Anda di halaman 1dari 19

Fatigue (kelelahan) Fatigue merupakan keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan menurunnya efisiensi akibat kekurangan tenaga.

Beberapa faktor risikonya antara lain: 1. Metabolisme sel yang berkurang atau tidak mampu 1. Ketidakmampuan proses kontraksi otot 2. Hambatan aliran darah (kehilangan suplai makanan dan oksigen)

Lelah otot lebih lambat muncul karena jaringan otot tidak bergantung pada glukosa untuk energinya tetapi sebagian besar bergantung pada asam lemak. Hal ini dikarenakan, membran otot istirahat yang normal hanya sedikit permeabel terhadap glukosa. Jadi ketika glukosa yang tidak masuk ke sel otot oleh karena resitensi insulin tidal terlalu berpengaruh terhadap kontraksi otot.

Akan tetapi, terdapat kondisi saat otot menggunakan sejumlah besar glukosa yaitu: 1. Selama kerja fisik sedang atau berat 2. Selama beberapa jam setelah makan, otot akan menggunakan lebih besar glukosa daripada asm lemak

mekanisme: Resistensi insulin

transport glukosa ke otot

metabolisme otot

ATP

fatique

OBAT ANALGESIK obat analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit tanpa diikuti hilangnya kesadaran dan gangguan saraf. Obat ini bekerja dengan cara: 1. menaikkan ambang nyeri 2. mempengaruhi emosi (yang akan mempengaruhi persepsi nyeri) 3. menimbulkan sedasi 4. mengubah persepsi nyeri

Mnurut jenisnya, obat analgesik dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1. Narkotik Alkaloid opoid menimbulkan analgesia melalui kerjanya di daerah otak yang mengandung peptida yang memiliki sifat farmakologi menyerupai opoid. Salah satu jenis peptida opoid adalah prekursor opoid endogen, yang terdapat pada daerah di otak dan berperan dalam modulasi nyeri serta ditemukan di medula adrenal dan pleksus saraf usus.

2. Non-narkotik a. Analgesik antipiretik (paracetamol dan acetaminophen) Farmakodinamik 1. efek analgesik serupa dengan as. Salisilat, mengurangi rasa nyeri dengan menghambat prostaglandin tapi lemah 2. mempunyai khasiat sebagai antipiretik 3. mempunyai efek anti inflamasi tapi lemah

Farmakokinetik 1. diabsorbsi cepat di saluran cerna 2. tidak ada efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung

Efek samping obat alergi pada derivat para-aminofenol

Toksisitas

1. nekrosis hati 2. nekrosis tubuli renalis kerusakan hati dan ginjal ini terjadi jika dosis sudah mencapai 10-15 gr perhari (200250mg/kgBB/hr)

b. NSAID Derivatnya 1. Asam enolat a. Pirazolon b. Oksikam 2. Asam karboksilat a. Asam asetat i. Asam fenilasetat ii. Asam fenilasetat inden b. Asam salisilat aspirin c. Asam propionat d. Asam fenamat Asam mefenamat

Farmakodinamik 1. analgesik 2. menghambat non selktif kedua isoform COX 3. mempengaruhi hemostasis

Farmakodinamik 1. diserap di lambung dan usus halus bag proksimal 2. asam salisilat diabrsobsi cepat di kulit yang sehat

ESO 1. tukak lambung 2. perdarahan lambung

Mekanisme iritasi lambung

difusi kembali asam lambung kedalam Prostaglandin

mukosa di lambung

lambung menghambat prostaglandin yang berada di lambung. berfungi untuk menghambat sekresi asam

lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus

c. Obat pirai Obat pirai digunakan dalam penatalaksanaan penyakit gout.

Obat analgesik bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin dari prekursor asam arakidonat, yang mana prostaglandin berperan dalam mensensitisasi nosireseptor (serabutserabut saraf bebas yang sensitif terhadap nyeri).

Obat analgesik hanya mengobati gejala nyeri untuk sementara waktu saja bukan mengobati kausal dari penyakit itu sendiri, maka saat efek obat analgesik sebagai penekan nyeri telah habis, gejala nyeri dirasakan kembali. Hal ini menjelaskan mengapa sakit kepala Dina dapat hilang setelah mengkonsumsi obat analgesik.

Acanthosis nigricans
Patofisiologi cenderung disebabkan oleh hiperinsulinemia, yaitu ikatan hormon insulin dan insulin-like growth factor pada reseptor keratinosit dan fibroblas dengan hasil proliferasi dan hiperplasdi dermal kulit.

Resistensi insulin

Pengambilan glukosa oleh jaringan <<< Hiperinsulinemia

Hormon insulin dan IGF terikat pada reseptor keratinosit dan fibroblas dermal hiperpigmentasi

Acanthosis nigricans

Klasifikasi a. Acanthosis nigricans jinak b. Acanthosis nigricans ganas

Etiologi dan faktor risiko a. Obesitas o o o Lesi bisa muncul pada semua umur ttapi lebih sering pada orang dewasa Dermatosis yang terjadi biasanya tergantung pada berat badan Resistensi insulin

b. Resistensi insulin Juga berkaitan dengan beberapa sindrom, seperti sindrom tipe A & tipe B c. Akral Dapat timbul meskipun pada orang dengan kondisi kesehatan yang baik. hiperkeratosis umumnya muncul pada aspek dorsal tangan dan kaki. d. Familial Lesi velvet

Riwayat acanthosis nigricans pada keluarga juga merupakan salah satu

faktor

risiko.

Suatu penelitian menunjukkan pola penurunan autosom dominan dengan variable phenotypic penetrance e. Unilateral Diturunkan secara autosom dominan f. Induksi obat Dapat disebabkan oleh beberapa obat-obatan antara lain asam nikotinat, ekstrak pituitari, kortikosteroid sistemik dan dietilstilbestrol. g. Kombinasi dari faktor-faktor di atas insulin,

Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium?


a. BSS (gula darah sewaktu) : pemeriksaan kadar gula plasma yang tidak terikat waktu / terserah kapan saja, hasil diatas normal. Pengukuran BSS sebenarnya tidak efektif untuk menilai normal tidaknya kadar glukosa dalam darah karena jika pasien baru mengintake makanan, maka hasil BSS dapat tinggi, walaupun pasien tersebut normal. b. HbA1c (hemoglobin terglikosilasi) : Singkatnya kadar HbA1c yang tinggi / diatas normal mencerminkan kurangnya pengendalian glucose plasma (hyperglycemia). Pengukuran HbA1c merupakan pengukuran yang sangat akurat, pemeriksaan ini dilakukan berkala sampai 3 atau 5 minggu untuk mendapatkan hasil valid, semakin sering didapat

nilai HbA1c diatas normal, semakin tinggi kemungkinan pasien mengalami gangguan pengandalian glucose plasma yang menghasilkan Hypergycemia. c. OGTT (fasting) : pemeriksaan level gula plasma 8 jam setelah pemberian 75gr gula. Nilai diatas normal mengindikasikan gangguan pengendalian glucose plasma (Hypergycemia). d. OGTT (postprandial) : pemeriksaan level gula plasma setelah pemberian 75 gr gula. Nilai diatas normal mengindikasikan gangguan pengendalian glucose plasma (Hypergycemia), hal ini dimungkinkan karena insulin dapat bekerja cepat dan dalam kadar yang tinggi beberapa menit setelah makan. e. C-peptide : Turunan dari proinsulin yang memilik kadar yang analog dengan insulin sehingga dapat dijadikan indicator jumlah insulin dalam plasma. Didapat hasil normal, menunjukan tidak ada kelainan jumlah sekresi insulin (menepis DM type 1)

f. Albumin dengan beberapa fungsi - bertanggung jawab terhadap tekanan osmotic plasma - mengangkut ion organic besar (FFA) - mengangkut hormone memiliki nilai diatas normal, hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan metabolisme lemak (lypolisis meningkat) sehingga dibutuhkan hasil metabolic (FFA), g. Globulin : Protein larut dalam garam, tak larut dalam air, penting dalam system imun, nilai normal mengindikasikan pasien sedang tidak terpajan pathogen (penyakit akibat pathogen dapat dieleminasi) h. Ureum : merupakan produk akhir katabolisme nitrogen yang utama pada manusia, nilai normal : mengindikasikan tidak ada kelainan dalam proses katabolisme nitrogen. i. Kreatinin : suatu senyawa protein yang terbentuk dalam otot dari keratin fosfat. Nilai normal mengindikasikan pemecahan otot yang normal (tidak terjadi gluconeogenesis emergency yang membutuhka ATP dari pemecahan protein otot). j. Natrium k. Kalium Unsur utama dalam ECF dan ICF, nilai normal mengindikasikan seimbangnya osmolalitas dan elekrolit tubuh l. Klirens kreatinin : nilai diatas kadar normal. m. Cholestrol total : nilai cholesterol tinggi biasa ditemukan pada penderita obesitas. n. LDL-cholestrol : normal, indikasi belum diketahui o. HDL-cholestrol : Rendah p. TG : Tinggi q. Total lipid : normal r. Urine : Reduction : +2, menunjukan glycosuria akibat hyperglycemia yang melebihi renal threshold. Microalbuminuria : +, urine mengandung protein (kerusakan ginjal), hasil positif ini mengindikasikan serangan awal dari diabetic nephropathy. 16.Bagaimana hubungan hasil pemeriksaan laboratorium dengan kondisi Dina? a. BSS (glukosa darah puasa) 2 dari lipid triad yang mengindikasikan pasein menderita insuline resistence bus pengangkut

- Hiperglikemia menetap: DM, Cushings Sindrome, Akromegali, Obesitas - Hiperglikemia sementara : kejang, penyakit hati berat, stres fisik emosi akut b. HbA1c (hemoglobin glikosilasi) - Untuk mengukur ikatan gula pada Hb A (A1c) sepanjang umur sel darah merah (120 hari) - penderita DM semakin potensial beresiko terkena komplikasi - 1% resiko gangguan pembuluh darah (mikro vaskuler) sebanyak 35%, komplikasi DM 21% - Kenormalan dengan olahraga, diet, terapi obat c. OGTT nuchter (puasa 12 jam sebelum pemeriksaan) Post prandial (2 jam setelah makan) Pemeriksaan berulang & >nilai normal DM .d. C-peptide : Turunan dari proinsulin yang memilik kadar yang analog dengan insulin sehingga dapat dijadikan indicator jumlah insulin dalam plasma. Didapat hasil normal, menunjukan tidak ada kelainan jumlah sekresi insulin (menepis DM type 1). d. Albumin malnutrisi, sindrom malabsorbsi, radang menahun, penyakit hati menahun nefrotik sindrom, luka baker f. Globulin : Protein larut dalam garam, tak larut dalam air, penting dalam system imun, nilai normal mengindikasikan pasien sedang tidak terpajan pathogen (penyakit akibat pathogen dapat dieleminasi) .g. Ureum : merupakan produk akhir katabolisme nitrogen yang utama pada manusia, nilai normal : mengindikasikan tidak ada kelainan dalam proses katabolisme nitrogen .h. Kreatinin : suatu senyawa protein yang terbentuk dalam ototdari keratin fosfat. Nilai normal mengindikasikan pemecahan otot yang normal (tidak terjadi gluconeogenesis emergency yang membutuhka ATP dari pemecahan protein otot). . i. Natrium . j. Kalium k. Klirens kreatinin - Untuk mengukur kreatinin dalam darah dalam kurun waktu tertentu Unsur utama dalam ECF dan ICF, nilai normal mengindikasikan seimbangnya osmolalitas dan kadar elekrolit tubuh Untuk melihat toleransi tubuh terutama insulin terhadap pemberian glukosa dari waktu ke waktu

- Untuk fungsi ginjal dalam ekskresi kreatinin - Mengecil berarti kreatinin dalm darah l. Cholesterol total (C27H45OH) pada aterosklerosis, DM, hipotiroidism, sindrom nefrotik, hamil trisemester III, pankreatektomi m. HDL cholesterol 35-45 mg/dL : resiko sedang untuk PJK & DM n. Trigliseride <130 mg/dL : resiko rendah untuk aterrosklerosis & penyakit arteri koronaria o. Pemeriksaan reduction untuk deteksi keberadaan glukosa dalam urine dengan reagen (Benedict, Fehling, Nylender) - (-) - +1 - +2 - +3 - +4 = tidak ada perubahan warna (tidak ada glukosa) = hijau kekuningan & keruh (ada 0,5 - 1% glukosa) = warna kuning keruh (ada 1 1,5% glukosa) = jingga (2 3,5% glukosa) = merah keruh (>3,5% glukosa)

p. Reduksi (+) dalam urine menunjukkan adanya hiperglikemia ECF >170mg/% DM q. Microalbuminuria untuk melihat ada/tidak adanya protein dalam urine (proteinuria) - Ringan (<0,5 gr/hr) - Sedang (0,5 3gr/hr) - Berat (>3gr/hr) : demam, stres, infeksi salurn urine distal : nefropati DM : nefropati DM berat

PEMERIKSAAN LABORATORIUM VII.1. Darah BSS = 277 mg/dL (Normal <110 mg/dL) OGTT (fasting) =146 mg/dL (Normal 70-110 mg/dL) OGTT (post prandial) = 246mg/dL (Normal <140 mg/dL) BSS dan OGTT yang meningkat menunjukkan diabetes meilitus Hb A1c = 8,6% (Normal 4,5-6,3%) HbA1c merupakan komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dan N-terminal valin rantai b HbA dengan ikatan almidin.

HbA1c > 8, menunjukan faktor resiko untuk penyakit penyerta yang lain seperti nefropati, angiopati, dan retinopati. Albumin = 4,8 g/dL (Normal 3,8-4,4 g/dL) Mekanisme peningkatan albumin serum: Glukoneogenesis

Lipolisis di hati Membutuhkan banyak air

Air banyak di dalam tubuh

Peningkatan konsentrasi albumin Klirens kreatinin = 120 ml/mnt/1,73m2 (Normal 86 ml/mnt/1,73m2) Klirens kreatinin meningkat menandakan adanya pemecahan protein otot yang digunakan untuk pembentukan glukosa (glukoneogenesis) Cholesterol total = 220 mg/dL (Normal <200mg/dL) Mekanisme peningkatan cholesterol total:

Hiperglikemia Resistensi insulin Sel kekurangan glukosa (sel otot dan sel hati)

glukoneogenesis

Lipolisis

Kolesterol meningkat HDL-cholesterol= 38 mg/dL (Normal perempuan >65 mg/dL) HDL terdiri dari banyak protein dan sedikit trigliserida dan fosfolipid. Mekanisme penurunan HDL cholesterol: Hiperglikemia Resistensi insulin Sel kekurangan glukosa (sel otot dan sel hati)

glukoneogenesis

Proteolisis

HDL menurun Trigliseride = 237 mg/dL (Normal <200 mg/dL) Trigliseride mengandung banyak lemak dan sedikit protein. Insulin yang banyak menyebabkan banyak trigliserida yang terikat sehingga kadar trigliseride dalam darah meningkat.

VII.2. Urin Reduction = +2 (Normal negatif) Untuk deteksi keberadaan glukosa dalam urine dengan reagen (Benedict, Fehling, Nylender) +4 (-) +1 +2 +3 = tidak ada perubahan warna (tidak ada glukosa) = hijau kekuningan & keruh (ada 0,5 - 1% glukosa) = warna kuning keruh (ada 1 1,5% glukosa) = jingga (2 3,5% glukosa)

= merah keruh (>3,5% glukosa)

Reduksi (+) dalam urine menunjukkan adanya hiperglikemia ECF >170mg/% DM Mikroalbuminuria = + (Normal negatif) Untuk melihat ada/tidak adanya protein dalam urine (proteinuria) Ringan (<0,5 gr/hr) Sedang (0,5 3gr/hr) Berat (>3gr/hr) : demam, stres, infeksi salurn urine distal : nefropati DM : nefropati DM berat

VIII. DIAGNOSIS BANDING 1. Diabetes meilitus tipe 1 dan 2= Diabetes meilitus tipe 1 = terjadi peningkatan trigliserida, untuk membentuk trigliserida membutuhkan insulin. Pada diabetes meilitus tipe 1 sel-sel beta pankreas rusak maka insulinnya tidak mencukupi untuk membentuk trigliserida sehingga diabetes tipe 1 dapat disingkirkan Diabetes meilitus tipe 2 = insulin cukup jadi dapat membentuk trigliserida ( jadi diabetes meilitus dapat menjadi hipotesis sementara) 2. Diabetes insipidus = jika kandungan urinnya hanya air saja, dalam skenario urin

mengandung mikroalbuminuria (maka diabetes insipidus dapat disingkirkan) 3. Sindrom metabolik = kumpulan gejala obes tingkat I, diabetes meilitus tipe 2, hipertensi, dan dislipidemia

Diabetes melitus tipe I

Diabetes melitus tipe II

Diabetes insipidus

Obesitas Hipertensi Dislipidemia Hiperglikemia Hipoglikemia Mikroalbuminuria Headache Lelah berlebihan Polidipsi Poliuria Pertumbuhan perkembangan Polifagi Acanthosis nigricans Faktor Genetik Keseimbangan elektrolit dan cairan C-peptida Ureum Kreatinin Klirens kreatinin Protein total

ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada dan normal/tidak normal

ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada normal/tidak normal

Ada Ada tidak ada tidak ada tidak ada Ada tidak ada Ada ada Ada normal/tidak normal

ada tidak ada

ada ada

Ada Ada

ada tidak seimbang

ada tidak seimbang

tidak ada tidak seimbang

rendah tidak normal tidak normal tinggi tidak normal

normal normal normal tinggi normal tidak normal tidak normal Normal tidak normal

SINDROMA METABOLIK National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel (ATP III) tahun 2001, terdapat tiga ciri utama kriteria sindroma metabolik, yaitu :

Lingkar perut pada laki laki lebih dari 102 cm dan lebih dari 88 cm pada perempuan. Kadar triglycerida darah lebih dari 150 mg/dl. HDL kolesterol lebih rendah dari 40 mg/dl pada laki laki dan 50 mg/dl pada perempuan. Tekanan darah diatas 130/85 mmHg.

Gula darah puasa lebih dari 110 mg/dl.

Terdapat sedikit perbedaan kriteria menurut World Health Organization (WHO) yakni :

Kadar insulin yang tinggi, peningkatan kadar gula darah puasa atau peningkatan kadar gula darah 2 jam setelah makan dengan diikuti oleh sekurang kurangnya 2 kriteria tambahan di bawah ini : Kegemukan pada daerah perut dengan rasio antara pinggang dan pinggul lebih dari 0,9, body mass index (BMI) sekurang kurangnya 30 kg/m2 atau lingkar pinggang lebih dari 37 inchi. Pada pemeriksaan kolesterol ditemukan kadar triglycerida sekurang kurangnya 150 mg/dl atau HDL kolesterol kurang dari 35 mg/dl. Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.

Unsur SM Hipertensi

WHO Dalam pengobatan antihipertensi atau TD > 140/90 mmHg

NCEP-ATP III Dalam pengobatan antihipertensi atau TD > 130/85 mmHg

EGIR Dalam pengobatan antihipertensi atau TD sistolik 140 mmHg dan diastolic 90 mmHg

ACE TD > 130/85 mmHg

IDF TD sistolik 130 mmHg TD diastolic 85 mmHg atau dalam pengobatan

Dislipidemia

Plasma TG > 150 mg/dL atau HDL-C pada < 35 mg/dL < 40 mg/dL

Plasma TG > 150 mg/dL atau HDL-C pada < 40 mg/dL < 50 mg/dL

Plasma TG > 180 mg/dL atau HDL-C < 40 atau dalam pengobatan

Plasma TG > 150 mg/dL atau HDL-C pada < 40 mg/dL < 50 mg/dL

Plasma TG > 150 mg/dL atau HDL-C pada < 40 mg/dL < 50 mg/dL Lingkar perut Asia pada > 90 cm > 80 cm (tergantung etnis)

Obesitas

IMT > 30 kg/m2 dan / rasio perut pinggul > 0,90 > 0,85

Lingkar perut pada > 102 cm > 88 cm

Lingkar perut pada > 94 cm > 80 cm

Gangguan Metabolisme Glukosa

DM tipe 2 / TGT (toleransi glikosa terganggu)

GDP > 110 mg/dL

GDP 110 mg/dL

GDP 110125 mg/dL 2 jam Post prandial 140-200 mg/dL

GDP 100 mg/dL atau diagnosis DM tipe 2

Diagnosis

DM tipe 2 atau TGT dan disertai 2 kriteria

Minimal 3 kriteria

DM tipe 2 atau disertai 2 kriteria

Obesitas sentral disertai 2 kriteria di atas

Epidemiologi/ Prevalensi Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk, diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari. IX.3. Etiologi Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan infark miokard. IX.4. Patofisiologi

genetik

obesitas

Resistensi Insulin katabolisme trigliserida trigliserida HDL

akumulasi jaringan adiposa

anabolisme trigliserida aa HDL

CO hiperglikemi diabetes Sindroma metabolik

trigliserida

dislipidemia

tekanan darah

genetik

IX.5. Penatalaksanaan Semua penderita yang didiagnosis dengan sindrom metabolik harus merubah pola diet dan menjadikan kebiasaan exercise sebagai terapi utama. Pengobatan ditujukan untuk mengurangi kadar kolesterol LDL, tekanan darah tinggi, dan diebetes. Tujuan kedua pengobatan adalah untuk mencegah terjadinya diabetes tipe 2. Penurunan berat badan akan memperbaiki semua aspek dari sindrom metabolik, sehingga menghilangkan atau mengurangi semua penyebab dan akan menurunkan angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler. 1. Penurunan berat badan 2. Perencanaan diet sederhana 3. Meningkatkan aktivitas fisik 4. Hindari merokok 5. Obat-obatan Hanya diberikan bila dengan pengaturan diet yang adekuat tidak berhasil dalam mengontrol faktor resiko yang ada : a) untuk menurunkan kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida (statin, fibrates, atau asam nikotinat)

b) untuk menurunkan tekanan darah (diuretik atau ACE inhibitor) c) untuk menurunkan kadar gula darah ( metformin, insulin injeksi atau keduanya) d) untuk mengurangi efek pembekuan darah dapat digunakan aspirin, terutama dengan resiko tinggi penyakit jantung

Tabel penatalaksanaan sindrom metabolik Target Turunkan LDL kolesterol, risiko PJK dan ekivalennya ( 10year risk for CHD>20%). Sedikitnya 2 faktor risiko dan 10 year risk <20% Pengendalian berat badan Aktifitas fisik Obati hipertensi Turunkan kadar TG: Sasaran pada pasien dengan TG 200 mg/dl (5,20 mmol/L) dan 499 mg/dl( 12,90 mmol/L) Risiko PJK tinggi <130 mg/dl Risiko PJK sedang <160 mg/dl Risiko PJK ringan <190 mg/dl =10% dari berat badan awal 20-40 menit per hari, 3-5 hari per minggu <120/85 mmHg <120 mg/dl (<2,25 mmol/L) Sasaran <100 mg/dl (<2,60 mmol/L)

IX.6. komplikasi 1. Penyakit Kardiovaskuler 1. Diabetes Melitus Tipe 2 2. Sindrom Ovarian Polikistik 3. Perlemakan Hati non Alkoholik 4. Achantosis Nigricans 5. Stroke

IX.7. Pencegahan Beberapa tindakan pencegahan terhadap sindrom metabolik antara lain: 1. Ubah pola hidup menjadi sehat merupakan pencegahan terbaik terhadap terjadi sindorm metabolik (diet dan exercise)

2. Jaga berat badan tetap ideal (IMT < 25 kg/m2) 3. Pencegahan diet yang sehat dan jangan makan berlebih

IX.7 Prognosis Prognosis pada sindrom metabolik berhubungan dengan komplikasi penyakit terkait (diabetes dan hipertensi). Namun komplikasi dapat dicegah dengan mematuhi anjuran penatalaksanaan yang diberikan.

DM 2

Anda mungkin juga menyukai