dengan sektor lain, yaitu (0,36 % per tahun), tetapi secara angka ternyata cukup mengejutkan (427 milyar rupiah dalam kurun 1996-1999). Namun demikian, khusus konsumsi bahan galian batu gamping ternyata relatif stabil, tidak terganggu oleh tingkat ekonomi yang semakin terpuruk. Hal ini ditunjukkan oleh kebutuhan batu gamping untuk bahan baku semen masih tetap menjanjikan. Jumlah penduduk yang semakin dewasa dan bertambah setiap tahun (2%) merupakan alasan bahwa kebutuhan rumah sebagai sarana tempat tinggal masih tetap pilihan nomor satu. Industri lain pemakai batu gamping memegang peran yang tidak dapat dipisahkan karena konstribusi terhadap total konsumsi cukup nyata, seperti industri pertanian, kertas dan banyak lagi yang lain. Kondisi iitu, secara tidak langsung memberikan dampak positif bagi pengusahaan pertambangan batu gamping. 2. GEOLOGI DAN PENAMBANGAN 2.1 Mula Jadi Batu gamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, mekanik, atau kimia. Di alam, sebagian besar batu gamping terjadi secara organik dan umumnya mempunyai nilai ekonomis. Jenis ini berasal dari pengendapan rumah kerang dan siput, foraminifera (ganggang), atau kerangka binatang koral/kerang. Mula jadi batu gamping secara mekanik bahannya hampir sama dengan secara organik. Yang membedakan adalah terjadi perombakan terhadap bahan gamping kemudian terbawa arus dan diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Sementara secara kimia batu gamping terjadi dalam kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air laut atau air tawar. Endapan batu gamping disebut endapan sinter kapur, apabila pengendapan terjadi karena peredaran air panas alam yang melarutkan lapisan batu gamping di bawah permukaan, kemudian diendapkan kembali di permukaan bumi. Magnesium, lempung dan pasir adalah unsur pengotor yang mengendap saat proses pengendapan. Keberadaan pengotor memberikan klasifikasi jenis batu gamping. Persentase unsur pengotor sangat berpengaruh terhadap warna batu gamping mulai dari warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat bahkan hitam. Warna kemerah-merahan disebabkan oleh adanya unsur mangan sementara kehitam-hitaman disebabkan oleh adanya unsur organik. Mineral pengotor lain yang terdapat pada batu gamping tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit adalah magnesit; kuarsa; feldspar; (kaolin, illit dsb); besi (hematit, ilmenit); dan mineral sulfida (pirit, markasit). Batu gamping bersifat keras, padat, dan dapat pula bersifat sarang. Carr Donald D. dan Rooney L.F (1985) membuat klasifikasi mineral atas dasar kandungan kalsit dan dolomit serta material non-karabonat dalam batuan. Jika kandungan kalsit dalam batuan dominan, maka dapat dikatakan sebagai batu gamping. Apabila kandungan dolomit (MgCO3) yang paling banyak (>15%) maka batuan tersebut diklasifikasikan sebagai batuan dolomit (Tabel 1). Batu gamping yang mengalami meta-morfosa akan berubah penampakan-nya dan sifatnya. Itu terjadi karena pengaruh tekanan maupun panas, sehingga batu gamping tersebut menghablur,
seperti yang dijumpai pada marmer. Air tanah juga berpengaruh terhadap penghabluran ulang pada permukaan batu gamping sehingga membentuk kalsit. Di beberapa daerah endapan batu gamping sering ditemukan gua dan sungai bawah tanah. Hal itu terjadi akibat reaksi batu gamping dengan resapan air hujan yang mengandung
CO2 maupun dari hasil pembusukan zat-zat organik dipermukaan, setelah meresap ke dalam tanah kemudian melarutkan batu gamping yang dilaluinya. Reaksi kimia dari proses tersebut adalah sebagai berikut: CaCO3 + 2 CO2 + H2O Ca (HCO3)2 + CO2 Ca(HCO3)2 larut dalam air sehingga lambat laun di dalam tubuh batu gamping terjadi rongga. Gejala ini tidak hanya terjadi di dalam, tetapi juga di permukaan yang langsung berhubungan dengan udara luar yang kadang-kadangmembentuk topografi karst yang indah menarik dan unik, atau juga sering dijumpai berbagai lubang tegak, miring, atau datar. Tabel 1 Klasifikasi batu gamping berdasarkan unsur ikutannya. Batu gamping Lempungan Batu gamping CaCO3 Batu gamping napalan CaCO3 Batugamping napal CaCO3 Napal gampingan CaCO3 Napal CaCO3 Napal lempung CaCO3 Lempung napal CaCO3 Lempung napalan CaCO3 Lempung (karlin) CaCO3
> 95 % ; 85 - 95 % ; 75 - 85 % ; 65 - 75 % ; 35 - 75 % ; 25 - 35 % ; 15 - 25 % ; 5 - 15 % ; < 5%
Lempung < 5 % Lempung ; 5 - 15 % Lempung ; 15 - 25 % Lempung ; 25 - 35 % Lempung ; 35 - 65 % Lempung ; 65 - 75 % Lempung ; 75 - 85 % Lempung ; 85 - 95 % Lempung ; > 95 % Lempung < 10 % Lempung ; 10 - 25 % Lempung ; 25 - 30 % Lempung ; 30 - 40 % Lempung ; 40 - 75 % Magnesit < 5 % Magnesit 5 - 10% Magnesit 10 - 50% Magnesit 50 - 90% Magnesit > 90%
Pemanfaatan di industri dan perdagangan Kapur putih CaCO3 > 90 % Kapur hidrolis CaCO3 ; 75 - 90 % Kapur semen CaCO3 ; 70 - 75 % Kapur romawi CaCO3 ; 60 - 70 % Portland semen CaCO3 ; 25 - 60 % Berdasarkan adanya kalsit dan magnesit Batugamping Kalsit > 95% Batugamping magnesiuman Kalsit > 90 - 95% Batugamping dolomitan Kalsit 50 - 90% Dolomit gampingan Kalsit 10 - 50% Dolomit Kalsit < 0%
Identifikasi mineral karbonat yang ada dalam batu gamping tidak mudah karena ka dan kimianya. 2.2 Mineralogi 2.2. Mineralogi Batu gamping adalah batuan sedimen mengandung CaCO3 (Kalsium karbonat = kalsit). Aragonit yang berkomposisi kimia serupa CaCO3 tapi berbeda struktur kristalnya adalah mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu terubah menjadi kalsit. Mineral karbonat lain yang berasosiasi dengan batu gamping adalah kalsit dan aragonit dalam jumlah kecil adalah siderit (FeCO3 ) ankerit (Ca,Mg, Fe(CO3)4) dan magnesit (MgCO3). Identifikasi mineral karbonat yang ada dalam batu gamping tidak mudah karena kesamaan sifat fisika dan kimianya. Walau demikian untuk batuan yang relatif monomineralicdan kompak; berat jenis, warna, bentuk kristal dan sifat fisika lainnya dapat digunakan untuk identifikasi batuan tersebut. Tingkat solubilitas dari mineral yang berbeda dalam asam encer (dilute hydroulic acid) dapat dipakai sebagai petunjuk dalam penelitian. Tingkat solubilitas dapat diurutkan sebagai berikut, aragonit, kalsit, dan dolomit. Teknik ini sangat berguna dalam laboratorium, tetapi di lapangan aplikasinya sangat terbatas. 2.3 Potensi dan Cadangan Potensi batu gamping Indonesia sangat besar dan keberadaannya tersebar hampir di setiap Propinsi. Tabel 2. Cadangan Batu Gamping Indoneisa menurut Propinsi
Propi nsi 1. D.I Aceh 2. Suma tera Utara 3. Suma tera Barat 4. Riau 5. Suma tera Selata n 6. Bengk ulu 7. Lamp ung Jumlah 100,857 5,709 23.273,300 6,875 48,631 2,730 2,961 672,820 125,000 4 16,400 1.006,800 543,000 1.917,386 229,784 66,300 19,946 240,000 Keterangan Seluruh cadangan batu kapur ini terklasifikasi sebagai cadangan tereka (termasuk hipotesis dan spekulatif), kecuali cadangan di Nusa TenggaraTimur , sejumlah 61,376 juta ton sebagai cadangan (pro bable)terunjuk.
8. Jawa Barat 9. Jawa Tenga h& DIY 10. Jawa Timur 11. Kalim antan Selata n 12. Kalim antan Tenga h 13. Nusa Teng gara Barat 14. Nusa Teng gara Timur 15. Sulaw esi Utara 16. Sulaw esi Selata n 17. Irian Jaya
Total
28.678,500
Sumber : Bahan Galian Industri, Batu Kapur, Harta Haryadi dkk. Hal. 7-75 = 7-91; 1997
Cadangan batu gamping yang sudah diketahui adalah sekitar 28,7 milyar, dan yang terbesar berada di Propinsi Sumatera Barat, yaitu 23,23 milyar ton atau sekitar 81,02 % dari cadangan seluruhnya. Secara umum cadangan batu gamping Indonesia mempunyai kadar sbb [8]: CaO : 40 - 55 %; SiO : 0,23 - 18,12%; Al2O3 : 0,20 - 4,33%; Fe2O3 : 0,10 - 1,36%; MgO : 0,05 - 4.26%; CO2 : 35,74-42.78%; H20 : 0,10 - 0,85%; P2O5 : 0,072 -0.109%; K2 : 0,18 L.O.I : 40,06%. 3. PERTAMBANGAN
3.1 Eksplorasi Eksplorasi batu gamping dilakukan bertahap. Kegiatan ini dilkerjakan dengan meggunakan cara pemboran dan geolistrik. Besar cadangan dihitung berdasarkan korelasi data pengeboran dengan data geolistrik dan geologi singkapan. 3.2 Penambangan Secara umum, penambangan batu gamping Indonesia dilakukan dengan cara tambang terbuka (kuari). Tanah penutup (overburden) yang terdiri dari tanah liat, pasir dan koral dikupas terlebih dahulu. Pengupasan dapat dengan menggunakan bulldozer atau power scraper. Kemudian dilakukan pemboran dan peledakan sampai di dapat ukuran bongkah yang sesuai. Untuk bongkah yang terlalu besar perlu di bor dan diledak-ulang (secondary blasting). Pengambilan bongkah batu gamping biasanya dilakukan dengan wheel loader, lalu dimuat ke alat transportasi (dump truck, belt conveyor, lori dan lain-lain). 3.3 Pengolahan Batu gamping dapat langsung dipakai sebagai bahan baku, misal pada industri semen, fondasi jalan, rumah dan sebagainya. Untuk hal lain perlu pengolahan terlebih dahulu, misal dengan pembakaran. Cara ini dimaksudkan untuk memperoleh kapur tohor (CaO), kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan gas CO2. Secara umum, pembuatan kapur tohor meliputi : Kalsinasi pada suhu 900o - 1000oC, sehingga batu gamping terurai menjadi CaO dan CO2; CO2 ditangkap, dibersihkan dan dimasukkan ke dalam tangki; kalsinasi dapat membentuk kapur tohor (CO) dan padam (CaOH2). Pembakaran batu gamping pada suhu sekitar 900oC akan diperoleh CaO melalui reaksi CaCO3 CaO + CO2
Pada reaksi ini terjadi penyerapan panas karena untuk mengurai 1 gram molekul CaCO3 (100 gram) perlu panas 42,5 kkal. Pembakaran batu dolomit (MgCO3) pada suhu 800 oC akan terjadi penguraian, seperti reaksi berikut : MgCO3 MgO + CO2; MgO disebut juga magnesit kostik. Pembakaran batu gamping dolomitan pada suhu 800-850 oC, hanya MgCO3 yang terurai, tetapi CaCO3 belum terurai. Jadi yang dihasilkan adalah MgO.CaCO3; dolomit kostik yang aktif ialah MgO sementara CaCO3 bekerja sebagai bahan pengisi. Tetapi apabila pembakaran dilakukan di atas 900 oC, yang terjadi adalah CaCO3, dan CO3 terurai menjadi CaO dan MgO. Pembakaran batu gamping yang mengandung MgCO3 penurunan daya ikat MgO tak dapat dihindari, karena saat reaksi penguraian CaCO3 menjadi CaO dan CO2 dibutuhkan suhu lebih tinggi dari 900 o C, terutama yang berukuran besar, agar suhu di bagian dalam cukup tinggi sehingga tejadi disosiasi. Gas CO2 akibat disosiasi dari hasil pembakaran atau udara dapat dihilangkan dengan alat pembuat gas atau secara alami (Gambar 2). 4. PENGGUNAAN DAN SPESIFIKASI Batu gamping dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam tujuan, yaitu : Batu Bangunan Batu bangunan di sini adalah yang biasa digunakan untuk pondasi rumah, jalan, jembatan maupun isian bendungan terutama di daerah yang tidak memiliki sumber batu bangunan seperti andesit, basalt dan semacamnya atau sebagai batu hias. Untuk keperluan di atas dipilih batu gamping yang berstruktur pejal atau keras serta berhablur dengan daya tekan 800 - 2500 kg/m3 Bahan Bangunan Sebagai bahan bangunan. batu gamping serfungsi sebagai campuran dalam adukan pasangan bata/plester, semen trass atau semen merah. Syarat yang harus dipenuhi untuk bahan `+bangunan ini, adalah : (CaO + MgO) min. 5%; (SiO + AL2O3 + Fe2O3) maks. 5%; CO2 maks 3%; 70% lolos ayakan 0,85 mm Capuran kapur padam dengan tras dan air akan membentuk produk yang disebut semen tras. Adanya sifat semen dalam pencampuran itu karena oksida-oksida alumina dan silika yang bersifat asam membentuk senyawa sebagai berikut : Ca(OH2) + SiO2 + (n-1)H2O CaO, SiO2 nH2O (semen) Ca(OH2) + Al2O3 + 5 H2O CaO, Al2O3 6H2O (semen) Bahan Penstabil Jalan Pemanfaatan batu gamping untuk fondasi jalan, rawa-rawa, berfungsi mengurangi penyusutan plastisitas dan pemuaian fondasi jalan raya tersebut. Reaksi yang terjadi hampir sama dalam pembentukan semen tras, dengan campuran kapur padam sekitar 1 - 6% sesuai keadaan tanah dan konstruksi jalan yang akan dibuat. Batu gamping yang dipakai diharapkan berkadar belerang rendah. Pertanian (Pengapuran)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g) h)
Kesuburan tanah akan lebih baik apabila keasaman tanah (pH) diturun-kan melalui pengapuran. Setiap jenis tanaman memiliki tingkat keasaman berbeda; untuk kacang-kacangan, gandum, kentang misalnya, masing-masing pelu tingkat keasaman antara 6 - 7,5; 5,75-7,5; dan 5-6,45. Batu gamping untuk pertanian, dapat berupa serbuk yang ditaburkan atau kapur tohor. Untuk serbuk batu gamping kadar MgCO3 diharapkan maks. 10% dan ukuran butir < dari 5 mm dengan 95% didalamnya berukuran kurang dari 3 mm. Pengapuran memberikan berbagai keuntungan, misal memungkinkan nutrientlain lepas dari pupuk, tingkat keasaman yang rendah juga mem-perbaiki peningkatan mikrobiologi alam dari tanah melaluj penghancuran bahan organik (penggemburan tanah). Pengapuran pada tanah liat (clay) dapat memperbaiki struktur fisik, yaitu dapat rnembantu pertumbuhan akar dan mem-beri kontribusi kalsium terhadap tanaman tingkat bermagnesium rendah/ hilang akibat panenan atau erosi. Untuk melaksanakan proses pengapuran, jumlah batu gamping sangat bervariasi. Biasanya, diperlukan batu kapur sekitar 400 kg per hektar tanah. Namun, sumber lain menyebutkan antara 2 - 4 ton untuk setiap hektar, bahkan sampai 5 ton per hektar. Untuk disinfektan dan pembuatan kompos digunakan kapur padam. Bahan Keramik Pemakaian batu gamping dalam industri keramik berfungsi sebagai imbuh untuk menurunkan suhu lelah sehingga pemuaian panas masa setelah dibakar sesuai dengan pemuaian glasir; dengan demikian glasir tidak retak atau lepas. Jenis dan jumlah pengotor yang terdapat dalam batu gamping merupakan faktor penentu sebagai bahan baku keramik. Selain untuk imbuh, dapat juga digunakan dalam pembuatan glasir, walaupun hanya sebagian kecil. Industri Kaca Pemanfaatan batu gamping dalam industri kaca adalah sebagai bahan tambahan. Jenis batu gamping yang digunakan adalah jenis batu gamping dolomitan dengan kadar sebagai berikut : (SiO2 0,96%), (Fe2O3 0,04%), (Al2O3 0,14%); (MgO 0,15%), da (CaO 55,8%); (SiO2 ; 0,14%), (Fe2O3 ; 0,03%), (Al2O3.MgO ; 20,80%) dan (CaO;31,8%). Dolomit dan batu gamping dolomitan digunakan dalam pembuatan gelas, botol, dan kaca lembaran. Bahan ini memberi pengaruh yang sangat baik pada gelas, antara lain mepermudah campuran gelas mudah melebur, mencegah devitrifikasi; dan memperpanjang jarak kerja (working range) pada peleburan gelas. Industri Bata Silika Untuk pembuatan bata silika, batu gamping yang diperlukan adalah dengan kadar : CaO minimum 90%; MgO maksimum 4,5%; Fe2O3 + Al2O3 maksimum 1,5%; CO2 maksimum 5%. Industri Semen Dalam industri semen, penggunaan mineral batugamping adalah sebagai bahan baku utama. Diperkirakan, untuk 1 ton semen diperlukan 1 ton batugamping. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan semen adalah :
i)
j)
kadar CaO : 50 - 55%; MgO maksimum 2%; kekentalan (viskositas) luluhan 3200 centipoise (40% H2O); kadar Fe2O3 : 2,47% dan Al2O3 : 0,95%. Sebagai bahan baku semen pozolan yang digunakan adalah jenis kapur padam, yaitu sebagai bahan pengikat hidrolis yang dibuat dengan cara membakar sampai dengan suhu + 1100 oC. Pembuatan Karbid Bahan utama pembuatan karbid adalah kapur tohor (60%), kokas, antrasit, dan petroleumcoke (carbon black). Kapur tohor yang cocok untuk pembuatan kalsium karbid mem-punyai spesifikasi : total CaO minimum 92%; MgO maksimum 1,75%; SiO2 maksimum 2%; Fe2O3 + Al2O3 maksimum 1%; S maksimum 0,2%; P maksimum 0,02; hilang pijar pada contoh yang diambil di tungku 4%. Peleburan dan Pemurnian Baja Dalam peleburan dan pemurnian besi atau logam lainnya, batu gamping/ dolomit berfungsi sebagai imbuh pada tanur tinggi. Bijih besi mengandung silika dan alumina sebagai unsur tambahan; dalam proses peleburan unsur-unsur tersebut bersenyawa dengan bahan pengimbuh berupa terak cair (seng) yang mengapung di atas lelehan besi, sehingga mudah dipisahkan. Disamping itu, CaO dalam batu gamping harus berkadar tinggi, sarang dan keras. Hal itu diperlukan untuk mengikat gas-gas seperti SO2 dan H2S. Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi, antara lain :
CaO minimum 52%; SiO maksimum 4% (1,5 - 4%); Al2O3 + Fe2O3 maksimum 3%; MgO maksimum 3,5%; Fe2O3 maksimum 0,65%; P maksimum 0,1%.
k) Bahan Pemutih dalam Industri Kertas, Pulp dan Karet Untuk keperluan ini batu gamping harus mempunyai hablur murni (hampir CaCO3) yang digerus sangat halus. Biasanya berasal dari batu gamping yang lunak, berwarna putih yang terdiri dari cangkang kerang dan jasad renik yang terdiri dari kapur (CaCO3) sebagai hasil sampingan pembuangan dasar magnesium karbonat dari dolomit. Batugamping yang cocok untuk bahan pemutih berkadar CaCO3 98%, kehalusan 325 mesh, mempunyai daya serap terhadap minyak, warna putih dan pH > 7,8. Bahan pemutih ini dipakai dalam industri kertas untuk pemutih pulp, pengisi, pelapis (coating) dan pengkilap. l) Pembuatan Soda Abu Untuk pembuatan soda abu diperlukan batugamping 1 - 1,25 ton melalui proses amonia soda. Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :
- CaCO3 : 90 - 99%; - MgCO3 : 0,6% - FesO3 + Al2O3 + SiO2 = 0,3%. m) Penjernih Air Dalam penjernihan air, batu gamping atau kapur digunakan bersama soda abu dalam proses kapur soda. Kapur Tabel 3. Persyaratan batu gamping dan dolomit untuk peleburan dan pemurnian baja. batugamping - CaO minimum 52%; - SiO maksimum 4% (1,5 - 4%); Al2O3 + Fe2O3 maksimum 3%; MgO maksimum 3,5%; Fe2O3 maksimum 0,65%; - P maksimum 0,1%. Dolomit - SiO maksimum 6% (1,5 - 4%); - Al2O3+ Fe2O3 maksimum 3%; - MgO maksimum 17 19%;
berfungsi menghilangkan bikarbonat yang menjadi penyebab kekerasan sementara pada air. Air kotor yang banyak mengandung bakteri akan menjadi bersih dalam waktu 24 - 48 jam, apabila dibubuhi kapur yang cukup banyak. Demikian pula air yang keruh akan menjadi jernih, sedangkan air yang mengandung CO2 dinetralkan. Hal ini untuk menghindarkan karat terbawa pada pipa saluran air ke konsumen. n) Pengendapan Bijih Logam Non-ferrous Dalam proses pengendapan bijih ogam non-ferrous, batu gamping bertindak sebagai settling agent, dan pengontrol pH. Batugamping berfungsi untuk mengendapkan basic nickel carbon-ate dalam proses flotasi bijih nikel. Batu gamping yang diperlukan untuk proses satu ton bijih adalah antara 75 - 80 kg. 1) Industri Gula Pada industri gula, batu gamping digunakan dalam proses penjernihan nira tebu dan menaikan pH nira. Batu gamping yang dibutuhkan untuk 1000 kw adalah sekitar 150 kg (dalam bentuk kapur tohor), dengan persyaratan yang diinginkan adalah sebagai berikut : - H2O : 0,2% - HCL : 0,2% - SiO2 : 0,1% - AL2O3 : 0,1% - CaO : 55,0% - MgO : 0,4% - CO2 : 43,6% - SO4 : tidak nyata
- Na2O K2O
: 0,3%.
5. PERKEMBANGAN DAN PROSPEK 5.1 Perkembangan Pemasokan dan Permintaan Perkembangan produksi dan konsumsi batu gamping Indonesia dalam kurun 1991-1999 naik dengan laju pertum-buhan tahunan sebesar 18,56 % dan 14,25 %. Jumlah produksi tahun 1991 tercatat 34,92 juta ton naik menjadi 68,36 juta ton tahun 1999. Demikian pula dengan konsumsi, dari sebesar 37,06 juta ton (1991) menjadi 78,36 juta ton (1999). Industri semen adalah merupakan pemakai terbesar batu gamping, sekitar 76,8% dari jumlah konsumsi. Industri lainnya adalah industri bahan galian non-logam dan industri kapur (Tabel 4 dan 5). Dari pengamatan, data ekspor masih nihil berarti Indonesia belum pernah ekspor batu gamping, walaupun usaha ke arah itu ada. Sementara bahan baku yang diimpor berupa produk dari batu gamping, yaitu flux dan kapur tohor (quicklime). Jawa Barat selain sebagai produsen utama batu gamping juga merupakan konsumen terbanyak, yaitu sekitar 56,70% dari jumlah konsumsi batu gamping Indonesia per tahun. Data yang disajikan di sini merupakan hasil pengolahan kembali data dari Badan Pusat Statistik melalui penyesuaian antara volume impor dan harga satuan. Data lain yang diolah kembali adalah quicklime, dengan konversi seperti batu kapur jenis flux dengan cara membagi nilai impor dengan harga satuan untuk tahun yang bersesuaian (Tabel 4). Perkembangan penyediaan dan per-mintaan batu gamping dalam kurun 1991-1999 ada ketidakseimbangan, yaitu terjadi kekurangan dari penyediaan yang secara kumulatif berjumlah 48,9 juta ton. Beberapa kemungkinan sehubungan dengan keadaan di atas, yaitu laju pertumbuhan sektor konstruksi cukup pesat dalam 10 tahun terakhir, meskipun situasi ekonomi belum pulih. Pasokan yang berasal dari perusahaan tanpa izin (non-formal) perlu diperhatikan karena jumlahnya per Kabupaten bisa mencapai angka 100 per tahun/ satu jenis galian. Sementara itu, perkembangan yang terjadi pada dua tahun terakhir (1998-1999) menunjukkan keadaan kekurangan penyediaan yang relatif sangat besar (11,8 juta ton dan 10,0 juta ton). Angka tersebut belum mencerminkan keadaan sebenarnya mengingat data yang dikumpulkan belum mencakup data pemakaian di bidang pertanian, konstruksi, dan perumahan. 5.2 Prospek Batu Gamping
Orientasi Ekspor
Perkembangan penyediaan dan per-mintaan batu gamping di negara kawasan ASEAN memberikan petunjuk tentang adanya peluang ekspor batugamping Indonesia ke kawasan ini. Malaysia dan Filipina misalnya, perkembangan produksi di kedua negara lebih sedikit dengan konsumsinya. Dari kajian terhadap kebutuhan batu gamping sektor industri di luar logam, Malaysia untuk 1995 saja membutuhkan batu gamping 22-23 juta ton, tidak termasuk kebutuhan di sektor konstruksi dan bangunan sebesar 5 juta ton setiap tahun [12]. Informasi itu diharapkan dapat menjadi peluang yang sangat baik bagi produsen di Indonesia. Namun demikian seperti halnya bahan galian lainnya, kesempatan itu pada prakteknya sangat sulit. Ada sesuatu yang tak nyata dalam masalah bahan baku mineral, baik batu gamping atau bahan galian lain sangat sulit untuk menembus pasar ekspor. Padahal kalau dilihat dari sisi potensi, hampir semua jenis mineral dapat diketemukan di Indonesia. 6. PENUTUP Pertumbuhan suatu negara dapat dilihat dari besarnya pemakaian batu gamping. Hampir semua jenis industri memakai bahan galian ini, baik sebagai bahan utama atau sebagai tambahan. Pertumbuhan sektor konstruksi merupakan salah satu tolok ukur maju mundurnya pembangunan suatu kota. Dalam hal ini industri semen memegang peranan penting. Dan ini terlihat bahwa pemakai terbesar batu gamping adalah industri semen ini, yang mencapai hampir 87 % dari total konsumsi. Ini menunjukkan bahwa konsumsi batu gamping merupakan salah satu mineral yang tidak terganggu oleh keadaan ekonomi sekarang ini. Industri lain yang tidak dapat dipisahkan dan kemungkinan akan mengkonsumsi cukup besar adalah industri pertanian. Sektor ini dipastikan membutuhkan bahan baku yang berasal dari batu gamping, baik untuk pemupukan atau dalam rangka penurunan tingkat keasaman tanah pertanian akibat masa tanam yang tidak sesuai dengan ketentuan sehingga memerlukan memerlukan biaya tambahan yang cukup tinggi, sebab kalu tidak, masa produksi akan terus berkurang. Selain dua jenis industri di atas, prediksi pemanfaatan di industri kimia mempunyai peluang yang cukup meyakinkan. Saat ini, industri kimia eruakan primdona karena hampir semua jenis bahan galian dipakai di industri ini, baik yang dimiliki ataupun harus diimpor. DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik Indonesia., Statistik Industri 1988 - 2000., Jakarta 1988 - 2000. 2. Badan Pusat Statistik Indonesia., Statistik Perdagangan Luar Negeri 1988 - 2000., Ekspor dan Impor, Jakarta 1988 - 2000. 3. Carr D.D and Rooney L.F.F., Limestone and Dolomit, Industrial Minerals, March 1990. 4. Dhadar J.R., Bahan Galian Indonesia, Direktorat Jenderal Sumberdaya Mineral. 5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan., Mineral Aditive Bagi Industri, Jakarta, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta 2000. 6. Departemen Perindustrian dan Perdagangan., Perkembangan Kapasitas Nasional Sektor Industri 1996/2000, Jakarta, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Edisi, 2001.
7. Fowler, W.L., et.Al., Industrial Chenmical, 3 rd Edition, Mc Graw Hill International Book Company, Newyork, Edition, 1994. 8. Madiadipoera T. dkk., Bahan Galian Industri di Indonesia,. Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Bandung 1999. 9. Pressher J.W. and Pilham L., Lime Calcium Coumpound, Mineral Fact and Problem, 1985. 10. Petti John., Lime ind Industrial, 1990. 11. Suyartono., Peranan Kapur Untuk Pertanian, Puslitbang Teknologi Mineral, Bandung 1986. 12. Teoh L.H., Industrial Minerals Potensial In Malaysia, Status Report, 1990. 13. Wolfe., J.A., Mineral Recources A World Review,. A. Dowde n and Culver Book, Chapman and Hall, Nwyork 1994. 14. Wu John C., The Mineral Industri., Mineral Yearbook, Edition 1999.