Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh: Romi Nugraha Triantara Nugraha Zaenal Arifin 1100461 1104800 1103641
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi Besar kita yakni Nabi Muhammad saw, Kepada keluarganya, para sahabatnya, tabiin-tabiatnya, dan kepada kita semua selaku umatnya. Adapun makalah yang dibuat berjudul Transaksi Jual Beli di Pasar Modern (Swalayan) Menurut Kacamata Islam, diajukkan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam dan mudahmudahan laporan ini bisa memberi manfaat umumnya untuk semua pembaca dan khusunya untuk saya selaku penyusun dari laporan. Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tersusun bukan semata-mata hasil usaha sendiri, melainkan berkat bimbingan,bantuan, masukan dan motivasi dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Syahidin, M.Pd, selaku Dosen mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing dan menugaskan melalui perkuliahan, sehingga pengetahuan dan keterampilan penulis bertambah dalam membuat sebuah makalah. 2. Kepada kedua orang tua, teman-teman dan rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis dalam menyusun makalah ini. 3. semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik segi isi maupun redaksinya dikarenakan keterbatasan yang penulis miliki, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, agar dikemudian hari saya selaku penulis dapat menyusun makalah atau karya tulis kembali dengan lebih baik. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin
Penulis
Transaksi Jual Beli di Pasar Modern (Supermarket) Menurut Kacamata Islam
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii BAB I ...................................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 1 1.2 Judul Makalah ............................................................................................................................ 3 1.3 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 3 1.4 Tujuan Pembuatan Makalah ..................................................................................................... 3 1.5 Manfaat Pembuatan Makalah ................................................................................................... 3 2.1 Ekonomi Dalam Islam ................................................................................................................ 4 2.2 Pengertian Jual-Beli.................................................................................................................... 5 2.3 Rukun dan Syarat Jual-Beli ....................................................................................................... 7 2.4 Perkembangan Transaksi Bisnis di Dalam Islam dan Hukum al-Muathah ........................ 9 2.5 Pandangan Ulama terhadap Transaksi Jual Beli di Swalayan ............................................. 13 2.5.1 Pandangan Ulama Muhammadiyah ................................................................................... 13 3.1 Simpulan .................................................................................................................................... 14 3.2 Saran .......................................................................................................................................... 14
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Khalik (pencipta), maupun yang berhubungan dengan sesama (mahluk) manusia. Segala sesuatu diatur Allah SWT dan dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW termasuk urusan sederhana yaitu urusan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam mengatur melalui Al-Quran dan Al-Hadits sehingga hidup manusia maslahat dan berkah. Manusia yang hidup di dunia ini selalu dituntut dan diburu oleh kebutuhan-kebutuhan guna melengkapi kebutuhan hidupnya. Untuk
melakukan itu semua manusia melakukan berbagai macam kegiatan. Diantaranya dengan bercocok tanam, bekerja sebagai pegawai negeri, nelayan dan lain sebagainya. Dari semua kegiatan usaha tersebut, termasuk juga jualbeli atau dalam bahasa arabnya disebut sebagai (al-bai) yang dianjurkan dalam Islam sebagaimana firman Allah subhanahu wa taala dalam surat AnNissa ayat : 29,
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa : 29)
Mengingat pentingnya jual-beli tersebut, maka Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan berbagai hal yang berhubungan dengan jual beli. Seperti dalam salah satu sabda Nabi berikut ini :
Artinya: Dari Said bin Umair berjkata; bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya, usaha apakah yang paling baik? Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjawab: yaitu pekerjaan seorang laki-laki yang di lakukan dengan tangannya sendiri dan tiap jualbeli yang mabrur (bersih) (HR. Al-Baihaqi). Dengan pesatnya perkembangan teknologi, dunia perdagangan pun semakin berkembang dan mengalami corak-corak tersendiri, hingga kepada hal-hal yang semakin praktis. Teknis pelaksanaannya tidak lagi menggunakan ijab dan qabul secara langsung, bahkan ada yang menggunakan sistem komputer dan internet, walaupun masih tetap ada sebagian masyarakat yang masih menggunakan cara tradisional dengan ijab qabul.Yang tidak menggunakan ijab qabul dalam bahasa fiqh yang disebut sebagai jual beli muathah. Kegiatan seperti inilah yang sering terjadi di zaman sekarang, transaksi online seperti pembelian tiket pesawat dan jual beli di berbagai pusat perbelanjaan modern seperti Supermarket-supermarket, Swalayanswalayan, yang tidak ada proses tawar-menawar didalamnya. Dalam jual beli di perbelanjaan modern, pihak pembeli telah mengetahui harga barang secara tertulis dicantumkan pada barang tersebut, dan kemudian si pembeli datang ke meja kasir dengan menunjukan bahwa mereka akan melakukan transaksi jual-beli. Dalam kasus ini, sangat kecil kemungkinan terjadi ijab qabul yang berupa rukun jual beli. Apakah transaksi seperti ini sah dalam islam? Atas dasar permasalahan ini, maka makalah ini disusun.
ditetapkan dalam transaksi utang piutang dengan mengeksploitasi kesulitan dan kelemahan orang lain dalam pengadaan harta. 5. Bathil yang berarti setiap usaha/ kegiatan ekonomi yang dilakukan harus mengacu pada rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh syarI yakni memenuhi rukun dan syarat dalam suatu transaksi sebagaimana yang dirumuskan ulama dalam kitab fiqih.
b. Pembeli. Yakni orang yang cakap yang dapat membelanjakan hartanya (uangnya). c. Barang jualan. Yakni sesuatu yang dibolehkan oleh syara untuk dijual dan diketahui sifatnya oleh pembeli. d. Transaksi jual beli yang berbentuk serah terima. e. Persetujuan kedua belah pihak. Yakni penjual dan pihak pembeli setuju untuk melakukan transaksi jual beli. Unsur-unsur jual beli diatas, menunjukan terjadinya transaksi jual beli. Dengan demikian, bila ada unsur yang tidak terpenuhi maka jual beli tidaklah sah. Dari pemaparan jual-beli diatas, maka penulis mendapatkan pengertian yang sangat lengkap, sebagaimana yang dipaparkan oleh Moch. Faisal Salam, yang menyebutkan bahwa pengertian jual-beli adalah, suatu perjanjian timbal-balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas nama barang, sedangkan pihak lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut
[5]
. Berdasarkan penjelasan
diatas, maka dapat difahami bahwa perkataan jual-beli menunjukan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Barang yang menjadi objek perjanjian jual-beli harus cukup tersedia dan tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian maka dapat dirumuskan bahwa jual beli hanya akan saha apabila dilakukan dengan akad yang sah. Adapun pengertian akad adalah:
[6]
Artinya: Ikatan, yakni mengumpulkan dua tepi dan mengikat salah satunya dengan yang lainnya hingga tergabung, dan menjadilah ia seperti sepotong benda. Sedangkan akan muathah adalah:
Artinya: Al-Muathah adalah (suatu akad jual-beli dengan cara) mengambil dan memberikan sesuatu tanpa harus berbicara.[7]
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-nisa : 29) Adapun syarat melakukan jual-beli diantaranya adalah: a. Syarat orang yang berakad. Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan akad-akad jual-beli harus memenuhi syarat, yakni berakal dan yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda.
b. Syarat yang terkait dengan ijab qabul. Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual-beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan ini bisa dilihat dari ijab qabul yang dilangsungkan. Ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu adalah sebagai berikut: 1) Orang yang berijab-kabul telah baligh dan berakal menurut jumhur ulama, atau telah berakal, menurut ulama Madzhab Hanafi, sesuai dengan perbedaan mereka dalam syarat-syarat orang yang melakukan akad seperti disebut diatas. 2) Qabul sesuai dengan ijab. 3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. c. Syarat barang yang diperjual belikan, adalah sebagai berikut: 1) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat tetapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. 2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. 3) Milik seseorang. 4) Bisa diserahkan pada saat akad berlangsung. d. Syarat nilai tukar (harga barang). Termasuk unsur tepenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (untuk jaman sekarang adalah uang). Harga yang dapat dipermainkan para pedagang adalah Al-tsamn. Ulama fiqh mengemukakan syarat Al-tsamn sebagai berikut: 1) Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlahnya. 2) Bisa diserahkan pada waktu akad, meskipun secara hukum seperti pembayaran cek dan kartu kredit. 3) Apabila jual-beli dilakukan secara barter (Al-muqayadah), maka brang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara.
Adapun dalam
perkembangannya didunia modern, menurut Ahmad Rajafi dalam tesisnya, transaksi (ijab dan qabul) dari setiap kegiatan bisnis dapat dilakukan dengan lima cara berikut ini: a. Lisan. Para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk perkataan secara jelas. b. Tulisan. Hal ini dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung dalam melakukan transaksi, atau untuk transaksi-transaksi yang sifatnya lebih sulit, seperti yang dilakukan oleh badan hukum. c. Isyarat. Suatu transaksi tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang normal, orang yang cacat pun dapat melakukan transaksi (al-aqdu). Dan tuna wicara boleh berakad isyarat, asalkan terdapat sepemahan bersama/ d. Perbuatan. Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kini transaksi dapat pula dilakukan dengan cara perbuatan saja, tanpa secara lisan, tulisan maupun isyarat. Hal ini dapat disebut dengan taati atau muatah (saling memberi dan menerima). Adanya perbuatan ini dari pihak yang telah saling memahami perbuatan transaksi tersebut dengan segala akibat hukumnya. Hal ini sering terjadi di supermarket
Transaksi Jual Beli di Pasar Modern (Supermarket) Menurut Kacamata Islam
9
yang tidak ada proses tawar menawar. Pihak pembeli telah mengetahui harga barang yang secara tertulis dicantumkan pada barang tersebut. Pada saat pembeli datang ke meja kasir menunjukan bahwa diantara mereka akan melakukan transaksi jual-beli. e. Elektrik. Selain dengan cara lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan, maka transaksi dapat pula dilakukan dengan jalan elektrik. Yakni, kegiatan transaksi bisnis melalui internet dan SMS (electronics transaction). Dimana seseorang cukup mengetik apa yang diinginkan dengan memasukan nomor kartu kredit ke jumlah harga yang sudah ditentukan oleh penjual, maka transaksipun berjalan, kemudian barang akan dikirimkan ke alamat yang telah dimasukkan, dalam beberapa hari [11]. Melalui penjelasan di atas maka dapat difahami bahwa transaksi almuathah dan elektrik merupakan transaksi dengan jalan perbuatan, di mana adanya perbuatan ini adalah dari pihak yang telah saling memahami perbuatan transaksi tersebut dengan segala akibat hukumnya. Hal ini menunjukkan bahwa esensi dari akad sesungguhnya bukanlah pada bentuk lafazh atau perkataan dari ijab dan kabul, akan tetapi lebih pada maksud dari transaksi itu sendiri. Ini sesuai dengan isi ungkapan kaidah fiqh yang berbunyi : Artinya : yang dinggap di dalam akad adalah maksud-maksud dan maknamakna, bukan lafazh-lafazh dan bentuk-bentuk perkataan.[12] Dalam kaidah lain disebutkan bahwa hukum itu berubah sesuai dengan perubahan keadaaan : perubahan waktu.[13] Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga pernah menyampaikan bahwa dalam halmuamalah maka berikanlah kemudahan dan jangan mempersulit : Artinya : Tidak dapat dipungkiri bahwa berubahnya hukum karena
10
Artinya : Dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda; mudahkanlah mereka jangan dipersulit, berilah kabar gembira jangan kau membuat jadi mereka lari.[14] Teori di atas menunjukkan bahwa hukum Islam pada dasarnya membolehkan segala praktek bisnis yang dapat memberikan manfaat. Tiga prinsip dasarnya adalah: a. Kaidah hukum Islam. Artinya : Dasar pada setiap sesuatu pekerjaan adalah boleh sampai ada dalil yang yang mengaharamkannya. Artinya : Kebiasaan adalah bagian dari hukum. b. Hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. } Artinya : Kaum muslimin bertransaksi sesuai dengan syaratsyaratnya selama tidak mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.[16] Berdasarkan penjelasan di atas, sungguh tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pada perkembangannya dunia teknologi pada zaman ini yang sungguh sangat pesat, maka terdapat pula kegiatan transaksi bisnis yang marak melalui internet dan SMS (electronics transaction ; transaksi elektronik). Di mana seseorang cukup mengetik apa yang diinginkan dengan memasukkan nomor kartu kredit ke jumlah harga yang sudah ditentukan oleh penjual, maka transaksipun selesai, kemudian barang akan dikirimkan ke alamat yang masukkan, dalam beberapa hari. Mengenai hal ini, Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan bahwa tidak ada ketentuan transaksi harus berbentuk tulisan. Dengan ijab-qabul (serah-terima) melalui perkataan pun cukup mewakili untuk dikatakan suatu transaksi[17] . Dan ketika ada transaksi dengan jalan apapun yang memudahkan konsumen
11 [15]
seperti dengan jalan elektrik, maka hal tersebut juga diperbolehkan, asalkan terdapat unsur kebenaran (lurus), menepati amanah, dan jujur (setia). Dengan demikian, maka sesungguhnya perlu diadakan penambahan di dalam cara bertransaksi (ijab-kabul) zaman ini, di mana selain dengan cara lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan, maka dilakukan pula dengan jalan elektrik. Dengan jalan seperti ini maka hukum Islam akan terus shalih likulli zaman wa makan. Adapun penjelasan Imam asy-Syafii dan Imam Abu Hanifah tentang almuathah adalah sebagai berikut : a. Menurut Imam asy-Syafii. Dalam pandangan atau hasil ijtihad Imam asy-Syafii rahimahullah taala menyebutkan, bahwa ia tidak membolehkan akad atau transasksi seperti ini karena menurutnya, kehendak kedua belah pihak yang berakad harus dinyatakan secara jelas melalui perkataan dalam ijab dan kabul.[18] Ungkapan Imam asy-Syafii tidak membenarkan pernyataan kehendak untuk membuat akad secara taathi (almuathah) ini disebabkan karena pemikirannya yang sangat formal dan tenggelam dalam verbalisme (lafzhiyah). Asy-Syirazi mengatakan, adapun perbuatan diam-diam (taathi/al-muathah) tidak dapat melahirkan akad jual-beli, karena sebutan jual-beli itu tidak mencakup perbuatan secara diam-diam.[19] b. Menurut Imam Abu Hanifah. Dalam hal ini, Imam Abu Hanifah, jumhur ulama fiqh termasuk di dalamnya ada ulama dari madzhab asy-Syafii dari generasi belakangan, yakni Imam al-Nawawi, secara jelas dan tegas membolehkan kegiatan transaksi seperti ini karena cara transaksi jual beli seperti ini telah menjadi kebiasaan masyarakat di berbagai wilayah Islam. Menurut Imam Abu Hanifah, akad seperti ini dinyatakan sah. Hanya saja keabsahan ini dicapai melalui perkembangan. Mula-mula akad taathi (diam-diam) hanya dianggap sah dalam transaksi kecil dan dianggap tidak sah untuk transaksi jumlah besar. Kemudian imam madzhab ini mengakui keabsahan
12
akad taathi dalam partai besar juga. Demikian pula, mula-mula akadtaathi hanya sah apabila pembayaran dilakukan secara tunai dari kedua belah pihak, kemudian dipandang cukup tunai dari satu pihak saja.[20]
13
3.2 Saran
Agar pembuatan makalah lebih bermanfaat lagi kedepannya, maka disarankan untuk melakukan beberapa hal seperti berikut ini, diantaranya : Disarankan untuk lebih menggali lagi mengenai dasar-dasar hukum mengenai jual beli seperti dari Alquran maupun dari Hadits Nabi Muhammad SAW. 1. Disarankan mencari referensi referensi terpercaya seperti buku bukuekonomi islam dan jurnal. 2. Disarankan meminta pendapat dan pandangan ulama-ulama muslim.
14
DAFTAR PUSTAKA
Imam al-Baihaqi, Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, Juz 5, h. 263, CD. al-Maktabah al-Syamilah Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: Pustaka Percetakan Offset, 1997), Cet. 11, h. 47 Abdul Aziz Dahlan [et al.], Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 2006), h. 827 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2006), h. 143 Moch. Faisal Salam, Pertumbuhan Hukum Bisnis Syariah di Indonesia, (Bandung: Penerbit Pustaka, 2006), h. 113-114 TM Hasbi ash-Shiddqiey, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),. h. 33 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arbaah, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 236 Abdul Aziz Dahlan [et al.], Ibid., h. 828 Ghufron A Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 79 Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi Hukum Perikatan, oleh Mariam Darus Badrulzaman[et al.]., (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h. 252-258 Ahmad Rajafi, Pemikiran Yusuf al-Qaradawi dan Relevansinya dengan Pengembangan Hukum Bisnis Islam di Indonesia, Tesis Megister dalam Ilmu Syariah, (Lampung: IAIN Raden Intan, 2008), h. 133 Asjmuni A Rahman, Qawaidul Fiqhiyyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 90 Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari Kitab al-Ilm, No. Hadits 67, CD al-Bayan Asjmuni A Rahman, op.cit., h. 88 Imam al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi Kitab al-Ahkam, No. Hadits 1272, CD alBayan
15
Yusuf al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet. I, h. 831 Abdul Aziz Dahlan,[et al.], Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2006), h. 64 Abu Ishaq Asy-Syirazi, al-Muhadzdzab, (Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, t.th.), Juz I, h. 257 Al-Imam Kamaluddin Muhammad ibn Abd al-Wahid al-Siwasi ibn alHumam, Syarh Fath al-Qadir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1977), Juz VI, h. 252 dan 253
16