi Diare
Lontar FKUI Retensi : Penyimpanan atau Penahanan. Alhamdulillah hirabbilalamin, semoga warna-warni kesuksesan selalu menyertai kita..
Patogenesis Menurut Ngastiyah (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: a. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. b. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. (Unimus)
LO SKENARIO 1 (GERD) 1. Diagnosis kasus ini ? DD, Etiologi, Patofisiologinya, Alarm Symptom, Cara Penegakan Diagnosis, Komplikasi Dan Penatalaksanaannya ? 2. Hubungan pemberian obat salbutamol dengan kasus ? Pembahasan Masalah 1. Diagnosis kasus ini adalah GERD, karena ditemukan keadaan pada penderita berupa Regurgitasi aliran yg berlawanan arah dg keadaan normalnya, seperti pada pengeluaran kembali makanan yang tidak tercerna atau adanya Refluks, nyeri tenggorokan dan rasa asam di mulut, ini akibat dari keadaan refluks tersebut, kemudian pada saat tidur posisi kepala lebih tinggi hal ini adalah salah satu penatalaksanaan yang ada pada penderita dg diagnosis GERD. Regurgitasi merupakan gejala PRGE terbanyak yang ditemukan pada pasien asma persisten sedang. 2. Patofisiologinya Kasih gambaranya dulu ya
Esofagus dijaga di kedua ujungnya oleh sfingter. Sfingter adalah struktur berotot berbentuk seperti cincin yang jika tertutup, mencegah lewatnya benda melalui saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus untuk bagian atas disebut dengan sfingter faringoesofagus sedangkan sfingter bawahnya disebut sfingter gastroesofagus. Kecuali sewaktu menelan, sfingter faringoesofagus menjaga pintu masuk esofagus tetap tertutup untuk mencegah masuknya sejumlah besar udara ke dalam esofagus dan lambung saat benapas. Apabila tidak ada sfingter faringoesofagus, saluran pencernan akan menerima banyak gas dan menyebabkan bersendawa yang berlebihan pada seseorang. Selama menelan, sfingter ini akan berkontraksi sehingga sfingter terbuka dan bolus dapat lewat ke dalam esofagus. Setelah bolus berada dalam esofagus, sfingter akan menutup, saluran pernapasan terbuka dan bernapas dapat kembali dilakukan. Tahap orofaring selesai dan tahap ini kira-kira memakan waktu satu detik setelah proses menelan dimulai. Tahap esofagus menelan sekarang dimulai. Pusat menelan memulai gelombang peristaltik primer yang mengalir dari pangkal ke ujung esofagus, mendorong bolus di depannya melewati esofagus ke lambung. Peristaltik mengacu pada kontraksi berbentuk cincin otot polos sirkuler yang bergerak secara progresif ke depan dengan gerakan mengosongkan, mendorong bolus ke depan dengan cara kontraksi otot polos tersebut. Gelombang peristaltik berlangsung sekitar lima sampai sembilan detik untuk mencapai ujung bawah esofagus. Sfingter gastroesofagus akan melemas secara refleks saat gelombang peristaltik mencapai bagian bawah esofagus sehingga bolus dapat masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung, sfingter gastroesofagus kembali berkontraksi untuk mempertahankan sawar antara esofagus dan lambung, sehingga mengurangi kemungkinan refluks isi lambung yang asam kembali ke dalam esofagus. Apabila isi lambung mengalir kembali ke esofagus akibat dari sfingter yang tidak berkontraksi ataupun relaksasi yang tidak adekuat, keasaman isi lambung tersebut akan mengiritasi esofagus, menimbulkan sensasi terbakar pada esofagus hingga dada yang dikenal sebagai heartburn. Kondisi ini disebut dengan GERD: Gastroesophageal Reflux Disease.
Pada kebanyakan orang dengan GERD, mekanisme pertahanan endogen sebenarnya berfungsi dengan baik untuk membatasi jumlah bahan berbahaya yang masuk ke esofagus atau cepat membersihkan materi-materi berbahaya yang ada sehingga gejala dan iritasi mukosa esofagus diminimalkan. Contoh mekanisme pertahanan ini mencakup tindakan dari mekanisme pembersihan dengan saliva, mekanisme lower esophageal sphincter (LES) dan motilitas esofagus normal. Ketika mekanisme pertahanan rusak atau menjadi kewalahan dan tekanan intraabdominal terus meningkat maka esofagus akan penuh dengan asam lambung untuk periode yang lama. Hal inilah yang menyebabkan tanda dan gejala GERD tidak dapat terelakkan terjadi.
GERD dapat menyebabkan terjadinya heartburn, regurgitasi (mengalirnya kembali isi lambung atau esofagus ke faring), aspirasi isi lambung ke dalam pohon treakeobronkial sehingga penderita mengalami gejala batuk atau mengi, disfagia (kesulitan menelan karena melemahnya otot-otot esofagus), iritasi pada pita suara (suara serak), pada anak disertai dengan rewel terus menerus, dan tidak mau makan. Jika terjadi secara bekerpanjangan, GERD menyebabkan terjadinya striktur esophageal, tukak kerongkongan, dan sindrom Barret. Striktur esophageal adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada esofagus. Kondisi ini terjadi ketika lapisan esofagus menjadi jaringan parut atau rusak karena asam lambung pada peristiwa refluks dan menyebabkan terbentuknya jaringan yang rusak pada cincin esofagus sehingga terjadi penyempitan pada esofagus. Adanya striktur esophageal menyebabkan pasien menjadi lebih kesulitan pada saat menelan makanan padat sehingga pasien anak khususnya tidak mau makan dan akhirnya dapat mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan dan mengganggu proses pertumbuhannya. Tanda dan gejala pada striktur esophageal adalah kesulitan menelan, hematemesis, rasa sakit saat menelan, regurgitasi makanan, sering bersendawa, cegukan, dan tinja berwarna hitam. GERD yang berat dan lama juga dapat menyebabkan esofagus Barrett yaitu suatu kondisi medis dimana paparan jangka
panjang terhadap asam lambung akibat refluks menyebabkan perubahan abnormal pada sel-sel di bagian bawah esofagus yang dapat meningkatkan resiko untuk berkembangnya kanker esofagus.
Hampir semua bayi mengalami peristiwa GERD, yang ditandai dengan gumoh, bersendawa, atau meludah. Gumoh tersebut biasanya terjadi segera setelah makan dan akan dianggap normal. Namun kondisi ini perlu perhatian yang lebih jika; 1) menganggu pertumbuhan anak, 2) adanya iritasi dan kerusakan pada esofagus (esofagitis), 3) kesulitan bernafas, dan 4) terus terjadi hingga berlanjut melewati masa bayi sampai kanak-kanak. Pada bayi, otot sfingter gastroesofagus yang memiliki peranan besar dalam mencegah isi lambung masuk kembali ke saluran esofagus ini mengalami gangguan, misalnya karena perkembangan yang abnormal pada otot ataupun adanya kondisi relaksasi pada otot yang tidak sesuai pada waktunya. Selain itu, berbaring setelah makan dapat juga menyebabkan refluks akibat dari pengaruh gravitasi yang tidak mampu untuk membantu menjaga makanan agar tetap di dalam lambung dan tidak kembali naik ke esofagus. Asap rokok dan kafein juga dapat mempengaruhi fungsi dari sfingter gastroesofagus, menyebabkan terjadinya pengenduran pada otot sehingga membuat refluks bisa terjadi lebih sering. Kandungan kafein dan nikotin pada air susu ibu juga merangsang produksi asam berlebihan sehingga refluks yang terjadi pada bayi atau anak dapat bersifat lebih asam.
(http://www.scribd.com/document_downloads/direct/109546133?extension=pdf&ft=1385634256<=1385637866&user_id=73617596&uahk=Y 2fL4Gz4KkKtv1iS4KhE3f/KGcE)
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograde yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg). Tekanan LES pada individu normal 25-35 mmHg. PRGE merupakan peristiwa multifaktorial. Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme : 1) Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat 2) Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan 3) Meningkatnya tekanan intraabdomen.
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES diantaranya adalah : a. Adanya hiatus hernia (dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam hari esophagus serta menurunkan tonus LES) b. Panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya) c. Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergic, theofilin, opiate dan lain-lain. d. Faktor hormonal (Selama kehamilan, peningkatan kadar progesterone dapat menurunkan tonus LES) Etiologinya Penyakit refluks gastroesofagus disebabkan oleh proses yang multifaktor. Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah sehingga terjadi refluks gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan (misalnya aspirin), alkohol, rokok, kehamilan. Faktor anatomi seperti tindakan bedah, obesitas, pengosongan lambung yang terlambat dapat menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah sehingga menimbulkan refluks gastroesofagus. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis PRGE sangat bervariasi dan gejalanya sering sukar dibedakan dengan kelainan fungsional lain dari traktus gastrointestinal. Gejala refluks gastroesofageal dapat tipikal dan atipikal. Gejala tipikal atau klasik pada orang dewasa adalah : 1. Rasa nyeri/tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri ini biasanya di deskripsikan sebagai rasa panas di dada yang terjadi setelah makan (postprandial heart burn), rasa terbakar/panas menjalar ke atas sampai tenggorok atau mulut 1-2 jam setelah makan atau setelah mengangkat berat atau posisi membungkuk. Rasa nyeri/panas ini kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Odinofagia (rasa sakit pada saat menelan makanan) bias timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat. 2. Regurgitasi isi lambung secara spontan ke esophagus atau mulut. Bila kedua gejala terjadi bersamaan, diagnosis PRGE dapat ditegakkan lebiih dari 90%. Gejala atipikal merupakan manifestasi dari refluks ekstra esophagus, termasuk : Nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain), asma, bronchitis, batuk kronik (yang disebaban oleh aspirasi), pneumonia rekuren, suara serak, laryngitis posterior kronik, sensasi sukar menelan, otalgia, sariawan, cegukan dan erosi email gigi. http://www.scribd.com Gejala Peringatan (Alarm Symptoms) Endoskopi saluran cerna atas pada pasien dengan gejala heartburn atau regurgitasi bukan keharusan bagi pasien GERD, mengingat lebih dari 90% pasien GERD di Asia tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan endoskopi (endoscopic-negative). Selain itu, karena
mahalnya biaya pemeriksaan dan tidak semua daerah memiliki fasilitas endoskopi saluran cerna atas, penggunaan endoskopi sebagai modalitas diagnostik masih terbatas di Indonesia. Setelah diagnosis klinis ditegakkan, PPI dosis standar dapat diberikan selama 1 atau 2 mingu (tes PPI) pada penderita dengan gejala yang tipikal. Tes PPI bersifat sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis GERD yang mempunyai gejala tipikal; strategi ini dapat menghemat biaya secara nyata dan mengurangi penggunaan tes diagnostik yang invasif. Jika responsnya sesuai, pasien harus melanjutkan pengobatan sedikitnya selama 4 minggu. Setelah itu, direkomendasikan untuk memberikan terapi on-demand mengingat sebagian besar pasien di Asia tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan endoskopi. Pasien harus dirujuk untuk menjalankan pemeriksaan endoskopi saluran cerna jika tidak responsif terhadap PPI, mengalami relaps berulang, gejala atipikal, gejala berat,atau gejala peringatan (alarm symptoms). Gejala peringatan untuk rujukan dini endoskopi saluran cerna atas meliputi penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, riwayat kanker lambung dan/ atau esofagus dalam keluarga, penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid, disfagia progresif, odinofagia, dan usia >40 tahun di daerah prevalensi tinggi kanker lambung.Bestari, 2011 Refluks Gastroesofageal pada Asma Bronkial
diglib.uns.ac.id
Penegakan Diagnosis
Tes PPI Beberapa uji klinis prospektif terkontrol meneliti penggunaan empiris PPI untuk GERD. Tes PPI adalah pengobatan PPI selama 2 minggu pada pasien yang mempunyai gejala GERD atau pasien yang mempunyai manifestasi GERD atipikal/ekstraesofageal. Dalam tes ini, PPI diberikan duakali sehari; sensitivitas tes PPI sebesar 68- 8,9 80% untuk diagnosis GERD. Dari penelitian di Asia, terungkap bahwa 93% penderita yang mempunyai gejala GERD tipikal dan endoskopinya normal ternyata responsive terhadap terapi PPI selama 2 minggu tersebut. Tes PPI merupakan sebuah modalitas diagnostik yang bermanfaat, tetapi perlu diingat bahwa respons positif terhadap tes PPI tidak selalu sebanding dengan diagnosis GERD, begitu juga respons negative tidak serta merta dapat menyingkirkan diagnosis GERD. Bestari, 2011 Refluks laringofaring (RLF) atau LPR TAMBAHAN INFO Refluks laringofaring (RLF) adalah salah satu manifestasi refluks ekstra esofagus dimana terjadi aliran balik asam lambung ke daerah laring, faring, trakea dan bronkus yang menyebabkan kontak dengan jaringan pada traktus aerodigestif atas yang menimbulkan jejas pada laringofaring dan saluran napas bagian atas, dengan manifestasi penyakit-penyakit oral, faring, laring dan paru. Dikenal berbagai istilah LPR seperti GERD supraesofagus, GERD atipikal, komplikasi ekstra esofagus dari GERD, refluks laryngeal, gastrofaringeal refluks, refluks supraesofageal dan refluks ekstraesofageal. Etiologinya di karenakan adanya refluks secara retrograd dari asam lambung atau isinya seperti pepsin kesaluran esofagus atas dan menimbulkan cedera mukosa karena trauma langsung, sehingga terjadi kerusakan silia yang menimbulkan tertumpuknya mukus, aktivitas mendehem dan batuk kronis akibatnya akan sebabkan iritasi dan inflamasi.
Patofisiologi LPR sampai saat ini masih sulit dipastikan. Seperti yang diketahui mukosa faring dan laring tidak dirancang untuk mencegah cedera langsung akibat asam lambung dan pepsin yang terkandung pada refluxate. Laring lebih rentan terhadap cairan refluks dibanding esofagus karena tidak mempunyai mekanisme pertahanan ekstrinsik dan instrinsik seperti esophagus. Terdapat beberapa teori yang mencetuskan respon patologis karena cairan refluks ini : 1. Cedera laring dan jaringan sekitar akibat trauma langsung oleh cairan refluks yang mengandung asam dan pepsin. Beberapa penelitian telah menyimpulkan bahwa cairan asam dan pepsin merupakan zat berbahaya bagi laring dan jaringan sekitarnya. Pepsin merupakan enzim proteolitik utama lambung. Aktivitas optimal pepsin terjadi pada pH 2,0 dan tidak aktif dan bersifat stabil pada pH 6 tetapi akan aktif kembali jika pH dapat kembali ke pH 2,0 dengan tingkat aktivitas 70% dari sebelumnya. 2. Asam lambung pada bagian distal esofagus akan merangsang refleks vagal sehingga akan mengakibatkan bronkokontriksi, gerakan mendehem (throat clearing) dan batuk kronis. Lama kelamaan akan menyebabkan lesi pada mukosa. Mekanisme keduanya akan menyebabkan perubahan patologis pada kondisi laring. Bukti lain juga menyebutkan bahwa rangsangan mukosa esofagus oleh cairan asam lambung juga akan menyebabkan peradangan pada mukosa hidung, disfungsi tuba dan gangguan pernafasan. Cairan lambung tadi menyebabkan refleks vagal eferen sehingga terjadi respons neuroinflamasi mukosa dan dapat saja tidak ditemukan inflamasi di daerah laring. http://www.scribd.com Penatalaksanaan
INFO LEWAT
Gejala dan tanda klinis Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala tipikal, gejala atipikal, dan gejala alarm. 1. Gejala tipikal (typical symptom) Merupakan gejala yang umum diderita oleh pasien GERD, yaitu: nyeri atau rasa tidak enak pada epigastrium/retrosternal bagian bawah, heart burn, belching (sendawa), dan regurgitasi (muntah, kadang ada darah yang menimbulkan defisiensi Fe mulut baud an striktur esofagus). 2. Gejala atipikal (atypical symptom) Ialah gejala yang terjadi di luar esofagus dan cenderung mirip dengan gejala penyakit lain. Contohnya separuh dari kelompok pasien yang sakit dada dengan elektrokardiogram normal ternyata mengidap GERD, dan separuh dari penderita asma ternyata mengidap GERD. Kadang hanya gejala ini yang muncul sehingga sulit untuk mendeteksi GERD dari gejala ini. Contoh gejala atipikal: asma nonalergi, batuk kronis, faringitis, sakit dada, dan erosi gigi.
3. Gejala alarm (alarm symptom) Ialah gejala yang menunjukkan GERD yang berkepanjangan dan kemungkinan sudah mengalami komplikasi. Pasien yang tidak ditangani dengan baik dapat mengalami komplikasi. Hal ini disebabkan oleh refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh gejala alarm: sakit berkelanjutan, disfagia (kehilangan nafsu makan), penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tersedak. Ada 4 faktor penting yang memegang peran untuk terjadinya GERD : 1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks Barrier) Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6 mmHg hampir selalu disertai GERD yang cukup berarti, namun refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal, ini dinamakan inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses menelan. Akhir-akhir ini dikemukakan bahwa radang kardia oleh infeksi kuman Helicobacter pylori mempengaruhi faal LES dengan akibat memperberat keadaan. Faktor hormonal, makanan berlemak, juga menyebabkan turunnya tonus LES. 2. Mekanisme pembersihan esofagus Pada keadaan normal bersih diri esofagus terdiri dari 4 macam mekanisme, yaitu gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan bikarbonat intrinsik oleh esofagus. Proses membersihkan esofagus dari asam (esophageal acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus, kemudian air liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 mL/menit serta bikarbonat yang dibentuk oleh mukosa esofagus sendiri, menetralisasi asam yang masih tersisa. Sebagian besar asam yang masuk esofagus akan turun kembali ke lambung oleh karena gaya gravitasi dan peristaltik. Refluks yang terjadi pada malam hari waktu tidur paling merugikan oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi tidak membantu, salivasi dan proses menelan boleh dikatakan terhenti dan oleh karena itu peristaltik primer dan saliva tidak berfungsi untuk proses pembersihan asam di esofagus. Selanjutnya kehadiran hernia hiatal juga menggangu proses pembersihan tersebut. 3. Daya perusak bahan refluks Asam pepsin dan mungkin juga empedu yang ada dalam cairan refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus. Beberapa jenis makanan tertentu seperti air jeruk nipis, tomat dan kopi menambah keluhan pada pasien GERD. 4. Isi lambung dan pengosongannya Reluks gastroesofagus lebih sering terjadi sewaktu habis makan dari pada keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang lamban akanmmenambah kemungkinan refluks tadi.
Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila: Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak lama. (Dwizamzami, 2012)
Diagnosis Banding (DD) Dispepsia Dyspepsia adalah kumpulan keluhan yang dikaitkan dengan makan atau keluhan yang oleh pasien ataupun dokternya dikaitkan dengan gangguan saluran cerna bagian atas. Gejala dispepsia yang utama adalah rasa tidak nyaman pada perut terutama bagian perut atas. Esofagitis Korosif Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang disebabkan oleh luka bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat, dan zat organik. Esofagitis korosif mempunyai keluhan gejala sakit ketika menelan, muntah, dan sakit di ulu hati. Angina Pektoris Angina pektoris merupakan suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan dan kemampuan pembuluh dara hkoroner menyediakan oksigen secukupnya untuk kokntraksi mmiokard. Gejalanya adalah sakit dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher atau punggung. Angina pektoris di jadikan diagnosis banding karena GERD dapat menimbulkan keluhan rasa nyeri di dada yang kadang kadang disertai rasa seperti kejang yang menjalar ke tengkuk, bahu atau lengan sehinga menyerupai keluhan seperti angina pektoris. Keluhan ini timbul sebagai akibat rangsangan kemoreseptor pada mukosa. Mungkin juga rasa nyeri di dada tersebut disebabkan oleh dua mekanisme yaitu adanya gangguan motor esophageal dan esophagus yang hipersensitif. Akalasia Akalasia merupakan suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltis korpus esofagus bagian bawah dan LES yang hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Gejala klnis subyektif yang terutama ditemukan adalah disfagia. Regurgitasi terjadi pada 70% kasus.Nyeri dada ditemukan pada 30 % kasus yang biasanya tidak begitu dirasakan oleh pasien. (Dwizamzami, 2012) o NERD NERD telah umumnya didefinisikan sebagai adanya gejala GERD klasik tanpa adanya cedera mukosa esofagus selama endoskopi atas. The Genval lokakarya yang definisi NERD harus disediakan untuk individu yang memenuhi definisi GERD tetapi yang tidak memiliki esofagus Barrett baik atau istirahat endoskopi pasti esofagus mukosa (erosi atau ulserasi). Kami mengusulkan agar NERD harus didefinisikan sebagai adanya gejala khas penyakit gastroesophageal reflux disebabkan oleh refluks intraesophageal (asam atau asam lemah), dengan tidak adanya cedera mukosa esofagus terlihat pada endoscopi. o Dispepsia fungsional Dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus berurutan dalam rentang waktu 12 minggu terakhir, terus menerus atau kambuh (perasaan sakit atau ketidaknyamanan) yang berpusat di perut bagian atas dan tidak ditemukan atau bukan kelainan organik (pada pemeriksaan endoskopi) yang mungkin menerangkan gejala-gejalanya. Gambaran klinis dari dispepsia fungsional adalah riwayat kronik,
gejala yang berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obatobatan dan dapat juga ditunjukan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien tampak sehat. Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain: - Sekresi Asam Lambung ----------------------> keterangan di bawah gambar gambar. Info Gambar-gambar
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi,normal atau hiposekresi. - Dismotilitas Gastrointestinal Yaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum. - Diet dan Faktor Lingkungan Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan suatu makanan saja sudah terbentuk asamlambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor nervus vagus,dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral gastrin dan rangsangan lainsel parietal. - Psikologik Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhanmual setelah stimulus stress sentral. Komplikasi GERD Esofagitis, striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma Esofagitis bisa bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan, nyeri pada dada atau epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi hematemesis, dan anemia. Esofagitis yang berkepanjangan dan parah dapat menyebabkan pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal esofagus, yang menghasilkan disfagia, dan membutuhkan dilatasi esofagus yang berulang dan fundoplikasi. Esofagitis yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan metaplasia dari epitel skuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor untuk terjadinya adenocarcinoma esophagus. Nutrisi esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal tumbuh karena defisit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau nasoyeyunal atau perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian melalui parenteral terkadang dibutuhkan untuk mengatasi defisit tersebut. Ekstra esofagus GERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak langsung terhadap refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi atau mikroaspirasi). Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit primer saluran pernapasan, dan terciptalah lingkaran setan yang semakin memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus lebih intens (biasanya melibatkan PPI) dan lamanya bisa 3 sampai 6 bulan.
FKUKW
Lanjutan Penatalaksanaan Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik. Tujuan terapi GERD adalah menghilangkan gejala, menyembuhkan esofagitis (jika terjadi) dan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung. Strategi terapinya dengan menurunkan sekresi asam di lambung, mengurangi keasaman pada lambung, melapisi mukosa lambung, menaikkan pH dan mengurangi terjadinya reflux, mempercepat pengosongan lambung, memperkuat LES, faktor barier antirefluks terpenting. Terapi untuk GERD dapat dibedakan menjadi terapi tanpa nonfarmakologi atau modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis atau medikamentosa, terapi bedah, terapi endoskopik. 1. Terapi Non Medikameontosa, yaitu modifikasi gaya hidup yang dilakukan dengan cara : Mengurangi berat badan pada pasien yang kegemukan Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen. Meninggikan posisi kepala saat tidur Menghindari makan sebelum tidur, dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol, karena keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel. Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makanan yang di makan, karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung. Menghindari makanan seperti coklat, pepermint, teh, kopi, dan minuman bersoda, karena dapat menstimulasi sekresi asam. Menghindari konsumsi obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta adrenergik, progesteron. 2. Terapi medikamentosa 3: Dengan 2 pendekatan yaitu step up dan step down, Metode step up menggunakan obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2 ) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan golongan obat penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan terapi lebih lama (penghambat pompa proton/ PPI ). Metode step down pengobatan dimulai dengan PPI dan apabila berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antasid.
Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa : Antasid Golongan obat ini cukup efektif dan aman, sebagai buffer terhadap HCl, dapat memperkuat tekanan sfingter esofagus bagian bawah tapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Dosis: sehari 4 x 1 sendok makan. Antagonis reseptor H2 Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini efektif dalam pengobatan GERD jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus, golongan ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi. (1) Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg (2) Ranitidin : 4 x 150 mg (3) Famotidin : 2 x 20 mg (4) Nizatidin : 2 x 150 mg Obat-obat prokinetik Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini dianggap lebih condong ke arah gangguan motilitas. (1) Metoklopramid : 3 x 10 mg (2) Domperidon : 3 x 10-20 mg (3) Cisapride : 3 x 10 mg Sukralfat ( aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat ) Obat ini tidak punya efek langsung terhadap asam lambung, obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu, cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal. Dosis 4x1 gram. Penghambat pompa proton / PPI Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD, obat ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung. - Omeprazole : 2 x 20 mg. - Lansoprazole : 2 x 30 mg. - Pantoprazole : 2 x 40 mg. - Rabeprazole : 2 x 10 mg. - Esomeprazole : 2 x 40 mg.
3. Terapi bedah Pembedahan antirefluks, yaitu fundus lambung dibungkus mengelilingi esophagus ( fundoplikasi ), meningkatkan tekanan sfingter bagian bawah dan sebaiknya dipertimbangkan pada kasus resisten dan kasus refluks esofagitis dengan komplikasi yang tidak secara penuh responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan terapi medis jangka panjang yang tidak menguntungkan dan gagal. Juga diindikasikan apabila terjadi striktur yang berulang.
4. Terapi endoskopi : Indikasi terapi endoskopi pada GERD adalah untuk penderita GERD yang tidak memerlukan terapi pembedahan yang mengalami keadaan4 : Peristaltik yang buruk dengan refluks yang banyak Pasien muda yang gagal dengan terapi medikamentosa
Prognosis Prognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang terkena dapat sembuh dengan bantuan antasid. Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat kerusakan esofagus masih rendah dan pengobatan yang diberikan benar pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade D dapat masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barrets Esofagus dan pada akhirnya Ca Esofagus. Hubungan Salbutamol dengan Kasus. Oleh pasien di minum selama 2 tahun terakhir untuk terapi asma yang di deritanya dengan dosis 2 x 4 mg. Agonis perangsangan reseptor adrenergic 2 adalah terbutalindan salbutamol obat dalam kasus mempunyai efek terhadap paru trakea dan otot polos bronkus berupa relaksasi bronkodilatasi (efek simpatis), Farmakologi Terapi FKUI. 2 agonis. dalam golongan ini termasuk metaproterenol (orsiprenalin), salbutamol (albuterol), terbutalin, fenoterol, formoterol, prokaterol, salmeterol, pirbuterol, bitolterol, isoetarin, dan ritoerdin. Pada dosis kecil, kerja obat2 ini pada rseptor 2 jauh lebih kuat daripada kerjanya pada reseptor 1. Tetapi bila dosisnya ditinggikan, selektivitas ini hilang. Misalnya, pada pasien asma, salbutamol kira2 sama kuat dengan isoproterenol sebagai bronkodilator (bila di berikan sebgai aerosol), tetapi jauh lebih lemah dari isoproterenol sebagai stimulant jantung. Tetapi bila dosis salbutamol ditingkatkan 10 kali lipat, diperolehefek stimulant jantung yg menyamai efek isoproterenol. Melalui aktivitas reseptor 2, obat-obat ini menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, uterus, dan pembuluh darah otot rangka. Aktivasi reseptor 1 yang menghasilkan stimulasi jantung, oleh dosis yang sama, jauh lebih lemah. Obat2 ini, yg hanya menimbulkan sedikit perubahan tekanan darah, di kembangkan terutama untuk pengobatan Asma bronkial. Selektivitas obat2 ini terhadap reseptor 2 tidak sama untuk setiap obat, misalnya metaproterenol kurang selektif dibandingkan dg Salbutamol. Ritodrin, terbutalin fenoterol di gunakan sebagai infus untuk menunda kelahiran premature. farmakologi terapi fkui Bronkodilator lain yg digunakan untuk terapi asma dan spasme bronkus reversible adalah Teofilin. Jadi hubungannya adalah 2 tahun menderita sama-----------> salbutamol -------------> berakibat tonus LES turun--------------> GERD ------------> bronkus kontriksi ------------> Asma lagi-----------> diberikan Bronkodilator atau agonis- 2.
THE SCRET 12
SKENARIO 2 INSYAALLAH (DIARE------------->DEHIDRASI) Pokok pokok yang perlu di pelajari 1. Bagaimanakah definisi dari diare akut? 2. Apa penyebab diare akut pada anak tersebut ? 3. Bagaimana patofisiologi dari diare akut ? 4. Apa tanda-tanda dehidrasi pada anak ? 5. Apa gejala2 klinis diare? 6. Bagaimana alur diagnosis diare akut 7. Penatalaksanaan 8. Komplikasi Hal-hal mendasar yang harus di pahami 1. Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau berubahnya konsistensi feses menjadi lebih lunak atau bahkan cair. Pada anak anak batasan umumnya adalah lebih dari 3-4 kali dalam 24 jam, sedangkan pada bayi 0-2 bulan adalah peningkatan frekuensi BAB daripada biasanya. (Pada bayi BAB 8-10 kali sehari belum tergolong diare selama tidak ada penurunan berat badan yang berarti. Ini merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna) 2. Muntah adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif akibat adanya kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai relaksasi sfingter esofagus bagian bawah dan dilatasi esophagus. 3. Somnolen(Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. Sommnolen merupakan salah satu tanda dehidrasi berat yang harus dicari. Tanda dehidrasi berat lainnya adalah: mata cekung, tidak bisa minum dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat (> 2 detik elastisitas sangat jelek). Cara memeriksanya dengan menawarkan sesendok minuman untuk mengetahui respons anak tersebut. 4. Takikardia adalah denyut jantung yang lebih cepat daripada denyut jantung normal. Pada bayi > 140 kali permenit --------> takikardi.
THE SCRET 12
5. Turgor kulit maksudnya tegangan permukaan kulit. Pada anak diare turgor dapat berkurang. Cara memeriksanya dengan menekan permukaan kulit. 6. Rehidrasi plan C adalah resusitasi cairan untuk mengatasi dehidrasi berat. Resusitasi cairan ini diberikan dengan caran infus. Dosisnya dibedakan menurut usia. Usia < 1 tahun : 30 ml/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 70 ml/kg dalam 5 jam berikutnya. Usia 1 tahun ke atas : 30 ml/kg dalam 30 menit dan dilanjutkan dengan 70 ml dalam 2,5 jam berikutnya. Plan A untuk pasien diare akut tanpa dehidrasi Plan B untuk pasien diare dengan dehidrasi tak berat (= ringan/sedang) Pembahasan Seputar Diare - Secara Singkat 1. Diare dapat disebabkan oleh faktor infeksi (infeksi enteral) atau bukan infeksi ( non enteral / parenteral). 2. Muntah adalah respon somatik refleks yang terkoordinir secara sempurna oleh karena bermacam-macam rangsangan, melibatkan aktifitas otot pernapasan, otot abdomen dan otot diafragma.Dapat diakibatkan oleh faktor kasus bedah (contoh: ileus)dan non bedah (contoh : infeksi virus (rotavirus)) 3. Feses tidak mengandung darah secara klinis merupakan penunjuk tidak adanya disenteri 4. Pada kasus tersebut antibiotik belum perlu diberikan kecuali dengan indikasi diare berdarah dan kolera 5. Rehidrasi plan C adalah resusitasi cairan untuk mengatasi dehidrasi berat. - Secara Garis Besar 1. Diare akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari. Pada anak-anak batasan umumnya adalah lebih dari 3-4 kali dalam 24 jam, sedangkan pada bayi 0-2 bulan adalah peningkatan frekuensi BAB daripada biasanya. (Pada bayi BAB 8-10 kali sehari belum tergolong diare selama tidak ada penurunan berat badan yang berarti. Ini merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna) 2. Diare dapat disebabkan oleh faktor infeksi atau bukan infeksi. Penyebab terbanyak diare infeksi adalah virus. Penelitian di rumah sakit tipe A di Yogyakarta pada tahun 2005-2006 menunjukkan bahwa infeksi bakteri hanya dijumpai pada 5 % diare infeksi. Rotavirus merupakan penyebab diare cair akut pada 55% kasus diare akut pada balita di Indonesia. Di negara maju penyebab utama diare juga rotavirus.
THE SCRET 12
Penyebab Gastroenteritis Pada Anak : Infeksi traktus gastrointestinal disebabkan oleh enteropatogen yang sangat banyak macamnya, termasuk diantaranya bakteri, virus, dan parasit. Manifestasi klinisnya tergantung pada organisme penyebab dan respon pasien terhadap infeksi yaitu infeksi asimtomatik, diare cair, diare dengan darah, diare kronik, dan manifestasi infeksi ekstrakranial. Perkiraan diagnosis dapat dilakukan melalui petunjuk epidemiologi, manisfestai klinik, pemeriksaan fisik, dan pengetahuan tentang mekanisme patofisiologi enteropatogen. Pemeriksaan laboraturium untuk mengidentifikasi pathogen penyebab diare sering tidak dibutuhkan karena hampir semua kasus dapat sembuh dengan sendirinya. Semua pasien dengan diare membutuhkan terapi cairan dan elektrolit, sedikit diantaranya membutuhkan bantuan non spesifik yang lain, dan beberapa juga membutuhkan terapi antimikroba.
PATOFISIOLOGI DIARE Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual ,muntah, demam, tenesmus, serta gejala dana tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lender dan /atau darah, serta mikroskopis di dapati sel leukosit polimorfonuklear (Neutrofil). Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi diare osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas.
THE SCRET 12
Diare osmotik : Terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contonya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Diare sekretorik: Bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide ( VIP ) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare sekretorik : Virus menginvasi dan berkembangbiak di dalam epitel villi usus halus ,menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan villi. Hilangnya sel villi yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan malabsorbsi, sekresi air dan elektrolit oleh sel kripta imatur dan defek transport akibat efek toksin protein virus. Penyembuhan terjadi bila villi mengalami regenerasi dan epitel yang matang. Diare eksudatif. Inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflammatory bowel disease ( IBD ) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman entreropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi, dan produksi entrotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.
Adhesi Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC). Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E. Coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraseluler dan arsitektur sitoskeleton di bawah membran mikrovilus. Invasi
THE SCRET 12
intraseluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. - Invasi Kuman shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus . Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraseluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya salmonella. - Sitotoksin Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindrom uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. - Enterotoksin Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 sub unit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenik siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat stabile toxin (ST). ST akan meninkatkan kadar cAMP seluler, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida. Peningkatan HCO3 dan terlalu banyak terbuang lewat feses akibat diare dapat menyebabkan asidosis metaboloik. - Peranan Enteric Nervous System (ENS) Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mesenterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretorik VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT< LT< ST paling tidak sebagian melibatkan refleks neural ENS> penelitain menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mesenterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VI Pergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat anti diare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada enterosit.
THE SCRET 12
Tanda-Tanda Dehidrasi : Langkah pertama menghadapi anak-anak dengan dehidrasi adalah menilai derajat dehidrasi. Hal ini bisa menunjukkan kita kepada 2 hal, yaitu kegawatdaruratan dan volume cairan yang dibutuhkan untuk rehidrasi. Habisnya volume intravascular menyebabkan turunnya tekanan darah sehingga organorgan vital mengalami inadequate perfusion ditandai oleh penurunan kesadaran, takikardi, akral dingin (ujung ekstremitas terasa dingin) dan penurunan urine output. Hypernatremic dehydration terjadi pada anak-anak yang kehilangan cairan hipotonik dan input cairan yang sedikit, seperti yang terjadi pada diare, anorexia, atau emesis. Hyponatremic dehydration terjadi pada anak-anak dengan diare yang mendapat banyak cairan rendah garam, seperti air atau susu formula yang diencerkan. Feses tidak mengandung darah secara klinis merupakan penunjuk tidak adanya disentri. Perlu ditegaskan, bahwa untuk menegaskan diare akut berdarah (diare disentri) atau tidak hanya didasarkan pada ada tidaknya darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada feses, baik dengan ditanyakan kepada pasien/keluarganya maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada kasus tersebut antibiotik belum perlu diberikan kecuali dengan indikasi diare berdarah dan kolera. Rehidrasi plan C adalah resusitasi cairan untuk mengatasi dehidrasi berat. Resusitasi cairan ini diberikan dengan caran infus. Dosisnya dibedakan menurut usia. Usia < 1 tahun : 30 ml/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 70 ml/kg dalam 5 jam berikutnya Usia 1 tahun ke atas : 30 ml/kg dalam 30 menit dan dilanjutkan dengan 70 ml dalam 2,5 jam berikutnya Plan A untuk pasien diare akut tanpa dehidrasi Plan B untuk pasien diare dengan dehidrasi tak berat (= ringan/sedang) Gejala klinis diare akut : Diare < 15 hari, panas, nyeri perut dan muntah (maksimal 14 hari). Jika berat menimbulkan dehidrasi. Gejala terbagi dalam 3 fase : - Fase prodromal ( pra-diare ) : Penuh di abdomen, Nausea/vomitus, berkeringat / sakit kepala - Fase diare : diare dengan komplikasi (dehidrasi/syok), kolik, kejang, sakit kepala. - Fase pemulihan : gejala diare/kolik berkurang, fatigue (kelelahan), lemah. Alur Diagnosis Diare Akut Anamnesis : waktu, karakteristik, faktor pemberat, faktor yang berhubungan Pemeriksaan fisik :
THE SCRET 12
- Tanda dehidrasi : kulit kering, mulut kering, nadi cepat, kelemahan, turgor < (melemah) Pemeriksaan penunjang : - Tinja (1-3 kali) periksa untuk dubur - Bila diare > 1 minggu: perlu investigasi lanjutan ( rektosigmoidoskopi, biopsi atau radiologi) - Tinja rutin - Progtosigmoidoskopi: inflamasi - Pemeriksaan volume tinja Hal-hal apa saja yang harus dimonitor pada saat melakukan rehidrasi : Tanda vital : nadi & tekanan darah Intake & output : keseimbangan cairan, urine output, dan BJ urine Pemeriksaan fisik : berat badan, tanda-tanda klinis kekurangan atau kelebihan cairan Pemeriksaan elektrolit Bayi/Anak Yang Mengalami Diare Perlu Diperiksakan Ke Dokter Jika : a. Usia muda (<6 bulan) atau BB < 8 kg. b. Riwayat prematuritas, mempunyai masalah kronis atau penyakit lain. c. Demam 38,5 C / lebih pada bayi < 3 bulan atau 39C atau lebih pada usia 3-36 bulan. d. Feses berdarah. e. Diare sangat banyak atau sangat sering. f. Muntah sering (memuntahkan semuanya) atau lebih dari 2 hari. g. Pengasuh melaporkan gejala-gejala yang mengarah pada dehidrasi. h. Perubahan status mental/kesadaran. i. Respons terhadap upaya rehidrasi tidak optimal, orangtua/pengasuh tidak berhasil memberikan terapi oral. PENATALAKSANAAN 1. Rehidrasi plan C adalah resusitasi cairan untuk mengatasi dehidrasi berat. Resusitasi cairan ini diberikan dengan caran infus. Dosisnya dibedakan menurut usia. o Usia < 1 tahun : 30 ml/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 70 ml/kg dalam 5 jam berikutnya o Usia 1 tahun ke atas : 30 ml/kg dalam 30 menit dan dilanjutkan dengan 70 ml dalam 2,5 jam berikutnya Plan A untuk pasien diare akut tanpa dehidrasi Plan B untuk pasien diare dengan dehidrasi tak berat (= ringan/sedang) 2. Plan C diberikan karena anak menderita dehidrasi berat. Tanda yang ditemukan adalah adanya penurunan kesadaran (somnolen) dan T/E kulit yang buruk. 3. Antibiotika tidak diperlukan karena diarenya tanpa darah.
THE SCRET 12
4. Zinc diberikan pada setiap anak diare, akut maupun kronik/persisten dan diare berbagai sebab. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti menguranngi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan dan mengembalikan nafsu makan. 5. Peran zinc : a. mikronutrien yang penting sebagai kofaktor lebih dari 90 enzim b. antioksidan c. menghambat sintesis NO d. penguat sistem imun e. aktivasi limfosit T f. menjaga keutuhan epitel usus Komplikasi: - Syok hipovolemik / septik - Dehidrasi - Hipokalemia - Asidosis metabolik - Kematian INFO SEPUTAR DIARE Etiologi Diare
THE SCRET 12
Faktor-Faktor Resiko Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu :
THE SCRET 12
THE SCRET 12
THE SCRET 12
Penjelasan Tentang Komplikasinya
THE SCRET 12
Keterangan Tentang Diare Diare melanjut adalah diare yang yang berlangsung antara 7 sampai 14 hari. Diare Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat di mulai sebagai diare cair atau disentri. penyebab diare pada diare persisiten E.coli, Shigella, dan Criptosporidium. Diare kronik adalah diare yang diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan bukan disebabkan oleh non bakterial seperti penyakit sensitive terhadap glutein dan gangguan metabolism yang menurun. Disentri adalah diare yang disertai darah pada tinja. Akibat terpenting disentri adalah anoreksi , penurunan berat badan dengan cepat , dan kerusakan mukosa usus karena bakteri invasi. Penyebab utama disentri adalah Shigella, dan Campilobacter jejuni. Yang jarang adalah E.coli enteroinvasiv atau Salmonella. Entamoeba Histolytica dapat menyebabkan disentri yang serius pada orang dewasa muda tapi jarang pada anak-anak.
THE SCRET 12
Faktor infeksi Faktor malabsorbsi Tekanan osmotik Gangguan peristaltik
Hiperperistaltik
Hipoperistaltik
Rangsangan pengeluaran
Hiperperistaltik
Diare
Hiponatremia Hipokalemia
Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, mual, muntah, haus, oliguri, turgor kulit kurang, mukosa mulut kering, mata dan cekung, peningkatan suhu tubuh, penurunan berat badan tremor
ubun-ubun
(Horne & Swearingen, 2001; Smeltzer & Bare, 2002) JALUR TERJADINYA DIARE
THE SCRET 12
Pengertian Gastroenteritis dg Diare
Manifestasi Klinis dari Diare (1) Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan dhidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%. Derajat Dehidrasi
THE SCRET 12
Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu : dehidrasi hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema (130m 150 mEg/L) dan dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi adalah tipe iso natremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya 15 % adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia. Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis metabolik dengan anion gap yang normal ( 8-16 mEg/L), biasanya disertai hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru (pernapasan Kussmaul) Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis.17 Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa , sehingga pada keadaan asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia. Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia. Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot pernapasan. Dapat terjadi arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan pernapasan. Disfungsi otot harus menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG mnunjukkan gelombang T yang mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan K+ mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.
THE SCRET 12 LO SKENARIO 2 (DIARE ANAK) 1. Diare pada anak jelaskan, dan macam-macamnya (IDAI) ? 2. Jelaskan Diare cair akut dan Diare akut berdarah ? 3. Jelaskan lintas lima tatalaksana diare ? PEMBAHASAN 1. Lintas lima tatalaksana diare Rehidrasi Dukungan nutrisi Supplement zinc Antibiotik Selektif Edukasi Orang Tua
THE SCRET 12
THE SCRET 12
THE SCRET 12 2. Diare Pada Anak di Indonesia Berdasarkan hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan selama sepuluh tahun terakhir bahwa angka kematian balita karena diare masih sangat tinggi dibandingkan dengan kematian balita karena penyebab penyakit lain. Juga terjadi kecenderungan peningkatan angka kematian balita karena diare dari tahun ke tahun. Angka kematian bayi dan balita karena diare berdasarkan hasil beberapa survei yaitu SKRT 2001: angka kematian bayi sebesar 9%, angka kematian balita sebesar 13%; Studi Mortalitas 2005: angka kematian bayi sebesar 9,1% dan angka kematian balita sebesar 15,3%; Riskesda 2007: angka kematian bayi sebesar 42% dan angka kematian balita sebesar 25,2% (lihat grafi k 1-6 di bawah ini).
THE SCRET 12
THE SCRET 12
THE SCRET 12
THE SCRET 12
IKTERUS
Definisi
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. Atau bisa juga Ikterus adalah akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalarn darah yang menyebabkan air seni berwarna gelap, warna tinja menjadi pucat dan perubahan warna kulit menjadi kekuningan. Icterus merupakan kondisi berubahnya jaringan menjadi berwarna kuning akibat deposisi bilirubin. Ikterus paling mudah dilihat pada, sklera mata karena elastin pada sklera mengikat bilirubin. Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotemia warna kuning terutama tampak pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklere pada karotemia tidak kuning. Istilah ikterus dapat dikacaukan dengan kolestasis yang umumnya disertai ikterus. Definisi kolestasis adalah hambatan aliran empedu normal normal untuk mencapai duodenum. Kolestatasis ini dulu sering dinamakan jaundice obstruktif. Normalnya, bilirubin total <1> Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 uniol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenamya sudah mencapai angka 7 mg%. Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik. (3) Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.
BLOK 9 2013
Etiologi ikterus Ikterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen empedu pada tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning, terutama pada jaringan tubuh yang banyak mengandung serabut elastin sperti aorta dan sklera (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995). Warna kuning ini disebabkan adanya akumulasi bilirubin pada proses (hiperbilirubinemia). Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Ikterus pre-hepatik Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksi Leptospira grippotyphosa. 2. Ikterus hepatik Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002). Ikterus 3. Ikterus Post-Hepatik Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis. Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik. Larva nematoda yang melewati hati dapat menyebabkan inflamasi dan hepatocellular necrosis (nekrosa sel hati). Bekas infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering terjadi pada kapsula hati. Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati anjing adalah Capillaria hepatica. Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing antara lain Taenia hydatigena dan Echinococcus granulosus. Cacing trematoda yang berhabitat di duktus empedu anjing meliputi Dicrocoelium dendriticum, Ophisthorcis tenuicollis, Pseudamphistomum truncatum, Methorcis conjunctus, M. albidus, Parametorchis complexus, dan lain-lain (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995).
BLOK 9 2013
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik: 1. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan 2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam 3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis) 4. Ikterus yang disertai oleh: o Berat lahir <2000 gram o Masa gestasi 36 minggu o Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN) o Infeksi o Trauma lahir pada kepala o Hipoglikemia, hiperkarbia o Hiperosmolaritas darah 5. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB)
3. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu. 4. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab : Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri) Kadang oleh defisiensi G-6-PO 5. Ikterus yang timbul 24 72 jam setelah lahir dengan penyebab: Biasanya ikteruk fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam Polisitemia Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain) Dehidrasis asidosis Defisiensi enzim eritrosis lainnya 6. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab Biasanya karena infeksi (sepsis) Dehidrasi asidosis Defisiensi enzim G-6-PD Pengaruh obat Sindrom gilber 7. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab : biasanya karena obstruksi hipotiroidime hipo breast milk jaundice infeksi neonatal hepatitis galaktosemia 1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV. 2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking. (Ngastiyah, 1997)(Suriadi,2001) Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh : Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain Infeksiintra uterine Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD 2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir Biasanya ikterus fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
BLOK 9 2013
Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin. Policitemia Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll) 3. Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama Sepsis Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD Pegaruh obat-obatan Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya Ikterus obtruktive Hipotiroidisme Breast milk jaundice Infeksi Hepatitis neonatal Galaktosemia B.PATOFISIOLOGI Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. 1.Ikterusfisiologis Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL. Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik. Penelitian di RSCM Jakarta menunjukkan bahwa dianggap hiperbilirubinemia bila: 1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama 2. Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24 jam 3. Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
BLOK 9 2013
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim G6-PD, dan sepsis) 5. Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut: Berat lahir kurang dari 2 kg Masa kehamilan kurang dari 36 minggu Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasan Infeksi Trauma lahir pada kepala Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida) Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut Kernikterus. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Gejalanyaantara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental. Gejala dan tanda klinis Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala: 1. Dehidrasi - Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah) 2. Pucat - Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. 3. Trauma lahir - Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya. 4. Pletorik (penumpukan darah) - Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK 5. Letargik dan gejala sepsis lainnya 6. Petekiae (bintik merah di kulit) - Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis 7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) - Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati 8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9. Omfalitis (peradangan umbilikus) 10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) 12. Feses dempul disertai urin warna coklat - Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi. Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
BLOK 9 2013
1. Dehidrasi o Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah) 2. Pucat o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. 3. Trauma lahir o Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya. 4. Pletorik (penumpukan darah) o Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK 5. Letargik dan gejala sepsis lainnya 6. Petekiae (bintik merah di kulit) o Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis 7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati 8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9. Omfalitis (peradangan umbilikus) 10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) 12. Feses dempul disertai urin warna coklat o Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi. Manifestasi ikterus Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien. (2) Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphateglucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.
BLOK 9 2013
ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58% populasi. (4) Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum. (4) Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris. (4) Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater. (4) Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum. (4) METABOLISME NORMAL BILIRUBIN Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk. (5)
BLOK 9 2013
Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus.
KLASIFIKASI Gambar 3 berisi daftar skema bagi klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik dan post-hepatik. Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik. Gejala kuning pada yang dikenal sebagai ikterus dibagi 3 golongan berdasarkan penyebab kuningnya tersebut. (1) Ikterus hemolitik, ikterus yang timbul karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Misal pada keadaan infeksi (sepsis), ketidak cocokan gol darah ibu dengan golongan darah bayi, bayi yang baru lahir (ikterus fisiologik) dsb. (2) Ikterus parenkimatosa, ikterus yang terjadi akibat kerusakan atau peradangan jaringan hati, misal pada penyakit hepatitis. (3) Ikterus obstruktif, ikterus yang timbul akibat adanya bendungan yang mengganggu aliran empedu. Misal pada tumor, kelainan bawaan (atresia bilier), batu pada kandung empedu dsb. Hiperbilirubinemia sendiri dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih (bilirubin indirek meningkat) dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier (bilirubin direknya juga meningkat dan produksi sterkobilinogen menurun). Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnya anemia hemolitik pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah (indirek). Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterus acholuria. Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Jika ada dugaan ikterus hemolitik perlu dipastikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin indirek, darah rutin, serologi virus hepatitis. Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin mengikat kuat, bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan menyebabkan ensephalopaty
BLOK 9 2013
toksik yang disebut sebagai kern ikterus (ikterus neonatorum pathologis yang ditandai peningkatan bilirubin direk dan pemecahan eritrosit). Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan. Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi saluran empedu, misalnya karena tumor caput pankreas (ditandai Couvisiers Law), batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe. Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut sebagai ikterus choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Pada kasus ini didapatkan peningkatan bilirubin direk, bilirubin indirek, zat yang larut dalam empedu serta batu empedu. Jadi pada ikterus obstruktif ini perlu dibuktikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin serum, bilirubin urin, urobilin urin, USG, alkali fosfatase. Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya belum diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an organik termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui. Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi. Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak larut. Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak pada sindroma Crigler najjar. E.PENEGAKANDIAGNOSIS 1.Visual Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
BLOK 9 2013
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 1)
2. Bilirubin Serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil) Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu. 3. Bilirubinometer Transkutan Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis. Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.
BLOK 9 2013
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin. 4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin. Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus Hari 1 Bagian tubuh manapun Berat Hari 2 Tengan dan tungkai * Hari 3 Tangan dan kaki * Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar. DIAGNOSIS Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati. (5) Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan pembedahan. (5) Diagnosa banding jaundice sejalan dengan metabolisme bilirubin (Tabel 1). Penyakit yang menyebabkan jaundice dapat dibagi menjadi penyakit yang menyebabkan jaundice medis seperti peningkatan produksi, menurunnya transpor atau konjugasi hepatosit, atau kegagalan ekskresi bilirubin; dan ada penyakit yang menyebabkan jaundice surgical melalui kegagalan transpor bilirubin kedalam usus. Penyebab umum meningkatnya produksi bilirubin termasuk anemia hemolitik, penyebab dapatan hemolisis termasuk sepsis, luka bakar, dan reaksi transfusi. Ambilan dan konjugasi bilirubin dapat dipengaruhi oleh obatobatan, sepsis dan akibat hepatitis virus. Kegagalan ekskresi bilirubin menyebabkan
BLOK 9 2013
kolestasis intrahepatik dan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab umum kegagalan ekskresi termasuk hepatitis viral atau alkoholik, sirosis, kolestasis induksi-obat. Obstruksi bilier ekstrahepatik dapat disebabkan oleh beragam gangguan termasuk koledokolitiasis, striktur bilier benigna, kanker periampular, kolangiokarsinoma, atau kolangitis sklerosing primer. (2) Ketika mendiagnosa jaundice, dokter harus mampu membedakan antara kerusakan pada ambilan bilirubin, konjugasi, atau ekskresi yang biasanya diatur secara medis dari obstruksi bilier ekstrahepatik, yang biasanya ditangani oleh ahli bedah, ahli radiologi intervensional, atau ahli endoskopi. Pada kebanyakan kasus, anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan pencitraan radiologis non-invasif membedakan obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab jaundice lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan dengan nyeri kuadran atas kanan dan gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris umum biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam (kolangitis). Serangan jaundice tak-nyeri bertingkat sehubungan dengan hilangnya berat badan diduga sebuah keganasan/malignansi. Jika jaundice terjadi setelah kolesistektomi, batu kandung empedu menetap atau cedera kandung empedu harus diperkirakan. (2) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tandatanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier). (5) Hukum Courvoisier Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu kandung empedu. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal. (3) Pemeriksaan Laboratorium Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial. (2) Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh gangguan pada sel-sell hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui
BLOK 9 2013
ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat mencapai usus). (2) Pemeriksaan Penunjang USG Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.(2) Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat menilai kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain pankreas dan ginjal. Aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi. (2) Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit. (5) Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. (5) Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arah hilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat. (5) Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu.
BLOK 9 2013
PENATALAKSANAAN 1. Pencegahan Hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannta dengan cara : a. Pengawasan antenatal yang baik b. Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfa furazole, oksitosin, dsb. c. Pencegahan pengobatan hipoksin dapa janin dan neonatus d . Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus e. Pemberian makanan yang dini f. Pencegahan infeksi 2. Penanganan a. Foto terapi Fototerapi; dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis yang berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Cahaya menyebabkan reaksi foto kimia dalam kulit yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang dieksresikan dalam hati kemudian ke empedu. Produk akhir adalah reversibel dan dieksresikan ke dalam empedu tanpa perlu konjugasi. Mekanisme : menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urine (urobilinogen) dan feses (sterkobilin). Terdiri dari 8-10 buah lampu yang tersusun pararel 160-200 watt, menggunakan cahaya Fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran tidak lebih dari 100 jam. Jarak bayi dan lampu antara 4050cm, posisi berbaring tanpa pakaian, daerah mata dan alat kelamin ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya (contoh : karbon), dan posisi bayi diubah setiap 1-6 jam. Dapat dilakukan pada sebelum atau sesudah transfusi tukar. b. Fenobarbital Fenobarbital : dapat mengeksresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil tranferase yang meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. c. Transfusi Tukar Tujuan : menurunkan kadar bilirubun dan mengganti darah yang terhemolisis. Indikasi : pada keadaan kadar bilirubin indirek 20 mg/dL atau bila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi, kenaikan biirubin yang cepat yaitu 0,3 -1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung, atau bayi dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk positif. d. Antibiotik : diberikan bila terkait dengan adanya infeksi Pencegahan - Segera menurunkan kadar bilirubin indirek. - Penanganan bayi ikterus; fototerapi, kemoterapi, transfusi tukar. Bayi dengan kadar bilirubin tinggi diobati dengan menggunakan fototerapi, bahkan dengan transfusi tukar. Kini terdapat obat baru yaitu Stanate yang dalam ujicoba terbukti dapat
BLOK 9 2013
memblokade produksi bilirubin sehingga dapat mencegah kern ikterus, hingga sekarang obat ini masih terus dikembangkan4. Tanpa memandang etiologi, tujuan terapi adalah mencegah kadar yang memungkinkan terjadinya neurotoksikosis, dianjurkan agar fototerapi, dan jika tidak berhasil, transfusi tukar dilakukan untuk mempertahankan kadar maksimum bilirubin total dalam serum di bawah kadar yang ditunjukkan pada tabel 1 (untuk preterm) dan tabel 2 (untuk bayi cukup bulan). Pada setiap bayi, resiko jejas bilirubin terhadap sistem saraf pusat harus dipertimbangkan dengan resiko yang ditimbulkan oleh pengobatan. Belum ada persetujuan yang umum mengenai kriteria untuk memulai fototerapi. Karena fototerapi mungkin memerlukan 6-12 jam untuk mempunyai pengaruh yang dapat diukur, maka fototerapi ini harus dimulai saat kadar bilirubun masih berada di bawah kadar yang diindikasi untuk transfusi darah. Bila teridentifikasi, penyebab dasar dasar ikterus harus diobati, misalnya antibiotik untuk septikemia. Faktor-faktor fisiologis yag menambah resiko cedera neurologis harus diobati juga (misalnya koreksi terhadap asidosis)2. Fototerapi biasanya dimulai pada 50-70 % dari kadar maksimum bilirubin indirek. Jika nilai sangat melebihi kadar ini, jika fototerapi tidak berhasil mengurangi kadar bilirubin maksimum, atau jika ada tanda-tanda kern ikterus, transfusi tukar merupakan indikasi. Jadi jika ada tanda-tanda kern ikterus selama evaluasi atau pengobatan, pada kadar bilirubin berapapun, maka transfusi tukar darurat harus dilakukan2. - Melakukan pemeriksaan kadar bilirubin pada semua bayi baru lahir sebelum meninggalkan Rumah Sakit. - Kontrol bayi baru lahir ke dokter dalam jangka waktu 24-48 jam setelah meninggalkan Rumah Sakit. - Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang ikterus5. Tabel 1. Kadar bilirubin serum indirek maksimum yang disarankan pada bayi preterm. Berat Badan Lahir Tidak Ada Komplikasi Ada Komplikasi* (gram) (g/dL) (g/dL) <> 12-13 10-12 1000-1250 12-14 10-12 1251-1499 14-16 12-14 1500-1999 16-20 15-17 2000-2500 20-22 18-20 *Komplikasi meliputi asfiksia perinatal, asidosis, hipoksia, hipotermia, hipoalbuminemia, meningitis, PIV, hemolisis, hipoglikemia, atau tanda-tanda kern ikterus.
BLOK 9 2013
Tabel 2. Srategi pengobatan terhadap hiperbilirubinemia indirek pada bayi cukup bulan yang sehat tanpa hemolisis. Umur Fototerapi Fototerapi & Transfusi Tukar Jika (Jam) (g/dL) Persiapan Fototerapi Gagal Transfusi Tukar* (g/dL) (g/dL) <> ** ** ** 24-48 15-18 25 20 49-72 18-20 30 25 > 72 20 30 25 > 2 minggu *** *** *** * Jika bilirubin awal yang terpresentasi tinggi, fototerapi yang intensif harus dimulai dan persiapan untuk transfusi tukar dilakukan. Jika fototerapi gagal mengurangi kadar bilirubuin sampai ke kadar yang tercatat pada kolom sebelah kanan, mulailah transfusi tukar. ** Ikterus pada umur 24 jam tidak tampak pada bayi sehat. *** Ikterus mendadak muncul pada umur 2 minggu atau berlanjut sesudah umur 2 minggu dengan kadar hiperbilirubinemia yang berarti; untuk membenarkan pemberian terapi maka harus diamati secara rinci, karena ikterus ini paling mungkin disebabkan etiologi yang sudah ada seperti atresia biliaris, galaktosemia, hipotyiroidisme, atau hepatitis neonatus.
1. ReferensiAbdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat Efendi. 2002. Ikterus Neonatorum. Perinatologi. Bandung. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 64-84. 2. Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New Yorkl. 17th edition. Saunders. 596-598. 3. Garna Herry, dkk. 2000. Ikterus Neonatorum. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 97103 4. Carlton WW dan MD. McGavin. 1995. Thomsons Special Veterinary Pathology. Ed. 2. Mosby-Year Book, Inc. http://www.cdc.gov/ncbddd/dd/kernicterus.htm http://www.ijppediatricsindia.org/article.asp?issn=0019-5456;year=2005 http://jama.ama-assn.org/cgi/content/full/286/3/299 http://www.scribd.com/doc/21373244/Penatalaksanaan-Kelainan-Penyebab-Ikterus
BLOK 9 2013
MEKANISME PATOFISIOLOGIK KONDISI IKTERUS. Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi : 1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan. 2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati. 3. Gangguan konjugasi bilirubin. 4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi. PEMBENTUKAN BILIRUBIN SECARA BERLEBIHAN Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal ( hemoglobin S pada animea sel sabit), sel darah merah abnormal ( sterositosis herediter ), anti body dalam serum ( Rh atau autoimun ), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran ( limpa dan peningkatan hemolisis ). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang ( talasemia, anemia persuisiosa, porviria ). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern Ikterus. GANGGUAN PENGAMBILAN BILIRUBIN Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein
BLOK 9 2013
penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat ( di pakai untuk mengobati cacing pita ), nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di temukan defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat konjugasi bilirubin. GANGGUAN KONJUGASI BILIRUBIN Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase. Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang. Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi. Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau ( gelombang yang panjangnya 430 sampai dengan 470 nm ) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural Bilirubin ( foto isumerisasi ) menjadi isomer-isomer yang larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di konjugasi terlebih dahulFemobarbital ( Luminal ) yang meningkat aktivitas glukororil transferase sering kali dapat menghilang ikterus pada penderita ini. PENURUNAN EKSKRESI BILIRUBIN TERKONJUGASI Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang sama.
BLOK 9 2013
PATOFISIOLOGI I Bilirubin dihasilkan oleh RES, sekitar 250-300 mg/hari. 70-80% berasal dari destruksi eritrosit tua. 20% berasal dari destruksi eritrosit prematur di sumsum tulang. Sisanya dari metabolisme hemoprotein (seperti myoglobin). Hemoglobin oleh H mengoksigenase menjadi biliverdin, CO, dan Fe. Fe ini dipakai lagi untuk sintesis Hb yang baru. Biliverdin, oleh biliverdin reductase diubah menjadi bilirubin unconjugated yang diambil hepar (dalam enzim glucoronil transferase) dan dikonjugasikan (dibantu glisin) menjadi bilirubin conjugated. Bila unconjugated tidak larut air, maka larut lemak. Bilirubin conjugated larut air (afinitasnya tinggi terhadap air), bisa dibuang melalui urine. Hanya bilirubin conjugated yang bisa mengubah warna urine. Uji bilirubin adalah dengan reaksi Heyman van den Berg. Fraksi unconjugated membutuhkan penambahan alkohol supaya bisa berubah warna menjadi indirect. Conjugated bilirubin sebagian besar akan dibuang bersama empedu. Di distal ileum akan diubah oleh kuman menjadi stercobilin (pewarna feses). Atau direduksi (juga oleh normal flora) menjadi urobilinogen dan akhirnya mengalami oksidasi menjadi urobilin. Urobilinogen tidak berwarna. 10-20% diserap lagi ke hepar dan dibuang melalui urine, kemudian teroksidasi lagi menjadi urobilin (urine menjadi kuning, masih dalam kondisi normal). Pasien yang datang dengan keluhan icterus kulit, perlu diperhatikan dulu scleranya. Anamnesis tentang konsumsi obat dan warna urine juga penting untuk ditanyakan. Jika sclera dan mucosa di bawah lidah kuning tetapi warna urine tidak berubah maka icterusnya disebabkan oleh fraksi unconjugated. Isolated hiperbilirubinemia (fraksi <15%) artinya tidak ada gangguan enzimatik pada fungsi hepar (AST/ALT normal), tetapi ada gangguan metabolisme dan konjugasi. Hal ini didapatkan pada kondisi: anemia hemolitik, eritropoiesis inefektif, obat yang mempengaruhi metabolisme bilirubin (rifampin, ribavirin, probenecid), dan penyakit genetik lainnya (dilihat dari pemeriksaan gen). Gejala kuning pada yang dikenal sebagai ikterus dibagi 3 golongan berdasarkan penyebab kuningnya tersebut. (1) Ikterus hemolitik, ikterus yang timbul karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Misal pada keadaan infeksi (sepsis), ketidak cocokan gol darah ibu dengan golongan darah bayi, bayi yang baru lahir (ikterus fisiologik) dsb. (2) Ikterus parenkimatosa, ikterus yang terjadi akibat kerusakan atau peradangan jaringan hati, misal pada penyakit hepatitis. (3) Ikterus obstruktif, ikterus yang timbul akibat adanya bendungan yang mengganggu aliran empedu. Misal pada tumor, kelainan bawaan (atresia bilier), batu pada kandung empedu dsb. Hiperbilirubinemia sendiri dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih (bilirubin indirek meningkat) dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier (bilirubin direknya juga meningkat dan produksi sterkobilinogen menurun).
BLOK 9 2013
Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnya anemia hemolitik pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah (indirek). Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterus acholuria. Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Jika ada dugaan ikterus hemolitik perlu dipastikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin indirek, darah rutin, serologi virus hepatitis. Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin mengikat kuat, bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan menyebabkan ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus (ikterus neonatorum pathologis yang ditandai peningkatan bilirubin direk dan pemecahan eritrosit). Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya sepertiSyndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan. Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi saluran empedu, misalnya karena tumor caput pankreas (ditandai Couvisiers Law), batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe. Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut sebagai ikterus choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Pada kasus ini didapatkan peningkatan bilirubin direk, bilirubin indirek, zat yang larut dalam empedu serta batu empedu. Jadi pada ikterus obstruktif ini perlu dibuktikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin serum, bilirubin urin, urobilin urin, USG, alkali fosfatase. Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang
BLOK 9 2013
penyebab pastinya belum diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an organik termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui. Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi. Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak larut. Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak pada sindroma Crigler najjar.
BLOK 9 2013
LO SKENARIO 3 BLOK 9 2013 DATA PEMBELAJARAN 1. Cari Diagnosis, macam-macam diagnosis banding, patofisiologi, komplikasi, gejala khas, pemeriksaan penunjang dan interpretasi data, penatalaksanaan.? Px Radiologi - Hepatomegali - Echostructus meningkat - C. Sinistra tumpul Px Laboratorium - Hb 12,5 gr % - AL (anka leukosit) 9000/mm3 ------> normal - Neutrophil batang dan segmen normal - Limfosit 46 % - Monosit 4 % - LED 45 mm/jam - SGOT/AST 260 U/L - SGPT/ALT 200 U/L - Bilirubinemia (+) - HbsAg (-) - Anti HCV (-) - Anti HAV (+) Kenaikan limfosit menandakan bahwa ada infeksi virus. Nilai normalnya 20-35 % dari seluruh leukosit. Kemudian kenaikan nilai LED menandakan adanya infeksi atau reaksi inflamasi seperti kanker pada hati. Nilai normalnya pria 0-8 mm/jam dan perempuan 0-15 mm/jam. Kanaikan SGOT/AST kemungkinan menandakan adanya kerusakan hepatoseluler. Nilai normalnya L s/d 37 U/L dan P s/d 31 U/L. kenaikan SGPT/ALT menandakan adanya hepatitis kronik aktif dan indikasi adanya trauma atau kerusakan pada hati. Dan tanda Anti HAV (+) menadakan adanya infeksi oleh virus hepatitis A. (Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Sutedjo, AY.) Sekilas Info Tentang Hepatitis A dan Hepatitis Kronik Aktif
Hepatitis A merupakan infeksi virus pada hati. Virus ini ditularkan melalui rute fekal-oral termasuk makanan atau air tercemar, atau melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. Vaksinasi dan kebersihan baik mencegah infeksi. Gejala-gejala termasuk terasa kurang sehat, rasa sakit, demam, mual, kurang nafsu makan, perut terasa kurang enak, diikuti dengan air seni berwarna pekat, tinja pucat dan penyakit kuning (mata dan kulit menjadi kuning). Penyakit biasanya berlanjut selama satu sampai tiga minggu (walaupun gejala tertentu dapat berlanjut lebih lama) dan hampir selalu diikuti dengan penyembuhan sepenuhnya. Anak-anak kecil yang terinfeksi biasanya tidak menderita gejala. Hepatitis A TIDAK mengakibatkan penyakit hati jangka panjang dan kematian akibat hepatitis A jarang terjadi. Jangka waktu antara kontak dengan virus dan timbulnya gejala biasanya empat minggu, tetapi dapat berkisar antara dua sampai tujuh minggu. Orang yang terinfeksi dapat menularkan virus ini kepada orang lain dari dua minggu sebelum timbulnya gejala sampai seminggu setelah timbulnya penyakit kuning (kira-kira tiga minggu secara keseluruhan). Jumlah virus yang besar ditemui dalam tinja (tahi) orang yang terinfeksi selama waktu penularan. Virus ini dapat hidup di lingkungan selama beberapa minggu dengan keadaan yang benar (misalnya, dalam saliran). Hepatitis A biasanya ditularkan sewaktu virus dari orang yang terinfeksi tertelan oleh orang lain melalui: makan makanan tercemar minum air tercemar menyentuh lampin, seprai dan handuk yang dikotori tinja dari orang yang dapat menularkan penyakit hubungan langsung (termasuk seksual) dengan orang yang terinfeksi.
LO SKENARIO 3 BLOK 9 2013 Patofisiologi hepatitis A Perjalanan virus Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan,kemudian masuk ke aliran darah menuju hati(vena porta),lalu menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami replikasi yang menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu virus akan keluar dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk kedalam ductus biliaris yang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag,pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehinnga aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan eksresi bilirubin ke usus. Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi(direk) akan terus menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux(aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklera kadang disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan melalui urin. Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan gangguan dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan waktu yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada lambung sehingga merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan teraktifasi nya pusat muntah yang berada di medulla oblongata yang menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah dan menurun nya nafsu makan. ( Kumar,Cotran,Robbins.Buku Ajar Patologi.Edisi 7.Jakarta:EGC,2007) Hepatitis Alkoholik Proses pemecahan etanol yang merupakan alkohol yang terkandung dalam bir, anggur dan minuman keras dapat menghasilkan bahan kimia sangat beracun, seperti asetaldehida. Bahan kimia ini memicu peradangan yang menghancurkan sel-sel hati. Kemudian jaringan hati yang sehat digantikan oleh jaringan parut yang ditimbulkan akibat luka peradangan. Hal tersebut akan mengganggu kemampuan hati untuk berfungsi dengan baik. Pembentukan jaringan parut merupakan kerusakan irreversible yang disebut sirosis, merupakan tahap akhir dari hepatitis alkoholik. (Basra et.al. 2010). Virus Hepatiti A disebarkan melalui kotoran atau tinja penderita. Penyebarannya disebut fecal-oral (tinja ke mulut) karena biasanya tangan secara tidak sengaja menyentuh benda bekas terkena tinja (misal di kamar mandi) dan kemudian digunakan untuk makan, dapat juga melalui tranfusi darah, alat-alat tidak steril, tempat tinggal yang sesak, kebersihan yang kurang, juga bisa melalui kontak seksual dengan penderita. Virus yang masuk ke dalam tubuh juga dapat menimbulkan penyakit Hepatitis. Kuman ini masuk ke dalam tubuh dengan perantara makanan atau air yang tercemar. Di dalam saluran penceranakan kuman tersebut dapat berkembang biak dengan cepat, kemudian diangkut melalui aliran darah ke dalam hati,
LO SKENARIO 3 BLOK 9 2013 dimana tinggal di dalam kapiler-kapiler darah dan menyerang jaringan-jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan radang hati. (Manjsoer A, 2000, p.525-528) MANIFESTASI KLINIS Umumnya Hepatitis Virus A menunjukkan gambaran klinis : 1. Masa Inkubasi : Berlangsung kurang lebih 28 hari 2. Masa Prodromal : 3-10 hari, rasa lesu/lemah badan, panas, mual sampai muntah, anoreksia, nyeri perut sebelah kanan 3. Masa Ikterik : didahului urine berwarna coklat, sclera kuning, kemudian seluruh badan, puncak ikterik dalam 1-2 minggu, hepatomegali ringan yang nyeri tekan. 4. Masa Penyembuhan : ikterus berangsur berkurang dan hilang dalam 2-6 minggu,demikian pula anorksia, lemas badan dan hepatomegali. Penyembuhan sempurna sebagian besar terjadi dalam 3-4 bulan (PDT Ilmu Penyakit Dalam divisi GasteroenterologiHepatologi).
KOMPLIKASI Komplikasi akibat Hepatitits A hampir tidak ada kecuali pada para lansia atau seseorang yang memang sudah mengidap penyakit hati kronis atau sirosis. PENATALAKSANAAN Istirahat baring pada masa masih banyak keluhan, mobilisasi berangsur dimulai jika keluhan atau gejala berkurang, bilirubin dan transaminase serum menurun. Aktifitas normal sehari-hari dimulai setelah keluhan hilang dan data laboratorium normal. Diit khusus tidak ada, yang penting adalah jumlah kalori dan protein adekuat, disesuaikan dengan slera penderita, terkadang pemasukan nutrisi dan cairan kurang akibat mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh nutrisi parenteral : infuse Dekstrose 10-20 %, 1500 kalori/hari. Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis virus akut. Tidak ada indikasi terapi kortikosteroid untuk hepatitis virus akut, penambahan vitamin dengan makanan tinggi kalori protein diberikan pada penderita yang mengalami penurunan berat badan atau malnutrisi. (PDT Ilmu Penyakit Dalam divisi Gasteroenterologi-Hepatologi). Pada HepatitisA Gejala biasanya timbul sekitar 4 minggu setelah Anda terinfeksi. Biasanya gejalanya adalah: Kelelahan Tubuh pegal dan sakit Hilang nafsu makan Merasa sakit dan muntah Demam dan menggigil Rasa sakit di perut bagian atas, biasanya di sebelah kanan Mata atau kulit berubah menjadi kuning (jaundice)
LO SKENARIO 3 BLOK 9 2013 Anak kecil sering tidak menunjukkan gejala, tetapi anak yang lebih tua dan orang dewasa menampakkan gejala. Gejala biasanya hilang setelah beberapa minggu, tapi kelelahan bisa lebih lama. Bila anak Anda mempunyai gejala gejala ini, kunjungi dokter untuk pemeriksaan darah. Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak penularan terjadi, barulah kemudian penderita menunjukkan beberapa tanda dan gejala terserang penyakit Hepatitis A. Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis". Penyakit hepatitis A yang ber-Genus Heparnavirus, terutama menyerang pada anak dan kaum dewasa muda. Penyakit yang dikenal juga sebagai penyakit kuning (jaundice) ini penularannya berbeda dengan VHB dan VHC, yakni melalui makanan dan minuman yang tercemar kotoran yang mengandung virus ini. Bersifat stabil, sel hati menyembunyikan virus dalam sel empedu untuk kemudian virus masuk ke dalam system pencernaan. Sebab itu, kotoran penderita mempunyai konsentrasi tinggi selama periode infeksi. Diagnosis Untuk memastikan seseorang mengidap VHA, dilakukan tes darah yang menunjukkan positif terhadap antibodi virus tersebut. Tes lebih tepat bila kadar ALT (serum alanine aminitransferase)dan AST (asparaten aminotransferase) menunjukkan angka di atas normal.
LO SKENARIO 3 BLOK 9 2013 Virus hepatitis A (VHA) berasal dari genus RNA Hepatovirus, famili Picornavirus. VHA bersifat thermostabil, tahan asam, dan tahan terhadap lisis karena virus ini tidak mempunyai kapsul lipid. Sifat yang terakhir inilah yang menyebabkan virus ini efisien melakukan transmisi fekaloral dari satu orang ke orang lain melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Hepatitis A tidak dapat dibedakan dari hepatitis virus lainnya hanya berdasarkan gambaran klinis maupun epidemiologis. Pemeriksaan serologis IgM antiHAV dibutuhkan untuk konfirmasi diagnosis infeksi akut hepatitis A. IgG antiHAV yang timbul setelah infeksi dapat bertahan seumur hidup dan dapat memproteksi terhadap penyakit.
BLOK 9 2013
HEPATITIS
Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor penyebab penyakit hepatitis ini antara lain adalah infeksi virus, gangguan metabolisme, konsumsi alkohol, penyakit autoimun, hasil komplikasi dari penyakit lain, efek samping dari konsumsi obatobatan maupun kehadiran parasit dan bakteri dalam hati (liver). Dari sekian banyak faktor, virus menduduki peringkat pertama sebagai penyebab paling banyak penyakit hepatitis. Ada lima macam hepatitis yang disebabkan virus, yakni virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C, virus hepatitis D, dan virus hepatitis E. Pada umumnya penderita hepatitis A & E dapat sembuh, sebaliknya B & C dapat menjadi kronis. Virus hepatits D hanya dapat menyerang penderita yang telah terinfeksi virus hepatitis B dan dapat memperparah keadaan penderita. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosis hepatitis karena penderita hepatitis sering tidak bergejala atau tidak gejala tidak khas. Pemeriksaan untuk hepatitis akut : - Enzim GOT, GPT - Penanda hepatitis A (Anti Hav IgM) - Penanda hepatitis B (HGsAg, Anti HBC IgM) - Penanda hepatitis C (Anti HCV, HCV RNA) - Penanda hepatitis E (Anti HEV IgM) Pemeriksaan untuk hepatitis kronis : - Enzim GOT,GPT - Penanda hepatitis B (HBsAg,HBe, Anti HBc, Anti HBe, HBV DNA) - Penanda hepatis C (Anti HCV,HCV RNA) Penanda imunitas : - Anti HAV - Anti HBs
BLOK 9 2013
Memang pada awal, gejalanya lebih mencolok. Demam, mual, dan kencing menjadi seperti air teh tua dan mata kuning. Apalagi bila diperiksa darah, SGOT dan SGPT lebih dari 1000. Namun, seperti kata dokter penyakit dalam yang mengobati, justru itulah yang membedakan dengan hepatitis B dan hepatitis C, dua penyakit hati lain yang mirip hepatitis A. Hepatitis B dan C bersifat jangka panjang dan lebih berbahaya, sebagian bahkan bisa menjadi hepatitis menahun dan kanker hati. Sedangkan hepatitis A, hampir semuanya sembuh sempurna. Hepatitis virus memang merupakan penyakit hati yang banyak ditemukan di dunia, lebih banyak di Indonesia dibandingkan dengan angka kejadian di Amerika atau Eropa. Sesuai dengan namanya, penyebabnya adalah virus yang menyerang hati. Ada lima jenis virus hepatitis yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Yang banyak ditemukan di Indonesia adalah virus hepatitis A, virus hepatitis B, dan virus hepatitis C. Memang virus hepatitis A berbeda dengan virus hepatitis B dan C. Cara penularan virus hepatitis A adalah melalui saluran cerna. Artinya penyebarannya dapat melalui makanan atau minuman/air yang terkontaminasi virus. Sementara cara penularan virus hepatitis B melalui transfusi darah dan hubungan seksual. Sedangkan virus hepatitis C terutama ditularkan melalui jarum suntik pengguna narkotika dan transfusi darah. Dari penelitian tidak terbukti adanya penularan dari ibu ke janin pada infeksi HAV, namun pada infeksi HBV dan HCV dapat terjadi. Masa inkubasi (waktu yang dibutuhkan dari saat virus pertama kali masuk ke badan hingga timbul gejala penyakit) pun berbeda. Virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi yang lebih pendek, sekitar 15 hari, sedangkan virus hepatitis B dan C lebih panjang (rata-rata sekitar 50 - 90 hari). Gejala hepatitis virus bervariasi, mulai dari yang tanpa gejala, infeksi ringan sampai sedang, hingga kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut. Rasa lelah, mual, muntah, tidak nafsu makan dan gejala seperti flu adalah gejala-gejala klinis yang sering dijumpai pada sebagian besar kasus di awal infeksi. Pada beberapa kasus selanjutnya dapat timbul kuning di mata dan kulit (ikterus). Ikterus infeksi hepatitis A sering kali tampak lebih hebat. Bila diperiksakan kadar SGOT, SGPT dan bilirubin darah akan meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan HBV dan HCV. Sebagian kasus hepatitis virus akan sembuh spontan, pada hepatitis A kesembuhan mendekati 100 persen. Dalam perkembangan penyakitnya, hepatitis A tidak akan menyebabkan penyakit yang bersifat menahun di kemudian hari. Demikian pula risiko komplikasi yang berat, hampir tidak ada. Untuk itu, memang sebagian besar pasien hepatitis A boleh istirahat di rumah guna memulihkan kondisinya. Rawat inap dilakukan bila pasien mengalami mual dan muntah yang hebat sehingga terjadi kekurangan cairan atau mata kuning sekali atau ada tanda-tanda gagal hati, yang amat jarang terjadi. Hal yang harus dilakukan selama perawatan di rumah adalah mempertahankan asupan kalori dan cairan dalam jumlah yang cukup, kurangi aktivitas fisik yang berlebihan dan istirahat.
BLOK 9 2013 Tidak ada obat spesifik untuk infeksi hepatitis A ini, bahkan konsumsi obat-obatan yang tidak perlu harus dihentikan. Hal ini berbeda dengan hepatitis B dan C. Walaupun di awal penyakit cukup banyak pasien yang tanpa gejala dan seolah sembuh spontan, namun untuk jangka panjang hepatitis B dan hepatitis C dapat berkembang menjadi penyakit kronis yaitu bila keberadaan virus dalam darah lebih dari enam bulan. Hal lain yang dikhawatirkan adalah infeksi yang kronis ini dalam beberapa tahun kemudian dapat berkembang menjadi penyakit hati menahun yang disebut sirosis hati dan kanker hati. Untuk itu, pasien dengan infeksi HBV dan HCV dianjurkan untuk istirahat total di awal penyakitnya dan menjalani terapi obat pada kasus kronis. Hanya kendalanya adalah dari segi biaya yang relatif mahal. Hal lain yang harus dilakukan adalah kontrol teratur dan melakukan pemeriksaan USG hati secara berkala. Dengan demikian akan segera dapat dideteksi bila ada perkembangan penyakit ke arah yang kurang baik. Karena itulah, masih 'lebih untung' terkena infeksi hepatitis A dibandingkan bila terkena infeksi hepatitis B atau C. Tapi mencegah agar tidak terkena infeksi apapun, termasuk infeksi hepatitis A, tentu lebih baik. Untuk itu gaya hidup sehat, kebiasaan mencuci tangan serta sanitasi yang baik menjadi prioritas utama. Pilihan lain adalah vaksinasi. Patofisiologi Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan terbawa sampai ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun. Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada alkoholik. Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba / palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak. Hepatitis viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik dan akut. Klasifikasi hepatitis viral akut dapat dibagi atas hepatitis akut viral yang khas, hepatitis yang tak khas (asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik, hepatitis viral anikterik dan hepatitis viral ikterik. Hepatitis virus kronik dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik lobular, dan hepatitis kronik aktif. Virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi singkat/hepatitis infeksiosa, panas badan (pireksia)
BLOK 9 2013 didapatkan paling sering pada hepatitis A. Hepatitis tipe B mempunyai masa inkubasi lama atau disebut dengan hepatitis serum. Hepatitis akibat obat dan toksin dapat digolongkan ke dalam empat bagian yaitu: hepatotoksinhepatotoksin direk, hepatotoksin-hepatotoksin indirec, reaksi hipersensitivitas terhadap obat, dan idiosinkrasi metabolik. Obat-obat yang dapat menyebabkan gangguan/kerusakan hepar adalah: Obat anastesi Obat antibiotik Obat antiinflamasi Obat antimetabolik dan imunosupresif Antituberkulosa hormon-hormon obat psikotropik Lain-lain, contoh phenothiazine Penyakit Hepatitis Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia. Hepatitis diketegorikan dalam beberapa golongan, diantaranya hepetitis A,B,C,D,E,F dan G. Di Indonesia penderita penyakit Hepatitis umumnya cenderung lebih banyak mengalami golongan hepatitis B dan hepatitis C. Penyakit Hepatitis A Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan jarang sekali menyebabkan kematian, Virus hepatitis A (VHA=Virus Hepatitis A) penyebarannya melalui kotoran/tinja penderita yang penularannya melalui makanan dan minuman yang terkomtaminasi, bukan melalui aktivitas sexual atau melalui darah. Sebagai contoh, ikan atau kerang yang berasal dari kawasan air yang dicemari oleh kotoran manusia penderita. Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak penularan terjadi, barulah kemudian penderita menunjukkan beberapa tanda dan gejala terserang penyakit Hepatitis A. 1. Gejala Hepatitis A Pada minggu pertama, individu yang dijangkiti akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat. Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll.
BLOK 9 2013
2. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis A Penderita yang menunjukkan gejala hepatitis A seperti minggu pertama munculnya yang disebut penyakit kuning, letih dan sebagainya diatas, diharapkan untuk tidak banyak beraktivitas serta segera mengunjungi fasilitas pelayan kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan dari gejala yang timbul sepertiparacetamol sebagai penurun demam dan pusing, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan serta obat-obatan yang mengurangi rasa mual dan muntah. Sedangkah langkah-langkah yang dapat diambil sebagai usaha pencegahan adalah dengan mencuci tangan dengan teliti, dan suntikan imunisasi dianjurkan bagi seseorang yang berada disekitar penderita. "Hepatitis A itu self limiting disease (bisa sembuh dengan sendirinya), jadi dibiarkan saja bisa sembuh sendiri. Tidak perlu terlalu dihebohkan begitu. Tidak perlu khawatir, tidak harus dirawat di rumah sakit, dengan bed rest saja bisa sembuh," jelas Prof Dr Ali Sulaiman, SpPD-KGEH dari Pokja Hepatitis. Penyakit Hepatitis B Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang tergolong berbahaya didunia, Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun. Seperti hal Hepatitis C, kedua penyakit ini dapat menjadi kronis dan akhirnya menjadi kanker hati. Proses penularan Hepatitis B yaitu melalui pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis B. Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain penularan dari ibu ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik, maupun penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-sama. Hepatitis B dapat menyerang siapa saja, akan tetapi umumnya bagi mereka yang berusia produktif akan lebih beresiko terkena penyakit ini. 1. Gejala Hepatitis B Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera). Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko. Atau Gejala Hepatitis B Ringan Sering Tidak Nampak Salah satu hal yang mengkawatirkan mengenai penyakit ini adalah hepatitis B ringan seringkali tidak menampakkan gejala kecuali dilakukan pemeriksaan darah. Penderita hepatitis B ringan terlihat segar bugar dan tidak menunjukkan tanda- tanda sakit. Di Indonesia sendiri, tingkat penularan virus ini sangat tinggi karena faktor besarnya jumlah pembawa virus yang tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi. Selain itu penularan dari ibu ke anaknya juga masih
BLOK 9 2013 sangat tinggi karena upaya tingkat pencegaha hepatitis B pada ibu hamil belum sebaik di negaranegara maju. Jika hepatitis B sudah memasuki fase berat, maka beberapa gejala akan mulai nampak, yaitu penderita sering mengalami flu, hilang nafsu makan, mual, muntah, mudah lelah, penurunan berat badan, urin menjadi gelap, mata kuning dan sebagainya. 2. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis B Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang ditegakkan maka akan dilakukan periksaan darah. Setelah diagnosa ditegakkan sebagai Hepatitis B, maka ada cara pengobatan untuk hepatitis B, yaitu pengobatan telan (oral) dan secara injeksi. a. Pengobatan oral yang terkenal adalah ; - Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang dikenal dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun anak-anak, Pemakaian obat ini cenderung meningkatkan enzyme hati (ALT) untuk itu penderita akan mendapat monitor bersinambungan dari dokter. - Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara oral akan lebih efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh buruk terhadap fungsi ginjal. - Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada penderita Hepatitis B kronik, efek samping dari pemakaian obat ini adalah sakit kepala, pusing, letih, mual dan terjadi peningkatan enzyme hati. Tingkat keoptimalan dan kestabilan pemberian obat ini belum dikatakan stabil. b. Pengobatan dengan injeksi/suntikan adalah ; Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel radioaktif pemancar sinar yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya. Injeksi Alfa Interferon (dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN, ROFERON) diberikan secara subcutan dengan skala pemberian 3 kali dalam seminggu selama 12-16 minggu atau lebih. Efek samping pemberian obat ini adalah depresi, terutama pada penderita yang memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa sakit pada otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal ini dapat dihilangkan dengan pemberian paracetamol. Langkah-langkah pencegahan agar terhindar dari penyakit Hepatitis B adalah pemberian vaksin terutama pada orang-orang yang beresiko tinggi terkena virus ini, seperti mereka yang berprilaku sex kurang baik (ganti-ganti pasangan/homosexual), pekerja kesehatan (perawat dan dokter) dan mereka yang berada didaerah rentan banyak kasus Hepatitis B. Penyakit Hepatitis C Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (VHC). Proses penularannya melalui kontak darah {transfusi, jarum suntik (terkontaminasi), serangga yang
BLOK 9 2013 menggiti penderita lalu mengigit orang lain disekitarnya}. Penderita Hepatitis C kadang tidak menampakkan gejala yang jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker (cancer) hati. Sejumlah 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. 1. Gejala Hepatitis C Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal. Walaupun pasien sirosis sebagian besar memiliki lebih dari satu penyebab, hepatitis C kronis dan konsumsi alkohol berat secara tradisional menjadi penyebab paling umum dari sirosis. Alkohol Konsumsi alkohol yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati. Sirosis terjadi tergantung pada seberapa sering seseorang minum alkohol. Tiga puluh persen orang yang minum 8 oz. atau lebih bir atau minuman keras selama 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis. 2. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis C Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti Interferon alfa, Pegylated interferon alfa dan Ribavirin. Adapun tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati. Pengobatan pada penderita Hepatitis C memerlukan waktu yang cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak dapat menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium awalnya. Hepatitis D Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. Hepatitis D, juga disebut virus delta, adalah virus cacat yang memerlukan pertolongan virus hepatitis B untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang terinfeksi hepatitis B. Virus hepatitis D (HDV) adalah yang paling jarang tapi paling berbahaya dari semua virus hepatitis.
BLOK 9 2013 Pola penularan hepatitis D mirip dengan hepatitis B. Diperkirakan sekitar 15 juta orang di dunia yang terkena hepatitis B (HBsAg +) juga terinfeksi hepatitis D. Infeksi hepatitis D dapat terjadi bersamaan (koinfeksi) atau setelah seseorang terkena hepatitis B kronis (superinfeksi). Orang yang terkena koinfeksi hepatitis B dan hepatitis D mungkin mengalami penyakit akut serius dan berisiko tinggi mengalami gagal hati akut. Orang yang terkena superinfeksi hepatitis D biasanya mengembangkan infeksi hepatitis D kronis yang berpeluang besar (70% d- 80%) menjadi sirosis. Tidak ada vaksin hepatitis D, namun dengan mendapatkan vaksinasi hepatitis B maka otomatis Anda akan terlindungi dari virus ini karena HDV tidak mungkin hidup tanpa HBV. Hepatitis alkoholik Hepatitis alkoholik menggambarkan peradangan hati yang disebabkan oleh minuman alkohol. Meskipun hepatitis alkoholik yang paling mungkin terjadi pada pecandu minuman keras selama bertahun-tahun, namun mengonsumsi alkohol dan hepatitis alkoholik mempunyai hubungan yang kompleks. Tidak semua pecandu minuman keras menderita hepatitis alkoholik, dan penyakit ini juga dapat terjadi pada orang yang hanya minum sedikit. Jika telah didiagnosis menderita hepatitis alkoholik, hal ini berarti harus berhenti total minum alkohol. Orang yang terus minum alkohol dapat terus memperparah kerusakan hati yang lebih serius yaitu sirosis dan gagal hati. Penyebab : Hepatitis alkoholik terjadi ketika hati rusak oleh alkohol yang telah dikonsumsi. Mekanisme bagaimana alkohol dapat menimbulkan kerusakan hati pada pecandu alkohol belum diketahui secara jelas. Proses pemecahan etanol yang merupakan alkohol yang terkandung dalam bir, anggur dan minuman keras dapat menghasilkan bahan kimia sangat beracun, seperti asetaldehida. Bahan kimia ini memicu peradangan yang menghancurkan sel-sel hati. Kemudian jaringan hati yang sehat digantikan oleh jaringan parut yang ditimbulkan akibat luka peradangan. Hal tersebut akan mengganggu kemampuan hati untuk berfungsi dengan baik. Pembentukan jaringan parut merupakan kerusakan irreversible yang disebut sirosis, merupakan tahap akhir dari hepatitis alkoholik. Gejala : Bentuk ringan dari hepatitis alkoholik mungkin tidak menyebabkan masalah yang nyata, tetapi perkembangan penyakit ini akan menyebabkan hati lebih rusak, tanda dan gejala yang mungkin terjadi, antara lain:
Kehilangan nafsu makan Mual dan muntah Nyeri perut dan nyeri teka Kulit dan putih mata menguning (jaundice) Demam Perut bengkak akibat penumpukan cairan (asites) Kelelahan
BLOK 9 2013 Berkonsultasilah dengan dokter jika memiliki tanda atau gejala hepatitis alkoholik. Jika pernah merasa seolah-olah tidak bisa mengontrol minum, maka berkonsultasilah dengan dokter. Pengobatan :
Hentikan minum alkohol Jika telah didiagnosa menderita hepatitis alkoholik, maka harus berhenti minum alkohol. Ini satu-satunya cara untuk menghentikan kerusakan hati atau untuk mencegah berkembangnya penyakit menjadi lebih parah. Jika terus minum alkohol, maka kemungkinan akan mengalami komplikasi yang serius. Jika sudah ketergantungan dengan alkohol dan ingin berhenti, dokter dapat merekomendasikan terapi yang disesuaikan pada kondisi ketergantungan. Terapi tersebut mungkin termasuk obat-obatan, konseling, dll. Terapi untuk malnutrisi Dokter mungkin menyarankan diet khusus untuk memperbaiki kondisi kekurangan gizi yang dapat terjadi pada orang dengan hepatitis alkoholik. Dokter dapat merujuk pada ahli gizi yang dapat membantu menilai pola makan saat ini dan menyarankan perubahan untuk meningkatkan vitamin dan nutrisi. Obat untuk mengurangi peradangan hati Penderita hepatitis alkoholik berat dapat mempertimbangkan pengobatan jangka pendek dengan obat-obatan untuk mengurangi peradangan hati. Dalam situasi tertentu, dokter dapat merekomendasikan kortikosteroid atau pentoxifylline. Transplantasi hati Bila fungsi hati sangat terganggu, transplantasi hati mungkin satusatunya pilihan bagi sebagian orang. Meskipun transplantasi hati sering berhasil, jumlah orang yang membutuhkan transplantasi jauh melebihi jumlah organ yang tersedia. Beberapa pusat kesehatan mungkin enggan untuk melakukan transplantasi hati pada penderita hepatitis alkoholik karena kemungkinan sebagian besar akan kembali mengonsumsi minuman keras setelah operasi.
Read more: http://doktersehat.com/hepatitis-alkoholik/#ixzz1hbiLtXgq
Hepatitis E Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri (self-limited), keculai bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan Hepatitis E mirip dengan hepatitis A. Virus hepatitis E (HEV) ditularkan melalui kotoran manusia ke mulut dan menyebar melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Tingkat tertinggi infeksi hepatitis E terjadi di daerah bersanitasi buruk yang mendukung penularan virus. Hepatitis E menyebabkan penyakit akut tetapi tidak menyebabkan infeksi kronis. Secara umum, penderita hepatitis E sembuh tanpa penyakit jangka panjang. Pada sebagian sangat kecil pasien (1-4%), terutama pada ibu hamil, hepatitis E menyebabkan gagal hati akut yang berbahaya. Saat ini belum ada vaksin hepatitis E yang tersedia secara komersial. Anda hanya dapat mencegahnya melalui penerapan standar kebersihan yang baik.
BLOK 9 2013 . Penularan melalui air yang terkontaminasi feces. PEMERIKSAAN PENUNJANG - Faal Hati yang sesungguhnya. Hati merupakan organ padat yang terbesar yang letaknya di rongga perut bagian kanan atas. Organ ini mempunyai peran yang penting karena merupakan regulator dari semua metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Tempat sintesa dari berbagai komponen protein, pembekuan darah, kolesterol, ureum dan zat-zat lain yang sangat vital. Selain itu, juga merupakan tempat pembentukan dan penyaluran asam empedu serta pusat pendetoksifikasi racun dan penghancuran (degradasi) hormon-hormon steroid seperti estrogen. Pada jaringan hati, terdapat sel-sel Kupfer, yang sangat penting dalam eliminasi organisme asing baik bakteri maupun virus. Karena itu untuk memperlihatkan adanya gangguan faal hati, terdapat satu deretan tes yang biasanya dibuat untuk menilai faal hati tersebut. Perlu diingat bahwa semua tes kesehatan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang berlainan, maka interpretasi dari hasil tes sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. - Tes Faal Hati untuk lebih menilai hepatitis secara spesifik Karena faal hati dalam tubuh mempunyai multifungsi maka tes faal hatipun beraneka ragam sesuai dengan apa yang hendak kita nilai. Untuk fungsi sintesis seperti protein, zat pembekuan darah dan lemak biasanya diperiksa albumin, masa protrombin dan cholesterol. Fungsi ekskresi/transportasi, diperiksa bilirubin, alkali fosfatase. -GT. Kerusakan sel hati atau jaringan hati, diperiksa SGOT(AST), SGPT(ALT). Adanya pertumbuhan sel hati yang muda (karsinoma sel hati), alfa feto protein. Kontak dengan virus hepatitis B yaitu; HBsAg, AntiHBs, HBeAg, anti HBe, Anti HBc, HBVDNA, dan virus hepatitis C yaitu; anti HCV, HCV RNA, genotype HCV. - Secara umum ada 2 macam gangguan faal hati. 1. Peradangan umum atau peradangan khusus di hati yang menimbulkan kerusakan jaringan atau sel hati. 2. Adanya sumbatan saluran empedu. - Aneka macam hasil tes faal hati yang terganggu. Tes faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang sistemik yang bukan virus hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya ditandai dengan demam tinggi, myalgia, nausea, asthenia dan sebagainya. Disini faal hati terlihat akan terjadinya peningkatan SGOT, SGPT serta -GT antara 3-5X nilai normal. Albumin dapat sedikit menurun bila infeksi sudah terjadi lama dan bilirubin dapat meningkat sedikit terutama bila infeksi cukup berat. (lihat table 1) Tes faal hati pada hepatitis virus akut maupun drug induce hepatitis. Faal hati seperti Bilirubindirect/indirect dapat meningkat biasanya kurang dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis kolestatik,bilirubin dapat lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5 sampai 20 kali nilai normal. -GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal, kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi. Albumin/globulin biasanya masih normal
BLOK 9 2013 kecuali bila terjadi hepatitis fulminan maka rasio albumin globulin dapat terbalik dan masa protrombin dapat memanjang ( lihat tabel2) Tes faal hati pada sumbatan saluran empedu. Bilirubin direct/indirect dapat tinggi sekali (>20 mg%), terutama bila sumbatan sudah cukup lama. Peningkatan SGOT dan SGPT biasanya tidak terlalu tinggi, sekitar kurang dari 4 kali nilai normal. -GT dan alkalifosfatase meningkat sekali dapat lebih dari 5 kali nilai normal. Kolesterol juga meningkat (lihat table 3). Tes faal hati pada perlemakan hati (fatty liver). Albumin/globulin dan Bilirubin biasanya masih normal. SGOT dan SGPT meningkat sekitar 2 sampai 3 kali nilai normal demikian juga -GT dan alkalifosfatasemeningkat sekitar sampai 1 kali dari nilai normal . Kadar triglyserida dan kolesterol juga terlihat meninggi. Kelainan ini sering pada wanita dengan usia muda/pertengahan, gemuk dan biasanya tidak ada keluhan atau mengeluh adanya perasaan tak nyaman pada perut bagian kanan atas. Pada kasus perlemakan hati yang primer maka semua pertanda hepatitis C harus negatif. (lihat tabel 4) - Adanya pertanda hepatitis virus dalam darah penderita. Penderita hepatitis A akut atau baru sembuh dari hepatitis A, ditandai dengan IgM anti HAV yang positif. Sedang IgG anti HAV positif sering ditemukan pada anak atau orang dewasa dari negara berkembang dengan sanitasi lingkungan yang jelek. Ini menandakan penderita pernah terinfeksi virus hepatitis A dimasa lalu. Karena itu prevalensi IgG HAV dapat dipakai sebagai indeks sanitasi lingkungan suatu negara. Sembuh dari infeksi Hepatitis B, ditandai dengan menghilangnya HBsAg dan timbulnya anti HBs. Sedang IgM Anti HBc pos, berarti baru (recent) terinfeksi dengan hepatitis B. Hepatitis B yang menahun. 1. Hepatitis kronis fase replikatip/toleran. Ditandai dengan HBsAg+, HbeAg+, HBVDNA+ ( kuantitatif dapat >105 copy/ml). Tapi Faal hatinya normal. 2. Hepatitis kronis reaktif aktif (necro-inflamatory stage). Ditandai dengan HBsAg+, HBeAg+, HBVDNA+ (kuantitatif dapat >105 copy/ml). Tapi Faal hati nya Abnormal, terutama SGOT/PT tinggi (>3X nilai normal), albumin/globulin biasanya masih normal, bilirubin dapat menigkat sedikit (< dari 3 mg%) 3. Hepatitis khronis B mutant. Disini HBsAg+, HBeAg negatif, tetapi anti HBe+, dan HBV DNA+. Liver fungsinya terganggu. Biasanya penderita ini, mempunyai penyakit hati yang lebih berat. 4. Hepatitis inaktif/integratif. HBsAg+, Anti HBe+, HBV DNA negatif atau dibawah < 3 10 copy/ml dan faal hatinya normal. 5. Sirosis hati B, rasio albumin/globulin terbalik, Bilirubin meningkat (< dari 5 mg%), SGOT> SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d 4 kali normal, tapi pada yang sirosis berat SGOT/SGPT dapat normal. HBsAg+, HBeAg/anti HBe dapat positif. HBV-DNA seringnya sudah negatif.
BLOK 9 2013 Hepatitis C 1. Sembuh dari hepatitis C, ditandai dengan anti HCV+, HCV-RNA (negatif), faal hati yang normal. 2. Hepatitis C kronik, ditandai dengan Anti HCV+, HCV-RNA +, faal hati sebagian terbesar terganggu, tapi bisa normal pada sebagian kecil penderita. 3. Sirosis hati C, rasio albumin/globulin terbalik, Bilirubin meningkat( < dari 5mg%), SGOT > SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d 4 kali normal, tapi pada yang sirosis berat SGOT/SGPT dapat normal. Anti HCV dan HCV-RNA positif. Genotype hepatitis. Pada hepatitis B ada 8 genotipe dan diberi nama abjad A sampai dengan H. Di Indonesia terutama genotipe B dan C. Hepatitis C ada 6 genotipe dan diberi nama angka 1 sampai 6. Dalam satu genotipe ada dibagi lagi menjadi sub-genotipe dan tambahan huruf kecil dari a sampai c. Di Indonesia yang terbanyak adalah genotipe 1b. (> 65%) - Kelainan faal hati yang tidak specific Hal ini biasanya terjadi pada penderita penyakit hati yang telah mempengaruhi fungsi dari organ lain seperti ginjal, paru jantung dsb. Dalam hal seperti ini, gambaran klinis serta pemeriksaan penunjang seperti USG, CT scan dan ERCP (Endoscopy Retrograde Cholangio Pancreatography) atau bahkan biopsi hati biasanya diperlukan untuk menegakan diagnosisnya. - Hasil laboratorium faal hati yang normal pada penderita penyakit hati yang menahun. Penderita kronik hepatitis B pada yang fase replikatif, inaktif/integratif sering menunjukan hasil laboratorium yang normal. Juga pada penderita hepatitis C (dengan HCV-RNA+), juga dapat menunjukan tes faal hati yang normal. Pada penderita sirosis hati yang kompensata juga sering mempunyai tes faal hati yang normal. Pada sirosis hati yang sudah lanjut sering kita mendapatkan kadar SGPT/SGOT normal, hal ini terjadi karena jumlah sel hati pada sirosis berat sudah sangat kurang sehingga kerusakan sel hati relatif sedikit. Tapi kadar bilirubin akan terlihat meninggi dan perbandinganalbumin/globulin akan terbalik. Bila kita cermati lebih teliti maka kadar SGOT akan lebih tinggi SGPT. - Pelaporan hasil petanda hepatitis virus secara kuantitatif dan kualitatif. 1. Hepatitis B. Pemeriksaan kualitatif selalu lebih sensitif dari pada pemeriksaan kuantitatif. Cara pemeriksaan kuantitiatif hepatitis B dikerjakan dengan bermacam cara dan tiap cara mempunyai sensitivitas tertentu dan juga pelaporannya dapat memakai satuan tertentu. Lihat tabel 5. Hasil kuantitiatif hepatitis B diatas 105 copy/ml dianggap batas untuk diobati. 2. Hepatitis C. Juga pemeriksaan kualitatif lebih sensitif dari kuantitatif. Ada bermacam cara pemeriksaan kuantiatif HCV dan mempunyai rentang sensitivitas yang berbeda. Hasil kuantitatif dari 1 cara pemeriksaan kuantitatif HCV, tidak dapat disamakan hasilnya dengan pemeriksaan HCV dengan cara yang lain.
BLOK 9 2013 Pemerikasaan Laboratorium Untuk Deteksi Hepatitis Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengidap hepatitis dilakukan untuk memastikan diagnosis, mengetahui penyebab hepatitis dan menilai fungsi organ hati (liver). Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi hepatitis terdiri dari atas tes serologi dan tes biokimia hati. o Tes serologi adalah pemeriksaan kadar antigen maupun antibodi terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis. o Tes biokimia hati adalah pemeriksaan sejumlah parameter zat-zat kimia maupun enzim yang dihasilkan jaringan hati (liver). Dari tes biokimia hati inilah dapat diketahui derajat keparahan atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi organ hati (liver) dapat dinilai.Beberapa jenis parameter biokimia yang diperiksa adalah AST (aspartat aminotransferase), ALT (alanin aminotransferase), alkalin fosfate, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. Pemeriksaan ini biasa dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi perkembangan penyakit maupun perbaikan sel dan jaringan hati (liver). Pemeriksaan HbsAg. Yakni untuk mendeteksi adanya antigen virus dalam tubuh, sebagai penanda awal terjadinya infeksi Hepatitis B. Pemeriksaan antiHBs. Untuk mendeteksi adanya kekebalan atau antibodi terhadap virus Hepatitis B. Pemeriksaan IgM antiHBc. Untuk mendeteksi antibodi terhadap HbcAg. (penanda pernah terinfeksi hepatitis B). Pemeriksaan HbeAg dan Anti Hbe. Untuk mendeteksi apakah sedang terjadi replikasi virus aktif atau tidak dalam tubuh penderita. Pemeriksaan HBV DNA kuantitatif. Untuk mengetahui seberapa besar proses replikasi virus sedang terjadi di dalam tubuh. Tetapi hanya dilakukan bila penderita terinfeksi Hepatitis B, sehingga dapat ditemukan pada tipe mutant. Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk melacak hepatitis virus C antara lain dengan; Anti HCV. Untuk mengetahui apakah penderita terpapar Hepatitis C. HCV RNA kuantitatif. Untuk mengetahui seberapa besar aktifitas Virus Hepatitis C. Saat ini, hasil pemeriksaan immunologi untuk deteksi hepatitis virus tersebut selain HBV DNA dan HCV RNA, dapat diketahui segera (One Day Sevice/sehari jadi). Perkembangan di bidang diagnostika laboratorium tersebut, tentunya akan mempercepat penanganan oleh dokter, sehingga dapat diambil langkah-langkah yang tepat bagi penderita Hepatitis A, B maupun C. Tipe Hepatitis Lain Hepatitis yang disebabkan oleh alkohol, narkoba, obat, atau pun racun mengakibatkan gejala yang sama seperti hepatitis virus. Tugas hati adalah untuk menguraikan zat yang terdapat dalam darah, dan beban dapat menjadi terlalu berat. Beberapa obat yang dipakai untuk memerangi HIV atau pun penyakit terkait AIDS dapat mengakibatkan hepatitis. Begitu juga dengan parasetamol/asetaminofen (nama merek antara lain Bodrex dan Panadol), obat penawar nyeri yang umum.
BLOK 9 2013 Pengobatan yang paling baik untuk tipe hepatitis ini adalah menghentikan penggunaan alkohol, narkoba atau obat yang mengganggu hati. Jika hepatitis disebabkan oleh IO terkait AIDS maka IO itu harus ditangani agar hati dapat pulih. Berikut beberapa cara untuk melindungi diri dari infeksi hepatitis B dan C, yaitu: - Periksa kesterilan jarum yang digunakan untuk tindik telinga maupun bagian tubuh lain, tato, akupunktur, maupun elektrodialisis. - Hindari berbagi jarum suntik dengan orang lain. - Hindari penggunaan bersama/ bergantian gunting kuku, pisau cukur, sikat gigi, dan bendabenda lain yang mungkin kontak dengan darah. - Lakukan pemeriksaan berkala terhadap hepatitis B dan C jika Anda adalah orang-orang yang berisiko tinggi, misalkan tenaga kesehatan atau pernah menerima transplantasi organ, transfusi darah, bertukar jarum suntik, seks tanpa pengaman, dan lain-lain. Adapun apabila hati Anda telah mengalami kerusakan, ada beberapa cara untuk menjaga agar perusakan hati tidak berlanjut. Anda harus segera berkonsultasi dengan dokter atau profesional medis mengenai kondisi Anda sebenarnya. Secara umum, beberapa langkah berikut dapat membantu Anda: -Hindari alkohol dan segala jenis makanan atau obat yang bersifat toksik terhadap hati. Hati menganggap alkohol sebagai zat beracun, jadi hati menyaring dan membuangnya. Ketika seseorang terinfeksi hepatitis C, alkohol dapat secara signifikan meningkatkan perusakan hati. Hindari konsumsi alkohol bersamaan dengan asetaminofen (obat penghilang rasa sakit yang dijual bebas di pasaran). Ketika Anda mengonsumsinya secara bersamaan, hal itu dapat memperparah perusakan hati. - Makanlah makanan sehat. Ketika hati Anda mengalami kerusakan, tubuh tidak akan mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.Anda akan merasa lelah atau lemas. Anda juga akan kehilangan nafsu makan. Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk menjaga asupan nutrisi harian yang Anda butuhkan untuk menjaga berat badan dan energi pada level yang seharusnya. Referensi http://medicastore.com/hepatitis_c/infeksi_hepatitis.htm http://www.medistra.com/index.php?option=com_content&view=article&id=106 http://www.helmigs.com/healtharticles_content_hepatitis_id.php http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=1264&id=7 http://www.medicinenet.com/viral_hepatitis/article.htm http://labtestsonline.org/understanding/conditions/hep/
Problem Definition Mengapa laki-laki tersebut merasakan keluhan mata kuning, rasa mual, dan cepat lelah ? Mengapa perut bagian kanan atas terasa tidak enak ? Apakah normal kondisi pria tersebut dengan tinggi 160 cm dan berat badan 100 kg ? kalau tidak normal apakah ada hubunagannya dengan keadaan pria tersebut sekarang ? Mengapa kadar trigliserid dan kolesterol tinggi ? apakah ada kaitanya dengan dia sebagai pecandu alcohol ? Bagaimana metabolism alcohol dan kolesterol dalam hepar ? Pemeriksaan apa yang di butuhkan dalam penegakan diagnosis ? Dari gejala dan pemeriksaan apakah diagnosis pasien tersebut dan penatalaksanaan, DD, manifestasi klinis, dan komplikasinya ?
Materi Pembahasan... METABOLISME ALKOHOL DI HEPAR Etanol larut dalam air, sehingga akan benar-benar mencapai setiap sel setelah dikonsumsi (Miller dan Mark, 1981). Alkohol yang dikonsumsi akan diabsorpsi termasuk yang melalui saluran pernafasan. Penyerapan terjadi setelah alkohol masuk kedalam lambung dan diserap oleh usus kecil. Hanya 5-15% yang diekskresikan secara langsung melalui paru-paru, keringat dan urin (Schuckit, 1984; Adiwisastra, 1987). Alkohol mengalami metabolisme diginjal, paru-paru dan otot, tetapi umumnya di hati, kira-kira 7 gram etanol per jam, dimana 1 gram etanol sama dengan 1 ml alkohol 100% (Schuckit, 1984). Timbulnya keadaan yang merugikan pada pengkonsumsi alkohol diakibatkan oleh alkohol itu sendiri ataupun hasil metabolismenya. Sesuai dengan pendapat Miller dan Mark (1991), etanol mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Para ahli banyak berpendapat mengenai akibat yang ditimbulkan etanol, diantaranya Dreisbach (1971) menyatakan bahwa etanol akan menekan sistem saraf pusat secara tidak teratur tergantung dari jumlah yang dicerna, dikatakan pula bahwa etanol secara akut akan menimbulkan oedema pada otak serta oedema pada saluran gastrointestinal. Linder (1992) menyatakan bahwa asetaldehid, yang merupakan senyawa antara alkohol dan asetat, bersifat patogen jika dikonsumsi secara berlebihan. Lu (1995) menyatakan bahwa hipoksia atau zat penyebab hipoksia (CO2 dan CO) dapat bersifat teratogen dengan mengurangi O2 dalam proses metabolisme yang membutuhkan O2. Hal tersebut dapat menyebabkan oedema dan hematoma yang pada akhirnya dapat menyebabkan kelainan bentuk. Menurut Alfin-Slater dan Aftergood (1980); Linder (1992), konsumsi alkohol akan menyebabkan meningkatnya kada laktat dalam darah. Peningkatan laktat dalam darah dapat menekan ekskresi asam urat
The scret 12 dalam urin dan menyebabkan peningkatan asam urat dalam plasma (Lieber, 1992 ; Linder, 1992). (UPI) Absorbsi dan Distribusi alkohol Alkohol yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan diabsorbsi melalui mukosa mulut dan epitel gastrointestinal dan sebagian besar (80%) diabsorbsi di usus halus, sisanya diabsorbsi di kolon. Kecepatan absorbsi tergantung pada takaran dan konsentrasi alkohol dalam minuman yang mengisi lambung dan usus. Bila konsentrasi optimal alkohol diminum dan dimasukkan dalam lambung yang kosong maka kadar puncak dalam darah telah dapat dideteksi pada 30 - 90 menit sesudahnya (Zakhari, 2006). Setelah diabsorbsi, alkohol akan didistribusikan ke semua jaringan dan cairan tubuh serta cairan jaringan. Sekitar 90 - 98% alkohol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi, sedangkan 2 - 10%nya diekskresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru-paru maupun ginjal. Sebagian kecil akan dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu dan air ludah (Darmono, 2000 ). Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai dengan kadar air jaringan tersebut. Semakin hidrofil jaringan semakin tinggi kadar alkoholnya. Biasanya dalam 12 jam telah tercapai keseimbangan kadar alkohol dalam darah, usus, dan jaringan lunak ( Zakhari, 2006 ).
Metabolisme Alkohol Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami serangkaian proses biokimia. Alkohol yang dikomsumsi 90%, diantaranya akan dimetabolisme oleh tubuh terutama hati oleh enzim alkoholdehirogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinokleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO dan H O. Piruvat, levulosa
2 2
(fruktosa), gliseraldehida dan alanin akan mempercepat metabolism alkohol (Lieber, 1994) Metabolisme alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu jalur sitosol, jalur peroksisom dan jalur mikrosom. a. Jalur Sitosol/Lintasan Alkohol Dehidrogenase. Jalur ini adalah proses oksidasi dengan melibatkan enzim alkohol dehidrogenase (ADH). Proses oksidasi dengan menggunakan alkohol dehidrogenase terutama terjadi di dalam hepar. Metabolisme alkohol oleh ADH akan menghasilkan asetaldehid yang merupakan produk yang sangat reaktif dan sangat beracun sehingga menyebabkan kerusakan beberapa jaringan atau sel (Zakhari, 2006) b. Jalur Peroksisom/Sistem Katalase Melalui enzim katalase yang terdapat dalam peroksisom (peroxysome) hidrogen yang dihasilkan dari metabolism alkohol dapat mengubah keadaan redoks, dan pada pemakaian alkohol yang lama dapat mengecil. Perubahan ini dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat, yang menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat sintesa protein ( Zakhari, 2006)
The scret 12 c. Jalur Mikrosom Jalur ini juga sering disebut dengan sistem SOEM (Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom). yang terletak dalam retikulum endoplasma. Dengan pertolongan 3 komponen mikrosom ( sitokrom P-450, reduktase dan lesitin) alkohol diuraikan menjadi asetaldehid (Zakhari, 2006).
Gambar metabolism Alkohol Alkohol akan diubah menjadi asetaldehid, kemudian akan diubah menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase di dalam mitokondria. Pemakaian alkohol yang lama akan menimbulkan perubahan pada metokondria, yang menyebabkan berkurangnya kapasitas untuk oksidasi lemak. Semua yang tersebut diatas menyebabkan terjadinya perlemakan hati. Perubahan pada Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom yang disebabkan pemakaian alkohol berlangsung lama dapat menginduksi dan meningkatkan metabolisme obat-obatan, meningkatkan lipoprotein dan menyebabkan hyperlidemia (Lieber, 1994). Reaktive Oxygen Species (ROS) dihasilkan secara alami dalam jumlah kecil selama reaksi metabolisme tubuh dan dapat bereaksi dengan molekul seluler dan kerusakan kompleks seperti lemak, protein, atau DNA. Alkohol mempromosikan generasi dari ROS dan mengganggu mekanisme normal pertahanan tubuh terhadap senyawa ini melalui berbagai
The scret 12 proses, terutama di hati. Alkohol juga merangsang aktivitas enzim yang disebut sitokrom P450, yang berkontribusi pada produksi ROS. Lebih lanjut, alkohol dapat mengubah tingkat logam tertentu dalam tubuh, sehingga memudahkan produksi ROS ( Defeng, 2001). (USU) METABOLISME KOLESTEROL DI HEPAR Metabolisme kolesterol mengikuti beberapa jalur dari metabolism lipoprotein. Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur yaitu jalur metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport. Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolisme kolesterol-LDL dan trigliserid, sedang jalur reverse cholesterol transport khusus mengenai metabolisme kolesterol-HDL.
The scret 12
The scret 12
(ipb)
DISLIPIDEMIA Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (>240mg/dl), kolesterol LDL(>160 mg/dl), kenaikan kadar trigliserida (>200 mg/dl) serta penurunan kadar HDL (<40 mg/dl). Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting dan sangat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan sendiri-sendiri.4 Klasifikasi rentang fraksi lipid dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
The scret 12
Triad lipid ideal, terdiri dari: Kolesterol total dan kolesterol LDL Kolesterol merupakan salah satu dari komponen lemak itu sendiri. Kehadiran lemak sendiri dalam tubuh kita sesungguhnya memiliki fungsi sebagai zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh disamping zat gizi lainnya seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang mempunyai fungsi dalam tubuh yaitu untuk melapisi dinding sel tubuh, membentuk asam empedu, membentuk hormon seksual, berperan dalam pertumbuhan jaringan saraf dan otak. Kolesterol sebanyak 75% dibentuk di organ hati sedangkan 25% diperoleh dari asupan makanan. Kenaikan kadar kolesterol di atas nilai normal diantaranya disebabkan oleh berlebihnya asupan makanan yang berasal dari lemak hewani, telur dan serta makanan-makanan yang dewasa ini disebut sebagai junkfood. LDL disebut juga -lipoprotein yang mengandung 21% protein dan 78% lemak. LDL dikatakan kolesterol jahat karena LDL berperan membawa kolesterol ke sel dan jaringan tubuh, sehingga bila jumlahnya berlebihan, kolesterol dapat menumpuk dan mengendap pada dinding pembuluh darah dan mengeras menjadi plak. Plak dibentuk dari unsur lemak, kolesterol, kalsium, produk sisa sel dan materi-materi yang berperan dalam proses pembekuan darah. Hal inilah yang kemudian dapat berkembang menjadi menebal dan mengerasnya pembuluh darah yang dikenal dengan nama aterosklerosis. Trigliserida (TG) Trigliserida adalah asam lemak dan merupakan jenis lemak yang paling banyak di dalam darah. Kadar trigliserida yang tinggi dalam darah (hipertrigliseridemia) juga dikaitkan dengan terjadinya penyakit jantung koroner. Tingginya trigliserida sering disertai dengan keadaan kadar HDL rendah. Sementara yang lebih mengerikannya lagi, ditemukan pula pada kadar trigliserida diatas 500 mg/dl dapat menyebabkan peradangan pada pankreas. Kadar trigliserida dalam darah banyak dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat makanan dan kegemukan. Kolesterol HDL HDL disebut juga -lipoprotein mengandung 30% protein dan 48% lemak. HDL dikatakan kolesterol baik karena berperan membawa kelebihan kolesterol di jaringan kembali
The scret 12 ke hati untuk diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh. HDL ini mencegah terjadinya penumpukkan kolesterol di jaringan, terutama di pembuluh darah. Kadar HDL menurun biasanya terlihat pada pria, obesitas, diabetes melitus, hipertrigliseridemia, dan lipoproteinemia sedangkan peningkatan HDL terjadi pada wanita, penurunan berat badan, olahraga teratur, dan berhenti merokok.5 Fungsi HDL antara lain: 1. Meningkatkan sintesis reseptor LDL 2. Diduga sebagai sumber bahan pembentukan prostasiklin yang bersifat anti trombosis 3. Sebagai sumber apoprotein untuk metabolisme VLDL remnant dan kilomikron remnant. Klasifikasi Dislipidemia Dislipidemia dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi fenotipik dan patologik. Klasifikasi Fenotipik Klasifikasi fenotipik pada dislipidemia dibagi atas klasifikasi berdasarkan EAS, NCEP, dan WHO. 1. Klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society) Pada klasifikasi berdasarkan EAS, dislipidemia dibagi 3 golongan, yaitu hiperkolesterolemia yang merujuk pada peningkatan kolesterol total, hipertrigliseridemia yang merujuk nilai trigliserida plasma yang meninggi, dan campuran keduanya seperti dapat dilihat pada tabel 2.2.
2. Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program) Kapan disebut lipid normal, sebenarnya sulit dipatok pada suatu angka, oleh karena normal untuk seseorang belum tentu normal untuk orang lain yang disertai faktor risiko koroner multipel. Walaupun demikian, National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III) 2001 telah membuat satu batasan yang dapat dipakai secara umum tanpa melihat faktor risiko koroner seseorang seperti dapat dilihat pada tabel 2.3.
The scret 12
3. Klasifikasi WHO (World Health Organization) Klasifikasi WHO didasarkan pada modifikasi kalsifikasi Fredricson, yaitu berdasarkan pada pengukuran kolesterol total, trigliserida, dan subkelas lipoprotein (dapat dilihat pada tabel 2.4).
Klasifikasi Patogenik Sedangkan berdasarkan patologinya, dislipidemia 2, yaitu dislipidemia primer dan sekunder. 1. Dislipidemia Primer Dislipidemia primer berkaitan dengan gen yang mengatur enzim dan apoprotein yang terlibat dalam metabolism lipoprotein maupun reseptornya. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh mutasi genetik. Dislipidemia primer meliputi: Hiperkolesterolemia poligenik Hiperkolesterolemia familial
The scret 12 Dislipidemia remnant Hyperlipidemia kombinasi familial Sindroma Chylomicron Hypertrriglyceridemia familial Peningkatan Cholesterol HDL Peningkatan Apolipoprotein B 2. Dislipidemia Sekunder Dislipidemia sekunder disebabkan oleh penyakit atau keadaan yang mendasari. Hal ini dapat bersifat spesifik untuk setiap bentuk dislipidemia seperti diperlihatkan oleh tabel 2.5 dibawah ini.
Faktor Risiko Dislipidemia7 Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi, tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita mulai meningkat. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (misalnya VLDL dan LDL) adalah: Riwayat keluarga dengan dislipidemia Obesitas Diet kaya lemak Kurang melakukan olahraga Penggunaan alkohol Merokok Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik Kelenjar tiroid yang kurang aktif Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol total bersifat sementara dan tidak berat, dan terutama merupakan akibat dari makan lemak. Pembuangan lemak dari darah pada setiap orang memiliki kecepatan yang berbeda. Seseorang bisa makan sejumlah besar lemak hewani dan tidak pernah memiliki kadar kolesterol total lebih dari 200 mg/dL, sedangkan yang lainnya menjalani diet rendah lemak yang ketat dan tidak pernah memiliki kadar kolesterol total dibawah 260 mg/dL. Perbedaan ini tampaknya bersifat genetik dan
The scret 12 secara luas berhubungan dengan perbedaan kecepatan masuk dan keluarnya lipoprotein dari aliran darah. Penyakit Hati Obstruktif Hati memainkan peran penting dalam metabolisme lipid. Ini memberikan kontribusi baik dalam siklus eksogen dan endogen metabolisme lemak dan transportasi lipid melalui plasma. Sintesis apolipoprotein banyak terjadi di hati. Apolipoprotein diperlukan untuk perakitan dan struktur lipoprotein. Lipoprotein memainkan peran penting dalam penyerapan makanan, asam lemak rantai panjang kolesterol lemak dan vitamin larut lemak. Pengangkutan trigliserida, vitamin larut lemak dan kolesterol dari hati ke jaringan perifer dan transportasi kolesterol dari jaringan perifer ke hati adalah dengan lipoprotein. Apolipoproteins mengaktifkan enzim penting dalam metabolisme lipoprotein dan untuk memediasi pengikatan lipoprotein ke reseptor permukaan sel.23 Hati adalah situs utama dari pembentukan dan pembersihan lipoprotein. Ini menunjukkan hati yang terlibat dalam banyak langkah metabolisme lipid dan transportasi lipid. Dengan demikian pada penyakit hati metabolisme lipid parah sangat terganggu. Hal ini dipengaruhi dalam berbagai cara.23 Dislipidemia terlihat pada penyakit hati obstruktif berbeda dari sebagian besar penyebab lain dari dislipidemia sekunder karena lipoprotein beredar tidak hanya hadir dalam jumlah abnormal tetapi juga mereka sering memiliki komposisi yang abnormal. Alkohol Alkohol mempunyai beberapa efek pada tingkat lipid, termasuk meningkatkan trigliserida serum dan kadar kolesterol HDL. Efeknya terhadap kolesterol LDL tampaknya menjadi minimal. Karena alkohol yang berlebihan menyebabkan efek yang merugikan banyak, termasuk toksisitas hati, kardiomiopati, kecelakaan kendaraan bermotor dan konsekuensi psikososial yang luas, tidak dianjurkan untuk pencegahan penyakit jantung koroner.23 Konsumsi alkohol dalam 12-24 jam dapat terlihat pada peningkatan Gama Glutamil Transferase (GGT). (fk undip) Komplikasi Dislipidemia Apabila dislipidemia tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai macam komplikasi, antara lain: 1. Atherosklerosis 2. Penyakit jantung koroner 3. Penyakit serebrovaskular seperti strok 4. Kelainan pembuluh darah tubuh lainnya 5. Pankreatitis akut
The scret 12
Penyakit penyerta dislipidemia Penyakit penyerta dislipidemia yang tergabung dalam sindroma metabolik antara lain: a. Obesitas sentral b. Resistensi insulin atau intoleransi glukosa c. Peningkatan tekanan darah ( 130/85 mmHg atau lebih) d. Keadaan prothrombotic seperti peningkatan fibrinogen dan plasminogen aktivator inhibitor di darah e. Keadaan proinflamasi seperti peningkatan high sensitivity C reactive protein di darah. Obesitas Obesitas merupakan masalah yang sering ditemukan di seluruh dunia. Obesitas tidak sama dengan overweight. Menurut WHO 2000, obesitas adalah keseimbangan energi positif yang tidak diinginkan dan bertambahnya berat badan. Sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau non lemak. Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi : a) Obesitas tubuh bagian atas Obesitas pada tipe ini sering didapatkan pada pria dan lebih dikenal android obesity atau apple shape. Obesitas ini didominasi oleh penimbunan lemak di daerah trunkal terutama trunkal subkutaneus yaitu intraperitoneal (abdominal) dan retroperitoneal. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi karena sel-sel lemak di sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah. Lemak yang menumpuk adalah lemak jenuh. b) Obesitas tubuh bagian bawah Obesitas pada tipe ini sering didapatkan pada wanita yang sering disebut gynoid obesity atau bentuk peer. Obesitas ini merupakan keadaan tingginya penimbunan lemak pada regio gluteofemoral dan sangat berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita. Jenis timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh. Cara untuk mengetahui berat badan ideal yaitu dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) atau BMI (Body Mass Index). Rumus IMT sebagai berikut:
The scret 12 Keterbatasan IMT adalah tidak dapat dipergunakan bagi wanita hamil dan orang yang sangat berotot contohnya atlet.
Hubungan IMT dengan kolesterol Terjadinya penambahan berat badan pada usia 20-50 tahun pada waktu yang bersamaan, serum kolesterol juga meningkat.25 Setiap peningkatan 1 kg/m2. IMT berhubungan dengan kolesterol total plasma 7,7 mg/dl dan penurunan tingkat HDL 0,8 mg/dl. Dari studi yang ada obesitas menghasilkan peningkatan angka sintesis kolesterol endogen yaitu 20 mg setiap hari untuk setiap kilogram kelebihan berat badan, peningkatan VLDL dan angka produksi trigliserida. Hubungan IMT dengan trigliserida Trigliserida merupakan simpanan energi 5 kali lipat lebih banyak per massa unit dibandingkan glikogen. Trigiserida membebaskan 9,3 kkal/g ketika teroksidasi sebagai perbandingan glikogen yang tersimpan di hati dan otot menghasilkan 4,1 kkal/g ketika teroksidasi. Trigliserida ini disimpan padat di dalam sel lemak. Hipertrigliseridemia merupakan hasil peningkatan sintesis trigliserida, ketidaksempurnaan pembebasan lipid dari darah, atau kombinasi keduanya. Kelebihan asupan makanan sebagai katalisator yang bertanggung jawab untuk meningkatkan prevalensi hipertrigliseridemia pada obesitas. Hubungan Obesitas Sentral Dengan Dislipidemia Dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida dan penurunan kolesterol HDL merupakan akibat dari pengaruh insulin terhadap CETP (Cholesterol Ester Transfer Protein) yang memperlancar transfer CE (Cholesterol Ester) dari HDL ke VLDL (trigliserida) dan mengakibatkan terjadinya katabolisme dari ApoA, komponen protein HDL.
The scret 12 Insulin mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada penyimpanan lemak maupun sintesis lemak dalam jaringan adiposa melalui produksi acetyl-CoA. Hubungan Tidak Obesitas Dengan Dislipidemia Pada pasien tidak obesitas, yang kekurangan lemak subkutan yang memadai, lipid disimpan dalam alat- alat visceral seperti hati, otot, pankreas, dan pembuluh darah yang menjadi tanda bahwa telah menjadi penyakit kronis.27 Pada pasien tidak obesitas dengan dislipidemia dapat terjadi pada dislipidemia primer seperti hiperkolesterolemia familial. (fkundip) SYNDROMA METABOLIK Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti juga pada orang dewasa. Akhir- akhir ini terjadi peningkatan jumlah obesitas pada anak dan remaja di negara maju dan berkembang. Seiring dengan peningkatan masalah obesitas, dikenal sindrom metabolik yang terdiri dari obesitas sentral, resistensi insulin, hipertensi dan dislipidemia yang telah dilaporkan pada orang dewasa. Terapat hubungan yang kuat antara overweight dan obesitas dengan sindrom metabolik pada anak dan remaja. Perbedaan prevalensi jenis kelamin berhubungan dengan sindrom metabolik, terutama pada anak di bawah usia 10 tahun. Petanda inflamasi dan hemostasis yang meningkat ataupun fibrinolisis yang terganggu, juga berperan dalam sindrom metabolik. Komponen sindrom metabolik dapat muncul pada anak dan remaja seperti pada dewasa, tetapi belum ada kesepakatan mengenai kriteria sindrom metabolic pada anak. Beberapa penelitian menggunakan pedoman NCEP (National Cholesterol Educational Program)-ATP III (Adult Treatment Panel III), sedangkan penelitian lain menambahkan kadar insulin puasa sebagai komponen kriteria sindrom metabolic di samping kriteria sindrom metabolik menurut NCEP-ATP III.2,3 Menurut NCEP-ATP III seorang anak dikategorikan mengalami sindrom metabolic apabila memenuhi 3 dari 5 komponen kriteria sindrom metabolik, yaitu (1) obesitas sentral, (2) peningkatan kadar trigliserida, (3) penurunan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL), (4) kadar gula darah puasa terganggu, dan (5) hipertensi. Perubahan dalam pertumbuhan dan perkembangan menyulitkan penentuan nilai batasan komponen kriteria sindrom metabolik (tekanan darah, tinggi badan, berat badan, body mass index (BMI), dan lingkar pinggang) karena berbeda antara anak lakilaki dan perempuan, serta meningkat dengan bertambahnya usia.1 Peningkatan tekanan darah dimasukkan ke dalam berbagai kriteria sindrom metabolik,1-5 namun hubungannya dengan sindrom metabolik sesungguhnya merupakan hal yang kompleks. Seseorang dapat dikatakan mengalami sindrom metabolik, jika memiliki lingkar perut > 90 cm untuk laki-laki atau > 80 cm untuk perempuan (obesitas sentral), disertai dengan dua atau lebih dari empat kriteria klinis berikut: 1. Peningkatan kadar trigliserida 2. Peningkatan tekanan darah 3. Peningkatan kadar glukosa puasa 4. Perununan kadar kolesterol HDL
The scret 12 Sindrom metabolik di kemudian hari dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius, seperti : Diabetes melitus tipe 2 Penyakit jantung koroner (PJK) Hipertensi atau tekanan darah tinggi Perlemakan hati (fatty liver) Gagal jantung Info Tambahan
LO SKENARIO 4 (HEPATITIS ALKOHOLIK) Hepatistis alkoholik merupakan penyebab utama dari penyakit hati di Negara-negara Barat, (di negara-Negara Asia, virus hepatitis adalah penyebab utama). Ini muncul dari konsumsi alkohol yang berlebihan. Hepatitis alkoholik menggambarkan peradangan hati yang disebabkan oleh minuman alkohol. Meskipun hepatitis alkoholik yang paling mungkin terjadi pada pecandu minuman keras selama bertahun-tahun, namun mengonsumsi alkohol dan hepatitis alkoholik mempunyai hubungan yang kompleks. Tidak semua pecandu minuman keras menderita hepatitis alkoholik, dan penyakit ini juga dapat terjadi pada orang yang hanya minum sedikit. Proses pemecahan etanol yang merupakan alkohol yang terkandung dalam bir, anggur dan minuman keras dapat menghasilkan bahan kimia sangat beracun, seperti asetaldehida. Bahan kimia ini memicu peradangan yang menghancurkan sel-sel hati. Kemudian jaringan hati yang sehat digantikan oleh jaringan parut yang ditimbulkan akibat luka peradangan. Hal tersebut akan mengganggu kemampuan hati untuk berfungsi dengan baik. Pembentukan jaringan parut merupakan kerusakan irreversible yang disebut sirosis, merupakan tahap akhir dari hepatitis alkoholik. (Basra et.al. 2010). Beberapa wilayah di Indonesia ada yang menghasilkan minuman yang beralkohol, antara lain Sagoer yang merupakan cairan yang disadap dari pohon enau dan mengandung sedikit kadar alkohol sekitar 5%, kemudian Tuak yang merupakan minuman keras khas Indonesia hasil fermentasi dari bermacam buah. Bahan-bahan tuak biasanya beras atau cairan yang diambil dari tanaman seperti nira kelapa atau aren, legen dari pohon siwalan atau tal, atau sumber lain tuak juga sangat memabukkan dengan kadar alkohol yang lebih ringan, sedangkan arak bali merupakan minuman keras hasil fermentasi dari sari kelapa dan buah-buahan lain. Kadar alkoholnya 37-50%. Yang dimana makin besar kadar alkohol yang
terkandung di tiap minuman ini akan memberikan efek seperti alkohol pada umumnya. Dalam penilaian oleh WHO pada tahun 2005. Hepatitis Alkohol menempati peringkat ketiga kematian di negara maju. Perkapita konsumsi alkohol telah menurun di AS dan Eropa, kecuali di beberapa negara Eropa utara seperti Inggris dan Finlandia. Namun, penyalahgunaan alkohol episodik telah meningkat. Hal ini terutama berlaku di Amerika Latin dan Asia. Di Amerika Serikat, sekitar duapertiga dari penduduk diperkirakan mengkonsumsi alkohol, di antaranya 14 juta
criteria mengalami penurunan kesehatan dari penyalahgunaan alkohol.
Prevalensi Hepatitis Alkohol di AS diperkirakan > 2 juta orang. Sekitar 5% sampai 10% diderita oleh laki-laki dan 3% sampai 5% dari peminum alkohol terdiri dari perempuan. Di Inggris pada tahun 2005, kematian yang disebabkan alkohol sebanyak 15.000 atau 3% dari seluruh kematian. Pria lebih terpengaruh daripada wanita, dengan 4,4% dari semua kematian pria disebabkan oleh alkohol dan 2,0% kematian perempuan. Data yang diperoleh dalam studi otopsi menunjukkan bahwa 10% sampai 15% dari orang yang mengkonsumsi alkohol memiliki sirosis pada
livernya. Sekitar 20% dari orang beralkohol dan peminum berat terkena fatty liver, atau steatosis. Jika minum berat berlanjut, sekitar 40% kasus hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis. Adanya infeksi hepatitis C meningkatkan risiko sirosis pada pasien alkoholik, dan prevalensi sirosis hati hepatitis C terus meningkat. Dengan demikian, prevalensi bentuk sirosis alkoholik mungkin akan meningkat.
Definisi Hepatitis alkoholik adalah peradangan hati yang disebabkan oleh minuman beralkohol. Meskipun hepatitis alkoholik paling mungkin terjadi pada peminum berat selama bertahun-tahun, hubungan antara peminum alkohol dan hepatitis
2
alkoholik merupakan hal yang kompleks. Tidak semua peminum berat mengalami hepatitis alkoholik, dan penyakit ini dapat terjadi pada orang yang hanya minum sedikit. Orang yang terus minum alkohol dapat mengalami kerusakan hati yang lebih serius dalam bentuk sirosis dan gagal hati (O'Shea RS, et al.2010).
Gejala Bentuk ringan dari hepatitis alkoholik mungkin tidak memperlihatkan gejala yang nyata, tanda-tanda dan gejala yang termasuk : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kehilangan nafsu makan Mual dan muntah Nyeri abdomen dan nyeri tekan Menguning dari kulit dan mata (jaundice) Demam Pembengkakan abdomen akibat penumpukan cairan (asites) Fatigue
Patofisiologi Hepatitis alkoholik terjadi ketika hati dirusak oleh alkohol yang diminum. Etanol-zat turunan dari alkohol dalam bir, anggur dan minuman keras menghasilkan bahan kimia yang sangat beracun, seperti asetaldehida. Zat ini memicu peradangan kimia yang menghancurkan sel-sel hati. Kemudian, jaringanjaringan seperti bekas luka, dan knot kecil jaringan menggantikan jaringan hati yang sehat, mengganggu kemampuan hati untuk berfungsi. Jaringan parut ini bersifat ireversibel, yang disebut sirosis, merupakan tahap akhir dari penyakit hati alkoholik (Setyohadi,Bambang et al.2005). Risiko meningkat seiring dengan waktu, jumlah yang dikonsumsi Penggunaan alkohol yang berat dapat menyebabkan penyakit hati, dan risiko meningkat dengan lamanya waktu dan jumlah alkohol yang di minum. Tapi karena banyak orang yang minum minuman keras atau minuman pesta tidak pernah mengalami hepatitis alkoholik atau sirosis, kemungkinan bahwa faktor lain selain alkohol berperan. Hal ini termasuk :
3
1. Faktor genetik. Setelah mutasi pada gen tertentu yang mempengaruhi metabolisme alkohol dapat meningkatkan resiko penyakit hati alkoholik serta alkohol terkait kanker dan komplikasi lain dari minum berat. 2. Jenis hepatitis lainnya. Jangka panjang penyalahgunaan alkohol
memperburuk kerusakan hati yang disebabkan oleh jenis lain dari hepatitis, khususnya hepatitis C. 3. Malnutrisi. Banyak orang yang minum sangat kekurangan gizi, baik karena mereka sering menggantikan alkohol untuk makanan, atau karena alkohol dan produk sampingan yang beracun mencegah tubuh menyerap nutrisi, khususnya protein, vitamin tertentu dan lemak. Dalam kedua kasus, kurangnya nutrisi kontribusi terhadap kerusakan sel hati
(Setyohadi,Bambang et al.2005).
FAKTOR RESIKO Faktor risiko untuk hepatitis alkoholik meliputi: 1. Penggunaan alkohol. Peminum berat alkohol yang konsisten atau pesta minuman keras adalah faktor risiko utama untuk hepatitis alkoholik, meskipun sulit untuk secara tepat mendefinisikan apa yang merupakan peminum berat karena orangorang sangat bervariasi dalam kepekaan mereka untuk alkohol. Minum moderat secara umum didefinisikan sebagai tidak lebih dari dua gelas sehari untuk pria dan satu untuk wanita. Pesta minuman keras biasanya didefinisikan sebagai lebih dari empat minuman beralkohol dalam satu duduk untuk wanita, dan lebih dari lima minuman dalam satu duduk untuk laki-laki. Juga menjadi bahan perdebatan adalah apakah jenis tertentu alkohol menyebabkan kerugian lebih dari yang lain. Beberapa ahli percaya bahwa anggur kurang merusak daripada minuman keras atau bir, tetapi hal ini belum terbukti.
4
2. Jenis kelamin. Wanita memiliki risiko lebih tinggi terkena hepatitis alkoholik daripada pria. Perbedaan ini mungkin hasil dari perbedaan dalam cara alkohol diserap dan dipecah. 3. Faktor genetik. Para peneliti telah menemukan sejumlah mutasi genetik yang mempengaruhi cara alkohol dimetabolisme di dalam tubuh. Memiliki satu atau lebih dari mutasi ini dapat meningkatkan resiko hepatitis alkoholik (Carithers RL, et al.2005).
KOMPLIKASI Komplikasi hepatitis alkoholik meliputi: 1. Peningkatan tekanan darah dalam vena portal Darah dari limpa usus dan pankreas memasuki hepar melalui pembuluh darah besar yang disebut vena portal. Jika jaringan parut memperlambat sirkulasi normal melalui hati, darah ini tersumbat, yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam pembuluh darah (hipertensi portal) (Setyohadi,Bambang et al.2005).
2. Pembesaran pembuluh darah (Varises) Ketika sirkulasi melalui vena portal diblokir, darah dapat kembali ke pembuluh darah lainnya di perut dan kerongkongan. Pembuluh darah ini berdinding tipis, dan karena pembuluh ini penuh dengan darah lebih dari yang dapat dibawa, maka sewaktu-waktu dapat pecah dan mengalami pendarahan. Perdarahan masif di perut bagian atas atau kerongkongan dari pembuluh darah adalah keadaan darurat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis segera (O'Shea RS, et al.2010).
3. Retensi cairan Ketika alkoholik hepatitis menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjalginjal untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan5
pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilangan efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat. Hepatitis alkoholik dapat menyebabkan sejumlah besar cairan menumpuk di rongga perut (asites). Cairan perut dapat menjadi terinfeksi dan memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Meskipun tidak mengancam jiwa, asites biasanya merupakan tanda hepatitis alkoholik lanjut atau sirosis (Setyohadi,Bambang et al.2005).
4. Memar dan pendarahan Hepatitis alkoholik mengganggu produksi protein yang membantu darah untuk membeku. Akibatnya, pasien mungkin memar dan berdarah lebih mudah dari biasanya.
5. Ikterus Ini terjadi ketika hati tubuh pasien tidak dapat menghapus bilirubin ( residu tua sel darah merah ) dari dalam darah. Akhirnya, bilirubin menumpuk membangun dan disimpan di kulit dan bagian putih mata, menyebabkan warna kuning.
6. Ensefalopati Hepatika Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteribakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini,
6
contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi. Ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa dari darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsurunsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah. Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian. Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal didetoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan tidur (Setyohadi,Bambang et al.2005).
7. Sirosis Hepar Seiring waktu, peradangan hati yang terjadi pada hepatitis alkoholik dapat menyebabkan jaringan parut ireversibel dari hati (sirosis). Sirosis sering menyebabkan kegagalan hati, yang terjadi ketika hati rusak tidak lagi mampu berfungsi secara memadai (Maryani, Sutadi. 2003).
Klasifikasi Sirosis Hati Tabel 1. Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh : Skor/parameter Bilirubin(mg %) Albumin(mg %) Protrombin time (Quick %) Asites 0 Min. sedang (+) (++) Hepatic Ensephalopathy (Maryani, Sutadi. 2003) Tidak ada Stadium 1 & 2 Stdium 3 & 4 Banyak (+++) 1 < 2,0 > 3,5 > 70 2 2-<3 2,8 - < 3,5 40 - < 70 3 > 3,0 < 2,8 < 40
Diagnosis Klinis Karena ada banyak penyakit-penyakit hati dan berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan mereka, termasuk infeksi virus, obat dan racun lingkungan, mendiagnosis hepatitis alkoholik dapat menantang. Dalam upaya untuk mencapai suatu diagnosa, dokter dapat mencakup satu atau lebih dari langkah-langkah berikut: 1. Riwayat dan pemeriksaan fisik 2. Tes darah. Ini memeriksa tingkat tinggi tertentu enzim terkait hati, seperti aspartat aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT). 3. USG. Dokter Anda mungkin menggunakan tes ini pencitraan noninvasif untuk melihat hati Anda dan untuk menyingkirkan masalah hati lainnya. 4. Biopsi hati. Dalam prosedur ini, sampel kecil jaringan akan dihapus dari hati dan diperiksa di bawah mikroskop. Biopsi hati biasanya melibatkan
memasukkan jarum, panjang dan tipis melalui kulit Anda dan masuk ke hati untuk menarik keluar sampel jaringan (Maryani, Sutadi. 2003).
Pengertian Alkohol
Alkohol adalah senyawa-senyawa dimana satu atau lebih atom hidrogen dalam sebuah alkana digantikan oleh sebuah gugus -OH. Alkohol memiliki ikatan yang mirip air. Alkohol terdiri dari molekul polar. Dalam senyawa alkohol, oksigen mengemban muatan negatif parsial. Konsumsi alkohol sebaiknya tidak lebih (dan mungkin kurang) dari 1 oz (sekitar 15 gr) atau sekitar 1 sloki. Dalam prakteknya, kebanyakan pasien dengan hepatitis alkoholik minum lebih dari 100 g/d. (yang sesuai dengan 6-7 minuman per hari di mana satu minuman mengandung 13-15 gram alkohol), dengan 150-200 g/d per hari yang umum. Biasanya pasien telah mengkonsumsi alkohol berat untuk dua atau lebih dekade,namun harus juga dipertimbangkan konsumsi minuman alkohol lebih dari 30-50 g/d selama lebih dari 5-10 tahun berisiko terkena ALD (Alcoholic Liver Disease). (Basra S et.a.2010)
Pengaruh Alkohol Alkohol murni tidaklah dikonsumsi manusia. Yang sering dikonsumsi adalah minuman yang mengandung bahan sejenis alkohol, biasanya adalah ethyl alcohol atau ethanol (CH3CH2OH ). Bahan ini dihasilkan dari proses fermentasi gula yang dikandung dari malt dan beberapa buah-buahan seperti hop, anggur dan sebagainya. Beberapa jenis minuman dan kandungan alkoholnya : Beer Dry wine Vermouth :28% : 8 14 % : 18 20 % : 25 40 % : 40 50 %
Akibat Penggunaan : Bila seseorang mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol, zat tersebut. diserap oleh lambung, masuk ke aliran darah dan tersebar ke seluruh jaringan tubuh, yang mengakibatkan terganggunya semua sistem yang ada di dalam tubuh. Besar akibat alkohol tergantung pada berbagai faktor, antara lain berat tubuh, usia, gender, dan sudah tentu frekuensi dan jumlah alkohol yang dikonsumsi. Efek moderat : euphoria ( perasaan gembira dan nyaman ), lebih banyak bicara dan rasa pusing. Efek setelah minum dalam jumlah besar : Banyak sekali berbicara Nausea Muntah Sakit kepala Rasa haus Rasa lelah Disorientasi Tekanan darah menurun Refleks melambat
10
Akibat Penggunaan Jangka Panjang : Kegelisahan Gemetar / tremor Halusinasi Kejang-kejang Bila disertai dengan nutrisi yang buruk, akan merusak organ vital seperti otak dan hati Sangat potensial menimbulkan rasa ketagihan / ketergantungan. Semakin lama penggunaan, toleransi tubuh semakin besar sehingga untuk mendapatkan efek yang sama, semakin lama semakin besar dosisnya. Bila ibu yang hamil mengkonsumsi, akan mengakibatkan bayi yang memiliki resiko lebih tinggi terhadap hambatan perkembangan mental dan ketidaknormalan lainnya, serta beresiko lebih besar menjadi pecandu alkohol saat dewasanya.
Absorbsi dan Distribusi alkohol Alkohol yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan diabsorbsi melalui mukosa mulut dan epitel gastrointestinal dan sebagian besar (80%) diabsorbsi di usus halus, sisanya diabsorbsi di kolon. Kecepatan absorbsi tergantung pada takaran dan konsentrasi alkohol dalam minuman yang mengisi lambung dan usus. Bila konsentrasi optimal alkohol diminum dan dimasukkan dalam lambung yang kosong maka kadar puncak dalam darah telah dapat dideteksi pada 30 - 90 menit sesudahnya (Zakhari, 2006) . Setelah diabsorbsi, alkohol akan didistribusikan ke semua jaringan dan cairan tubuh serta cairan jaringan. Sekitar 90 - 98% alkohol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi, sedangkan 2 - 10%nya diekskresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru-paru maupun ginjal. Sebagian kecil akan dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu dan air ludah (Darmono, 2000 ). Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai dengan kadar air jaringan tersebut. Semakin hidrofil jaringan semakin tinggi kadar alkoholnya. Biasanya dalam 12 jam telah tercapai keseimbangan kadar alkohol dalam darah, usus, dan jaringan lunak ( Zakhari, 2006 ).
11
Metabolisme Alkohol Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami serangkaian proses biokimia. Alkohol yang dikomsumsi 90%, diantaranya akan dimetabolisme oleh tubuh terutama hati oleh enzim alkoholdehirogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinokleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO dan H O. Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida dan
2 2
alanin akan mempercepat metabolism alkohol. (Lieber, 1994) Metabolisme alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu jalur sitosol, jalur peroksisom dan jalur mikrosom.
a. Jalur Sitosol/Lintasan Alkohol Dehidrogenase. Jalur ini adalah proses oksidasi dengan melibatkan enzim alkohol dehidrogenase (ADH). Proses oksidasi dengan menggunakan alkohol dehidrogenase terutama terjadi di dalam hepar. Metabolisme alkohol oleh ADH akan menghasilkan asetaldehid yang merupakan produk yang sangat reaktif dan sangat beracun sehingga menyebabkan kerusakan beberapa jaringan atau sel (Zakhari, 2006) b. Jalur Peroksisom/Sistem Katalase Melalui enzim katalase yang terdapat dalam peroksisom (peroxysome) hidrogen yang dihasilkan dari metabolism alkohol dapat mengubah keadaan redoks, dan pada pemakaian alkohol yang lama dapat mengecil. Perubahan ini dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat, yang menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat sintesa protein ( Zakhari, 2006) c. Jalur Mikrosom Jalur ini juga sering disebut dengan sistem SOEM (Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom). yang terletak dalam retikulum endoplasma. Dengan pertolongan 3 komponen mikrosom ( sitokrom P-450, reduktase dan lesitin) alkohol diuraikan menjadi asetaldehid (Zakhari, 2006). Alkohol akan diubah menjadi asetaldehid, kemudian akan diubah menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase di dalam mitokondria. Pemakaian alkohol yang 12
lama akan menimbulkan perubahan pada metokondria, yang menyebabkan berkurangnya kapasitas untuk oksidasi lemak. Semua yang tersebut diatas menyebabkan terjadinya perlemakan hati. Perubahan pada sistem Oksidasi Etanol Mikrosom yang disebabkan pemakaian alkohol berlangsung lama dapat menginduksi dan meningkatkan metabolisme obat-obatan, meningkatkan lipoprotein dan menyebabkan hyperlidemia (Lieber, 1994) Reaktive Oxygen Species (ROS) dihasilkan secara alami dalam jumlah kecil selama reaksi metabolisme tubuh dan dapat bereaksi dengan molekul seluler dan kerusakan kompleks seperti lemak, protein, atau DNA. Alkohol mempromosikan generasi dari ROS dan mengganggu mekanisme normal pertahanan tubuh terhadap senyawa ini melalui berbagai proses, terutama di hati. Alkohol juga merangsang aktivitas enzim yang disebut sitokrom P450, yang berkontribusi pada produksi ROS. Lebih lanjut, alkohol dapat mengubah tingkat logam tertentu dalam tubuh, sehingga memudahkan produksi ROS. ( Defeng, 2001).
13
Penatalaksanaan 1.Hentikan minum alkohol Jika pasien telah didiagnosa dengan hepatitis alkoholik, maka pasien harus berhenti minum alkohol. Ini satu-satunya cara untuk membalikkan kerusakan hati atau, dalam kasus-kasus yang lebih maju, untuk mencegah penyakit menjadi lebih buruk. Jika pasien tergantung pada alkohol dan ingin berhenti minum, dokter dapat merekomendasikan terapi yang disesuaikan untuk kebutuhan pasien. Termasuk obat-obatan, konseling, program pengobatan rawat jalan atau rawat inap.
2. Terapi Asites Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas : Istirahat Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. Diuretik : Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalem dan hal ini dapat mencetuskan hepatic, maka pilihan utamadiuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid (Setyohadi,Bambang et al.2005). Albumin: Albumin juga seringkali dipakai untuk meningkatkan respons terhadap diuretik pada pasien sirosis dengan komplikasi asites. Latar belakang teorinya adalah kekurangan albumin untuk mengikat furosemid sehingga obat hanya beredar di plasma dan tidak berhasil mencapai nefron proksimal. Akibatnya terapi diuretika tidak akan memberikan respons yang baik. Ketika ditambahkan
15
albumin volume distribusi akan menurun, obat akan diikat dan dibawa ke ginjal untuk kemudian keluar bersama urine sehingga diuresis pun membaik.
3. Pengobatan untuk malnutrisi Dokter dapat menyarankan diet khusus untuk membalikkan kekurangan gizi yang dapat terjadi pada orang dengan hepatitis alkoholik. Pasien dapat dirujuk ke ahli gizi yang dapat membantu menilai pola makan pasien dan
menyarankan perubahan untuk meningkatkan vitamin dan nutrisi. Jika pasien memiliki kesulitan cukup makan untuk mendapatkan vitamin dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, dokter dapat merekomendasikan makan melalui selang tabung ( NGT ) Diet kaya nutrisi dan cairan khusus kemudian dilewatkan melalui selang tabung (Krenitsky.2002) Jenis-jenis makanan yang baik dikonsumsi pada saat diet hepatitis antara lain : Roti, nasi, jenis umbi-umbian yang tidak menimbulkan gas seperti wortel dan kentang, dan intinya makanan yang mengandung hidrat arang. Selain itu, madu, selai, manisan atau sari buah juga baik dikonsumsi pada saat diet hepatitis. Selain mengkonsumsi makanan yang mengandung hidrat arang yang tinggi, mereka yang menjalani diet hepatitis perlu untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung protein tinggi seperti telur, daging, ikan, tempe dan tahu, ayam, sayur-sayuran serta buah-buahan. encepalophaty Dalam hal ini pilih buah yang tentu saja yang tidak menimbulkan gas. makanan cepat saji atau fast food ( junk food) merupakan makanan yang sangat buruk untuk liver kita. orang yang sedang melakukan diet hepatitis harus menjauhi makanan-makanan tersebut. Tubuh kita tidak mendapatkan apapun dari makanan tersebut, hanya rasa kenyang saja. makanan tersebut sangat menggangu terhadap diet hepatitis. makanan cepat saji tersebut penuh dengan kolesterol tinggi, gula, kalori yang sangat sedikit, dan bahan kimiawi yang bersifat liver toksik.
16
4. Terapi Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus Langkah terpenting dalam penatalaksanaan perdarahan varises akut adalah resusitasi dini dan proyeksi jalan napas untuk mencegah aspirasi. Endoskopi dini memungkinkan pemeriksaan saluran cerna bagian atas dan diagnosis akurat lokasi perdarahan serta keputusan penatalaksanaan. Cara-cara untuk mengatasi
perdarahan dibahas sebagai berikut: A. Terapi Farmakologis Vasopresin Vasopresin menurunkan aliran darah portal, aliran darah kolateral sistemik portal, dan tekanan varises. Obat ini memiliki efek samping sistemik bermakna seperti peningkatan resistensi perifer dan penurunan curah jantung,denyut jantung, dan aliran darah koroner. Vasopresin dengan Nitrogliserin Penambahan nitrogliserin meningkatkan efek vasopresin pada tekanan portal dan menurunkan efek samping vaskuler. Ada tiga uji klinik yang membandingkan vasopresin saja dengan vasopresin plus nitrogliserin. Kumpulan data dari ketiganya memperlihatkan bahwa kombinasi tersebut dapat menunjukkan penurunan yang bermakna dalam kegagalan mengatasi perdarahan.
Glipresin dengan atau tanpa nitrogliserin Glipresin adalah analog sintetik vasopresin yang memiliki efek vasokonstriksi sistemik segera dan diikuti efek hemodinamik portal akibat konversi lambat menjadi vasopresin.
Somatostatin dan Octreide Somatostatin menyebabkan vasokonstriksi sphlancnic selektif dan menurunkan tekanan portal dan aliran darah portal. Somatostatin secara bermakana tampak
17
menurunkan kegagalan mengatasi perdarahan pada sebuah penelitian dan tidak memperlihatkan perbedaan bermakna terhadap plasebo pada penelitian lainnya. Tujuh penelitian membandingkan keampuhannya terhadap vasopresin dan memperlihatkan bahwa somatostatin menurunkan kegagalan mengatasi
perdarahan dan terkait dengan efek samping yang lebih sedikit. B. Terapi Endoskopik Skleroterapi Skleroterapi varises endoskopik didasarkan pada konsep bahwa
perdarahan dari varises dapat dihentikan oleh pembentukan trombus dalam varises yang berdara, sekunder akibat pemberian obat sklerosan yang diinjeksikan intravariseal atau paravariseal. Pada uji klinik skleroterapi untuk perdarahan akut, terdapat banyak variasi dalam hal jenis sklerosan yang dipakai, pengalaman operator, cara pemberian intravariseal atau paravariseal, dan jadwal follow up. Lebih lanjut interpretasi hasil dari uji klinik skleroterapi injeksi dengan terapi non-invasif dipersulit dengan dimasukkannya pasien yang tidak mengalami perdarahan aktif pada saat randomisasi. Ligasi varises Teknik ini merupakan modifikasi dari yang digunakan untuk ligasi hemoroid interna. Penggunaannya pada manusia pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 dan uji acak berikutnya yang membandingkan ligasi dengan skleroterapi memperlihatkan penurunan bermakana dalam hal angka komplikasi dan perbaikan kelangsungan hidup. Uji klinik lainnya membuktikan bahwa ligasi varises dapat mengatasi perdarahan varises akut dan tidak ada perbedaaan bermakna dalam hal mengendalikan perdarahan aktif antara ligasi dan skleroterapi. Terapi endoskopi lainnya Pengendalian perdarahan dengan memakai perekat jaringan (glue) seperti sianoakrilat atau bukrilat telah dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Namun
18
terdapat angka perdarahan ulang ynag sama dibandingkan skleroterai dan terjadi komplikasi yang bermakna dalam bentuk kejadian serebrovaskuler terkait injeksi perekat jaringan dan risiko kerusakan pada alat. C. Tamponade Balon Bentuk terapi ini sangat efektif dalam mengatasi perdarahan akut sampai 90% pasien meskipun sekitar 50 % nya mengalami perdarahan ulang ketika balon dikempiskan. Namun, cara ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti ulseras esofagus dan pneumonia aspirasi pada 15-20% pasien. Meskipun begitu, cara ini mungkin dapat menjadi terapi penyelamat pada perdarahan varises masif yang tak terkendali. Sebelum dapat diberikan terapi lainnya.
5. Ensefalopati Hepatik Penentuan diet pada penderita sirosis hati sering menimbulkan dilema. Di satu sisi, diet tinggi protein untuk memperbaiki status nutrisi akan menyebabkan hiperamonia yang berakibat terjadinya ensefalopati. Sedangkan bila asupan protein rendah maka kadar albumin dalam darah akan menurun sehingga terjadi malnutrisi yang akan memperburuk keadaan hati. Untuk itu, diperlukan suatu solusi dengan nutrisi khusus hati, yaitu Aminoleban Oral. Aminoleban Oral mengandung AARC kadar tinggi serta diperkaya dengan asam amino penting lain seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi khusus hati ini akan menjaga kecukupan kebutuhan protein dan mempertahankan kadar albumin darah tanpa meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia. Pada penderita sirosis hati yang dirawat di rumah sakit, pemberian nutrisi khusus ini terbukti mempercepat masa perawatan dan mengurangi frekuensi perawatan (Setyohadi,Bambang et al.2005).
6. Obat untuk mengurangi peradangan hati Orang dengan hepatitis alkoholik berat dapat mempertimbangkan pengobatan jangka pendek dengan obat-obat untuk mengendalikan peradangan
19
hati. Dalam situasi tertentu, dokter dapat merekomendasikan kortikosteroid atau pentoxifylline 2 x 400 mg.
7.Transplantasi hati Ketika fungsi hati sangat terganggu, transplantasi hati mungkin satusatunya pilihan bagi sebagian orang. Meskipun transplantasi hati sering berhasil, jumlah orang yang menunggu transplantasi jauh melebihi jumlah organ yang tersedia. Untuk alasan itu, transplantasi hati pada orang dengan penyakit hati alkoholik adalah kontroversial. Beberapa pusat kesehatan mungkin enggan untuk melakukan transplantasi hati pada orang dengan penyakit hati alkoholik karena mereka percaya sejumlah besar akan kembali ke minum setelah operasi (O'Shea RS, et al.2010).
Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan adalah : 1. Minum alkohol dalam jumlah sedang, jika perlu tidak sama sekali. Jika Anda memilih untuk minum, membatasi diri untuk tidak lebih dari satu gelas sehari jika Anda seorang wanita, atau dua gelas sehari jika Anda seorang pria. Satu-satunya cara untuk mencegah hepatitis alkoholik adalah menghindari semua minuman beralkohol (O'Shea RS, et al.2010).
KESIMPULAN
Hepatitis alkoholik adalah peradangan hati yang disebabkan oleh minuman beralkohol, Etanol-zat turunan dari alkohol dalam bir, anggur dan minuman keras menghasilkan bahan kimia yang sangat beracun, seperti asetaldehida. Zat ini memicu peradangan kimia yang menghancurkan sel-sel hati. Kemudian, jaringanjaringan seperti bekas luka, dan knot kecil jaringan menggantikan jaringan hati yang sehat, mengganggu kemampuan hati untuk berfungsi. Jaringan parut ini bersifat ireversibel, yang disebut sirosis, merupakan tahap akhir dari penyakit hati
20
alkoholik.Terapi pertama yang paling penting adalah pasien harus berhenti minum alkohol dan terapi obat-obatan untuk mengendalikan peradangan hati.
DAFTAR PUSTAKA 1. O'Shea RS, et al. Alcoholic liver disease. American Journal of Gastroenterology. 2010;105:14. 2. Carithers RL, et al. Alcoholic liver disease. In: Feldman M, et al. Sleisinger and Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease. 9th ed. Philadelphia, Pa.: Saunders; 2010. 3. Setyohadi,Bambang, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam FKUI Jakarta.2006 4. Maryani, Sutadi. USU.Medan.2000 Sirosis Hepatic.Bagian ilmu penyakit dalam
5. Hacker JF, et al. Alcoholic liver disease. American College of Gastroenterology. http://www.acg.gi.org/patients/cgp/cgpvol/Alcoholic/Liver. 6. Hepatitis C FAQs for the public. Centers for Disease Control and Prevention. http://www.cdc.gov/hepatitis/C/cFAQ.htm. 7. Krenitsky.2002. Nutrition for patient with hepatic failure. http://www.mja.com 8. Basra S et al . Definition, epidemiology and magnitude of alcoholic hepatitis. World J Hepatol. 2011 May 27; 3(5): 108113. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3124876/ 9. Alkohol.http://id.scribd.com/document_downloads/direct/92572615?exten sion=pdf&ft=1350801526<=1350805136&uahk=DnB1a8AL6kZwerTM KTJlEcRMg28 10. http://www.liverfoundation.org/abouttheliver/info/alcohol/
21
LO BLOK 9
Skenario 5
LO BLOK 9 - Periumbilikal : Midgut ( usus halus dan usus besar termasuk apendiks) - Suprapubik : Hindgut ( rectum dan organ urogenital)
Skenario 5
LO BLOK 9
Skenario 5
Gambar 2. Nyeri dari organ viseral abdomen Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga perut. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan, atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa terasa oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia, misalnya kolik atau radang, seperti apendisitis, akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Karena tidak disertai rangsang peritoneum, nyeri ini tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak. Nyeri yang sangat terlokalisasi dapat berasal dari peritoneum parietal atau yang disebut dengan nyeri somatik. Nyeri parietal dimediasi oleh serat saraf delta C dan A, yang bertanggung jawab atas tranmisi nyeri yang sangat akut, tajam dan sensasi nyeri yang lebih terlokalisir. Iritasi langsung inervasi somatic peritoneum parietal (khususnya bagian atas dan anterior) oleh pus, urine atau sekret gastrointestinal mengarahkan ke keadaan nyeri yang sangat terlokalisir. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang. Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada apendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam 3
LO BLOK 9
Skenario 5
atau batuk, juga akan menambah rasa nyeri sehingga penderita akut abdomen yang disertai rangsang peritoneum berusaha untuk tidak bergerak, bernapas dangkal, dan menahan batuk Kadang-kadang informasi mengenai cara penyebaran rasa nyeri (radiasi perasaan nyeri) dapat memberikan petunjuk mengenai asal-usul atau lokasi penyebab nyeri itu karena nyeri abdomen juga dapat disertai nyeri alih atau referred pain yaitu berupa nyeri yang dirasakan menjalar dari suatu titik di abdomen ke bagian tubuh lain yang letaknya tidak sesuai dengan jaringan atau organ yang menyebabkan rasa nyeri. Contohnya adalah sebagai berikut : (Lihat Gambar 3) - Scapula kanan : kantong empedu - Ujung bahu : iritasi diafagma - Pertengahan punggung : pankreas
Gambar 3. Penyebaran nyeri pada abdomen akut Nyeri abdomen juga mempunyai beberapa karakter atau bentuk lainnya. Nyeri abdomen dapat berupa nyeri yang kontinyu atau terus menerus maupun nyeri kolik yaitu nyeri yang bersifat intermiten atau cramping pain. Dapat juga berupa nyeri burning, nyeri proyeksi, hiperestesia, nyeri iskemik dan nyeri pindah. Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietale akan dirasakan terus-menerus karena berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
LO BLOK 9
Skenario 5
Nyeri kolik adalah nyeri yang timbul dengan periode pendek kemudian diikuti periode panjang dan disertai fase bebas nyeri. Nyeri kolik ini menunjukkan suatu obstruksi organ berongga (lumen) dan organ yang berdinding otot (usus, empedu, duktus biliaris, ureter). Nyeri abdomen dapat juga bersifat burning yang biasanya mengindikasikan nyeri karena pengaruh asam dan berhubungan dengan lambung, duodenum atau bagian distal esophagus. Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensorik akibat cedera atau peradangan saraf. Contohnya adalah nyeri fantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat pada herpes zoster. Radang saraf ini pada herpes zoster dapat menyebabkan nyeri hebat di dinding perut sebelum gejala atau tanda herpes zoster menjadi jelas. Hiperestesi atau hiperalgesi sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga di bawahnya. Pada akut abdomen, tanda ini sering ditemukan pada peritonitis setempat maupun peritonitis generale. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk, nyeri lepas serta tanda rangsang peritoneum lain dan defans muskuler yang sering disertai hiperestesi kulit setempat. Nyeri perut dapat juga berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum, seperti takikardia, merosotnya keadaan umum, dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis. Nyeri dapat pindah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada tahap awal apendisitis, sebelum radang mencapai peritoneum, nyeri viseral dirasakan di sekitar umbilikus disertai rasa mual karena apendiks termasuk usus tengah. Setelah radang terjadi di seluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat ini, nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu di perut kanan bawah. Jika apendiks kemudian mengalami nekrosis dan gangren (apendisitis gangrenosa), nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan toksis. Pada perforasi tukak peptik duodenum, isi duodenum yang terdiri atas cairan asam garam dan empedu masuk di rongga abdomen yang sangat merangsang peritoneum setempat. Penderita merasa sangat nyeri di tempat rangsangan itu, yaitu di perut bagian atas. Setelah beberapa waktu, cairan isi duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon asenden sampai ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan bawah, sekitar sekum. Nyeri itu kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri pertama karena terjadi pengenceran. Pasien sering mengeluh bahwa nyeri yang mulai di ulu hati pindah ke kanan bawah. Proses ini berbeda sekali dengan proses nyeri pada 5
LO BLOK 9
Skenario 5
apendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, apendisitis akut maupun perforasi lambung atau duodenum, akan mengakibatkan peritonitis purulenta generale jika tidak segera ditanggulangi dengan tindak bedah. Beberapa karakter nyeri sesuai dengan organ yang terkena adalah sebagai berikut : Kolik ureter : nyeri kolik pada renal angle, dan menjalar ke panggul atau skrotum atau labia. Khasnya pasien tidak dapat menemukan posisi yang dapat mengurangi nyeri Nyeri kandung kemih : nyeri difus yang hebat di regio suprapubik. Nyeri prostat : nyeri tumpul yang dirasakan di lower abdomen, rectum, perineum atau paha anterior Nyeri uretra : sangat bervariasi mulai dari ketidaknyamanan hingga nyeri tajam yang hebat yang dirasakan pada ujung akhir uretra (ujung penis pada pria) dan semakin nyeri saat miksi. Obstruksi usus halus : nyeri kolik sentral yang berhubungan dengan muntah, distensi dan konstipasi Nyeri kolon : kadang kadang nyeri dapat berkurang sementara oleh defekasi atau flatus Iskemik usus : tumpul, hebat, tetap/konstan, nyeri abdomen kuadran kanan atas/sentral yang meningkat saat makan Nyeri kantung empedu : hebat, tetap/konstan, nyeri kuadran kanan atas/ epigastrik dan sering memburuk setelah makan makanan yang berlemak (fatty foods) Nyeri pancreas : epigastrium, menjalar ke punggung, membaik saat duduk dan posisi condong kedepan. Nyeri ulkus peptic : tumpul, nyeri terbakar (burning) di epigastrium.
LO BLOK 9
Skenario 5
GEJALA LAIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN NYERI ABDOMEN Anorexia, nausea dan muntah, konstipasi atau diare sering menyertai nyeri abdomen, tetapi bukan merupakan gejala yang spesifik sehingga tidak memiliki nilai diagnostic yang tinggi MUNTAH Saat distimulasi oleh serat aferen visceral sekunder, the medullary vomiting centers mengaktivasi serat eferen yang menginduksi reflex muntah. Oleh karena itu, nyeri abdomen akut (acute surgical abdomen) biasanya terdapat muntah yang juga berlaku sebaliknya . KONSTIPASI Reflex ileus sering diinduksi oleh serat aferen visceral yang merangsang serat eferen saraf simpatis (splanchnic nerves) untuk menurunkan peristaltic usus. Konstipasi merupakan indikator absolut obstruksi usus. Namun obstipasi (tidak adanya pasase feses dan flatus) diperkirakan kuat sebagai obstruksi usus mekanik jika ada distensi abdomen dengan nyeri yang progresif atau muntah yang berulang. DIARE Diare cair (watery diarrhea) yang banyak merupakan karakterisktik dari gastroenteritis dan penyebab lain akut abdomen. Diare berdarah diperkirakan colitis ulseratif, crohn disease, basilar atau disentri amuba. POSISI PASIEN 7
LO BLOK 9
Skenario 5
Posisi pasien dalam usaha mengurangi nyeri tertentu dapat menjadi petunjuk. Pada pankreatitis akut, pasien akan berbaring pada sisi sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang, panggul dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan lutut. Pasien dengan abses hati biasanya akan berjalan sedikit membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas seakanakan menggendong absesnya. Apendisitis akut yang letaknya retrosekum mendorong penderitanya untuk berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sebagai usaha melemaskan otot psoas yang teriritasi. Akut abdomen dengan iritasi pada diafragma akan menyebabkan pasien lebih merasa nyaman dalam posisi setengah duduk yang memudahkan bernafas. Penderita dengan peritonitis lokal atau generale tidak dapat bergerak karena nyeri, sedangkan pasien dengan kolik terpaksa bergerak karena nyerinya. GEJALA SPESIFIK LAINNYA Gejala gejala yang sangat membantu penegakan diagnosis jika ditemukan. Misalnya, ikterik menunjukkan kelainan hepatobiliar dan hematochezia atau hematemesis menunjukkan lesi gastroduodenal atau Mallory-weiss sindrom.
RIWAYAT LAIN YANG RELEVAN Riwayat gynekologis Riwayat menstruasi cukup penting untuk mendukung diagnose kehamilan ektopik, mittelschmer ( rupture folikel ovarium) dan endometriosis. Riwayat vaginal discharge atau dismenorea menunjukkan pelvic inflammatory disease. Riwayat obat-obatan Antikoagulan terlibat dalam hematoma retroperitoneal dan intramural duodenum dan jejunum, kontrasepsi oral dalam pembentukkan benign hepatic adenoma dan infark vena mesenterium. Kortikosteroid dapat menutupi gejala klinis bahkan peritonitis lanjut. Riwayat perjalanan atau travelling Dapat meningkatkan resiko abses hati amoeba atau hydatid cyst, malarial spleen, tuberculosis, salmonella typhi, infeksi pada area ileosaecal atau disentri. Riwayat operasi Riwayat operasi sebelumnya pada abdomen, vascular, thorak atau groin mungkin berhubungan dengan penyakitnya sekarang.
PEMERIKSAAN FISIK Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik, harus sudah dapat dipastikan kira-kira organ mana yang mkengalami kelainan berdasarkan hasil anamnesa. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mempertegas dan meyakinkan organ tersebut yang mengalami kelainan. Pemeriksa sebaiknya menggunakan satu jari 8
LO BLOK 9
Skenario 5
tangan untuk menunjukkan rasa nyeri tersebut. Disamping itu pemeriksaan vital sign harus dipantau dan dipertahankan tetap stabil. Kondisi pasien yang menunjukkan tanda syok, hipotermi, takipnea, takikardia dan kemungkinan hipotensi, menunjukkan adanya masalah intra abdomen dan memerlukan tindakan pembedahan berupa laparatomi. Untuk memulai pemeriksaan fisik, pasien ditempatkan dalam posisi supinasi, kemudian lakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi di seluruh daerah abdomen. Dilanjutkan pemeriksaan di daerah flank, inguinal dan pemeriksaan genetalia maupun rektal. Langkah awal pemeriksaan pada daerah abdomen adalah melakukan inspeksi pada dinding anterior maupun bagian posterior dari abdomen, flank, perineum dan genetalia untuk mencari kemungkinan kelainan - kelainan seperti tanda bekas tindakan operasi (scars), hernia (jenis inkarserata atau strangulasi), distensi abdomen, darm steifung, darm contour, abses, tumor atau tanda peritonitis . Langkah selanjutnya adalah melakukan auskultasi, bila dalam evaluasi ditemukan bising usus negatif, itu menunjukkan suatu ileus paralitik, tetapi bila hiperaktif atau hipoaktif sering merupakan suatu kondisi normal dan apabila didapatkan bising usus berupa metalik sound merupakan indikasi obstruksi mekanik. Langkah ketiga yaitu pemeriksaan perkusi. Bila menemukan daerah dullnes, hal tersebut menunjukkan adanya cairan bebas atau udara bebas dibawah dinding abdomen. Suara timpani bisa menunjukkan kemungkinan adanya gambaran obstruksi atau perforasi usus. Langkah terakhir adalah palpasi, harus dilakukan secara gentle. Dimulai dari area yang paling jauh dari regio nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Pemeriksaan bagian perut yang sukar dicapai, seperti daerah retroperitoneal, regio subfrenik, dan panggul, dapat dicapai secara tidak langsung dengan uji tertentu. Dengan uji iliopsoas dapat diperoleh informasi mengenai regio retroperitoneal; dengan uji obturator didapat informasi mengenai kelainan di panggul, dan dengan perkusi tinju dapat dicapai regio subfrenik. Pada uji iliopsoas, pasien diminta mengangkat tungkainya dengan lutut ekstensi dan pemeriksa memberi tekanan melawan gerak tungkai sehingga m.iliopsoas dipaksa berkontraksi kuat. Jika terasa nyeri di bagian belakang di dalam perut, kemungkinan ada proses radang akut atau abses di perut yang tertekan saat otot iliopsoas menebal karena kontraksi. Pada uji obturator, tungkai penderita diputar dengan arah endorotasi dan eksorotasi pada posisi menekuk 90, baik di lutut maupun di lipat paha; jika ada nyeri, mungkin ada proses radang di daerah m.obturatorius. Pada uji perkusi tinju, pemeriksa melakukan perkusi (bukan pukulan keras) pada sisi dinding toraks kira-kira di pertengahan antara aksila dan spina iliaka anterior superior dengan tinju melalui tangan yang lain sehingga terjadi getaran di dalam karena benturan ringan. Jika terasa nyeri di dalam, mungkin ada radang akut atau abses di ruang subfrenik antara hati
LO BLOK 9
Skenario 5
dan diafragma. Kita juga harus mengevaluasi tanda-tanda penting pada abdomen akut seperti tertera pada tabel di bawah ini : Tabel 1. Tanda-tanda pada pasien akut abdomen Sign Cullen's sign Gambaran Warna kebiruan di periumbilikus Asosiasi Perdarahan retroperitoneum (hemorrhagic pancreatitis, abdominal aortic aneurysm rupture) Ruptur limpa Ruptur kehamilan ektopik Apendisitis
Kehr's sign
McBurney's sign
Nyeri tekan pada 1/3 distal jarak dari umbilikus ke anterior iliac spine kanan Interupsi inspirasi seketika pada palpasi kuadran kanan atas abdomen Nyeri perut pada hiperekstensi pinggul kanan Nyeri perut saat dilakukan rotasi internal pada pinggul kanan yang terfleksi Diskolorasi pada flank
Murphy's sign
Akut kolesistitis
Apendisitis
Apendisitis
GreyTurner's sign
Perdarahan retroperitoneum (hemorrhagic pancreatitis, abdominal aortic aneurysm rupture) Pelvic inflammatory disease
Chandelier sign
Manipulasi pada servix uterus menyebabkan pasien yang sedang berbaring mengangkat bokongnya Nyeri pada kuadran kanan bawah saat dilakukan palpasi pada kuadran kiri bawah abdomen
Rovsing's sign
Apendisitis
10
LO BLOK 9
Skenario 5
Pemeriksaan yang tidak kalah pentingnya pada abdomen akut adalah rectal examination yang bertujuan untuk menilai tonus sfingter ani, nyeri tekan terlokalisir, adanya hemoroid, massa dan darah. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan rutin berupa darah lengkap, kimia darah dan pemeriksaan urin sebaiknya dikerjakan. Pemeriksaan Hb dan hematokrit diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Terjadi peningkatan sel darah putih adalah indikasi proses inflamasi dengan ditemukannya pergeseran hitung jenis (differential count) ke kiri. Jumlah leukosit yang melebihi
20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum elektrolit, Blood Urea Nitrogen dan kreatinin dipergunakan untuk
mengevaluasi kehilangan cairan. Pemeriksaan fungsi hepar seperti serum bilirubin, alkali fosfatase dan transaminase merupakan pemeriksaan untuk menilai adanya kelainan hepatobilier. Kecurigaan adanya pankreatitis diperiksa dengan amilase dan kadar lipase. Namun perlu diingat bahwa bisa terjadi penurunan kadar amilase atau normal pada pasien dengan pankreatitis, dan mungkin justru meningkat pada pasien dengan kondisi lain seperti obstruksi intestinal, trombosis mesenterium, trauma pankreas dan perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar. Pemeriksaan urin dapat menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Pada pasien dengan abdomen akut, pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah foto polos abdomen (BOF) dalam posisi supinasi dan posisi berdiri. Tetapi apabila pasien tidak dapat berdiri dilakukan pemeriksaan Left Lateral Decubitus. Bila ditemukan adanya gambaran udara bebas dan dilatasi usus kemungkinan terjadi obstruksi intestinum. Bila ada gambaran pneumoperitoneum menunjukkan adanya perforasi. Bila ada gambaran kalsifikasi menunjukkan adanya batu pada sistem biliar, ginjal maupun uretra. Foto thoraks juga diperlukan dalam posisi tegak untuk menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pada thoraks. Harus juga diperhatikan pada foto thoraks adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika. Evaluasi terhadap hasil foto harus tetap didasari atau dikonfirmasi dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang didapat sebelumnya. IVP (Intravenous Pyelogram) dilakukan jika tidak ditemukan kelainan di BOF pada kemungkinan batu saluran kemih atau batu ginjal. Pemeriksaan ultrasonografi membantu menegakkan diagnosis kelainan hati, saluran empedu dan pankreas. USG juga menjadi pilihan pertama apabila terdapat kecurigaan pada penyakit ginekologi. Dan untuk penyakit akut abdomen lainnya, CT scan adalah pilihan pertama. Namun jika dengan 11
LO BLOK 9
Skenario 5
pemeriksaan-pemeriksaan tersebut belum juga bisa mendiagnosis dengan tepat maka perlu dilakukan laparotomi eksplorasi terutama apabila tanda-tanda penyakit tidak jelas. PEMERIKSAAN KHUSUS A) Abdominal paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100--200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi B) Pemeriksaan laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya C) Bila dijumpai perdarahan dari anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi D) Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen DIAGNOSA KERJA Didalam menegakkan diagnosa kerja, pemeriksaan history (anamnesa), pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologis serta diferential diagnosa harus menjadi pertimbangan utama. Secara garis besar, penyebab akut abdomen intraabdomen dapat dibagi 6 kelompok besar, yaitu infeksi, ileus, perdarahan, perforasi, iskemia dan trauma. Berbagai penyebab nyeri abdomen dapat dilihat pada tabel 2, tabel 3 serta gambar 5, 6, 7 dan 8. Tabel 2. Stereotipe onset nyeri dan kelainan patologis yang berhubungan Onset tiba-tiba (sangat nyeri dalam beberapa detik) Ulkus perforasi Infark mesenterium Ruptur aneurisma aorta abdominalis Ruptur kehamilan ektopik Torsi ovarium atau kista yang ruptur Emboli paru Infark miokard akut Onset cepat (sangat nyeri dalam beberapa menit atau jam) Hernia strangulata Volvulus Intususepsi Akut pankreatitis Kolik bilier Divertikulitis Kolik renal dan ureter Onset lambat (dalam beberapa jam) Apendisitis Hernia strangulata Kronik pankreatitis Penyakit ulkus peptikum Inflammatory bowel disease Limfadenitis mesenterium Cystitis dan retensi urin Salpingitis dan prostatitis
12
LO BLOK 9
Skenario 5
SEGALA USIA Apendisitis akut Perforasi Usus / Lambung Nyeri Abdomen Non Spesifik Obstruksi Usus Pankreatitis Akut Kolik Ginjal / Ureter Dyspepsia Hernia Kolesistisis Akut / Bilier
Hernia
Kehamilan Ektopik
Kista Ovarium
13
LO BLOK 9
Skenario 5
14
LO BLOK 9
Skenario 5
15
LO BLOK 9
Skenario 5
Gambar 8. Pembagian etiologi nyeri perut berdasarkan quadran Penyebab akut abdomen dapat pula kelainan ekstraabdomen yaitu dapat dilihat di tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Penyebab ekstraabdomen pada akut abdomen Toraks (nyeri alih) Kardiopulmoner Infark jantung Perikarditis akut Pleuritis akut / pneumonia / empiema Pneumotoraks / embolus paru Neurogenik Tumor sumsum belakang 16
LO BLOK 9 Tekanan pada (akar) saraf interkostal Herpes zoster Kelainan endikrin / metabolik KAD / HHS Uremia Intoksikasi Sengatan serangga Obat-obatan Timah
Skenario 5
ALUR PENANGANAN Di bawah ini digambarkan ilustrasi singkat penanganan pasien dengan abdomen akut. Lihat gambar 8 sampai 11.
Gambar 8. Penanganan pasien pancreatitis. Pankreatitis akut sebaiknya terapi suportif, tetapi bila dengan komplikasi sebaiknya dipilih tindakan pembedahan
Gambar 9. Banyak pasien dengan gambaran udara bebas di cavum peritoneum, sebaiknya dipilih tindakan laparascopy atau laparatomy yang diikuti dengan tindakan resusitasi dan persiapan yang baik. 17
LO BLOK 9
Skenario 5
Gambar 10. Pada pasien obesitas, pemeriksaan ditemukan kemungkinan akut abdomen , CT scan dapat membantu dalam menentukan diagnosa.
Gambar 11. Pada pasien dengan kemungkinan abdomen akut dapat dilakukan pemeriksaan USG
Hampir semua kelainan akut abdomen memerlukan pembedahan untuk mengatasi penyebabnya. Indikasi untuk dilakukannya laparotomi eksplorasi terangkum pada tabel 2.5. Tabel 5. Hasil pemeriksaan yang memerlukan pertimbangan laparotomi eksplorasi Pemeriksaan Pemeriksaan fisik Hasil Defans muskuler khususnya jika meluas. Nyeri tekan terutama jika meluas. Distensi perut terutama jika ketegangan meningkat. Massa yang nyeri khususnya jika disertai suhu tinggi atau hipotensi. 18
LO BLOK 9
Skenario 5 Tanda yang meragukan disertai dengan tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis, perubahan mental). Tanda iskemia oleh gangguan vaskular atau strangulasi yaitu tanda intoksikasi (suhu badan meningkat, takikardia, leukositosis) dan penderita memburuk sewaktu ditangani.
Pemeriksaan radiologi
Pneumoperitoneum Distensi usus yang bertambah Ekstravasasi bahan kontras Tumor disertai suhu badan tinggi Oklusi vena atau arteri mesenterika
Pemeriksaan endoskopi
19
LO BLOK 9
Skenario 5
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadsyah Ibrahim, Prasetyono T.O.H. Gawat Abdomen. In: R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong (eds). Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta: EGC, Penerbit Buku Kedokteran. 2005: 181-192. 2. Schwartz SI, Shires GTS, Spencer FC. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah edisi 6. Jakarta: EGC, Penerbit Buku Kedokteran. 2000. 3. Sudarthana Ketut. Abdomen Akut. Denpasar: Divisi Bedah Digestive Lab/SMF Bedah RSUP Sanglah. 2003. 4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Bedah Digestif. In: Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2000; 302-321. 5. White MJ, Counselman FL: Acute abdominal pain. Available from:
http://www.vin.com/proceedings/Proceedings.plx?CID=WSAVA2002&PID=2582
Oleh : dr. Wayan Giri Putra Semaradana Pedamping : dr. Desak Nyoman Puriani
20
LO BLOK 9
Skenario 5
Apendisitis Akut
Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan kasus operasi intraabdominal tersering yang memerlukan tindakan bedah.1 Penyebab pasti dari appendisitis belum diketahui pasti. Beberapa studi menyampaikan bahwa ada tendensi keturunan. Belakangan diketahui itu disebabkan oleh kesamaan kebiasaan makan, resistensi genetik dari flora bakteri. Kebiasaan makan rendah serat, tinggi gula dan lemak juga merupakan predisposisi terjadi buang air besar yang tidak banyak, waktu transit makanan di usus jauh lebih lama, dan peningkatan tekanan di dalam lumen usus. 2,3
Gambar 4. Perjalanan Penyakit Apendisitis4 ETIOLOGI Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan
LO BLOK 9
Skenario 5
limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. PATOGENESIS Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi. Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih
LO BLOK 9
Skenario 5
kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi. MANIFESTASI KLINIK Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut. 1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. 2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya. Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas. 1. Pada anak-anak Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-
LO BLOK 9
Skenario 5
muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 2. Pada orang tua berusia lanjut Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi. 3. Pada wanita Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
LO BLOK 9
Skenario 5
2. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.00020.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Penegakkan Diagnosis Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc Burney juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda obturator). Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.5-6 Rovsings sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan. atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
Psoas
sign
LO BLOK 9 Obraztsovas sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah. Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan Obturator sign dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina. Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah Dunphys sign dengan batuk Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut Ten Horn sign pada korda spermatic kanan Kocher (Kosher)s Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke sign kuadran kanan bawah. Nyeri yang semakin bertambah pada perut Sitkovskiy kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan (Rosenstein)s sign pada sisi kiri Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran Bartomierkanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi Michelsons sign kiri dibandingkan dengan posisi terlentang Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit Aure-Rozanovas triangle kanan (akan positif Shchetkinsign Bloombergs sign) Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada Blumberg sign kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tibatiba Tabel 1. Sign of Appendicitis6-7
Skenario 5
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.6 The Modified Alvarado Score Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah Mual-Muntah Anoreksia Tanda Nyeri di perut kanan bawah Nyeri lepas Demam diatas 37,5 C Pemeriksaan Leukositosis Lab Skor 1 1 1 2 1 1 2
LO BLOK 9 Hitung jenis leukosit shift to 1 the left Total 10 Interpretasi dari Modified Alvarado Score: 1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut 5-7 : sangat mungkin apendisitis akut 8-10 : pasti apendisitis akut Tabel 2. The Modified Alvarado score6
Skenario 5
Pemeriksaan laboratorium didapati peningkatan sel darah putih. Pemeriksaan kehamilan harus di kerjakan pada pasien wanita untuk menyingkirkan kasus-kasus kebidanan. Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinik tidak jelas, pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%.8
LO BLOK 9
Skenario 5
Diagnosis banding Gastroenteristis Pada gastroenteritis, mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. Demam Dengue Demam Dengue dapat dimulai dengan ssakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumple leede, trombositopenia dan hematokrit yang meningkat. Limfadenitis mesenterika Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan rasa mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan. Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah ( ovulasi ) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri bisa hilang dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat menggangu selama dua hari. Nyeri panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada Vaginal Toucher akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan Rectal Toucher jika perlu untuk diagnosis banding. Kehamilan di luar kandungan. Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada VT didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglasi dan pada kuldosentesis didapatkn darah. Kista ovarium terpuntir Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, VT, atau RT. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG dapat menentukan diagnosis. Endometriosis eksterna Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar. Urolitiasis pielum/ Ureter kanan. Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.
LO BLOK 9
Skenario 5
Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut seperti Divertikulitis meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, denan tifoid abdominalis, karsinoid dan mukokel apendiks.
Komplikasi Komplikasi yang paling sering adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Tatalaksana Appendisitis Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.9 Penggunaan ligasi ganda pada setelah appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris jahitan. Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.10 Insisi Grid Iron (McBurney Incision)11 Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.
LO BLOK 9 Lanz transverse incision12 Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.
Skenario 5
Rutherford Morissons incision (insisi suprainguinal)13 Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.
Low Midline Incision13 Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum.
Insisi paramedian kanan bawah13 Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.
Skenario 5
PEMBAHASAN Pasien dengan keluhan nyeri perut kanan bawah pada laki-laki mempunyai diagnosis banding apendisitis, kolik saluran kemih, kelainan pada saluran pencernaan seperti divertikulitis, ileokolitis, typhoid, serta keganasan. Demam pada pasien ini didahului oleh nyeri sehingga kemungkinan typhoid dapat disingkirkan. Gejala buang air kecil dan besar tidak ada kelainan maka kolik saluran kemih, divertikulitis, ileokolitis, maupun keganasan dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskular pada region abdomen kanan bawah, dengan tanda psoas dan rovsing yang positif, maka kemungkinan letak apendiks di daerah retrosekal. Nilai Modified Alvarado Scoring System adalah 9 dari 10 sehingga pasien pasti didiagnosis apendisitis dan dilakukan apendektomi. Diagnosis kerja pada pasien adalah apendisitis kronis eksaserbasi akut melihat adanya riwayat nyeri perut kanan bawah sejak dua tahun yang lalu. Pada saat operasi ditemukan apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal sesuai dengan tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik. Didapatkan pula appendiks yang gangrenosa sehingga diagnosis post operasi adalah apendisitis gangrenosa. Apendisitis gangrenosa merupakan stadium akhir dari apendisitis dimana terjadi nekrosis jaringan akibat adanya gangguan aliran darah pada apendiks sehingga dapat terjadi perforasi. Terapi antibiotic spektrum luas pada apendisitis sederhana dan supuratif hanya dilakukan profilaksis preoperatif. GLOSSARY Appendektomi (atau apendisektomi)14 : Operasi pengangkatan usus buntu Apendiks 15 : Usus buntu, umbai cacing, kantong berbentuk cacing yang melekat pada sekum, awal dari usus besar. Peritonitis16 : Radang pada peritoneum, selaput lapisan dinding perut dan panggul. DAFTAR PUSTAKA Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier. 2010. Surgery 28:11. p544048. Andersson N, Griffiths H, Murphy J, et al. Is appendicitis familial? Br Med J 1979 Sep 22; 2: 697e8. Heaton KW. In: Br Med J, Res Clin, eds. Aetiology of acute appendicitis 1987 Jun 27; 294:1632e3. Bewes P. Appendicitis. [Internet] April 2003. [cited April 2011] E-Talc Issue 3. Available from: http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/health%2520development/html/clients/beweshtml/bewes_01.htm Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. 2nd Ed. New York: Springer. 2008.
1. 2. 3. 4.
5.
LO BLOK 9 6.
Skenario 5
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010. 7. Appendicitis [Internet] [updated September 2010; cited April 2011]. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Appendicitis 8. Puylaert JB, Rutgers PH, Lalisang RI, et al. A prospective study ofultrasonography in the diagnosis of appendicitis. N Engl J Med 1987 Sep 10; 317: 666e9. 9. Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81. 10. Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215: 337e48. 11. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004. 12. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Loves Short Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004. 13. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis. J Anat. Soc. India 50(2) 170-178 (2001) 14. Appendectomy. [Internet] [cited April 2011] Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Appendectomy 15. Vermiform Appendix. [Internet] [cited April 2011] Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/vermiform_appendix 16. Peritonitis. [Internet] [cited April 2011] Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/peritonitis
Pasien laki- laki usia 45 tahun datang dengan keluhan mata tampak kuning dan perut yang semakin membesar. Pasien mengeluh perutnya semakin membesar sejak 2 minggu yang lalu disertai dengan mual, muntah dua kali, perasaan tidak nyaman pada perut, nyeri kepala, BAK seperti teh, BAB dengan tinja berwarna pucat dan kaki bengkak sejak 3 hari yang lalu. Pasien tidak mengeluh adanya demam, batuk, pilek, dan nyeri telan. Dari anamnesis tidak didapatkan adanya riwayat dengan gejala serupa pada keluarga, riwayat tranfusi (-), minum- minuman berakohol (-), pemakaian jarum suntik (-), dan makan di pinggir jalan (-).
Pemeriksaan fisik didapatkan: KU sedang, compos mentis, VS : Tensi : 130/90; N = 88 x/menit , reguler, isi dan tegangan cukup, simetris; RR= 24 x/menit ; S = 37,3 0C. Mata: conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), conjungtiva ikterik (+/+), edema palpebra (-/-); Mulut : Mukosa basah (+); Thorax, Cor dan Pulmo dalam batas normal; Abdomen: tampak asites, palpasi distended, massa (-), hepar teraba kenyal, ujung tumpul dan hepar membesar 5 jari dibawah arcus costa, lien teraba kenyal dan membesar pada schuffner dua, pemeriksaan shiffting dullness (+), nyeri tekan bagian kuadran kiri bawah, perkusi hipertimpani, perkusi asites (+) (timpani ke redup) dan auskultasi peristaltik meningkat; Extremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (+/+) dan edema pitting pada kedua extremitas inferior.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : Hemoglobin: 13,9 g/dl; Hematokrit : 38,8 %; Leukosit : 9,12.000 uL; Trombosit : 152.000 uL; Urine rutin: warna kuning tua, agak keruh, glukosa (-), protein (-), billirubin (+4), urobilinogen (+3), pH 6,5, darah (+/-), keton (-), nitrit (-), leukosit (-).
Pemeriksaan kimia darah didapatkan : total billirubin: 20,5 mg/dl (meningkat), billirubin direct/ indirect: 13,76 mg/dl /6,70 mg/dl (meningkat), SGOT; 524 U/L (meningkat), SGPT; 192 U/L (meningkat) dan HbsAg (+).
UNFAMILIAR TERM
1. Ascites : akumulasi cairan berlebihan dalam rongga peritoneum 2. Ikterik : keadaan kuning pada kulit dan sklera 3. Edema pitting : akumulasi cairan pada tubuh bagian kaki dan ketika dipencet kembalinya lama
PROBLEM DEFINITION
1. Mengapa pasien terlihat bermata kuning dan perut semakin membesar (asites)? 2. Mengapa pasien mual, muntah dan rasa tidak enak di bagian perut? 3. Mengapa pada pemeriksaan fisik hepar membesar 5 jari dibawah arcus dan pembesaran lien pada shuffner dua? 4. Mengapa pasien terasa nyeri di kuadran kiri bawah dan perkusi hiper tympani? 5. Apa intrepretasi dari pemeriksaan laboratorium? 6. Apa interpretasi dari pemeriksaan kimia darah? 7. Bagaimana Deferensial Diagnosis pada Pasein tersebut? Dan memastikan diagnosis pada pasien tersebut? 8. Bagaimana penatalksanaan pada pasien tersebut farmakon / non farmako? 9. Bagaimana komplikasi dan prognosis penyakit pada pasien tersebut? 10. Apa penyebab dan bagaimana pencegahan penyakit tersebut?
BRAIN STORMING
1. Mengapa pasien terlihat bermata kuning dan perut semakin membesar (asites)? Karena peningkatan bilirubin dan kegagalan pengikatan albumin dalam darah 2. Mengapa pasien mual, muntah dan rasa tidak enak di bagian perut? Karena sekresi asam lambung yang meningkat yang kemudian tersensitisasi medulla oblongata 3. Mengapa pada pemeriksaan fisik hepar membesar 5 jari dibawah arcus dan pembesaran lien pada shuffner dua? Karena hepar mengalami peradangan dan inflamasi 4. Mengapa pasien terasa nyeri di kuadran kiri bawah dan perkusi hiper tympani? Gangguan pada limfa biasanya infeksi 5. Apa interpretasi dari pemeriksaan kimia darah? Hepatits B kronik 6. Bagaimana Deferensial Diagnosis pada Pasein tersebut? Dan memastikan diagnosis pada pasien tersebut? Sirosis hepar, kolesistitis, hepatitis 7. Bagaimana penatalksanaan pada pasien tersebut farmakon / non farmako? Interferon gamma 8. Bagaimana komplikasi dan prognosis penyakit pada pasien tersebut?
Sirosis hepar, kanker hati 9. Apa penyebab dan bagaimana pencegahan penyakit tersebut? Virus, alkoholik dan dicegah dengan imunisasi virus hepatitis B
ANALIZYING PROBLEM
1. Mengapa pasien terlihat bermata kuning dan perut semakin membesar (asites)?
1. Over produksi. Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap).Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan. 2. Penurunan ambilan hepatic. Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini. 3. Penurunan konjugasi hepatikTerjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II 4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik). Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah.Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
2. Mengapa pasien mual, muntah dan rasa tidak enak di bagian perut? Mual merupakan suatu perasaan yang sangat tidak enak dibelakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah. Mual muntah dianggap sebagai suatu fenomena yang terjadi dalam tiga stadium yaitu mual, retching dan muntah. Stadium mual merupakan stadium pertama, stadium kedua retching adalah suatu usaha involunter untuk muntah, stadium ketiga muntah merupakan suatu reflex yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut (Price dan Willson 2005).
Mekanisme mual dan muntah berawal dari aktifitas nucleus dari neuron di medulla oblongata Pusat mual muntah dapat diaktifkan secara langsung oleh korteks cerebral, sinyal dari organ sensoria atau sinyal dari apparatus vestibular dari telinga dalam yang menimbulkan reflek mual karena adanya gerakkan. Nausea atau mual sering mendahului atau menyertai muntah (vomitus) (Garret et.al. 2003, dalam Apriany, 2010). Faktor risiko terjadinya mual yang berhubungan dengan pasien meliputi usia, jenis kelamin, riwayat mual terdahulu dan dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat antiemetik seperti antikolinergik (Grunberg, 2004; Barsadia & Patel, 2006, dalam Apriyani, 2010). Mual dan muntah yang terjadi biasanya disebabkan karena sekresi asam lambung yang meningkat menyebabkan terjadinya inflamasi pada lambung yang kemudian merangsang sarafsaraf pada lambung dan dihantarkannya ke medulla oblongata dan ditanggkap oleh pusat saraf sebagai respon mual (Garret et.al. 2003, dalam Apriany, 2010; Marcellus, 2009). Penyumbatan mekanis pada usus juga dapat menyebabkan mual dan muntah karena makanan dan cairan berbalik arah dari sumbatan tersebut. Iritasi atau peradangan lambung, usus atau kandung empedu dan masalah psikis juga dapat menyebabkan muntah. 3. Mengapa pada pemeriksaan fisik hepar membesar 5 jari dibawah arcus dan pembesaran lien pada shuffner dua? Karena hepar mengalami peradangan dan kongesti (parenkim hakim hati mengalami kongesti) dari hasil pemeriksaan palpasi dari arcus costalis terukur 5 jari dengan posisi pasien tidur ter lentang dengan kaki kiri lurus dan kaki kanan di tekuk. Dan lien di sebelah kiri juga mengalami kongeti dan teraba sekitar pertengahan sampai arcus (2 shuffner) 4. Mengapa pasien terasa nyeri di kuadran kiri bawah dan perkusi hiper tympani? Kemungkinan karena adanya gangguan pada limpa yang berkedudukan di regio hypocondrium kiri. Bermanfaat mempertimbangkan adanya splenomegali pada penyakit akut atau sub akut. Limpa yang membesar (limpa bengkak) akan mempengaruhi masing-masing fungsi vital, misalnya mengalami gangguan dalam menyaring sel-sel darah merah, mengurangi jumlah sel-sel sehat dalam aliran darah bahkan hingga merusak organ lain. Beberapa faktor diketahui bisa menyebabkan pembengkakan limpa: Infeksi virus, seperti mononukleosis Infeksi bakteri, seperti sifilis atau infeksi pada lapisan dalam jantung (endocarditis) Infeksi parasit, seperti malaria Sirosis dan penyakit lain yang mempengaruhi hati 5. Apa interpretasi dari pemeriksaan kimia darah? Pemeriksaan kimia darah didapatkan : total billirubin: 20,5 mg/dl (meningkat), billirubin direct/ indirect: 13,76 mg/dl /6,70 mg/dl (meningkat), SGOT; 524 U/L (meningkat), SGPT; 192 U/L (meningkat) dan HbsAg (+). Total bilirubin: 20,5 mg/dl ( meningkat) : Nilai normalnya: 0,1 - 1,2 mg/dl
Terjadi peningkatan total bilirubin karena bilirubin direct dan indirect nya meningkat. Bilirubin direct: 13,76 mg/dl (meningkat) : Nilai normalnya: 0,1 0,3 mg/dl Terjadi peningkatan bilirubin direct karena: - Gangguan ekskresi kanalikuler Trauma hepatoseluler (mis, hepatitis virus, hepatitis alkoholik, sirosis) Kolestasis intrahepatik Kelainan keluarga pada transport bilirubiin terkonjugasi (Dubin-Johnson & Rotors syndrome) - Gangguan pada duktus biliaris intrahepatal Sirosis bilier primer Cholangitis sclerosis primer Reaksi penolakan transplantasi liver Neoplasma - Gangguan pada duktus biliaris ekstrahepatal Choledocholithiasis Neoplasma Cholangitis sclerosis primer Striktur bilier Bilirubin indirect: 6,70 mg/dl (meningkat) : Nilai normalnya: 0.1 1.0 mg/dl Terjadi peningkatan bilirubin indirect karena: - Peningkatan produksi bilirubin Hemolisis Eritropoesis inefektif - Gangguan ambilan bilirubin Gilberts syndrome Obat (rifampisin, agen kontras untuk radiografi) Gagal jantung Pembedahan Ikterik neonatorum - Gangguan konjugasi bilirubin Gilbert syndrome Crigler Najjar syndrome Ikterus neonatorum SGOT: 524 U/L (meningkat): Nilai normalnya: 5 40 (u/l) SGPT: 192 U/L (meningkat): nilai normalnya: 5 41 (u/l) peningkatan SGOT dan SGPT merupakan petanda nekroinflamasi. HbsAg (+). Pasien mengidap hepatitis B akut atau kronik.
6. Bagaimana Deferensial Diagnosis pada Pasein tersebut? Dan memastikan diagnosis pada pasien tersebut? Diferential Diagnosis 1. Sirosis Hati Diagnosis : pada stadium kompensasi sempurna kadang - kadang sulit menegakkan diagnosissirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mubgkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis serosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoakopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnoais kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi. 2. Kolesistitis Diagnosis : foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Pemeriksaan USG sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95 % . Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acis mempunyai nilai sedikit rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adany gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut. Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. 3. Hepatitis B akut Diagnosis secara serologis : - infeksi melalui darah -> HBV Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari IgM antibodi terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan HBsAg). * keduanya ada saat gejala muncul * HBsAg mendahului IgM anti HBc
* HBsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa secara rutin * HBsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan setelah kemunculannya, sebelum hilangnya IgM anti HBc. HbeAg dan HBV DNA * HBV DNA di serum merupakan petanda yang pertama kali muncul akan tetapi tidak rutin diperiksa. * HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg Melakukan pemeriksaan histopatologik hepatitis B . 7. Bagaimana penatalksanaan pada pasien tersebut farmakon / non farmako? Tujuan dari farmakoterapi pada pasien dengan penyakit hepatitis B adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Antivirus Agen antivirus mengganggu replikasi virus dan melemahkan atau meniadakan aktivitas virus.
Tenofovir disoproxil fumarat (tenofovir) Tenofovir adalah analog nukleotida (adenosin monofosfat) reverse transcriptase dan hepatitis B (HBV) inhibitor polimerase. Lamivudine (Epivir, Epivir-HBV) Lamivudine adalah analog timidin yang menghalangi replikasi virus dengan penghambatan kompetitif reverse transcriptase virus. Ada bukti bahwa efek imunomodulator tidak langsung dapat diamati. Adefovir dipivoxil (Hepsera) Adefovir digunakan untuk mengobati penyakit hepatitis B kronis. Agen ini adalah prodrug yang diubah menjadi garam difosfat. Obat aktif diklasifikasikan sebagai inhibitor reverse transcriptase antivirus nukleotida. Hal ini menghambat virus hepatitis B (HBV) DNA polymerase (reverse transcriptase) dengan bersaing dengan triphosphate substrat alami deoxyadenosine (dATP) dan dengan menyebabkan pemutusan rantai DNA setelah penggabungan menjadi DNA virus. Entecavir (Baraclude) Entecavir adalah analog nukleosida guanosin dengan aktivitas polimerase virus terhadap hepatitis B (HBV). Agen ini bersaing dengan triphosphate deoxyguanosine substrat alami (dGTP) untuk menghambat aktivitas polimerase HBV (yaitu, reverse transcriptase). Entecavir kurang efektif untuk lamivudine-tahan api infeksi HBV. Obat ini diindikasikan untuk pengobatan infeksi HBV kronis dan tersedia sebagai tablet dan sebagai larutan oral (0,05 mg / mL; 0,5 mg = 10 mL). Telbivudine (Tyzeka) Telbivudine adalah analog nukleosida disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan hepatitis B kronis. Obat ini menghambat hepatitis B polimerase DNA virus dan diindikasikan untuk pasien dengan bukti replikasi hepatitis B virus dan berkelanjutan baik aktivitas aminotransferase persisten tinggi atau bukti histologis dari penyakit hati aktif. Pertimbangkan telbivudine untuk pasien yang kondisinya tidak atau tidak mungkin untuk menanggapi interferon atau untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi interferon. Munculnya resistensi adalah kelemahan utama dari monoterapi analog nukleosida. Peginterferon alfa 2a (Pegasys) Peginterferon alfa 2a mengikat reseptor permukaan sel di riam interaksi protein, sehingga transkripsi gen. Gen ini dirangsang menghambat replikasi
virus dalam sel yang terinfeksi, proliferasi sel, dan immunomodulation. Peginterferon alfa 2a diindikasikan untuk orang dewasa dengan hepatitis B antigen e (HBeAg)-positif dan HBeAg-negatif penyakit hepatitis B kronis dengan penyakit hati kompensasi dan bukti replikasi virus dan peradangan hati. Interferon alfa-2b (Intron A) Ini adalah produk protein yang diproduksi oleh teknologi DNA rekombinan. Mekanisme aktivitas antitumor tidak dimengerti dengan jelas, namun efek antiproliferatif langsung terhadap sel-sel ganas dan modulasi respon host kekebalan tubuh mungkin memainkan peran penting. Efek imunomodulator meliputi peningkatan cytolytic T aktivitas sel, stimulasi aktivitas sel pembunuh alami, amplifikasi antigen leukosit manusia (HLA) kelas I protein pada sel yang terinfeksi, dan penekanan proliferasi sel tumor. Aktivitas antivirus langsung interferon alfa-2b mengaktifkan ribonucleases virus, menghambat virus masuk ke sel, dan menghambat replikasi virus. Sebuah efek antifibrotic langsung telah didalilkan. Peginterferon alfa-2b (PegIntron, PegIntron Redipen, Sylatron) Ini adalah produk protein yang diproduksi oleh teknologi DNA rekombinan. Mekanisme aktivitas antitumor tidak dimengerti dengan jelas, tetapi efek antiproliferatif langsung terhadap sel-sel ganas dan modulasi respon host kekebalan tubuh mungkin memainkan peran penting. Selain farmakoterapi, pasien juga diharapkan dapat melakukan: A. Istirahat Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali mereka dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk. B. Diet Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah muntah, sebaiknya diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara berangsur angsur disesuaikan dengan nafsu makan pasien yang mudah dicerna dan tidak merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air). 8. Bagaimana komplikasi dan prognosis penyakit pada pasien tersebut? Hepatitis B kronik dapat berlanjut menjadi sirosis hepatis yang merupakan komplikasi paling banyak, dan merupakan perjalanan klinis akhir akibat nekrotik sel sel hepatosit. Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun kronik persisten dan terjadi pada 5 % hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun terlambat, pasien pasien hepatitis kronik persisten akan sembuh kembali. Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah serangan awal. Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum alkohol dan aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata dan tes fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah baring biasanya akan segera di ikuti penyembuhan yang tidak sempurna.
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit yang memanjang hingga 4-8 bulan. Keadaaan ini dikenal sebagai hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5 % 10 % pasien. Akan tetapi meskipun terlambat, pasien-pasien hepatitits kronik persisten akan selalu sembuhkembali. Setelah hepatitits virus akut sembuh, sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis agresif atau kronik aktif, dimana terjadi kerusakan hati seperti digerogoti dan perkembangan sirosis. Kematian biasanya terjadi dalam 5 tahun akibat gagal hati atau komplikasi sirosis. Hepatitis kronik aktif dapat berkembang aktif pada 50 % pasien HCV. Sebaliknya, Hepatitis kronik umumnya tidak menjadi komplikasi dari HAV atau HEV. Akhirnya, suatu komplikasi lanjut dari suatu hepatitis yang cukup bermakna adalah perkembangan karsinoma hepatoseluler. Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering ditemukan, selain itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang berkaitan dengan patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B kronik dan sirosis terakit dengan virus hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula dengan kanker hati. Komplikasi Hepatitis kronik : 1. Sirosis Hati Komplikasi lain dari sirosis hati : Perdarahan, varices esofagus/gastropathy, koma hepatikum *Perdarahan dari varises-varises kerongkongan (esophageal varices) Pada sirosis hati terdapat jaringan parut yang dapat menghalangi jalannya adarah yang akan kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika terjadi penekanan dalam vena portal meningkat, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkan vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices. Semakin tinggi tekanan yang terjadi maka varises-varises dan lebih mungkin seorang pasien mengalami perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
*Perdarahan dari varices-varices kerongkongan ini menunjukkan gejala seperti : - Muntah darah (muntah yang berupa darah merah yang bercampur dengan gumpalangumpalan atau disebabkan oleh efek dari asam pada darah). - Warna feces/kotoran yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika kotoran atau sisa makanan yang akan dibuang tercampur bakteri kemudian merubah warna dan tekstur feces menjadi hitam dan ter yang diolah terlebih dahulu dalam usus yang disebut dengan melena. - Sering pingsan atau kepeningan orthostatic yang disebabkan tekanan darah yang semakin menurun atau tekanan darah rendah, hal ini akan terjadi ketika duduk atau dalam suatu posisi berbaring terlalu lama. Perdarahan yang terjadi bukan hanya di kerongkongan, namun juga dapat terjadi di usus besar/kolon, sehingga perdarahan juga dapat terjadi dari varces-varices yang terbentuk di dalam usus. 2. Kanker Hati Pengibatan kanker hati : Radio Frequency Ablation, TACE, PEI, Trnasplantasi Hati, Obat Kanker Hati Prognosis prognosis pada penyakit hepatitis dapat dibedakan menjadi dua kategori besar yaitu: Infeksi hepatititis B dikatakan mempunyai mortalitas tertinggi. Pasien yang agak tua atau kesehatan umumnya jelek mempunyai prognosis jelek.
9. Apa penyebab dan bagaimana pencegahan penyakit tersebut? Penyakit hepatitis B Kronis terjadi disebabkan penyakit hepatitis B yang berada dalam tubuh tidak segera diobati. Sehingga penyakit ini menjadi kronik dan menahun. Penanganannya menjadi lebih sulit dan dapat menjadi penyebab penyakit sirosis atau kanker hati. Virus hepatitis B sendiri tidak secara langsung menyebabkan kerusakkan pada hati. Agaknya, respon imun tubuh pada virus secara bertentangan menyebabkan kerusakan. Jadi, pada suatu infeksi virus hepatitis B, respon imun tubuh pada virus bertanggung jawab untuk kedua-duanya, eliminasi (penghilangan) virus hepatitis B dari tubuh dan kesembuhan dari infeksi. Namun, pada
saat yang bersamaan, luka pada sel-sel hati disebabkan oleh respon imun yang sama itu pada virus hepatitis B dalam sel-sel hati. Oleh karenanya, ada suatu keseimbangan antara efek-efek yang melindungi dan yang merusak dari respon sistim imun pada virus hepatitis B. Bagaimana keseimbangan ini dicapai menentukan hasil akhir pada seorang individu yang terinfeksi dengan virus hepatitis. Makanya, suatu infeksi virus hepatitis B akut dapat menjurus pada kesembuhan (hasil yang umum), pada gagal hati akut (jarang), dan adakalanya pada infeksi kronis. Infeksi kronis dapat berakibat pada suatu keadaan pengidap sehat (healthy carrier, dimana orang yang terpengaruhi mengandung virus namun tetap sehat) atau berlanjut ke sirosis (luka parut yang berat, atau fibrosis dari hati) dan komplikasi-komplikasinya, termasuk kanker hati. Penularan Hepatitis B Virus hepatitis B ditularkan melalui paparan darah yang sudah terinfeksi. Virus hepatitis B paling banyak ditemukan pada darah, air mani, darah haid, air susu ibu dan juga air liur. Selain ditempat tersebut virus hepatitis B juga terdapat dalam urin, namun tidak ada pada feces. Oleh karena itu, hepatitis B tidak ditularkan melalui makanan atau minuman. Saat ini virus hepatitis B tidak lagi menular melalui transfusi darah, karena semua darah sudah diperiksa terlebih dahulu untuk menghindari terkontaminasinya darah dari virus hepatitis B kronis. Di beberapa negara maju seperti Amerika, infeksi hepatitis B paling sering ditularkan melalui kontak seksual. Virus hepatitis B juga ditularkan melalui darah atau cairan tubuh yang tercemar virus dengan cara yang berbeda-beda. Baik melalui jarum suntik para pengguna obat terlarang, jarum tato, menindik tubuh, jarum akupuntur yang tidak steril. Selain itu, virus hepatitis B kronis bisa menular juga melalui alat-alat kebersihan yang digunakan bersama-sama seperti sikat gigi dan alat cukur. Selain itu dilaporkan bahwa beberapa serangga seperti nyamuk dan kutu dapat juga menularkan virus hepatitis B. Terakhir virus hepatitis B juga dapat ditularkan dari para ibu yang terinfeksi kepada bayi-bayi mereka pada saat melahirkan (yang disebut penularan vertikal). Ini adalah cara penularan yang paling sering di beberapa wilayah dimana endemik virus hepatitis seperti di Asia Tenggara dan Afrika. Angka penularan virus hepatitis B kepada bayi yang baru lahir dari para ibu yang terinfeksi adalah sangat tinggi, hampir mendekati 100%. Melihat itu, seperti diindikasikan lebih awal, hampir semua dari bayi ini akan mengembangkan infeksi virus hepatitis B kronis. Pencegahan Hepatitis B Kronis Dimulai Sejak Bayi Pemberian vaksin bagi bayi pada awal masa kehidupannya sangat penting untuk mencegah berbagai penyakit berbahaya. Salah satu yang paling penting untuk diberikan adalah vaksinasi hepatitis B kronis. Menurut para ahli menyebutkan bahwa pemberian vaksin hepatitis B kronis bagi bayi menjadi penting karena penularan yang sering terjadi adalah melalui jalan lahir dari ibu yang menderita hepatitis B atau disebut dengan penularan vertikal. Penularan ini lebih membahayakan karena pada saat dewasa nanti si bayi dapat menderita hepatitis B kronis. Dari pengidap hepatitis B kronis yang ada di masyarakat, sekitar 90 persen di antaranya mengalami infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang mengidap virus hepatitis B bisa terjadi
sejak masa persalinan hingga bayi mencapai usia balita. Infeksi sangat mungkin terjadi karena saat melahirkan jalan lahir ibu terluka dan berdarah sehingga mempermudah kontaminasi darah terhadap kulit bayi yang rentan gesekan persalinan. Selain itu, infeksi juga bisa terjadi saat ibu menyusui, dimana luka pada puting ibu menjadi jalan mudah masuknya virus hepatitis B kronis. Penularan virus hepatitis B pada bayi bukan didapat dari darah bayi yang terhubung kepada ibu melalui plasenta bayi atau dari air susu ibu, tapi bisa terjadi saat persalinan atau juga ketika menyusui karena terjadi kontak antara luka kecil pada puting susu ibu dan mulut bayi. Untuk mencegah penularan ini, setiap bayi diwajibkan mendapat vaksin hepatitis B pada usia 0-7 hari. Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan ibu yang berisiko tinggi dengan melakukan vaksinasi saat kehamilan. Yang perlu ditekankan, untuk ibu hamil yang positif mengidap virus hepatitis B, selain vaksinasi aktif, sang bayi juga wajib mendapatkan imunisasi pasif dengan pemberian serum. Dengan pemberian vaksinasi pasif (imunoglobulin) maka tubuh bayi sudah langsung mempunyai kekebalan terhadap infeksi hepatitis B dari ibunya saat melahirkan. Pencegahan hepatitis B kronis sejak dini sangatlah penting karena penyakit ini tidak memberikan keluhan dan gejala. Keadaan ini jelas membahayakan karena anak-anak bisa terlihat sehat, padahal di dalam tubuhnya mengandung virus hepatitis B yang akan berjalan progresif menahun dan menjadi kronis ketika mereka dewasa. Bila sudah kronis, baru akan memberikan gejala, antara lain lemah, kurang nafsu makan, mual, muntah, nyeri tulang, kulit badan dan mata kuning, serta perubahan warna urine yang mencolok. Kemampuan individu untuk menghilangkan/mengeliminasi virus hepatitis B dari tubuh dan sembuh dari hepatitis B kronis tergantung dari kekuatan respon imun tubuh pada infeksi. Lebih kuat respon imunnya, lebih besar kemungkinan mengeliminasi virus dan sembuh dari hepatitis B kronis. Lebih kuat respon imun tubuh terhadap virus, penyembuhan terhadap penyakit hepatitis B kronis akan lebih cepat. Di sisi lain, jika respon imunnya lebih rendah maka penyembuhan penyakit hepatitis B menjadi lebih lama. Selain itu, respon imun yang lebih lemah berakibat pada eliminasi/pembersihan virus yang lebih sedikit dan kemungkinan untuk menjadi virus hepatitis b kronis menjadi lebih besar. Tentu saja, kebanyakan bayi dan anak-anak yang memperoleh infeksi virus hepatitis B akut adalah asimptomatik, namun angka mereka mengembangkan virus hepatitis B kronis adalah lebih besar dari 95%. Kebanyakan orang dewasa yang memiliki penyakit hepatitis B ikterik yang akut dan simptomatik, akan sembuh sepenuhnya dari infeksi dalam dua sampai tiga bulan. Mereka juga akan mengembangkan kekebalan tubuh yaitu perlindungan dari infeksi virus hepatitis B lainnya. Lebih dari itu, individu-individu ini jarang mengembangkan penyakit hepatitis B kronis. Disamping itu, orang dewasa hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak ada gejala selama episode hepatitis B akutnya, jika dibandingkan dengan orang dewasa yang memiliki gejala, kemungkinan lebih kecil menghilangkan infeksinya dan lebih mungkin menjadi hepatitis B kronis.