Anda di halaman 1dari 18

BAB I CATATAN RIWAYAT PENYAKIT PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur : An. A : 10 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Masuk Tanggal: 21 Oktober 2010

B. ANAMNESIS Keluhan Utama: Nyeri seluruh perut sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Perjalanan Penyakit : Sejak 2 hari SMRS os mengeluh nyeri pada seluruh perut. Nyeri dirasakan os menetap, nyeri bertambah hebat jika bergerak, os merasakan perutnya kembung dan tegang. Demam (+). Mual (+), muntah (+), muntahan berwarna hitam. BAB (+) sedikit-sedikit, kentut (+), BAK biasa. 1 minggu SMRS os mengeluh nyeri perut bagian bawah, nyeri dirasakan makin hebat jika os ingin BAB, BAB (+) sedikit-sedikit, kentut (+). Mual (+), muntah (+), muntahan berisi apa yang os makan, BAK biasa. 15 hari SMRS os mengalami kecelakaan lalu lintas os terjatuh dari sepeda yang dikendarainya. Posisi saat jatuh miring ke kanan. Os tidak ingat menegenai kronologis kejadian saat dia jatuh.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Penyerta

: Os tidk pernah mengalami sakit yang sama : (-)

Riwayat Operasi sebelumnya : (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata : Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah : Tampk sakit berat : Compos mentis : 110/80 mmHg
1

Nadi Pernapasan Suhu BB Kepala

: 100 x/menit : 34 x/menit : 38,30C : 25 kg :Conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), pupil

isokor, refleks cahaya (+/+) Hidung Mulut Leher Thorax Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi :Jejas (-), Cembung, venektasi (-), darm countour (-), darm steifung (-) Auskultasi Palpasi Perkusi Ekstremitas Status Lokalis Rectal Toucher : benjolan pada anus (-), springter baik, mukosa licin, ampula : BU (+) melemah : Defans muscular (+), NT (+) seluruh regio abdomen : Hipertimpani, Nyeri ketok (+) : Akral hangat : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di ICS V Linea mid clavicula sinistra : Batas jantung normal : BJ I,II murni reguler, murmur (-), gallop (-) : Simetris kanan dan kiri : Vocal fremitus (N) Kanan = Kiri : Sonor pada kedua lapang paru : Vesikuler (+) N, Whezing (-), Rhonki (-) : DBN : DBN : Pembesaran KGB (-) :

recti menganga, tidak teraba masa

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG : Hb serial, Foto polos abdomen 2 posisi, USG Hasil Laboratorium WBC : : 5,7 H 103/mm3
2

RBC HGB HCT PLT PCT

: 4,86 106/mm3 : 9,2 g/dl : 30,5 % : 7,9 H 103/mm3 : 514 %

Hasil foto polos abdomen

Hasil USG

Hasil USG : Hepar, ginjal, lien dan pangkreas dalam batas normal, Mc burney tampak target sign dengan edema disekitar pelvis. Kesan : peritonitis ec apendisitis akut belum dapat disingkirkan.
3

E. DIAGNOSA : Peritonitis ec suspek trauma tumpul abdomen F. PENATALAKSANAAN : O2 3 l/menit Pasang NGT Pasang kateter Puasa IVFD RL Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr Inj. Ranitidin 2 X 50 mg

Follow up

Tanggal 22 10 2010

Perjalanan Penyakit S : (-) O : KU: Tampak sakit berat Kes : Compos Mentis N : 96 X/i T : 360C Bil.total : 0,4 Bil. Indirec : 0,2 Globulin : 2,8 Sgpt : 30

Therapi IVFD Rl 20 gtt/i Cefotxim 2 X 1 gr Ranitidin 2 X 50 mg

Bil. Direc : 0,2 Albumin : 1,9 sgot: 68

23 10 2010

Ureum : 54,8 Creatinin :0,7 S : Sesak nafas (+) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM N : 88 X/i T : 370C Mata : Conjungtiva Anemis (+/+) Abdomen : BU (-), Nyeri tekan (+), Distensi Abdomen (+) WBC : 13,9 Hb : 7,8

IVFD Rl 20 gtt/i Cefotxim 2 X 1 gr Ranitidin 2 X 50 mg Transfusi PRC 250 cc

24 10 2010

S : (-) O : K U : tampak sakit berat

IVFD Rl 20 gtt/i Cefotxim 2 X 1 gr


4

Kes : CM Ranitidin 2 X 50 mg N : 90 X/i T : 390C wbc : 8,6 hb: 10,1 Persiapan Operasi Pasien dipersiapkan untuk dilakukan laparatomi atas indikasi peritonitis ec trauma tumpul abdomen untuk itu dilakukan pemeriksaan : - Puasa - Darah rutin - Kimia darah lengkap - Foto thorax - PRC 500 cc - Koreksi albumin post operasi 25 10 - 2010 Durante Op 15 45 Dilakukan Operasi pukul 10 - 11 dilakukan laparatomi dan apendiktomi Diagnosa Preoperasi : peritonotis Diagnosa Postoperasi : peritonitis purulen Jenis Operasi: elektif khusus Dilakukan tindakan laparatomi pada diagnosa peritonitis juvenile Dilakukan incisi abdomen Abdomen penuh dengan darah bercampur pus dan fibrin. Perlengketan hebat Perlengketan dibebaskan dan didilusi dengan NaCl 0,9% betadin NaCl dst Didapat lacerasi pada ileum terminal hecting secunder dilanjutkan aapendiktomi Rawat perdarahan , pasang drain (tube NGT No 16) Tutup luka operasi lapis demi lapis Operasi selesai Post Op (ICU) 25 10 2010 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 105/69 mmHg N : 50X/i RR: 33 x/i T : 37,80C WBC : 12,6 Hb: 10,9 Albumin : 1,4 26 10 - 2010 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM IVFD Rl 20 gtt/i Cefotaxim 2 X 1 gr Ranitidin 2 X 50 mg
5

IVFD Rl 20 gtt/i Cefotxim 2 X 1 gr Ranitidin 2 X 50 mg Metronidazol 3 X 250 mg Ganti perban

TD: 94/74 mmHg N : 154X/i RR: 47 x/i T : 38,50C 27 10 - 2010 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 106/79 mmHg N : 125X/i RR: 37 x/i T : 38,20C Albumin : 2,1 Globulin : 2,4 Protein total : 4,5 28 10 2010 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 116/89 mmHg N : 126X/i RR: 26 x/i T : 37,80C S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 106/82 mmHg N : 90X/i RR: 23 x/i T : 36,80C WBC : 8 Hb : 7,5 Albumin : 2,4 30 10 - 2010 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 128/91 mmHg N : 108X/i RR: 28 x/i T : 37,40C WBC : 8,4 Hb : 10,3 Albumin : 2,5 31 10 - 2010 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM

Metronidazol 3 X 250 mg Ganti perban Transfusi albumin 100 cc

Transfusi Albumin 100 cc acc pindah ruangan post albumin

29 10 - 2010

Transfusi albumin 100 cc Transfusi PRC 1 kolf

1 11 - 2010

TD: 118/83 mmHg N : 110X/i RR: 20 x/i T : 36,60C Albumin : 2,3 S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 111/87 mmHg N : 82X/i RR: 25 x/i T : 36,50C S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 102/65 mmHg N : 107X/i RR: 22 x/i T : 380Cc WBC : 13,5 Hb : 8,2 Albumin : 2,4 Protein : 5,8 Globulin : 3,4

Transfusi albumin 100 cc

2 11 - 2010

P cek elektrolit

3 11 - 2010

4 11 - 2010

S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 83/51 mmHg N : 96X/i RR: 24 x/i T : 38,50C Pemeriksaan Laboratorium WBC : 15,8 H 103/mm3 RBC : 4,40 106/mm3 HGB : 11,1 g/dl HCT : 35,0 % PLT : 388 103/mm3 PCT : 292 % Elektrolit : Na : 136,50 mmol/L K : 1,92 mmol/L Cl : 99,45 mmol/L S : nyeri perut O : KU: tampak sakit berat Kesadaran : CM TD : 120/80 mmHg N : 107 x/menit RR : 38 x/menit

Dopamin 50 gr Koreksi KCl 11/2 flash Albumin 100 cc

IVFD Rl 20 gtt/i Cefotxim 2 X 1 gr Ranitidin 2 X 50 mg Metronidazol 3 X 250 mg Ganti perban

5 - 11 - 2010

: 37,6 x/menit : CA -/-, SI -/-, pupil isokor, Refleks cahaya (+) Hidung : terpasang NGT (cairan warna Hijau) Leher : pembesaran KGB (-) Thorax : I : Simetris kanan dan kiri, Ictus Cordis tidak terlihat P : Vocal fremitus (N) Ka=Ki, Ictus cordis teraba di ICS V li nea mid clavikularis sinistra P : sonor, batas jantung normal A : Jantung : BJ I,II murni reguler, G (-), M (-) Paru : Vesikuler (N), W (-), R (-) Abdomen : I : datar, tampak jahitan operasi, A : BU (+) melemah P : Supel, NT (+) P : Timpani, NK (+) Pemeriksaan Laboratorium Albumin : 3 g/dl Elektrolit : Na : 140,1 mmol/L K : 3,3 mmol/L Cl : 107,3 mmol/L S : Sesak nafas, BAB (+) warna hitam O: KU : tampak sakit berat Kes : CM TD : 120/80 mmHg N : 114 x/menit RR : 32 x/menit Suhu: 36,50C Kepala : CA -/-, SI -/-, pupil isokor, Refleks cahaya (+) Hidung : terpasang NGT (cairan warna Hijau) Leher : pembesaran KGB (-) Thorax : I : Simetris kanan dan kiri, Ictus Cordis tidak terlihat P : Vocal fremitus (N) Ka=Ki, Ictus cordis teraba di ICS V li nea mid clavikularis sinistra P : sonor, batas jantung normal A : Jantung : BJ I,II murni reguler, G (-), M (-) Paru : Vesikuler (N), W (-), R (-)

Suhu Kepala

Ceftriaxon 1 X 2 gr Ranitidin 3 X 25 mg Metronidazol 3 X 250 mg Ganti perban

6 11 - 2010

Abdomen : I : datar, tampak jahitan operasi, A : BU (+) melemah P : Supel, NT (+) P : Timpani, NK (+) Pemeriksaan Laboratorium WBC : 13,8 H 103/mm3 RBC : 4,05 106/mm3 HGB : 10,2 g/dl HCT : 32,1 % PLT : 488 103/mm3 PCT : 353 % S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 121/84 mmHg N : 111X/i RR: 21 x/i T : 37,50C S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 115/90 mmHg N : 119X/i RR: 23 x/i T : 36,50C S : Luka jaitan masih basah O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 112/80 mmHg N : 112X/i RR: 34 x/i T : 36,80C WBC : 12,9 RBC : 3,24 Hb : 9,2 Albumin :2,6 Ureum: 27,3 Kreatinin : 0,3 Globulin : 9,3 Rencana operasi ulang tanggal 10 Transfusi PRC 250 cc

7 11 - 2010

8 11 - 2010

9 11 - 2010

S : Os belum kentut, luka masih basah, O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 116/78 mmHg N : 114X/i RR: 24 x/i nafas spontan T : 36,80C

Rencana relaparatomi

P : Albumin 100 cc PRC 250 cc NaK 1 flash Periksa CT, BT

Na : 130,55 Cl : 100,96 CT : 4,5 10 11 - 2010

K : 2,77 BT : 5 Os masuk ke kamar operasi

S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 132/94 mmHg N : 96X/i RR: 22 x/i T : 36,50C WBC : 11,3 HB : 13,6

Re Operasi Diagnosa Pre Operasi : Relaparatomi Diagnosa Post Operasi : Sekunder hecting lapisan abdomen Dilakukan general anastesi Dilakukan Aseptik anti septik Dilakukan eksplorasi jaringan luka obdomen. Ditemukan jaringan nekrotik dan pus sampai ke lapisan otot, kemudian dibersihkan dan jaringan sekitarnya dilakukan debridement Luka dicuci dengan NaCl dan betadin sampai tidak ada pus yang tersisa dan jaringan nekrotik Dilakukan penjahitan dari fasia sampai ke kulit dengan cara matras Perdarahan dirawat Operasi selesai S : (-) O : K U : tampak sakit berat Kes : CM TD: 113/78 mmHg N : 98X/i RR: 24 x/i T : 36,80C WBC : 13,9 RBC : 4,61 Hb : 13,2 Na : 129,5 K : 3,3 Cl : 99,46 Albumin : 3,8 Globulin : 3,3 Protein : 7,1 Boleh pindah Cek ulang

11 11 - 2010

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

PENDAHULUAN Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel sel,

dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.1 Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, dan peritoneum visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada penggesekan. Organ organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi.2 Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis. Sebagian besar peritonitis disebabkan karena perforasi appendiks, lambung, usus halus, atau kandung empedu.1 Apapun penyebabnya, onsetnya terjadi secara tiba tiba, awalnya hanya pada satu daerah saja tetapi kemudian berkembang ke daerah yang lebih luas, menyebar pada peritoneum viseral dan parietal. Dan jika tidak ditangani dengan baik dapat berakibat fatal.3

2.2

INSIDEN Insiden di negara barat telah menurun jelas pada dekade terakhir, sedangkan di

Afrika jarang dilaporkan adanya penyakit ini. Di Indonesia belum di teliti apakah ada kesan ada kenaikan insiden. Di Amerika, insiden pada orang kulit hitam sebanding atau sedikit lebih tinggi dibanding orang kulit putih. Terdapat predisposisi familier, tetapi hubungannya belum jelas. Lebih banyak di temukan pada orang yang golongan darah O, dan juga lebih sering ditemukan pada golongan sosial ekonomi tinggi.4 Pada 39 kasus peritonitis neonatal ditemukan sekitar 51,3% mempunyai peritonitis mekonium. Asites pada 45% kasus dan muntah muntah pada 40% kasus,
11

30% mempunyai massa pada abdominal. Angka mortalitas pada peritonitis mekonium sekitar 80%.5

2.3

ANATOMI Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.

Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal, dan peritoneum visceral, yang menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga itu. Ruang yang bisa terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki laki berupa kantung tertutup, pada perempuan tuba fallopi membuka masuk ke dalam rongga peritoneum. Banyak lipatan atau kantong terdapat di dalam rongga peritoneum, sebuah lipatan besar atau omentum mayor yang kaya akan lemak bergantungan di sebelah depan lambung.2 Omentum minor berjalan dari porta hepatis setelah menyelaputi hati ke bawah, ke kurvatura minor lambung dan disini bercabang untuk menyelaputi lambung ini. Kolon juga terbungkus oleh peritoneum ini. Dan peritoneum ini kemudian berjalan ke atas dan berbelok ke belakang sebagai meso-kolon kearah dinding posterior abdomen. Sebagian dari peritoneum ini membentuk mesenterium usus halus. Omentum besar dan kecil, mesenterium usus halus dan meso-kolon, semua memuat penyaluran darah vaskuler dan limfe dari organ organ yang diselaputinya.2

2.4

ETIOLOGI

Peritonitis biasanya disebabkan oleh: 1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.

Yang paling sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, kandung empedu, usus buntu, asites (dimana cairan berkumpul di perut dan kemudian mengalami infeksi).1 2. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kantung empedu, ureter, kandung kemih, atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut.1 3. Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritoneal. Usus merupakan organ yang
12

paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen. 4. Peritonitis mekonium dapat terjadi jika ada defek pada dinding usus pada masa antenatal.5

2.5

PATOFISIOLOGI

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (misalnya: apendisitis, salpingitis), rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokok dan streptokok sering masuk dari luar. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Peritonitis mekonium adalah peritonitis non bakterial yang berasal dari mekonium yang keluar melalui defek pada dinding usus ke dalam rongga peritoneum. Defek dinding usus dapat tertutup sendiri sebagai reaksi peritoneal. Bercak perkapuran dapat terjadi dalam waktu 24 jam.6

2.6

DIAGNOSIS

Gambaran klinik - Biasanya penderita muntah, demam tinggi, dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Pada palpasi sebagian atau seluruh abdomen tegang, seperti ada tahanan atau nyeri

13

tekan; Berkurangnya nafsu makan; Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat; Tekanan darah menurun; Produksi urin menurun.

- Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut yang membentuk perlengketan yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat; Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan di usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum; Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit; Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti gagal ginjal akut (ARF).1

- Pada peritonitis mekonium gejalanya berupa abdomen yang membuncit sejak lahir, muntah, dan edema dinding abdomen kebiru biruan.

Gambaran radiologi - Foto roentgen di ambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto roentgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi1. - Pada pemeriksaan foto polos abdomen dijumpai asites, tanda tanda obstruksi usus berupa air-udara dan kadang kadang udara bebas (perforasi). Biasanya lambung, usus halus dan kolon menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus usus yang melebar biasanya berdinding tebal - Pada peritonitis umum gambaran radiologinya menyerupai ileus paralitik. Terdapat distensi baik pada usus halus maupun pada usus besar. Pada foto berdiri terlihat beberapa fluid level di dalam usus halus dan usus besar. Jika terjadi suatu ruptur viskus bisa menyebabkan peritonitis, udara bebas mungkin akan terlihat pada kavitas peritoneal6

Ruptur appendiks yang disertai peritonitis A: Terdapat dilatasi pada usus besar dan usus halus. Ruang antara usus halus menyempit di sebabkan karena udema pada usus. Peritoneal fat line menghilang. B: Terdapat udara bebas pada diaphragma kanan. Ada penyempitan air fliud level pada bagian bawah abdomen.

14

- Peritonitis umum: Formasi abses Meskipun peritonitis umum telah berkurang abses lokal dapat terjadi pada salah satu bagian abdomen. Abses mungkinan muncul beberapa hari atau minggu setelah mendapat pengobatan peritonitis. Pada gambaran radiologi, abses terlihat menyerupai suatu massa. Kadang kadang abses terdapat pada usus halus sehingga menghasilkan obstruksi mekanik. Abses pada kuadran kanan bawah yang mengikuti peritonitis yang sebelumnya terjadi ruptur appendiks, sebuah massa berkembang di daerah kuadran bawah memperlihatkan pendesakan pada usus kecil. Terjadi distensi proximal usus kecil. - Gambaran radiologik peritonitis mekonium berupa tanda tanda obstruksi distal duodenum, bercak bercak perkapuran di dalam rongga usus atau peritoneum, sering juga di daerah skrotum.

Gambaran Patologi Asam bikarbonat yang dihasilkan mukosa duodenum dan pankreas adalah penetral asam yang utama. Berkurangnya faktor pelindung terhadap zat cerna ini menyebabkan autodigesti mukosa duodenum. Gastroduodenitis yang disebabkan oleh helicobacter pylori dianggap penyebab penting yang memudahkan terjadinya tukak. Tukak duodenum terjadi akibat aksi korosif asam lambung terhadap epitel yang rentan. Defek ini bermula pada mukosa, selanjutnya menembus ke muskularis mukosa. Tukak yang biasanya kecil saja, tetapi menembus lapisan dinding duodenum, bisa berkembang menjadi lanjut hingga terjadi perdarahan, penetrasi ke pankreas, atau perforasi bebas5. Peritoneum yang normal memberi gambaran bening kelabu. ketika terjadi peritonitis, dalam waktu 2-4 jam peritoneum berubah menjadi suram atau berawan. Setelah itu mengeluarkan cairan exudat fibrinosa sebagai tanda adanya invasi bakteri. Cairan tertahan di usus halus dan di usus besar, kemudian akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum3.

15

2.7

PENATALAKSANAAN Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai,

dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan tindakan menghilangkan nyeri9. Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila disertai appendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infus.1

2.8

PROGNOSIS Jika ditangani dengan baik, terutama pada kasus - kasus pembedahan

peritonitis (perforasi ulkus peptik, appendisitis, dan divertikulitis) mempunyai angka kematian < 10% dan pasien kembali sehat seperti sediakala, tetapi pada pasien pasien dengan usia di atas 48 tahun, angka mortalitasnya sekitar 40% jika disertai dengan penyakit penyakit lainnya dan sistem imunnya menurun. Pada anak anak prognosis pada umumnya baik setalah mendapat pengobatan dengan antibiotik. Jika peritonitis terjadi secara menyeluruh, selalu berakibat fatal.7

16

BAB III KESIMPULAN

Anak laki-laki dengan berat badan 25 kg datang ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 21 10 -2010 dengan keluhan nyeri pada seluruh perut, nyeri perut dirasakan os Sejak 2 hari SMRS os mengeluh nyeri pada seluruh perut. Nyeri dirasakan os menetap, nyeri bertambah hebat jika os bergerak, os merasakan perutnya kembung dan tegang. Demam (+). Mual (+), muntah (+), muntahan berwarna hitam. BAB (+) sedikit-sedikit, kentut (+), BAK biasa. Os disarankan untuk dilakukan operasi ternyata klinis dan laboratorium tidak mendukung untuk dilakukan operasi segera, akhirnya os dirawat dibangsal bedah untuk memperbaiki keadaan umumnya sekaligus mempersiapkan kelengkapan operasi . Pada tanggal 25-10-2010 dilakukan operasi dengan diagnosis preoperasi peritonitis. Pasien masuk kamar operasi jam 10.15 WIB. Pada saat operasi ditemukan Abdomen penuh dengan darah bercampur pus dan fibrin serta Perlengketan hebat. Pada abdomen juga didapatkan lacerasi pada ileum terminal sehingga sehingga dilakukan apendiktomi. Operasi selesai pada jam 11.45 WIB. Pasca operasi os dirawat di ICU. Os dirawat di ICU dengan keadaan hipoalbuminemia dan anemis sehingga dikoreksi dengan transfusi albumin dan PRC, selama dikoreksi dengan albumin peningkatan albumin pasien tidak stabil sehingga transfusi albumin dilakukan 5 X. Dan os mendapatkan transfusi PRC sebanyak 2 X (500 cc). Setelah dilakukan reoperasi keadaan klinis dan laboratorium os makin membaik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Peritonitis, UID200705.

http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?dktg=7&

17

2. Ul Hasan M & Ali SW, Meconium Peritonitisa leading cause of neonatal peritonitis in Kashmir,

http://www.ncbi.nlm.gov/corehtml/query/pubmed/abstractplus.css. 3. Sjamsuhidajat R, Lambung dan Duodenum-bab 31, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,EGC, Jakarta: 2004, hal.549. 4. Acute Peritonitis, http://www.

ecureme.com/lib/inet.asp?keyword=acute+peritonitis&category=gi. 5. Genuit T & Napolitano, Peritonitis,

http://health.allrefer.com/health/peritonitis-symptoms.html. 6. Cabnera C, Peritonitis-also listed as: Abdominal wall inflammation, http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-00127.htm 7. Arif Mansjor,dkk, Bedah Digestif-Trauma Tembus Abdomen, Kapita Selekta Kedokteran, ed:3 Jilid 2, Media Eusculapius FK UI, Jakarta: 2000, hal.302.

18

Anda mungkin juga menyukai