Keberhasilan budidaya suatu jenis komoditas tanaman sangat tergantung kepada kultivar tanaman
yang ditanam, agroekologis/lingkungan tempat tumbuh tempat melakukan budidaya tanaman dan
pengelolaan yang dilakukan oleh petani/pengusaha tani. Khusus mengenai lingkungan tempat
tumbuh (agroekologis), walaupun pada dasarnya untuk memenuhi persyaratan tumbuh suatu
tanaman dapat direkayasa oleh manusia, namun memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dalam rangka
pengembangan suatu komoditas tanaman, pertama kali yang harus dilakukan mengetahui
persyaratan tumbuh dari komoditas yang akan dikembangkan kemudian mencari wilayah yang
mempunyai kondisi agroekologis/faktor tempat tumbuh yang relatif sesuai.
a. Tanah/lahan
• Tinggi tempat: tanaman sawit dapat tumbuh sampai ketinggian tempat >1000 meter di atas
permukaan laut (mdpl), tapi secara ekonomis diusahakan sampai dengan ketinggian 400 m dpl
• Drainase: drainase harus baik, kondisi tanah tergenang akan menyebabkan kelapa sawit
kekurangan oksigen dan menghambat penyerapan unsur hara.
• Jenis tanah: kelapa sawit tumbuh pada tanah podsolik, latosol, hidromorf kelabu, Regosol,
Andosol dan tanah alluvial, bahkan pada tanah gambut pun dapat tumbuh dengan syarat
ketebalan gambut tidak lebih dari 1 meter.
• Sifat fisik tanah: solum > 80 cm tanpa ada lapisan padas, tekstur lempung atau liat dengan
komposisi pasir 20 – 60 %, debu 10 – 40 %, liat 20 – 50 %. Konsistensi gembur sampai agak
teguh dengan permeabilitas sedang sampai baik. Permukaan air tanah berada di bawah 80 cm,
makin dalam makin baik.
• Sifat kimia tanah: sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi hara
mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan dosis pemupukan dan
kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang
istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Tanah yang
mengandung unsur hara dalam jumlah besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan
generatif tanaman, sedangkan keasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan
unsur - unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0 – 6,5
sedangkan pH optimum 5 – 5,5. Tanah yang memiliki pH rendah dapat dinaikkan dengan
pengapuran tetapi membutuhkan biaya tinggi. Tanah yang memiliki pH rendah biasanya
dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut.
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang
tinggi, dengan C/N mendekati 10 di mana C 1 % dan N 0,1 %. Daya tukar Mg dan K berada
pada batas normal, yaitu Mg 0,4 – 10 me/100 gram, sedangkan K 0,15 – 1,20 me/100 gram.
b. Iklim
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar 120 Lintang
Utara – 120 Lintang Selatan. Secara alami, kelapa sawit tumbuh di tanah berawa di sepanjang
bantaran sungai dan di tempat sangat basah. Tanaman ini tidak dapat tumbuh karena terlalu lembab
dan tidak mendapat sinar matahari karena ternaungi kanopi tumbuhan yang lebih tinggi.
• Curah hujan: keadaan iklim baik (kelas 1) mensyaratkan curah hujan 2000-2500 mm/tahun
dengan distribusi merata. Tapi masih ditoleransi sampai dengan 1500 mm/tahun. Lebih besar
dari 2500 mm akan menstimulasi terjadinya erosi yang akan menurunkan kesuburan tanah,
sedangkan bulan kering yang signifikan akan mengakibatkan terjadinya defisit air dan dapat
menekan produksi.
Klasifikasi defisit air tahunan pada budidaya kelapa sawit dapat dilihat berikut ini:
Klasifikasi (mm) Keterangan
0 – 150 Optimum
150 – 250 Masih sesuai
250 – 350 Intermedier
350 – 400 Limit
• Kelembaban dan angin: kelembaban udara optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah
80 %. Tanaman kelapa sawit tidak mudah dirusak angin karena bentuk daun yang sedemikian
rupa, kecepatan angin 5 - 6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan.
Secara umum persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit, yaitu pada zona dataran rendah beriklim
basah. Zona dataran rendah beriklim basah yang cocok untuk pengembangan tanaman kelapa sawit
mencapai luasan 44,12 juta ha menyebar di Sumatra, Kalimantan, Papua, Maluku, Jawa, dan
Sulawesi. Lahannya bervariasi mulai dari dataran pantai, gambut, volkan, dan karst. Topografinya
mulai dari datar, berombak, bergelombang sampai berbukit. Tanah terbentuk dari bahan alluvium,
batuan sedimen masam, batuan volkan, dan batu gamping, sehingga tanahnya bervariasi.
Di Sumatera zona dataran rendah beriklim basah mencapai luasan 15,65 juta ha menyebar dari
Provinsi NAD (Aceh Timur, Aceh Barat dan Sebulussalam), Sumatera Utara (Labuhan batu,
Asahan, Gunung Sitoli, Natal, Simalungun dan Langkat), Riau (Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir,
Kampar dan Riau Kepulauan), Jambi (Muara Bulian, Bangko, Muarabungo, Bungotebo), Sumatera
Barat (Lunang, Tiku, Pasaman, Sawahlunto Sijunjung dan Kepulauan Mentawai), Bengkulu
(memanjang dari Bengkulu Utara sampai Bengkulu Selatan), Sumatera Selatan (OKI, Muba, Muara
Enim, Lahat, dan Muara Dua) dan Lampung ( Sukadana, Kotabumi, dan Talang Padang)
Zona dataran rendah beriklim basah di pulau Kalimantan seluas 14,34 juta ha meliputi Kalimantan
Barat (Pontianak, Singkawang, Sanggau, Sambas, Mepawah dan Ketapang), Kalimantan Tengah
(Sebanggou, Kahayan, Kotawaringin Barat, Kota Waringin Timur, Barito Utara dan Kapuas),
Kalimantan Selatan (Kutai Barat, Kutai Timur, Pasir, Kutai Kartanegara, Bulungan, dan Berau).
Di Sulawesi seluas 2,83 juta ha meliputi Sulawesi Selatan ( Bone, Bulukumba dan Barru), Sulawesi
Tenggara (Kendari, dan Kolaka), dan Sulawesi Tengah (Poso memanjang dari Tomata hingga
Kolonedale). Di Kepulauan Maluku seluas 2,12 juta ha terdapat di pulau Seram dan pulau
Halmahera. Sedangkan di Papua seluas 5,57 juta ha meliputi Kimaam, dataran pantai Kasuari,
Marauke, Arso, Senggi, Yapen Maropen, Nabire, Manowari, dan Sorong. Sedangkan di pulau jawa
sendiri zona dataran rendah beriklim basah seluas 3,57 juta ha meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Jawa Timur.
Kelas : Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara sangat sesuai (S1). cukup
sesuai (S2) dan marginal sesuai (S3).
Lahan kelas sangat sesuai (S1) adalah lahan yang relatif tidak memiliki faktor pembatas yang
berarti/nyata terhadap penggunaannya secara berketanjutan. Lahan kelas cukup sesuai (S2) adalah
tahan mempunyai faktor pembatas yang berpengaruh terhadap produktifitasnya, sehingga
memerlukan tambahan (input) untuk meningkatkan produktifitas pada tingkat yang optimum.
Lahan kelas sesuai marginal (S3) adalah lahan mempunyal faktor pembatas yang berat sehingga
berpengaruh terhadap produktifitasnya dan memerlukan input lebih besar dari pada lahan kelas S2.
Lahan kelas tidak sesuai (N) adalah lahan yang tidak sesuai karena memiliki faktor pembatas yang
berat. Lahan ketas ini dibedakan menjadi lahan kelas tidak sesuai sementara (N1), dan lahan kelas
tidak sesuai permanen (N2). Lahan kelas N1 mempunyai faktor pembatas yang sangat berat tapi
sifatnya tidak permanen, sehingga dengan input pada tingkat tertentu masih dapat ditingkatkan
produktifitasnya. Sedangkan tahan kelas N2 mempunyai faktor pembatas sangat berat dan sifatnya
permanen sehingga tidak mungkin diperbaiki.
Dalam evaluasi ini dikenal ’Kesesuatan Lahan Aktual’ dan ’Kesesuaian Lahan Potenslal'. Kesesuaian
Lahan Aktual (atau kesesuatan saat ini/saat survai dilakukan) adalah kelas kesesuaian lahan yang
dihasilkan berdasarkan data yang ada dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan
yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada. Sedangkan
Kesesuaian Lahan Potensial adalah keadaan lahan yang dicapai setelah adanya usaha-usaha
perbaikan (Improvement). Usaha perbaikan yang dilakukan haruslah sejalan dengan tingkat
penilaian kesesuaian lahan yang akan dilakukan.
Berikut ini adalah uraian dari setiap faktor yang dapat mempengaruhi penilaian kesesuaian lahan di
lokasi:
• Hidrologi, unsur yang penting adalah ketersediaan air pengairan dan dampak keberadaan air
tanah terhadap kondisi drainase, serta bahaya banjir.
Masalah hidrologi di sebagian lokasi lebih berupa teknis pengaturan tata air/drainase yang
berdampak langsung terhadap proses pertumbuhan tanaman, khususnya di lahan-lahan yang
saat ini sering atau selalu tergenang.
• Kemiringan Lereng. Kemiringan lereng merupakan salah satu masalah serius di sebagian
lokasi. terutama pada areal dengan kemiringan lereng lebih dari 40 %. Faktor kemiringan lereng
lebih sebagai kendala dalam teknis pengelolaan kebun, seperti pengangkutan hasil atau panen,
Tanah dengan kemiringan lereng lebih dari 40 % juga beresiko besar mengalami erosi
permukaan cukup berat. Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) sebaiknya tidak
terlambat dilaksanakan pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng di atas 15 %.
• Tanah. Retensi hara pada sebagian besar jenis tanah yang ada memberikan indikasi bahwa
pemupukan dengan dosis yang tepat merupakan kunci keberhasilan pertumbuhan dan produksi
tanaman. Beberapa jenis tanah juga memiliki karakteristik sangat buruk, seperti tanah Regosol
dan Podsol yang memiliki tekstur sangat kasar di seluruh lapisan.
Standar penilaian kesesuaian lahan untuk komoditas kelapa sawit Tabel 5.1.
adanya daerah pemekaran hususnya untuk tingkat kabupaten, sedangkan untuk tingkat Kecamatan
maupun Desa disebabkan peta skala 1 : 1.000.000 dianggap kurang detail. Dengan demikian
beberapa Kecamatan bahkan Kabupaten yang diusulkan tidak dapat dideteksi zona agroekologisnya.
RIAU
1.KAMPAR 1B2,1B3 S
a.Bangkinang 5.510 1B1, 1B3 N
b. Bangkinang Barat 1.103 1B1, 1B3 S
c.Koto Kampar 22.976 1B3 S
d.Siak Hulu 22.381 1B3 S
e.Tapung 28.093 1B3 S
f.Kampar Kiri 90.037 1B3 S
g.Tambang 1.923 1B3 S
h.Tapung Hulu 21.876 1B3 S
i.Tapung Hilir 6.940 1B3 S
j.Kampar Kiri 24.566 1B3 S
k.Kampar Kiri Hulu 22.054 1B3 S
2.ROKAN HILIR 50.000 1B3 S
a. Tanah Putih 1B3 S
b. Kubu 1B3 S
c. Sinembah 1B3 S
d.Rimba Melintang 1B3 S
e.Bangka 1B3 S
SUMATERA BARAT
1. AGAM 18.722 1B1,1B3 S
2.PASAMAN 1B1,1B2,
70.955 S
1B3,2B3
3.50 KOTA 15.491 1B1,1B3. 2B3 S
4.TANAH DATAR 14.701 2B1 S
5.PADANG PARIAMAN 61.245 1B1,1B2, 1B3 S
6. SOLOK 36.036 1B1,1B3,2B1 S
7.PESISIR SELATAN 43.753 1B1,1B3, S
8.SAWAHLUNTO 29.382 1B1,1B3 S
9. DHARMAS RAYA 1.500 ND -
JAMBI
1.BATANGHARI NR - -
2.MUARO JAMBI NR - -
3.BUNGO NR - -
4.TEBO NR - -
5.MERANGIN 58.011 ND -
SUMATERA SELATAN
1.LAHAT
a. Kota Lahat 15.400 1B1,1B2,1B3 S
b. Kikim Timur 21.530 1B1,1B2,1B3 S
c. Kikim Selatan 3.500 1B1,1B2,1B3 S
d. Merapi 10.000 1B1,1B2,1B3 S
2. MUARA ENIM
a. Benakat 10.000 1B2,1B3 S
b.Gelumbang 9.160 1B2,1B3 S
c.Penukal Utara 27.371 1B2,1B3 S
d.Sungai Rotan 9.400 1B3,H1 S
e.Gunung Megang 13.615 1B2,1B3 S
f.Tanjung Agung 25.605 1B3 S
3.MUSI BANYUASIN
a. Sungai Lilin 443 1B1,1B2,1B3 S
b.Bt.Harileko 51 1B1,1B2,1B3 S
c.Babat Toman 111 1B2 -
d.Sekayu 5 1B1,1B3 S
e.Sungai Keruh 33 1B1,1B2,1B3 S
f.Keluang 206 1B1,1B2,1B3 S
g. Bayung Lencir 494 1B1,1B2,1B3 S
KALIMANTAN SELATAN
1.TABALONG 4.570 1B2,1B3,H1 S
2.BALANGAN 7.854 1B1,1B3 S
3.TABALONG &TAPIN 75.000 1B1,1B3 S
4.BARITO KUALA 21.137 1B1,1B3 S
5.TAPIN 6.626 1B1,1B3 S
6.TANAH LAUT
a.Kintap 4.300 1B2,1B3 S
b.Jorong,Kintap 19.170
7.TANAH BUMBU & LAUT 11.063 1B1,1B3 S
8.TANAH BUMBU 1B1,1B3 S
9. KOTA BARU
a.Pantai 4.300 1B1,1B3 S
b.Pudi 7.000
KALIMANTAN BARAT
1.BENGKAYANG
1B3
a. Capkala 20.000 S
2.LANDAK
a. Darit 10.000
1B1, 1B2, 1B3 S
b. Kuala Behe 10.000
3. SAMBAS 6.395,7 1B1, 1B2, 1B3 S
KALIMANTAN TIMUR
KUKAR 432.671
a. Tenggarong 1.199 1B2, 1B3 S
b.Tenggarong Seberang 3.418 1B2,1B3 S
c. Loa Kulu - 1B2,1B3 S
d. Loa Janan 25.790 1B2,1B3 S
e.Muara Jawa 299 1B2,1B3 S
f. Samboja 18.830 1B2,1B3 S
g. Sanga-sanga 4.833 1B2,1B3 S
h.Anggana 2000 1B2,1B3 S
i. Muara badak 9.000 1B2,1B3 S
j. Marang Kayu 2.000 1B2,1B3 S
k. Muara Kaman 115.864 1B2,1B3 S
p. Kenohan 54.818 1B2,1B3 S
l. . Sebulu 140 1B2,1B3 S
m. Muara Wis 17.778 1B2,1B3 S
n. Kota Bangun 31.966 1B2,1B3 S
o. Muara Muntai 3.021 1B2,1B3 S
q. Kembang janggut 56.508 1B2,1B3 S
r. Tabang 85.202 1B2,1B3 S
SULAWESI SELATAN
LUWU UTARA
a. Masamba 27.818 ND -
b. Sabbang 16.280 ND -
c. Baebunta 10.000 ND -
d. Limbong 13.750 2B3 N
e. Seko 13.587 ND -
f. Rampi 18.750 ND -
g. Malangke 3.534 ND -
h. Malangke Barat 420 ND -
i. Mappedeceng 7.000 ND -
j. Sukamaju 10.653 ND -
k.Bone-bone 8.550 ND -
SULAWESI TENGGARA
1 KONAWE
a.Asera 86.000 1B1,1B3, H1 S
b.Wiwirano
2. KONAWE SELATAN
30.000 1B1,1B3, H1 S
a.Angata
PAPUA
1.YAPEN,WAROPEN 49.600 1B2,1B3, H1 S
2.NABIRE,MANOKWARI 70.000 1B3, H2 S
3. SORONG, FAKFAK 40.000 1B3, H1 S
4. MERAUKE >10.000 1K1 N
MALUKU
KAB. HALMAHERA UTARA 1B1, 1B3 S
a. Morotai Utara 10.160 1B1, 1B3 S
b. Morotai Selatan 3.879 IB3 S
c. Loloda Utara 11.800 1B1, 1B3 S
d. Galela 15.178,5 IB3 S
e.Tobelo 12.392 1B1, 1B3 S
f. Kao 4.400 1B1, 1B3 S
g. Maliput 5.425 1B1, 1B3 S
Keterangan :
ND : nama tempat tidak ditemukan di peta
NR. : Lahan Kehutanan Tidak direkomendasikan untuk alih fungsi
S : Suitable (sesuai ) untuk pengembangan
N : Tidak sesuai untuk pengembangan
H : Peruntukan Hutan
(-) : Tidak dapat diinformasikan
1B3 : Sesuai untuk pengembangan kelapa sawit (termasuk karet dan kakao)
1K2 : Sesuai untuk pengembangan tebu
Berdasarkan pada tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa hampir semua lahan yang teridentifikasi
masih belum digunakan potensial dan relatif sesuai untuk pengembangan kelapa sawit. Untuk
pengembangan lebih lajut perlu dilakukan pengkajian lebih detail sampai kesesuaian lahan tingkat
famili. Pada dasarnya zona lahan-lahan yang dapat dikelompokan sebagai lahan dataran rendah
beriklim basah merupakan lahan-lahan yang sesuai dan dapat dikembangkan untuk tanaman kelapa
sawit. Dalam pengembangan suatu komoditi perkebunan tidak hanya melihat kesesuaian lahan saja
tetapi harus dilihat ketersediaan lahan. Sebagaimana diketahui dalam pengembangan suatu komoditi
perkebunan agar menguntungkan harus memenuhi batas minimal luasan yang ekonomis. Untuk
pengembangan kelapa sawit yang ekonomis adalah dengan luasan kebun 10.000 ha, yaitu setara
dengan pabrik pengolahan kelapa sawit kapasitas 60 ton/jam, namun demikian lahan kebun dengan
luasan minimal 6000 ha atau setara dengan kapasitas pabrik pengolahan kelapa sawit 30 ton per jam
masih memberikan keuntungan.
Sarana dan prasarana merupakan faktor penting dalam peningkatan dan pengembangan komoditi
kelapa sawit. Seperti misalnya prasarana transportasi jalan serta jaringan telekomunikasi. Di
Indonesia, masih banyak Provinsi yang belum begitu memadai kondisi prasarana transportasi
jalannya. Untuk peningkatan komoditi kelapa sawit terutama untuk skala menengah dan skala besar,
keberadaan jalan dengan fungsi dan kelas tertentu sangat diperlukan seperti misalnya jalan nasional
dengan fungsi arteri primer dan jalan Provinsi dengan fungsi kolektor primer. Pada Tabel 5.3. di
bawah ini memperlihatkan panjang jalan nasional dan jalan Provinsi di sebagian wilayah di
Indonesia.
Tabel 5.3. Rekapitulasi Jalan Nasional & Jalan Provinsi di Beberapa Wilayah di Indonesia
Tahun 2002
Total Jalan Rasio Panjang Jalan
Jalan Jalan Luas
Nasional + Nasional + Provinsi
No. Provinsi Nasional Provinsi Wilayah
Jalan Provinsi per Luas Wilayah
(Km) (Km) (km2)
(Km) (Km/Km2)
1 NAD 2,511.26 2,024.19 4,535.45 51,937 0.09
2 Sumatera Utara 3,346.19 2,754.32 6,100.51 73,587 0.08
3 Sumatera Barat 1,428.81 1,472.94 2,901.75 42,899 0.07
4 Riau 1,709.54 1,607.35 3,316.89 94,560 0.04
5 Jambi 1,159.89 992.11 2,152.00 53,437 0.04
6 Bengkulu 1,366.63 921.61 2,288.24 19,789 0.12
7 Sumatera Selatan 2,661.71 2,716.38 5,378.09 93,083 0.06
8 Lampung 2,450.14 1,097.86 3,548.00 35,384 0.10
9 DKI -- 1,097.86 1,097.86 664 1.65
10 Jawa Barat 2,930.55 1,942.25 4,872.80 34,597 0.14
11 Jawa Tengah 2,589.61 2,580.06 5,169.67 32,549 0.16
12 DI Yogyakarta 624.45 638.54 1,262.99 3,186 0.40
13 Jawa Timur 3,731.80 2,000.83 5,732.63 47,922 0.12
14 Bali 846.89 674.83 1,521.72 5,633 0.27
15 Nusa Tenggara Barat 1,863.40 1,532.11 3,395.51 20,153 0.17
16 Nusa Tenggara Timur 3,151.75 3,254.42 6,406.17 47,351 0.14
17 Kallimantan Barat 2,036.92 1,885.24 3,922.16 146,807 0.03
18 Kalimantan Tengah 523.51 906.72 1,430.23 153,564 0.01
19 Kalimantan Timur 1,542.43 980.24 2,522.67 43,546 0.06
20 Kalimantan Selatan 954.23 745.96 1,700.19 230,277 0.01
21 Sulawesi Utara 938.09 916.66 1,854.75 15,273 0.12
22 Sulawesi Tengah 1,799.29 1,566.89 3,366.18 63,678 0.05
23 Sulawesi Selatan 1,884.84 1,559.55 3,444.39 62,365 0.06
24 Sulawesi Tenggara 1,489.07 1,178.58 2,667.65 38,140 0.07
25 Maluku 2,011.97 1,890.70 3,902.67 46,975 0.08
26 Maluku Utara 218.39 824.57 1,042.96 30,895 0.03
27 Irian Jaya 1,676.08 961.84 2,637.92 365,466 0.01
Sumber : Diolah dari Data Departemen Pekerjaan Umum dan BPS.
Dari Tabel 5.3., dapat dilihat beberapa Provinsi di Indonesia yang terlihat menonjol keberadaan
jalan nasional dan jalan Provinsi dengan dibandingkan terhadap luasan wilayahnya. Provinsi-
Provinsi tersebut di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan,
seluruh Provinsi di Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Untuk prasarana penunjang lainnya, yaitu telekomunikasi, pada umumnya di setiap wilayah
Indonesia sudah terdapat prasarana telekomunikasi. Hanya saja mungkin belum menjangkau
wilayah keseluruhan, terkecuali wilayah yang terdapat di Pulau Jawa yang hampir sudah terjangkau
semua wilayahnya oleh prasarana telekomunikasi. Untuk lebih jelasnya, seberapa jauh keberadaan
prasarana ini dapat dilihat pada Tabel 5.4. di bawah. Rasio sambungan telepon terhadap luas
wilayah dapat menunjukkan kerapatan pelayanan prasarana telekomunikasi di wilayah, sedangkan
rasio telepon terhadap penduduk menunjukkan tingkat pelayanan parasarana telekomunikasi
terhadap penduduk wilayah. Untuk kepentingan investasi rasio yang lebih dilihat adalah rasio
terhadap luas wilayah, tetapi paling tidak rasio terhadap jumlah penduduk juga dapat memberi
gambaran seberapa besar pelayanan eksisting dan tingkat kemajuan rata-rata wilayah.
Dari Tabel 5.4., terlihat bahwa wilayah-wilayah yang menonjol keberadaan prasarana
telekomunikasinya terhadap luas wilayah selain wilayah-wilayah yang terdapat di Pulau Jawa adalah
Sumatera Utara, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Namun apabila dihubungkan antara
jumlah satuan sambungan telepon dengan jumlah penduduk, terlihat bahwa ketersediaan prasarana
telekomunikasi hampir merata di tiap Provinsi.
Dilihat dari ketersediaan sumber daya manusia, Tabel 5.4. juga menunjukkan bahwa ketersediaan
yang sangat signifikan terdapat di wilayah yang berada di Pulau Jawa, Sumatera Utara, Bali dan
Sulawesi Selatan. Namun masalah sumber daya manusia pada wilayah lainnya dapat diatasi dengan
mendatangkan dari wilayah yang berlebih sumber dayanya, seperti misalnya dari wilayah di Pulau
Jawa.
Selain prasarana telekomunikasi dan prasarana jalan, faktor ketersediaan juga energi listrik juga
menjadi pertimbangan dalam usaha investasi pengembangan komoditi kelapa sawit. Berdasarkan
Statistik Indonesia tahun 2003, energi listrik yang didistribusikan oleh Perusahaan Listrik Negara
(PLN) dapat dilihat pada Tabel 5.5. di bawah ini.
Dari Tabel 5.5. menunjukkan bahwa distribusi listrik yang signifikan terdapat di Pulau Jawa.
Sedangkan untuk wilayah di luar Pulau Jawa, distribusi yang cukup besar adalah wilayah II
(Sumatera Utara), III (Sumatera Barat dan Riau), IV (Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka
Belitung, Lampung), VI (Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur), VIII
(Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara) , dan XI (Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur).
Sedangkan untuk wilayah Kalimantan Barat juga mengkonsumsi listrik yang cukup signifikan.
Dari berbagai kekurangan dan kelebihan pada wilayah-wilayah seperti yang telah dijabarkan di atas,
maka pada sub bab berikut akan disajikan analisis investasi berkaitan dengan komoditi kelapa sawit
untuk mengetahui wilayah mana yang memiliki nilai potensi investasi yang besar dengan
memberikan suatu penilaian komparatif pada tiap Provinsi di Indonesia.
Penilaian ketersediaan lahan di wilayah pengembangan ditentukan oleh lahan yang tersedia untuk
pengembangan suatu komoditas. Kriteria penilaian ketersediaan lahan untuk masing-masing
komoditas bisa disimak pada Tabel 5.7.
Penilaian sarana prasarana didasari oleh tersedia tidaknya sarana jalan, sarana telekomunikasi dan
sarana listrik. Lebih rinci kriteria penilaian ketersediaan saran dan parasarana dapat dilihat pada
Tabel 5.8., sedangkan kriteria ketersediaan SDM dapat disimak pada Tabel 5.9.
Sehubungan ketersediaan lahan merupakan parameter yang paling penting dalam pengembangan
suatu komoditi, maka parameter ini dibri bobot 40 %. Adapun bobot untuk parameter kesesuaian
lahan adalah 30 % dan parameter ketersediaan sarana prasarana serta ketersediaan SDM diberi
bobot masing-masing 15 %. Nilai rata-rata tertinggi mempunyai makna mempunyai keunggulan
komperatif paling tinggi. Secara logis nilai rata-rata > 2.5 dapat diartikan bahwa komoditi tersebut
dapat dikembangkan dan mempunyai nilai komperatif. Analisis komperatif untuk komoditi kelapa
sawit dapat dilihat pada Lampiran 2.
Secara umum, pada ketersedian lahan lebih dari 5.000 ha tanaman kelapa sawit mempunyai nilai
komparatif yang tinggi untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan. Untuk lahan yang kurang dari
5.000 ha, lebih baik ditanami tanaman perkebunan lainnya. Kondisi demikian dapat difahami karena
dalam pembobotan ketersediaan lahan mempunyai nilai paling tinnggi yaitu 40 % dan untuk
pengembangan komoditas kelapa sawit memerlukan lahan yang ralatif luas (sebaiknya lebih dari
10.000 ha).
Pengembangan kelapa sawit mempunyai nilai kompreratif yang tinggi di kabupaten Natal dan
Tarutung Provinsi Sumatera Utara. Hampir semua wilayah yang diusulkan di daerah kabupaten
Kampar dan Kabupaten Rokan Hilir di Provinsi Riau merupakan daerah yang mempunyai nilai
komperatif tinggi untuk pengembangan tanaman kelapa sawit. Kondisi demikian terjadi juga di
kabupaten-kabupaten pada Provinsi Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan. Seperti halnya di
pulau Sumatera, di Kalimantan pun pada umumnya mempunyai nilai kompreratif yang tinggi untuk
tanaman kelapa sawit. Selain itu, pengembangan perkebunan kelapa sawit di kawasan Timur
Indonesia yang mempunyai nilai komparatif tinggi, dapat dikembangkan di Sulawesi (Kabupaten
Luwu Utara, Konawe, Kolaka), Maluku (Kabupaten Halmahera Utara) dan Papua (Yapen,
Waropen, Nabire, Manokwari, Sorong, Fak-Fak).
Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran, diperoleh nilai rata-rata untuk masing-masing Provinsi
yang dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Rata-rata Nilai Komparatif Komoditi Kelapa Sawit di masing-masing Provinsi
Kesesuaian Ketersediaan Ketersediaan Ketersediaan
Nilai
Provinsi/Kabupaten/Kecamatan Lahan Lahan SDM Infrastruktur
Komperatif
30 % 40 % 15 % 15 %
Sumatera Barat 4,56 4,56 3,22 2,56 4,06
Riau 5,00 4,08 3,08 2,08 3,91
Kalimantan Barat 5,00 4,00 2,25 2,25 3,78
Maluku 5,00 3,86 2,43 2,14 3,73
Kalimantan Selatan 4,80 3,60 3,00 2,50 3,71
Sumatera Utara 4,67 3,00 3,83 2,83 3,60
Kalimantan Timur 5,00 3,29 2,67 2,56 3,60
Jambi 2,88 5,00 2,65 2,13 3,58
Papua 3,20 5,00 1,40 1,80 3,44
Sumatera Selatan 4,82 2,94 2,59 2,00 3,31
Tabel 5.10. Rata-rata Nilai Komparatif Komoditi Kelapa Sawit di masing-masing Provinsi
Kesesuaian Ketersediaan Ketersediaan Ketersediaan
Nilai
Provinsi/Kabupaten/Kecamatan Lahan Lahan SDM Infrastruktur
Komperatif
30 % 40 % 15 % 15 %
Sulawesi Selatan 2,91 3,91 2,00 2,09 3,05
Sulawesi Tenggara 2,83 3,00 2,83 2,17 2,80
Kalimantan Tengah 5,00 0,00 2,80 2,80 2,34
Menurut nilai komperatif kesesuaian lahan, tiga Provinsi teratas yaitu Provinsi Riau, Kalimantan
Barat, dan Kalimantan Tengah. Menurut nilai komperatif ketersediaan lahan, tiga Provinsi teratas
yaitu Provinsi Jambi, Papua, dan Sumatera Barat. Menurut nilai komperatif ketersediaan SDM, lima
Provinsi teratas yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau. Menurut nilai komperatif
ketersediaan infrastruktur, tiga Provinsi teratas yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan
Sumatera Barat.
Dilihat dari nilai rata-rata komperatif setiap Provinsi, maka Provinsi Sumatera Barat menempati
urutan teratas diikuti oleh Provinsi Riau, Kalimantan Barat, Maluku, Kalimantan Selatan, Sumatera
Utara, Kalimantan Timur, Jambi, Papua, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan
Kalimantan Tengah.
Tabel 5.1. Standar Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit .................... 6
Tabel 5.2. Hasil Evaluasi Agroekologis untuk Tanaman Kelapa Sawit .................... 7
Tabel 5.3. Rekapitulasi Jalan Nasional & Jalan Provinsi di Beberapa Wilayah di
Indonesia Tahun 2002................................................................................................11
Tabel 5.4. Prasarana Telekomunikasi Telepon di Beberapa Wilayah Indonesia
Tahun 2001/2002........................................................................................................12
Tabel 5.5. Listrik yang Didistribusikan oleh PT PLN di masing-masing Wilayah di
Indonesia....................................................................................................................13
Tabel 5.6. Kriteria Penilaian Kesesuaian lahan: ........................................................15
Tabel 5.7. Penilaian Ketersediaan Lahan ..................................................................15
Tabel 5.8. Kriteria Penilaian Sarana dan Prasarana ..................................................15
Tabel 5.9. Kriteria Penilaian Ketersediaan SDM .......................................................15
Tabel 5.10. Rata-rata Nilai Komparatif Komoditi Kelapa Sawit di masing-masing
Provinsi.......................................................................................................................16