Anda di halaman 1dari 14

PENGOBATAN DENGAN BESI PANAS MENURUT PANDANGAN ISLAM

Rina Wijayanti 11847005

Pendahuluan
Masalah kesehatan merupakan salah satu masalah utama dalam kehidupan manusia sepanjang masa. Bagi makhluk hidup, mengobati suatu penyakit atau mengatasi suatu gangguan merupakan salah satu usaha untuk mempertahankan eksistensinya. Lahirnya Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW telah merubah wajah dunia dari zaman kebatilan dan kebodohan ke zaman yang dilandasi oleh nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan yang luhur. Munculnya Islam juga telah membawa banyak perubahan dalam bidang ilmu pengetahuan termasuk Ilmu kedokteran dan pengobatan.

Risalah Islam membawa rahmat bagi semesta alam dengan menanamkan jiwa harapan dan optimisme bagi setiap insan dalam kondisi apapun.

Semangat inilah yang menyelimuti pesan dan petunjuk Nabi tentang pengobatan sebagaimana dirangkum oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Zadul Maad (Juz IV) yang dikenal dengan At-Thibb An-Nabawi (Pengobatan Nabi).
Di antaranya sabda beliau: Setiap penyakit ada obatnya, maka jika obat telah mengenai penyakit maka akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla (HR. Muslim) Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali telah menurunkan untuknya obat yang diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya. (HR. Ahmad)

Perintah untuk Berobat


Ketika umat Islam salah paham tentang takdir dengan kepasrahan fatalis tanpa usaha sehingga mereka bertanya kepada Nabi apa perlu berobat bila datang takdir sakit, beliau menjawab: Ya. Wahai hamba-hamba Allah, berobatlah, karena Allah Azza wa Jalla tidak menaruh penyakit kecuali menaruh padanya obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu kerentaan. (HR. Ahmad). Demikian pula Abu Khizamah menanyakan kepada Nabi tentang ruqyah (bacaan doa dan al-Quran) untuk menyembuhkan, obat-obatan untuk berobat dan pelindung untuk pengamanan apakah semua itu dapat menolak takdir Allah, maka beliau menjawab bahwa semua ikhtiar itu juga termasuk takdir Allah.

Perintah untuk Berobat dengan jalan yang Halal


Dalam sebuah kisah diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim pernah menanyakan kepada Allah dari mana asalnya penyakit dan obat, dijawab oleh Allah dari-Ku,

Nabi Ibrahim menanyakan, Lalu bagaimana dengan seorang dokter/tabib?


maka Allah menjawab: Ia hanyalah seorang perantara yang dikirimkan melalui tangannya suatu obat Oleh karena itu siapapun yang memberi obat, itu bukan masalah. Bisa saja

dokter, tabib, sinshe ataupun ahli pengobatan tradisional dan lainnya. Yang
penting, misinya pengobatan dan tercapainya kesembuhan. Kita bisa pilih sendiri mana yang berkenan di hati kita, sebab obat mereka masing-masing biasanya berbeda, asalkan tidak mengandung bahan-bahan yang najis, haram ataupun membahayakan serta cara-cara yang haram. Rasulullah berpesan: Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit sekaligus obat, dan telah menciptakan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah dan jangan berobat dengan yang haram. (HR. Abu Dawud)

TERAPI BESI PANAS


Kayy (Terapi besi panas) adalah pengobatan dengan cara menempelkan sambil menekan besi panas yang membara pada bagian tubuh yang sakit.

Pandangan Hukum Islam Terhadap Terapi Besi Panas


Diriwayatkan dalam kitab Shahih dari hadits Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam pernah mengutus seorang tabib kepada Ubay bin Kaab. Tabib itu memotong urat dan melakukan alkayy padanya. (dikeluarkan oleh Muslim, Ibnu Majah dan Al-Hakim) Saad bin Muadz terpanah dalam suatu peperangan pada pundaknya, Nabi melakukan kayy terhadapnya. Kemudian lukanya membengkak, sehingga beliau mengulangi kayy tersebut.

Dalam Jami At-Tirmidzi dari Imran bin Husayyin bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam pernah melarang terapi kayy (HR. Abu Dawud dan Ahmad. Sanadnya kuat). Ia berkata, Kalau kita mendapatkan musibah penyakit, lalu kita menggunakan kayy, maka kitapun akan merugi dan tidak akan sembuh. Dalam riwayat lain disebutkan,Kami dilarang menggunakan kayy. Disebutkan, Karena dengan itu kita tidak akan beruntung dan kita juga tidak akan sembuh.

Al-Khattabi berkata, Beliau melakukan kayy terhadap Saad hanya dengan tujuan menghentikan darah yang mengalir dari luka Saad. Karena beliau khawatir ia kehabisan darah sehingga meninggal dunia. Dalam kasus ini, kayy bisa digunakan. Demikian juga dalam kasus orang yang terpotong tangan atau kakinya.

Adapun yang dilarang adalah melakukan kayy dengan tujuan pengobatan dari suatu penyakit tertentu. Dimana dalam hal ini banyak orang yang berkeyakinan bahwa hanya dengan kayy penyakitnya bisa sembuh, bila tidak mereka akan mati. Maka mereka dilarang melakukan kayy dengan niat seperti itu.

Ada juga yang berpendapat bahwa larangan itu hanya ditujukan kepada Imran bin Husayyin saja, karena ia terkena penyakit kulit, dan letaknya berbahaya jika ia melakukan pengobatan dengan kayy. Oleh sebab itu, ia dilarang melakukan terapi dengan cara tersebut. Sehingga larangan itu ditujukan kepada kayy yang dikhawatirkan dapat mendatangkan bahaya. Wallahu alam

Ibnu Qutaibah menjelaskan, Kayy ada dua jenis : Kayy yang dilakukan orang sehat agar tidak sakit. Itulah yang dimaksud dalam hadits , Orang yang melakukan kayy, berarti ia tidak tawakkal kepada Allah. Karena dengan cara itu ia berusaha menolak takdir untuk dirinya. Yang kedua, kayy untuk mengobati luka yang mengalirkan darah terus menerus atau anggota tubuh yang terpotong. Dalam kasus ini kayy bisa menyembuhkan. Adapun bila digunakan sebagai terapi umum yang bisa berhasil dan bisa juga tidak, lebih tepat jika dikatakan hukumnya makruh.
Diriwayatkan dalam kitab Shahih dari hadits tentang 70 ribu orang umat yang akan masuk Surga tanpa hisab, Mereka adalah orang-orang yang tidak suka berobat dengan jampi-jampi, tidak suka berobat dengan kayy, tidak suka bertakhayul, dan hanya bertawakkal kepada Rabb mereka (dikeluarkan Bukhori dan Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ahmad dari Ibnu Abbas)

Said bin Jubir berkata dari Ibn Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda:

"Kesembuhan dapat diperoleh dengan tiga cara: pertama dengan meminum madu (dengan obat herbal), kedua dengan berbekam/hijamah, dan ketiga dengan (terapi) besi panas. Dan aku tidak menganjurkan umatku untuk melakukan pengobatan dengan besi panas." (HR. Bukhori)

Perbuatan beliau menunjukkan bahwa kayy itu dibolehkan. Bila beliau mengatakan tidak suka, bukan berarti beliau melarangnya. Ketika beliau memuji orang yang tidak melakukannya, itu menunjukkan bahwa lebih baik dan lebih utama untuk tidak melakukannya (kayy). Kalau beliau melarang, maka itu menunjukkan hukumnya makruh, menurut pendapat yang terpilih. Atau, bahwa yang dilarang adalah kayy yang tidak dibutuhkan. Karena, jika dia melakukan hal tersebut, dikhawatirkan akan terjadi penyakit.

Kesimpulan
1. Makruh melakukan pengobatan dengan cara kay karena mengandung penyiksaan dengan menggunakan api dan bertentangan dengan sikap tawakal. Salah satu sifat dari orang-orang yang masuk surga tanpa hisab mereka tidak melakukan pengobatan dengan cara kay sebagaimana yang tercantum dalam hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. 2. Pengobatan pamungkas adalah dengan cara kay. Oleh karena itu Rasulullah saw. menyebutkannya sebagai obat, karena beliau melakukannya jika terapi dengan meminum obat tidak mengurangi penyakit. Menjadikan kay sebaga cara pengobatan yang terakhir hingga terpaksa menggunakan kay dan tidak tergesa-gesa melakukan pengobatan dengan cara ini. Wallahu a'lam.

WASSALAM
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai