Anda di halaman 1dari 2

Sejumput surat Dinda (2)

Dear Kanda, Bagaimana? apakah masih bisa ku temukan kabarmu di balik tulisan-tulisan atau di antara koma-koma? Sepertinya aku sudah menunggu itu cukup lama. Aku tidak berhak merindu, bukan? Merasai senyummu yang tersembunyi itu cukup bagiku, pertanda bahwa tulisanku ini sempat terbaca. Sepertinya sudah keberapa puluh jadwal perjumpaanku dengan Hujan, dirimu tidak juga kunjung mewujud dalam barisan kata. Padahal aku sudah ingin berbagi ceritaku bersama Hujan, yang setia menemani tiap detik-detik harapku. Setiap rintiknya seolah ikut mengiyakan doa-doa penuh harap perjumpaan denganmu. Bahkan, aku terkadang takut rintik-rintik itu akan semakin menenggelamkanku dalam kerinduan. Merebutku darimu. Kau tahu, aku sempat membuat secarik tulisan soal dia, Hujan. Tapi aku merenungkanmu dalam jeda-jedanya, yang menyuguhiku dahaga sekaligus penawarnya, yang justru membuatku semakin tertimbun rindu di tiap pertemuannya. Hanya saja, kapan renunganku itu menyata?

Semoga tulisanku ini tidak melukai senyummu, Kanda. (masih pada setiap tulisanmu aku menunggu, Dinda)

Sejumput surat Dinda


Kanda, teruslah berjuang lewat kata-kata dan aku akan tetap setia mencoba menikmati tiap rasanya agar aku mengerti apa warnanya, sakitnya, pedihnya, jejak bahagianya yang menyisa serta kuatnya dirimu yang (sungguh) tak pernah kau sadari saat ini hingga entah kapan sampai dengan saat kau sadari itu dan kau temui dirimu dalam bahagia yang dirindukan aku akan bersandar di sini di balik-balik tulisanmu di antara koma-komanya di sela-sela barisnya di ujung-ujung maknanya dengan begitu aku bersamamu akan memperkayai dan menajami warna dengan begitu aku bersamamu akan jauh lebih kuat dari yang pernah kau dan aku kira agar kita sama-sama tumbuh mengalahkan gagahnya raksasa beringin di bumi Jamrud Khatulistiwa yang jika kelak ada badai serupa, kita tidak lagi mengalami rasa terombang-ambing yang menyesakkan, yang sama Tahukah kau, Kanda terkadang aku iri iri pada-Nya yang sudah memperkayaimu rasa

iri pada-Nya yang begitu menyayangimu, sampai Dia menilaimu cukup berani mengalami itu semua, sekarang. Barangkali Ia juga sedang mengajariku sebuah rasa iri yang Ia lewatkan rasa itu padaku darimu agar kita sama-sama kembali menyadari cinta yang sebenarnya, cinta milik-Nya maka, yakinilah..kita sedang belajar bersama-sama dengan pena kerikil tajam kekecewaan dan kertas badai kepiluan entah siapa yang lulus terlebih dulu sampai dengan kita tahu, aku berharap, kau tetap berjuang dan menemukan jalan ujung ujian itu dengan menyampirkan sebentuk senyuman Terima kasih Kanda. (pada setiap tulisanmu aku menunggu, Dinda)

earthling.csa@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai