Anda di halaman 1dari 17

HEALTH EDUCATION

PERAWATAN LUKA POST OPERASI

oleh: Chrisilia Meilita Longdong 080 111 372

Pembimbing: dr. Eduardus R. K. Putra

BAGIAN ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2013

PERAWATAN LUKA POST OPERASI

A. Operasi Seksio Sesarea Istilah seksio sesarea berasal dari perkataan Latin caedere yang artinya memotong. Seksio sesarea secara umum adalah operasi yang dilakukan untuk mengeluarkan janin dan plasenta dengan membuka dinding perut dan uterus.1

Klasifikasi Jenis Luka Seksio Sesarea Ada beberapa jenis seksio sesarea yang dikenal yaitu:1,2 1. Seksio Sesarea Transperitonealis a. Seksio Sesarea Klasik Pembedahan ini dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Keuntungan tindakan ini adalah mengeluarkan janin lebih cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik dan sayatan bias diperpanjang proksimal dan distal. Kerugian yang dapat muncul adalah infeksi mudah menyebar secara intraabdominal dan lebih sering terjadi ruptura uteri spontan pada persalinan berikutnya.

b. Seksio Sesarea Profunda Dikenal juga dengan sebutan low cervical yaitu sayatan pada segmen bawahrahim. Keuntungan adalah penjahitan luka lebih mudah, kemungkinan rupturauteri spontan lebih kecil dibandingkan dengan seksio sesarea dengan cara klasik, sedangkan kerugiannya yaitu perdarahan yang banyak dan keluhan pada kandung kemih postoperative tinggi.

2. Seksio Sesarea Ekstraperitonealis Seksio sesarea ekstraperitonealis yaitu seksio sesarea berulang pada seorang pasien yang pernah melakukan seksio sesarea sebelumnya. Biasanya dilakukan di atas bekas luka yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan fasia abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.

Pada saat ini pembedahan ini tidak banyak dilakukan lagi untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal.

B. Pengertian luka Luka adalah gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa, membran dan tulang atau anggota tubuh lain.3 Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : 1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2. Respon stress simpatis 3. Perdarahan dan pembekuan darah 4. Kontaminasi bakteri 5. Kematian sel a. Jenis-jenis luka Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka.3,4 1. Berdasarkan tingkat kontaminasi a. Clean wounds (luka bersih), yaitu luka bedah terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernapasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi b. Clean-contamined wounds (luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau

perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi. c. Contamined wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna d. Dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdpat mikroorganisme pada luka 2. Berdasarkan kedalaman dan luas luka a. Stadium I : luka superfisial non-blanching erithema, yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit b. Stadium II : luka partiall thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis

c. Stadum III : luka full thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. d. Stadium IV : luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi / kerusakan yang luas 3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati b. Luka kronis : yaitu, luka yang mengalami kegagalan dalam proses peyembuhannya, dapat karena faktor eksogen dan endogen 4. Berdasarkan penyebabnya a. Luka mekanik : luka yang disebabkan oleh benda tajam dan benda tumpul b. Luka nonmekanik : terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau serangan listrik 5. Berdasarkan sifat kejadian a. Luka disengaja :luka terkena radiasi atau bedah b. Luka tidak disengaja (truma) : dibagi menjadi luka terbuka (terjadi robekan) dan luka tertutup (tidak terjadi robekan) C. Proses Penyembuhan Luka Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.3

1. Prinsip Penyembuhan Luka Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu: Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga. Respon tubuh secara sistemik pada traum. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri 2. Proses Penyembuhan Luka Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkesinambungan.

Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator didaerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi klinik saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahamam dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil memberikan kesembuhan. 5 Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan, dan luasnya cedera. Kemampuan sel dan jaringan melakukan regenerasi atau kembali ke struktur normal melalui pertumbuhan sel juga mempengaruhi penyembuhan luka. Sel hati, tubulus ginjal dan neuron pada sistem saraf pusat mengalami regenerasi yang lambat atau tidak bergenerasi sama sekali.3,5 Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama : bengkak

(swealling), kemerahan ( redness ), panas ( heat ), nyeri (pain ), dan kerusakan fungsi ( impaired function ). Proses penyembuhan mencakup beberapa fase:3,6 1. Fase inflamasi Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai homeostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka ( clot ) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan mentup pembuluh darah. Periode ini berlangsun g 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensori (lokal sensory nerve ending ), local reflex action dan adanya substansi vasodilator ( histamine, bradikinin, serotonin, dan sitokinin ). Histamin juga menyebabkan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan, dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau ke-4. 2. Fase Proliferatif Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin, dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah

membentuk cikal bakal jaringan baru dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka . sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertananm didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi . Fase profileferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet. 3. Fase Destruktif Fase destruktif merupakan fase pembersihan jaringan yang mati dan yang mengalami devitalisasi oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag.

Pembersihan terhadap jaringan mati yang mengalami devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan menghancurkan bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus tanpa keberadaan sel tersebut. Meski demikian, penyembuhan berhenti bila makrofag mengalami deaktivasi. Sel-sel tersebut tidak hanya mampu menghancurkan bakteri dan mengeluarkan jaringan yang mengalami divitalisasi serta fibrin yang berlebihan, tetapi juga mampu merangsang pembentukkan fibroblas, yang melakukan sintesa struktur protein kolagen dan menghasilkan sebuah faktor yang dapat merangsang angiogenesis (Fase III). 4. Fase maturasi Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah : menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke 10 setelah perlukaan. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang produksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan

terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka.

D. Tipe Penyembuhan Luka Menurut Moya, Marison (2003) proses penyembuhan luka akan melalui bebrapa intensi penyembuhan, antara lain : 4 a. Penyembuhan melalui Intensi Pertama (Primary Intention) Luka terjadi dengan pengrusakan jaringan minimum, dibuat secra aseptik, penutupan terjadi dengan baik, jaringan granulasi tidak tampak, dan pembentuka jaringan parut minimal. b. Penyembuhan Melalui Intensi Kedua (Granulasi) Pada luka terjadi pembentukan pus atau tepi luka tidak saling merapat, proses penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama. c. Penyembuhan Intensi Ketiga (Secondary Suture) Terjadi pada luka yang dalam yang belum dapat dijahit atau terlepas dan kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan disambungkan sehingga akan membentuk jaringan parut yang lebih dalam dan luas.

E. Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Luka 1) Usia Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

2) Nutrisi Pasien dengan status nutrisi kurang memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan. Pasien yang obesitas mengalami penundaan penyembuhan karena suplai darah (oksigenasi) jaringan adiposa tidak adekuat. Pasien obesitas juga memiliki risiko tinggi terkena infeksi, seroma, dan dehisensi. Penyembuhan luka memerlukan berbagai nutrien. Pada dasarnya nutrien yang berguna ialah : Protein : deplesi protein dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Terjadi peningkatan kebutuhan akan protein saat terjadinya luka. Peningkatan kebutuhan tersebut diperlukan untuk proses inflamasi, imun, dan perkembangan jaringan granulasi. Protein utama yang disintesis selama fase penyembuhan luka adalah kolagen. Kekuatan kolagen menentukan kekuatan kulit luka seusai sembuh. Kekurangan intake protein prabedah, secara signifikan menunda penyembuhan luka pascabedah. Karbohidrat : selama fase hipermetabolik, kebutuhan akan karbohidrat meningkat. Segala aktifitas seluler dipengaruhi oleh ATP yang diperoleh dari glukosa (karbohidrat), sehingga penyediaan energi untuk respons inflamasi dapat berlangsung. Kekurangan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan penghancuran protein untuk keperluan aktifitas seluler. Dengan kata lain, sedikitnya karbohidrat berpeluang membuat semakin sedikitnya protein. Lemak : lemak memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi membran sel. Asam lemak esensial tidak bias disintesis oleh tubuh, sehingga harus didapatkan dari diet keseharian. Peran asam lemak esensial untuk penyembuhan luka masih belum begitu dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak berperan untuk sintesis sel baru.Kekurangan lemak tubuh dapat menunda penyembuhan luka. Omega-3

polyunsaturated fatty acids (PUFAs) diketahui lebih bermanfaat ketimbang omega-6 PUFAs. Omega-3s merupakan anti-inflamasi yang berguna untuk penyembuhan luka, tetapi pemakaiannya dapat

menghambat pembekuan darah, sehingga dinilai merugikan.

Vitamin : vitamin B kompleks merupakan kofaktor sejumlah fungsi metabolik termasuk penyembuhan luka. Selain vitamin B, yang berperan dalam penyembuhan luka ialah vitamin K. Vitamin K merupakan kofaktor enzim karboksilase yang mengubah residu protein berupa asam glutamat (glu) menjadi gamma-karboksiglutamat (gla). Gla disebut juga gla-protein. Gla protein dapat mengikat ion kalsium, yang mana kinerja ini merupakan langkah yang esensial untuk pembekuan darah. Ion kalsium berguna untuk mengaktifkan faktor pembekuan. Kekurangan vitamin K menyebabkan faktor pembekuan tidak aktif (darah tidak dapat menggumpal), sehingga menyebabkan perdarahan pada luka (operasi).

Mineral : mineral yang diketahui bermanfaat untuk penyembuhan luka ialah besi dan seng. Besi berfungsi sebagai kofaktor pada sintesis kolagen, sehingga defisiensi besi membuat penyembuhan luka tertunda. Seng juga berperan dalam penyembuhan luka. Pembahasan mengenai seng ada pada sub-bab yang lain.

3) Oksigenasi Oksigenasi jaringan menurun pada seorang penderita anemia ataupun gangguan pernapasan kronik (Penyakit paru obstruktif kronik, misalnya). Keadaan semacam ini membuat ketersediaan oksigen untuk penyembuhan luka sedikit. 4) Diabetes Pada diabetes, terjadi defisiensi sekresi insulin (DM tipe 2). Insulin ialah polipeptida yang berfungsi meningkatkan ambilan glukosa oleh sel. Apabila insulin sedikit, maka ambilan glukosa oleh sel menjadi sedikit, sehingga energi bagi sel untuk beregenerasi makin sedikit. Hal inilah yang menyebabkan luka pada diabetesi sukar sembuh. 5) Benda asing Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (pus).

6) Iskemia Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri. 7) Obat Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular. F. Tujuan Perawatan Luka 1. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis 2. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri 3. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien 4. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa 5. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan 6. Mempercepat penyembuhan 7. Membersihkan luka dari benda asing atau debris 8. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat 9. Mencegah perdarahan 10. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain

Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka : 6 1) Sodium Klorida 0,9 % Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alas an ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah. Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline. Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah.

2) Larutan povodine-iodine Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain. Walaupun iodine bahan non metalik, iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan. Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu. Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic terhadap sel. Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka.

G. Perawatan Luka Operasi Perawatan luka operasi merupakan tindakan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat proses penyembuhan luka. 7 Luka perlu ditutup dengan kasa steril, sehingga sisa darah dapat diserap oleh kasa. Dengan menutup luka itu kita mencegah terjadinya kontaminasi (masuknya kuman).6 Langkah-langkah perawatan luka : 1. Mencuci tangan sebelum melakukan perawatan luka 2. Buka balutan luka dengan hati-hati 3. Bersihkan luka dengan menggunakan larutan NaCl 4. Olesi luka dengan obat anti septic : betadin 5. Tutup luka dengan kasa steril 6. Cuci tangan setelah merawat luka

H. Perkembangan Perawatan Luka Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering. Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern (Potter. P, 1998).4,8 Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan le:mbab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering (Thompson. J, 2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab (Potter. P, 1998).4,6

Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi.4,6 Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. (Walker. D, 1996) Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kirakira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu. Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi : 4,6 1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka. 2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup. 3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 3 hari. 4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil. Luka dan Perawatannya 5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan menutup selama 7 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak meradang dan bengkak. 6. Pembentukan bekas luka. 7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau lebih. 8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid. Pemilihan Balutan Luka Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan

lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:9 1. Mempercepat fibrinolisis Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab. 2. Mempercepat angiogenesis Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat. 3. Menurunkan resiko infeksi Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering. 4. Mempercepat pembentukan Growth factor Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab. 5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

I.

Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi. 4,8
1. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka

di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC 2. Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 3. Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan Luka, Makalah Mandiri, Jakarta 4. Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih bahasa. Sonny Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC. 5. Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 6. Morison, Moya. (2004). Manajemen Luka. Jakarta: EGC. 7. Musrifasul Uliyah dan A.Aiz Alimun Hidayat . 2006. KDPK untuk Kebidanan . Surabaya: Salemba-Medika 8. Ismail. (2011). Luka dan Perawatannya.

http://blog.umy.ac.id/topik/files/2011/12/Merawatluka.pdf di unduh tanggal 29 November 2013 9. Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai