Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". (QS: Ar-Ra'd Ayat: 16)
Al-Wahid merupakan salah satu nama Allah (asma ul husna) yang Allah yang baik dan indah. Kata Al- Wahid ini mempunyai makna dari akar kata yang sama, yaitu satu atau tunggal. Nama ini menunjukkan akan ke-Esaan dan ketunggalan-Nya, yaitu Yang tunggal dengan sifat-sifat keagungan, kebesaran dan kesempurnaan yang dimiliki-Nya. Dialah Yang Maha Esa dalam DzatNya, dan tidak ada tandingan Bagi-Nya. Konteks yang sesuai untuk memahami Al-Wahid ini salah satunya adalah surat Ar-Rad ayat 16 yang artinya sebagai berikut: Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah." Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudaratan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Menurut Imam al-Ghazali Al-Wahid adalah sesuatu yang tidak terdiri dari bagian-bagian atau tidak berdua. Tidak seperti matahari, yang walaupun ia satu tetapi terdiri dari beberapa bagian-bagian,
maka tidak bisa kita katakan wahid apalagi kalau kita tahu bahwa ada lebih dari satu matahari untuk galaksi lain. Dengan mengetahui tentang Al-Wahid yang merupakan salah satu dari asma ul husna, kita jadi tahu bahwa Allah adalah yang Maha Esa tidak ada satupun yang dapat menyerupai-Nya, tidak ada yang seperti Dia, tidak ada sekutu dalam zat, sifat, perbuatan, perintah. Semua yang lain adalah mahluk ciptaan-Nya. Bagaimana mungkin sesuatu yang dibuat dan dipelihara oleh Nya dapat dipersamakan dengan-Nya. Ali Al-Khawwash berkata: Ahad itu ada 4 macam. Pertama, ahad yang tidak berpihak, tidak terbagi, dan tidak memerlukan tempat; dia adalah Tuhan. Kedua, ahad yang berpihak, yang terbagi, dan yang memerlukan tempat; ia adalah jasmani. Ketiga, ahad yang berpihak, tidak terbagi, dan memerlukan tempat; dia adalah nyawa. Keempat, ahad yang tidak berpihak, tidak terbagi, dan memerlukan tempat; ia adalah tabiat. Tidak ada yang Esa mutlak kecuali hanya Allah swt, sebab Dia qadim (sesuatu yang azali). Di dalam surat al-Ikhlas Allah menjelaskan secara jelas mengenai Al-Wahid milikNya. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Surat Al-Ikhlas berisi pengajaran tentang tauhid. Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga Surat AlAsas,Qul Huwallahu Ahad, At-Tauhid, Al-Iman, dan masih banyak nama lainnya. Ada dua sebab kenapa surat ini dinamakan Al-Ikhlash.Yang pertama, dinamakan Al-Ikhlash karena surat ini berbicara tentang ikhlash. Yang kedua, dinamakan Al-Ikhlash karena surat ini murni membicarakan tentang Allah. Allah Al-Wahid ialah Dzat yang munfarid (sendirian) di dalam Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya, tidak terbagi-bagi dan tidak terkelompokkan. Sifat-Nya tidak menyerupai sesuatu dan tidak diserupai oleh sesuatu, dan perbuatan-Nya tidak disekutui oleh apa pun. Begitu juga yang dikatakan oleh Imam Syarani di dalam kitab Al-Yawaqit, bahwa Al-Wahid itu ialah Dzat yang tidak terbagi-bagi dan tidak diserupai. Yakni, tidak ada kemiripan sedikit pun antara Dia dan hamba-Nya. Dan keberadaan-Nya itu tanpa permulaan dan tanpa akhir. Kalau tidak demikian, tentu ia ada yang baru, sedang yang baru itu memerlukan yang mengadakan. Mahasuci Allah dari hal itu