Anda di halaman 1dari 5

105

Vol. 59, No. 3, September-Desember 2010, Hal. 105-109 | ISSN 0024-9548

Perawatan awal penutupan diastema gigi goyang pada penderita periodontitis kronis dewasa
(The initial treatment of mobile teeth closure diastema in chronic adult periodontitis)

Trijani Suwandi
Departemen Periodonti Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Trisakti
Correspondence: Trijani Suwandi, Departemen Periodonti, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Trisakti, email: trijanisuwandi@yahoo.com

ABSTRACT
Background: Chronic adult periodontitis (CAP) is an infectious disease resulting in inflammation within the supporting tissues of teeth, progressive attachment loss, and bone loss. The clinical characteristics of the disease are periodontal inflammation, bleeding on probing, pocket formation, tooth mobility, suppuration, recession, drifting and can be accompanied with by patologis migratio. The initial treatment is started with plaque control, scaling and root planing, oclusal therapy, local antimicrobial metronidazole gel and usage of splinting to treat the mobile teeth and closure diastema. Intra coronal splinting with Fibre Reinforced Composite (FRC) have higher fracture strength. Purpose: By combining of chemical adhesive and esthetic characterists of composite with strength enhancement of a plasma treated, high modulus, reinforcing ribbon, so FRC splint will resist the loadbearing forces of occlusion and mastication and improves the healing response. Case: Male, 40 years old with CAP, tooth mobility in 12, 11, 21 and 22 begining from 6 months before. Additionally there were diastema and tooth extrusion. Case managemenent: Affected teeth were subjected to periodontal treatment and intracororonal splinting to overcome tooth mobility, diastema closure and improving healing response. Conclusion: Comprehensive initial periodontal treatment won able to treat tooth mobility and diastema in CAP. Key words: Chronic adult periodontitis, initial treatment, mobile teeth, closure diastema

PENDAHULUAN
Periodontitis kronis merupakan penyakit peradangan pada jaringan periodontal yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva, yang dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva, dan berlanjut ke struktur jaringan penyangga gigi yaitu sementum, ligamentum periodontal dan tulang alveolar. Keadaan ini mengakibatkan hilangannya perlekatan gingiva dan terjadinya kerusakan tulang alveolar lebih dalam, pembentukan poket periodontal, migrasi patologis

yang menimbulkan diastema, dan kegoyangan gigi yang dapat berakibat tanggalnya gigi. 1 Penyebab utama keradangan gingiva pada periodontitis adalah plak bakteri subgingiva meliputi bakteri obligat anaerobik gram negatif seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus, Fusobacterium nucleatum, Selenomonas dan Campylobacter , serta fakultatif anaerob gram negatif seperti Actinobacillus actinomycetemcomitans, Capnocytophaga dan Eikenella corrodens. 2

106

Suwandi : Perawatan awal penutupan diastema gigi goyang pada penderita periodontitis kronis dewasa Jurnal PDGI 59 (3) Hal. 105-109 2010

Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala penyakit periodontal yang ditandai dengan hilangnya perlekatan serta kerusakan tulang vertikal.3,4 Kegoyangan dapat disebabkan adanya kerusakan tulang yang mendukung gigi, trauma dari oklusi, dan adanya perluasan peradangan dari gingiva ke jaringan pendukung yang lebih dalam, serta proses patologik rahang. Menurut Fedi dkk 5 kegoyangan gigi diklasifikasikan menjadi tiga derajat. Derajat 1 yaitu kegoyangan sedikit lebih besar dari normal. Derajat 2 yaitu kegoyangan sekitar 1 mm, dan derajat 3 yaitu kegoyangan > 1 mm pada segala arah dan/atau gigi dapat ditekan ke arah apikal. Salah satu cara untuk mengontrol dan menstabilisasi kegoyangan gigi adalah splinting. Splinting diindikasikan pada keadaan kegoyangan gigi derajat 3 dengan kerusakan tulang berat. 5,6 Adapun indikasi utama penggunaan splint dalam mengontrol kegoyangan yaitu imobilisasi kegoyangan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien serta menstabilkan gigi pada tingkat kegoyangan yang makin bertambah.7 Ditambahkan oleh Strassler dan Brown3 splinting juga digunakan untuk mengurangi gangguan oklusal dan fungsi mastikasi. Splinting dilakukan pada terapi inisial (fase etiotropik) dalam rencana perawatan penyakit periodontal. Tindakan yang dilakukan pada fase pertama adalah pemberian kontrol plak yang meliputi motivasi, edukasi dan instruksi, skeling dan penghalusan akar, splinting dan terapi oklusal, serta pemberian terapi penunjang berupa antimikroba.1 Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mnunjukkan bahwa intra koronal splint dengan fibre reinforced composite splinting merupakan kombinasi perlekatan kimia dan estetik yang baik sehingga dapat menahan tekanan yang besar saat oklusi dan mastikasi, menutup diastema serta meningkatkan respon penyembuhan.

Berdasarkan anamnesis diketahui pasien tidak mempunyai penyakit sistemik. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak terdapat kelainan. Pemeriksaan intra oral ditemukan kegoyangan pada gigi 11, 12, 21, dan 22, gingiva mudah berdarah saat probing, odem, poket gigi 12 - 22 rata-rata sebesar 5-8 mm, antara gigi 21 dan 22 tampak diastema. Hasil pengukuran papilla bleeding index 2,4 dan interdental hygiene index 65%. Pemeriksaan radiografis menunjukkkan adanya kerusakan tulang alveolar arah vertikal pada gigi 11, 12, 21, 22 (Gambar 1).

Gambar 1. Kerusakan tulang vertikal 12-22.

Diagnosa klinis adalah periodontitis kronis tipe compound pada gigi 12-22. Prognosis baik karena pasien tidak menderita penyakit sistemik, pasien mempunyai motivasi yang tinggi dan sangat kooperatif. Etiologi disebabkan karena iritasi lokal berupa plak, predisposisi kalkulus dan adanya traumatik oklusi pada gigi 12 dan 42 serta 21 dan 31.

TATALAKSANA KASUS
Kunjungan awal dilakukan kontrol plak, skeling supragingiva dan subgingiva, serta aplikasi gel metronidasol plus asam mefenamat. Pasien tidak boleh berkumur maupun meludah selama satu jam. Pada kunjungan satu minggu terlihat poket berkurang, warna sedikit kemerahan dan tidak mudah berdarah. Hasil pemeriksaan papilla bleeding index mencapai 0,4 dan interdental hygiene index mencapai 95%. Tindakan yang dilakukan occlusal adjustment pada gigi 12 dan 42, 21 dan 31. Pemasangan intra koronal splint pada gigi 1222 dilakukan dengan fibre reinforced composite (FRC) sekaligus penambalan untuk menutup diastema pada gigi 21 dan 22. Adapun prosedur tersebut meliputi : preparasi bagian palatal pada titik kontak dengan cara membuat alur dengan kedalaman 2x1.5 mm. Pada kontak proksimal dari gigi paling distal tidak dipreparasi. Gigi dibersihkan dengan pumice. Panjang alur diukur dengan wire (Gambar 2). Fibre dipotong sesuai panjang wire, kemudian diletakkan

KASUS
Seorang pasien pria usia 40 tahun datang ke klinik spesialis bagian Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Trisakti dengan keluhan gigi depan atas goyang sejak satu tahun yang lalu. Pasien merasakan kegoyangan gigi tersebut makin bertambah sejak 6 bulan terakhir, dan gigi depan atas kiri mulai renggang. Gusi daerah tersebut mudah berdarah pada saat menggosok gigi. Pasien merasa tidak percaya diri dengan keadaan tersebut.

Suwandi : Perawatan awal penutupan diastema gigi goyang pada penderita periodontitis kronis dewasa Jurnal PDGI 59 (3) Hal. 105-109 2010

107

di atas glassplate . Isolasi daerah kerja dengan gulungan kapas. Gigi dietsa dengan asam phosporik 30% selama 30 detik, bilas dengan air dan keringkan. Lalu aplikasi bonding (Gambar 3) dan disinar selama 10 detik (Gambar 4). Aplikasi selapis komposit resin flow ke dalam alur (Gambar 5). Fibre yang telah dipotong dibasahi dengan bonding lalu diletakkan di atas flow composite, dan ditekan-tekan dengan plastic filling (Gambar 6). Penyinaran dilakukan bertahap masing-masing gigi dengan cara membatasi sinar dengan cement spatel ditekan ke interdental gigi. Kemudian flow composite diaplikasikan diatas fiber dan dibentuk dengan plastic filling (Gambar 7). Dilakukan penyinaran masing-masing gigi 20 detik. Pada daerah diastema dilakukan penambalan dengan komposit dan dibentuk (Gambar 8). Pemolesan dilakukan bila diperlukan.

Gambar 5. Pemberian selapis flow komposit.

Gambar 6. Aplikasi fibre.

Gambar 2. Pengukuran alur dengan wire gigi 13-23.

Gambar 7. Flow komposit di atas fibre.

Gambar 3. Dilakukan bonding.

Gambar 4. Penyinaran 20 detik.

Setelah itu dilakukan penyesuaian oklusal kembali dan dilakukan aplikasi gel metronidasol dengan tambahan asam mefenamat ke dalam poket (Gambar 9). Pasien diinstruksikan tidak makan dan minum, meludah ataupun berkumur selama 1 jam. Kontrol pertama (satu minggu) setelah pemasangan splinting pasien tidak ada keluhan sakit, merasa lebih nyaman, tidak goyang, gingiva tidak berdarah saat menyikat gigi. Pemeriksaan intra oral terlihat gingiva pada labial dan interdental 1222 sedikit kemerahan, secara estetik baik (Gambar 10). Tindakan yang dilakukan adalah aplikasi gel metronidasol dan asam mefenamat. Kontrol kedua (dua minggu) pasien merasakan nyaman dan tidak ada keluhan. Pemeriksaan intra oral gingiva 12-22 terlihat normal, merah muda, dan tidak ada perdarahan atau pembengkakan.

108

Suwandi : Perawatan awal penutupan diastema gigi goyang pada penderita periodontitis kronis dewasa Jurnal PDGI 59 (3) Hal. 105-109 2010

Gambar 8. Penutupan diastema 21-22.

Gambar 9.

Aplikasi gel metronidasol.

Gambar 10. Kontrol 1. Gingival 12-22 kemerahan.

PEMBAHASAN
Terapi inisial disebut juga terapi fase I atau terapi higienik. Terapi inisial bertujuan untuk membuang semua faktor lokal yang menyebabkan peradangan gingiva serta pemberian instruksi dan motivasi pasien dalam melakukan kontrol plak. Terapi inisial juga disebut sebagai fase etiotropik karena bertujuan untuk menghilangkan faktor etiologi penyakit periodontal. Terapi inisial mencakup kontrol plak yang meliputi motivasi, edukasi dan instruksi dari pasien, skeling dan penghalusan akar, rekonturing restorasi, pembuangan karies, pemberian antimikroba serta evaluasi jaringan. Pencapaian perawatan melalui bedah periodontal dapat dilakukan bilamana terapi inisial berhasil dengan baik. 1 Splinting adalah suatu alat yang bertujuan untuk imobilisasi atau stabilisasi kegoyangan gigi. Splinting biasanya dilakukan pada fase I, sebelum fase bedah, baik berupa splinting sementara maupun splinting permanen. Beberapa penelitian menunjukkan splinting dapat meningkatkan resistensi jaringan

terhadap kerusakan periodontal lebih lanjut dan mempercepat respon penyembuhan. 2 Dahulu splinting pada gigi depan menggunakan wire splinting, kombinasi wire-komposit atau meshkomposit. Terkadang wire splinting menimbulkan rasa sakit bagi pasien, mudah kendor atau patah. Material tersebut hanya dapat secara mekanik terkunci di sekitar resin, dan secara kemis tidak bersatu dengan resin. Kegagalan klinis disebabkan karena muatan beban hanya ditempatkan pada splint dalam keadaan normal dan parafungsi, serta menyulitkan dalam pembersihan dan mendorong terjadinya retensi plak, serta menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan.8 Adanya kelemahan pada bahan tersebut, maka pada dekade terakhir dikembangkan penggunaan FRC yaitu material berbahan dasar resin yang mengandung fibre yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas gigi.9 Fibre FRC dapat digunakan untuk palatal atau lingual splinting, labial splinting atau occlusal splinting dan dapat digunakan untuk menutup diastema. Keuntungan dari bahan ini adalah mudah pemeliharaan, bebas logam, transparan, estetik dan tampak natural. FRC Splinting merupakan suatu terobosan baru, modern, efektif, estetik, dan memberikan kenyamanan bagi pasien serta memudahkan dalam pembersihan, sehingga dapat menjadi alternatif sebagai pengganti wire splinting baik dalam hal kekuatan maupun estetik.3 Keberhasilan perawatan tergantung pada berhentinya proses kerusakan jaringan, penurunan atau hilangnya faktor penyebab serta perubahan kondisi mikroba. Pembersihan secara mekanik (skeling dan penghalusan akar) merupakan terapi standar untuk menghilangkan deposit yang berupa plak, kalkulus maupun endotoksin pada subgingiva yang menyebabkan kerusakan jaringan periodontal dan berperan pada rekolonisasi mikroorganisme yang bersifat patogen. Tindakan mekanik juga menghilangkan sejumlah mikroorganisme subgingiva dan mengubah komposisi mikroorganisme plak dari dominasi bakteri anaerob gram negatif menjadi dominasi fakultatif gram positif.10 Kombinasi terapi antimikroba dan terapi mekanik memberikan hasil yang lebih efektif dalam meningkatkan perlekatan serta menurunkan kedalaman poket bila dibandingkan dengan perawatan mekanik saja. 4 Menurut penelitian Suwandi11 aplikasi gel metronidasol sebagai terapi tambahan skeling dan penghalusan akar memberikan hasil yang efektif. Metronidasol adalah suatu nitroimidazol dengan aktivitas bakterisidal

Suwandi : Perawatan awal penutupan diastema gigi goyang pada penderita periodontitis kronis dewasa Jurnal PDGI 59 (3) Hal. 105-109 2010

109

melawan bakteri obligat anaerobik yang merupakan penyebab utama periodontitis. Gel metronidasol dapat langsung diaplikasikan ke dalam poket periodontal dan setelah berkontak dengan cairan krevikular, maka metronidasol akan berubah menjadi semisolid dan secara bertahap akan dilepaskan, sehingga didapatkan konsentrasi terbesar dalam cairan sulkus.12,13 Cara kerja metronidasol adalah setelah menembus membran sel bakteri, metronidasol akan mengikat DNA dan merusak struktur heliks dari molekul. Kerusakan DNA akan mengakibatkan kematian sel dan hasil proses ini sangat cepat membunuh mikroorganisme anaaerob. 8 Setelah waktu paruh delapan jam konsentrasi metronidasol adalah sekitar 128g/mL yaitu sekitar 100x kadar hambat minimal dari bakteri paling anaerob sekalipun. Setelah 24 jam konsentrasi metronidasol masih di atas kadar hambat minimal (KHM) 50% untuk membunuh kuman periodontal pathogen.14,15 Kesimpulan yang dapat diambil adalah FRC splinting merupakan suatu terobosan bahan splinting baru, modern, efektif, estetik, dan memberikan kenyamanan bagi pasien serta memudahkan dalam pembersihan, dapat digunakan sebagai kombinasi splint periodontal sekaligus menutup diastema, sehingga dapat menjadi alternatif sebagai pengganti wire splinting baik dalam hal kekuatan maupun estetik. Selain itu FRC splinting dapat meningkatkan resistensi jaringan terhadap kerusakan periodontal lebih lanjut dan mempercepat respon penyembuhan. Keuntungan FRC splinting adalah mudah pemeliharaan, bebas logam, transparan, estetik dan tampak natural. FRC splinting dilakukan pada tahap terapi inisial yang meliputi kontrol plak, skeling dan penghalusan akar, penyesuaian oklusal, serta aplikasi gel metronidasol memberikan hasil yang terbaik pada pasien yang mengalami kegoyangan gigi akibat poket periodontal.

4. Strassler HE. Periodontal splinting with fiber reinforced composite resin. Compend Contin Educ Dent 2004; 25: 53-9. 5. Fedi PF, Vernini AR, Gray JL. The Periodontics syllabus. Lippincott : Williams and Wilkins; 2000: p. 52. 6. Kegel W, Kelsinki H., Philip C. The Effect of splinting on tooth mobility during initial therapy. J Clin Periodontol. 1979; 6: 45-58 7. Mc-Guire MK. Periodontal-restorative interrelationships. Dalam: Carranza FA, Newman MG, (eds). Clinical periodontology. Ed ke-8. Philadelphia: WB Saunders; 1996. p. 739-40. 8. Lie T, Bruun G, Boe OE. Effect of topical metronidazole and tetracycline in the treatment of adult Perioidontitis. J Periodontol 1998; 69: 819-27. 9. Ganesh M, Tandon S. Versatility of ribbond in contemporary dental practice. Trend Biometer Artif Organs 2006; (1): 53-8. 10. Brunsvold MA. Non surgical periodontal therapy. Dalam Nevins M, Mellonig JT, (eds). Periodontal therapy. Clinical approaches and evidence of success. Chicago: Quintessense Publ Co; 1998. p. 117-27. 11. Suwandi T. Efek klinis aplikasi subgingival racikan gel metronidazole 25% dan larutan povidon-iodine 10% sebagai terapi penunjang skeling penghalusan akar pada periodontitis kronis. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2003; 10(Edisi Khusus): 669-74. 12. Stelzel M, Flores de-Jacoby L. Topical metronidazole application compared with sub gingival scaling (A clinical and microbiological study on recall patients). J Clin Periodontol 1996; 23: 24-9. 13. Thomas Er, Jorgen S. Local delivery of antimicrobial agents in the periodontal pocket in systemic and topical antimicrobial therapy in periodontics. Periodontology 2000, 1996; 10: 139-54. 14. Pedrazoli V, Kilian M, Karring T. Comparable clinical and microbiological effects of topical subgingival application of a 25% metronidazole gel and scaling in the treatment of adult periodontitis. J Clin Periodontol 1992; 19: 715-22. 15. Drisko CH. Non-surgical peruiodontal therapy. Periodontology 2000, 2001; 25: 77-88.

DAFTAR PUSTAKA
1. Carranza FA. Clinical diagnosis. Dalam: Carranza FA, Newman MG, (eds). Clinical periodontology. Ed ke-8. Philadelphia: WB Saunders; 2006. p. 349-50. 2. Noyan U, Yilma S, Kuru B. A clinical and microbiological evaluation of sistemic and local metronidazole delivery in adult periodontitis patients. J Clin Periodontol 1997; 24: 158-65. 3. Strassler HE., Brown C. Periodontal splinting with a thinhigh modulus polyethylene ribbon. Compend Contin Educ Den 2001; 22: 610-20.

Anda mungkin juga menyukai