Pendekatan Sistim Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Transportasi A. Pengertian B. Keterkaitan Beberapa Sistim Dalam Masalah Transportasi 1. Sistim Aktivitas 2. Sistim Jaringan 3. Sistim Kelembagaan 4. Catatan
Urban Land Use-Transport System A. Pengertian B. Komponen dalam Sistim Transportasi-Tata guna lahan 1. Land Use 2. Transport Supply 3. Traffic
Pemodelan Transportasi (Transport Modelling) A. Pengertian B. Urban Transportation Modelling System (UTMS) C. 4-tahap Pemodelan Dalam UTMS 1. Aksesibilitas 2. Bangkitan Pergerakan/ Lalu lintas 2.1 Tipe Land Use 2.2 Aktivitas/ Intensitas Land use 3. Sebaran (Distribusi) Pergerakan 4. Pemilihan Moda 5. Pemilihan Rute 6. Lalu lintas Pada Jaringan Transportasi (trafic on the transport network/ the dynamics of traffic flow) 7. Tingkat Pelayanan (Level of service/ LOS) 7.1 Tingkat pelayanan tergantung arus lalu lintas (flow-dependent level of service) 7.2 Tingkat pelayanan tergantung fasilitas (facility-dependent level of service)
Ringkasan
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 2 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Pendekatan Sistim Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Transportasi
A. Pengertian Pendekatan sistim merupakan pendekatan menyeluruh pada proses perencanaan transportasi, pendekatan ini mencoba menganalisis keseluruhan faktor yang berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan. Sebagai contoh, jika terjadi kemacetan lalu lintas di suatu tempat tertentu di dalam kota, umumnya dapat diatasi secara lokal di tempat tersebut (melebarkan jalan, mengatur dengan lampu lalu lintas dsb.). Akan tetapi solusi tersebut mungkin akan menimbulkan masalah serupa di tempat lain. Pendekatan sistim akan mencoba melihat semua aspek yang terkait dengan masalah tersebut dan mencari penyebab mengapa hal tersebut dapat terjadi. Sebagai contoh, apakah kemacetan tersebut disebabkan oleh terlalu banyak kendaraan yang menggunakan jalan tersebut? jika 'ya' maka pertanyaan berikutnya adalah mengapa terlalu banyak kendaraan? jawabannya mungkin karena terlalu banyak gedung perkantoran yang dibangun terlalu berdekatan antara satu dengan yang lain, atau ruas jalan terlalu sempit untuk menampung pergerakan kendaraan yang ada dan seterusnya. Solusi untuk masalah tersebut tentunya dapat mencakup beberapa tindakan, di antaranya adalah pengelolaan lalu lintas secara lokal (Local Traffic Management), pembuatan jalan baru, pengadaan sarana transportasi/ angkutan umum atau mungkin peninjauan terhadap perencanaan Land use. Pendekatan sistim akan mencoba mencari solusi terbaik dengan tetap memperhatikan konflik yang mungkin timbul dari berbagai pihak dengan tujuan berbeda serta terbatasnya sumberdaya (dana, waktu) yang ada.
Ada beberapa sistim di mana setiap komponen akan saling berhubungan, baik secara mekanis maupun secara phisik, contohnya adalah mobil/ kendaraan. Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 3 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Untuk sistim yang tidak berhubungan secara mekanis, contohnya Land use- Transport System, masing-masing komponen tidak berhubungan secara langsung, tetapi perubahan yang terjadi pada salah satu komponen (Land use) akan menyebabkan perubahan pada komponen yang lain (lalu lintas). Berikut akan diuraikan contoh keterkaitan sistim beserta komponennya dalam masalah transportasi.
B. Keterkaitan Beberapa Sistim Dalam Masalah Transportasi
1. Sistim Aktivitas Pergerakan bukan merupakan tujuan akhir, tetapi ditimbulkan karena kebutuhan lain (misal kebutuhan bekerja, belajar, belanja, dll). Dalam suatu kota, kebutuhan akan pergerakan ini berkaitan dengan sistim aktivitas (Land use, populasi dll) kota tersebut. Penduduk serta kegiatannya merupakan pembangkit pergerakan (Trip generation).
2. Sistim Jaringan Pergerakan akan dipengaruhi oleh sistim jaringan (transport network) yang menghubungkan serta melayani pusat-pusat pergerakan tersebut (misal prasarana jalan, terminal, parkir, jaringan angkutan umum, jaringan telepon, dsb). Sistim jaringan (transportasi dan komunikasi) di samping melayani kebutuhan pergerakan juga mempengaruhi pergerakan serta pada giliran berikut juga sistim aktivitas (misal pembangunan jalan baru di samping mengurangi kepadatan lalu lintas juga menimbulkan bangkitan pergerakan baru karena kemudahan yang diciptakan, serta merupakan daya tarik bagi penduduk dengan kegiatannya). Disatu sisi pergerakan dipengaruhi oleh sistim aktivitas dan sistim jaringan, di sisi lain, pergerakan juga mempengaruhi sistim aktivitas dan sistim jaringan, Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 4 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
misalnya: tingginya arus lalu lintas biasanya juga menarik tumbuhnya kegiatan seperti konsentrasi pedagang kaki-lima pada ruas jalan yang ramai. Dampak arus lalu lintas pada sistim jaringan juga jelas terlihat, misalnya pengaruhnya terhadap biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas dan pelayanan transportasi.
3. Sistim Kelembagaan Disamping sistim aktivitas serta sistim jaringan di atas, pergerakan juga dipengaruhi oleh sistim pendukung. Sistim pendukung berupa sistim kelembagaan ini terdiri atas sistim peraturan, sistim organisasi, serta sistim keuangannya. Contoh: peraturan mengenai larangan terhadap penggunaan ruas jalan tertentu, lemahnya koordinasi antar lembaga yang menangani masalah transportasi (terminal bayangan), keterbatasan dana untuk program peningkatan pelayanan transportasi dll. Sistim kelembagaan juga akan mempengaruhi sistim aktivitas dan sistim jaringan, contoh: ijin lokasi kegiatan usaha, larangan operasi bagi moda tertentu (becak) yang pada gilirannya akan mempengaruhi pula pergerakan. Dalam era revolusi bidang informasi saat ini, ketiga sistim di atas makin terbuka dengan makin kuatnya pengaruh sistim yang lebih luas. Sebagai contoh perkembangan teknologi transportasi di negara maju akan mempengaruhi pula pemilihan teknologi moda transportasi di Indonesia, demikian pula dengan perkembangan teknologi informasi yang dapat berpengaruh jumlah perjalanan.
4. Catatan Secara singkat masalah lalu lintas merupakan akibat yang terlihat dipermukaan saja. Terdapat berbagai sistim terkait yang mendasari sistim transportasi tersebut. Dengan demikian, perumusan masalah transportasi, pemilihan rencana pemecahan serta pengelolaannya tidak lepas dari berbagai sistim di atas. Dibutuhkan koordinasi antar instansi dan berbagai keahlian untuk Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 5 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
menangani masalah transportasi, misalnya ahli perkotaan, ahli transportasi, ahli lalu lintas, ahli jalan raya, ahli manajemen, ahli hukum, dsb. Disamping proses perencanaan oleh berbagai ahli tersebut, keputusan akhir ditentukan lewat proses pengambilan keputusan atau proses pengambilan kebijaksanaan (Decision Making Process). Proses ini melibatkan berbagai lembaga pemerintah serta swasta, melibatkan pula kepentingan masyarakat umum. Dibutuhkan forum/ wadah komunikasi untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada.
Diagram Keterkaitan Antar Sistim dalam Transportasi Sistim Aktivitas: Tata ruang/ Land use, Populasi Sistim Jaringan: Sarana & prasarana transportasi, Komunikasi dll Sistim Pergerakan: Lalu lintas Sistim Institusi/ Kelembagaan: Organisasi, Peraturan, Keuangan Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 6 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Urban Land Use-Transport System
A. Pengertian Aktivitas di suatu tempat/ lokasi menempati ruang atau bagian dari ruang dengan peruntukan tertentu, misalnya: kantor, pabrik, pertokoan, perumahan dll, dan bagian dari ruang tersebut dinamakan tata ruang (Land use). Untuk menampung aktivitas (pergerakan di antara Land use), digunakan/ disediakan jaringan transportasi (jaringan jalan, kereta api dll).
Pergerakan manusia, barang dan kendaraan merupakan hasil interaksi dari berbagai kegiatan. Terjadi interaksi antara para pekerja dan pekerjaannya, antara anak sekolah dan tempat sekolah, antara pabrik dan material serta pemasarannya. Pada umumnya interaksi tersebut melibatkan perjalanan dan akhirnya menimbulkan arus lalu lintas. Salah satu tujuan perencanaan transportasi adalah membuat interaksi ini menjadi mudah dan efisien. Jadi, tiga komponen Land use-Transport system adalah: Land use, Transport supply dan Traffic.
B. Komponen dalam Sistim Transportasi-Tata guna lahan
1. Land Use Land use, merupakan bagian dari ruang yang digunakan untuk berbagai aktivitas (perumahan, industri, pertokoan, perkantoran dll). Untuk keperluan analisis, daerah kajian biasanya dibagi menjadi beberapa zona, di mana intensitas Land use diukur dari apa yang ada pada zona tersebut. Contohnya, suatu zona tertentu mempunyai populasi 5000 penduduk yang bertempat tinggal, 1500 macam pekerjaan serta tempat perbelanjaan seluas 200,000 M2.
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 7 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
2. Transport Supply Transport Supply, mencakup jaringan transportasi secara keseluruhan (jaringan jalan, parkir, angkutan umum dll), termasuk tingkat pelayanan/ kapasitasnya (kinerja), serta fasilitas penyeberangan untuk pejalan kaki dsb.
3. Traffic Traffic, merupakan hasil kombinasi/ perpaduan (interaksi) antara land use dan transport supply. Hal ini dapat berupa arus kendaraan, orang dan barang pada jaringan transportasi.
Para perencana transportasi hendaknya dapat melakukan analisis Land use- Transport system untuk tujuan berikut: Memahami bagaimana sistim tersebut bekerja Menggunakan hubungan analitis diantara komponen dalam sistim (model), untuk memprediksi pergerakan (volume maupun pola) yang ditimbulkan. Akhirnya, tata letak Land use serta pelayanan transportasi diantara Land use akan menjadi saling terkait dalam suatu sistim yang harus dilihat secara terpadu. Keterpaduan ini akhirnya akan memberikan efisiensi (biaya dan waktu) yang tinggi bagi mobilitas masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat serta mendorong pertumbuhan sektor lainnya (ekonomi). Untuk itu, seorang perencana transportasi harus memperhatikan dua hal yaitu: a. Land use Perencanaan Land use yang baik (lokasi yang tepat untuk belanja, sekolah, perumahan, perkantoran dsb), dapat mengurangi terjadinya perjalanan yang jauh serta mengurangi kebutuhan perjalanan dan akhirnya membuat pergerakan menjadi lebih efisien.
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 8 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
b. Transport Supply Menyangkut tindakan jangka pendek (pengelolaan/ pengaturan lalu lintas), jangka menengah (penambahan fasilitas transportasi yang lebih baik, pelebaran jalan dll) serta jangka panjang (penyediaan jaringan transportasi baru). Jadi: Kombinasi antara distribusi Land use secara geografis dan jaringan transportasi akan menentukan volume dan pola pergerakan (lalu lintas) yang terjadi. Volume dan pola lalu lintas dapat menjadi masukan/ pertimbangan dalam perencanaan/perbaikan jaringan transportasi dan Land use.
Keterkaitan Land UseTransport Supply-Traffic
Jaringan Transportasi/ Sarana dan Prasarana
Land use/ Tata Ruang
Lalu lintas/ Traffic Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 9 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Pemodelan Transportasi (Transport Modelling)
A. Pengertian Model adalah alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk menjelaskan ataupun menyederhanakan suatu realita secara terukur. Dalam perencanaan transportasi, model dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara komponen dalam land use-transport system. Dengan menggunakan beberapa seri fungsi atau persamaan (model matematik), sebuah model dapat menerangkan hubungan/ keterkaitan antar komponen dalam sistem secara terukur. Salah satu tujuan pemodelan transportasi adalah membantu para perencana untuk memahami keterkaitan antar komponen dalam sistem, contohnya: meramalkan perubahan pada pergerakan kendaraan (arus lalu lintas) sebagai akibat perubahan dari Land use (tata ruang) dan atau transport supply (jaringan transportasi)
B. Urban Transportation Modelling System (UTMS) Pendekatan standar yang umum digunakan oleh para perencana transportasi untuk pemodelan kebutuhan perjalanan telah diwujudkan dalam suatu sistim model yang disebut urban transportation modelling system (UTMS).
UTMS digunakan untuk memprediksi jumlah pergerakan/ perjalanan yang terjadi pada sebuah wilayah perkotaan menurut tipe (bekerja, non-bekerja dll), waktu terjadinya (periode puncak, harian dll), pasangan zona asal dan tujuan (O-D pair), jenis moda yang digunakan (mobil, bus, kereta api dll) dan rute yang digunakan untuk pergerakan di dalam jaringan transportasi. Hasil akhir dari UTMS adalah berupa prediksi arus menurut moda yang digunakan di dalam sebuah jaringan transportasi. UTMS memperlihatkan sebuah prosedur Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 10 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
di mana kebutuhan (demand) transportasi/ pergerakan (diperlihatkan oleh pergerakan antar zona asal dan tujuan) dibebankan pada sistim jaringan (karakteristik dan kinerja) sebagai penyediaan (supply). Hasil pembebanan demand terhadap supply ini selanjutnya di gunakan keperluan analisis yang diinginkan.
Informasi utama yang diperlukan dalam UTMS adalah: a) spesifikasi dari sistim aktivitas yang telah membangkitkan pergerakan dan b) karakteristik dari sistim transportasi yang melayani pergerakan tersebut. UTMS terdiri dari empat langkah pemodelan secara berurutan yang umumnya disebut model transportasi empat langkah/tahap. UTMS seperti diperlihatkan pada gambar berikut.
Activity System Forecast Trip Generation Trip Distribution Modal Split Trip Assignment Link (route) Flows by Mode Transport System Network and Performance Characteristics UTMS Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 11 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
C. 4-tahap Pemodelan Dalam UTMS Dari penjelasan pada bagian B, 4-tahap pemodelan yang dibuat secara berurutan yaitu:
Model Bangkitan Pergerakan (Trip/Traffic Generation Model)
Model Sebaran Pergerakan (Trip/Traffic Distribution Model)
Model Pemilihan Moda (Mode Choice/Modal Split Model)
Model Pemilihan Rute (Route Choice/ Trip Assignment Model)
G - MS G G G D D D - MS D A A A A MS MS G = Bangkitan pergerakan A = Pemilihan rute MS = Pemilihan moda D = Sebaran pergerakan
Dalam perkembangannya, tahapan UTMS dapat menjadi seperti pada gambar di atas, di mana model pemilhan moda (MS) dapat berada di antara tahapan pembuatan 3 model lainnya. Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 12 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Sebelum penjelasan singkat tentang model 4-tahap, perlu dipahami dulu sebuah konsep yang terkait dengan analisis urban land use-transport system yaitu aksesibilitas.
1. Aksesibilitas Salah satu ukuran yang perlu diketahui dalam pemodelan transportasi adalah aksesibilitas. Aksesibilitas dalam transportasi merupakan ukuran kemudahan atau potensi ataupun kesempatan untuk melakukan suatu perjalanan atau kemudahan/ kesulitan untuk pencapaian suatu tempat tertentu. Aksesibilitas dapat membantu memecahkan masalah tata letak Land use serta untuk evaluasi alternatif pemecahan masalah transportasi.
Land use yang berbeda mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula, hal ini disamping karena aktivitas maupun intensitas Land use yang berbeda, juga jaringan transportasi yang menghubungkan diantara Land use tersebut juga berbeda baik kuantitas (jumlah jaringan dan kapasitasnya) maupun kualitas (tingkat pelayanan/ kenyamanan). Beberapa Land use tersebar secara luas (perumahan), beberapa yang lain saling berdekatan (pusat perbelanjaan). Juga sering dijumpai kualitas maupun kuantitas pelayanan transportasi yang berbeda antara tempat satu (pusat kota) dan tempat lainnya (pinggiran kota). F a r
A p a r t
Low Accessibility
Medium Accessibility L A N D
U S E
C l o s e
T o g e t h e r
Medium Accessibility
High Accessibility Very Poor Very Good TRANSPORT CONNECTIONS Klasifikasi Tingkatan Aksesibilitas (Black, 1981) Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 13 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Dari diagram nampak bahwa: Jika Land use saling berdekatan dan pelayanan transportasi (transport connections) baik maka dapat dikatakan aksesibilitas tinggi Apabila Land use saling berjauhan dan pelayanan tranportasi jelek maka aksesibilitas rendah. Kombinasi diantaranya memberikan nilai aksesibilitas sedang (medium).
Transport connections dapat diekspresikan sbb: Suatu tempat (Land use) dikatakan accessible jika saling berdekatan satu dengan lainnya, dan inaccessible jika saling berjauhan Transport connections diukur berdasarkan JARAK Suatu tempat (Land use) tidak dapat didekatkan dengan tempat lainnya, namun, waktu pencapaiannya dapat dipercepat melalui perbaikan transport system Transport connections diukur berdasarkan WAKTU Dua tempat telah mempunyai pelayanan public transport (bus service) yang baik, tidak semua orang dapat menikmatinya karena tidak mampu membayar ongkos Transport connections diukur berdasarkan BIAYA
Jadi tersedianya moda transportasi (cepat/lambat dan mahal/murah) untuk melakukan perjalanan akan mempengaruhi aksesibilitas dari sebuah Land use, beberapa moda lebih cepat dari yang lain, juga beberapa moda lebih mahal dari yang lain. Oleh karena itu, waktu dan biaya adalah yang lebih menentukan untuk mengukur transport connection. Hal ini yang mendasari lahirnya konsep Generalized Cost (GC).
GC terdiri dari 3 komponen: uang/ biaya (M), waktu perjalanan (T) dan nilai waktu/ monetary value of time () GC = M + .T Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 14 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Untuk perjalanan menggunakan angkutan umum (public transport), GC = .D + .Ta + .Tb + .Tc + D : Jarak perjalanan Ta : Waktu untuk sampai ke lokasi angkutan umum (halte/ terminal) Tb : Waktu untuk menunggu angkutan umum Tc : Waktu selama berada di dalam angkutan umum : Ongkos/ tarif angkutan umum per unit jarak (km) : Nilai waktu (Rp. /jam atau menit) : Biaya-biaya tak terduga
Analogi dengan rumus di atas, untuk perjalanan menggunakan kendaraan pribadi: GC = .D + .Tc + C Tc : Waktu selama berada di dalam kendaraan pribadi : Biaya operasi kendaraan per unit jarak (Rp./Km) C : Biaya toll, parkir dll
Dalam perencanaan transportasi, kemudahan/ kesulitan dalam melakukan perjalanan di antara dua tempat dinyatakan dalam bentuk travel friction/ transport impedance, yang diukur dengan: JARAK, WAKTU dan BIAYA. Akhirnya tata letak Land use serta pelayanan transportasi di antara Land use tersebut akan menjadi saling terkait dalam suatu sistim yang harus dilihat secara terpadu.
2. Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) Bangkitan pergerakan merupakan fungsi dari Land use. Aktivitas dan intensitas Land use akan menentukan besar kecilnyanya bangkitan pergerakan (lalu lintas). Bangkitan perjalanan terdiri dari: a. Pergerakan yang meninggalkan/ keluar dari suatu tempat atau zona (trip production) dan, b. Pergerakan yang datang/ masuk ke suatu tempat atau zona (trip attraction). Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 15 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Trip Production Trip Attraction Bangkitan Pergerakan
Untuk keperluan pemodelan, daerah kajian biasanya dibagi menjadi beberapa zona. Batas zona dapat berupa ruas jalan, sungai atau batas wilayah administrasi pemerintahan (kota, kecamatan dll) atau batas tata guna lahan/ peruntukan (perumahan, industri dll). Dalam satu zona dapat terdiri dari beberapa tipe dan intensitas land use. Idealnya di dalam satu zona hanya terdiri dari satu macam land use, namun untuk negara berkembang seperti Indonesia, hal ini sulit dilakukan. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah membagi daerah kajian menjadi beberapa zona dengan tipe dan intensitas land use yang tidak terlalu berbeda. Hal ini mengingat seperti yang telah dijelaskan bahwa karakteristik bangkitan pergerakan dipengaruhi oleh tipe dan intensitas land use. Semakin besar variasi land use di dalam satu zona maka akurasi prediksi pergerakan oleh model semakin lemah. Sebaliknya, semakin banyak jumlah zona dengan land use yang homogen maka hasil pemodelan akan semakin baik. Gambar berikut memperlihatkan pembagian zona untuk sebuah daerah kajian.
Zona 1
Zona 2 Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 16 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Pembagian zona dalam daerah kajian
Trip production dan trip attraction pada suatu zona (piece of land) dapat dengan mudah dihitung setiap hari atau jam. Besar kecilnya bangkitan ini dipengaruhi oleh tipe dan aktivitas/ intensitas Land use.
2.1. Tipe Land Use Tipe Land use (peruntukan tata ruang) yang berbeda (pemukiman, pendidikan, perdagangan) akan memberikan karakteristik bangkitan lalu lintas yang berbeda pula. Perbedaan tersebut dapat berupa jumlah/ besarnya pergerakan, macam serta waktu bangkitan (kantor: pagi dan sore, pertokoan: sepanjang hari) yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Jumlah dan tipe pergerakan yang dibangkitkan oleh setiap land use juga merupakan refleksi dari kondisi sosio-ekonomi masyarakat yang ada di dalamnya. Tabel berikut memperlihatkan pergerakan yang dibangkitkan oleh beberapa tipe land use.
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 17 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Tabel 1. Jumlah pergerakan yang dibangkitkan oleh berbagai tipe Land use Description of Land Use Activity Average Number of Weekday Vehicle Trips per 1000 square feet Number of Studies Consulted Supermarkets Local Shopping Centers* Regional Shopping Centers** Fast food Restaurants Quality Restaurants General Office Buildings Hospitals Libraries Industrial Premises 126 79 35 553 56 12 17 42 5 3 21 38 6 3 22 12 2 98 * : 50,000 to 100,000 sq ft ** : 500,000 to 1,000,000 sq ft
2.2. Aktivitas/ Intensitas Land use Selain dipengaruhi oleh tipe Land use, bangkitan pergerakan juga dipengaruhi oleh perbedaan tingkat aktivitas Land use. Land use yang lebih intense (aktivitas tinggi) akan menghasilkan bangkitan pergerakan yang semakin besar. Tabel berikut memperlihatkan bangkitan pergerakan satu tipe Land use (perumahan) tetapi dengan tingkat kepadatan hunian (intensitas) yang berbeda.
Tabel 2. Bangkitan Perjalanan oleh satu Tipe Land use dengan intensitas berbeda Daily Person Trip Generation Housing Type Residential Density (dwellings/hectare) per dwellings per hectare 1. Suburban Cottage 2. Inner City Terrace 3. Home Units 4. High-rise Flat 15
45
80 100 10
7
5 5 150
315
400 500
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 18 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Contoh lain (USA): 1-ha perumahan yang dibangun terpisah: 60-70 pergerakan kendaraan/hari; 1-ha perkantoran: 700 pergerakan kendaraan/hari; 1-ha taman parkir: 12 pergerakan kendaraan/hari
3. Sebaran (Distribusi) Pergerakan (Trip Distribution) Interaksi diantara dua Land use melibatkan pergerakan manusia dan barang. Sebagai contoh adalah pergerakan dari rumah (perumahan) dan tempat kerja (kantor, industri dsb) setiap hari. Distribusi pergerakan juga dipengaruhi oleh pemisahan dalam ruang antara Land use (jarak semakin jauh membuat perjalanan antara Land use menjadi semakin sulit). Sebaliknya pergerakan semakin mudah dan cenderung semakin meningkat apabila Land use saling berdekatan. Untuk tujuan yang sama, orang akan memilih jarak yang lebih pendek (ingat konsep aksesibilitas). Selain dipengaruhi oleh jarak, distribusi pergerakan juga dipengaruhi oleh intensitas Land use. Lebih tinggi intensitasnya, maka cenderung semakin kuat menarik pergerakan/ lalu lintas. Land use dengan intensitas tinggi juga semakin kuat mendorong/ menghasilkan pergerakan. Oleh karena itu, besar kecilnya jumlah pergerakan antara dua Land use tergantung pada intensitas serta pemisahannya dalam ruang (jarak, waktu atau biaya perjalanan) di antara keduanya. Dengan kata lain, pola penyebaran pergerakan dalam ruang (spatial pattern of trips) atau distribusi pergerakan merupakan fungsi dari intensitas Land use penghasil pergerakan, intensitas land use penarik pergerakan dan transport friction (jarak, waktu atau biaya) diantara satu land use dan land use lainnya. Jadi distribusi pergerakan merupakan hasil kombinasi dari dua hal yang terjadi bersamaan, yaitu:
1. Lokasi dan intensitas Land use yang membangkitkan perjalanan (production and attraction), dan Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 19 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
2. Pemisahan dalam ruang antara Land use satu dan lainnya (kemudahan atau kesulitan dalam pencapaian antara keduanya/aksesibilitas).
Distribusi/ sebaran pergerakan antar Zona
Gambar di atas memperlihatkan distribusi pergerakan di antara zona. Ketebalan garis menunjukkan besar kecilnya pergerakan sesuai dengan permintaan/ kebutuhan, sedangkan panjang garis memperlihatkan jarak tempuh (jarak lurus). Bentuk ini juga dikenal sebagai diagram garis keinginan (desire line diagram). Pada tahap ini distribusi pergerakan (jumlah perjalanan) antara zona/ land use satu dan lainnya sudah diketahui, yang belum diketahui adalah moda atau sarana dan rute yang digunakan.
4. Pemilihan Moda (Mode Choice) Interaksi di antara dua Land use menyebabkan timbulnya pergerakan, untuk melakukan pergerakan, seseorang harus memutuskan penggunaan jenis moda transportasi, atau kalau tidak ingin melakukan perjalanan maka dapat menggunakan telepon atau surat-menyurat. Tetapi pada umumnya, sebagian besar orang memerlukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhannya. Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 20 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Umumnya, moda atau sarana transportasi yang menjadi pilihan adalah adalah kendaraan pribadi atau umum. Kalau angkutan umum, dapat dipilih bis, kereta api, becak atau jenis lainnya. Pada kenyataannya sebagian orang atau masyarakat ada yang tidak mampu untuk memiliki kendaraan pribadi, ataupun membayar ongkos angkutan umum, sehingga jalan kaki adalah pilihan satu- satunya. Ada pula masyarakat yang tidak mampu memiliki kendaraan pribadi, sehingga menggunakan angkutan umum adalah pilihan terbaik mereka (captive road user). Apabila terdapat lebih dari satu pilihan moda, maka biasanya yang dipilih adalah yang memberikan waktu tercepat atau biaya paling murah atau kombinasi keduanya. Faktor lain yang juga menentukan pemilihan moda transportasi adalah kenyamanan dan keamanan ataupun keselamatan. Beberapa studi telah mencoba memasukkan faktor-faktor ini dalam model pemilihan moda, namun faktor ini sulit diukur, sehingga model yang dihasilkan tidak dapat digeneralisasikan untuk mewakili kondisi umumnya.
: Kendaraan pribadi : Angkutan umum Pemilihan Moda Transportasi antara dua Zona
5. Pemilihan Rute (Route Choice) Pemilihan rute untuk melakukan pergerakan tergantung pada jaringan transportasi yang ada, ketersediaan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Untuk angkutan umum (bis, kereta api dll), umumnya rute telah ditetapkan (fixed route), untuk kasus ini maka pemilihan moda dan rute dapat dilakukan bersamaan. Untuk perjalanan menggunakan kendaraan pribadi, biasanya orang Zona 1 Zona 2 Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 21 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
menetukan atau memilih moda terlebih dahulu, kemudian memilih rute. Seperti pada pemilihan moda, maka rute dipilih berdasarkan jarak terpendek, waktu tercepat dan biaya termurah atau dengan kata lain merupakan rute terbaik
: Rute kendaraan pribadi (terbaik); : Angkutan umum (fixed route) Pemilihan Rute di antara 2 Zona
Pergerakan kendaraan hasil model pemilihan rute di suatu daerah kajian di Australia
Zona 1 Zona 2 Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 22 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Gambar di atas memperlihatkan hasil model pemilihan rute, di mana akan cukup mudah untuk memperoleh informasi berupa arus lalu lintas pada jaringan transportasi. Hasil ini selanjutnya dapat digunakan untuk keperluan analisis berikutnya seperti rencana pengembangan prasarana, evaluasi kinerja, pengaturan dll.
6. Lalu lintas Pada Jaringan Transportasi (trafic on the transport network/ the dynamics of traffic flow)
Meningkatnya arus lalu lintas pada jaringan jalan (jam puncak) dapat menyebabkan perubahan rute terbaik. Hal ini dapat terjadi karena pemakai jalan mengalami peningkatan waktu tempuh/ perjalanan secara signifikan. Meningkatnya waktu tempuh disebabkan karena menurunnya kecepatan kendaraan. Hal ini dapat dilihat pada grafik hubungan antara kecepatan kendaraan ataupun arus lalu lintas dan waktu tempuh yang banyak ditemukan dalam buku-buku referensi.
Travel time Capacity
Traffic flow
Nampak bahwa ketika arus lalu lintas mendekati kapasitas, penambahan beberapa kendaraan pada arus lalu lintas telah meyebabkan travel time rata- rata naik secara signifikan. Pada kondisi ini, arus lalu lintas mulai tidak stabil, kendaraan bergerak dengan kecepatan yang rendah dan saling berdekatan Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 23 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
antara satu dengan lainnya (min. headway), dan apabila jumlah kendaraan terus bertambah, maka kerapatan (density) akan meningkat sampai terjadi kondisi yang dinamakan jam density atau traffic jam. Pada kondisi ini kendaraan tidak dapat bergerak (arus=0), kondisi yang tidak diinginkan oleh pemakai jalan pada umumnya.
Apabila menjumpai kondisi seperti ini, umumnya pemakai jalan merubah pilihan rute mereka untuk menghindarinya, dengan kata lain, pilihan rute oleh pemakai jalan menjadi berubah, atau terjadi perubahan rute terbaik karena kondisi arus lalu lintas. Contoh hasil kajian hubungan volume kendaraan (kendaraan/jam/lajur) dan waktu tempuh untuk 3-klasifikasi jalan (perkotaan, luar kota dan jalan bebas hambatan) ditunjukkan seperti pada gambar berikut.
Hubungan volume-travel time pada ruas jalan
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 24 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
7. Tingkat Pelayanan (Level of service/ LOS) 7.1 Tingkat pelayanan tergantung arus lalu lintas (flow-dependent level of service
Pada pendekatan ini, penilaian LOS (A F) didasarkan pada hubungan antara kecepatan operasi kendaraan dan rasio volume/kapasitas ruas jalan. LOS semakin baik apabila rasio volume/kapasitas semakin kecil di mana kecepatan operasi kendaraan semakin tinggi. Hubungan semacam ini banyak dijumpai di buku-buku referensi ataupun hasil penelitian. Gambar berikut memperlihatkan hubungan antara kecepatan operasi kendaraan dan rasio volume/kapasitas serta nilai LOS yang sesuai. Gambar berikutnya, nilai LOS sesuai dengan hubungan antara arus lalu lintas dan kerapatan kendaraan (density) dalam jumlah kendaraan/mile/lajur. Kondisi arus lalu lintas pada setiap nilai LOS ditampilkan pada gambar ke 3.
Hubungan antara kecepatan operasi dan rasio volume/ kapasitas
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 25 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Hubungan antara kecepatan operasi dan rasio volume/ kapasitas
Kondisi arus lalu lintas untuk berbagai tingkat pelayanan LOS A LOS D LOS B LOS E LOS C LOS F Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 26 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Nampak perbedaan kondisi arus lalu lintas untuk setiap nilai LOS. Mulai dari kondisi kendaraan yang bergerak dengan kecepatan sesuai yang diinginkan pengendaranya tanpa terganggu dengan kendaraan lainnya (LOS A) sampai dengan kondisi arus lalu lintas dipaksakan/tidak stabil (LOS F).
Sebagai arahan, karakteristik arus lalu lintas pada masing-masing LOS untuk ruas jalan adalah sebagai berikut:
Tingkat Pelayanan Karakteristik lalu lintas Ruang Lingkup Q/C A Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan. 0,00 0,20 B Arus stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan (untuk perencanaan jalan antar kota). 0,21 0,44 C Masih dalam batasan arus stabil, operasi/ gerak kendaraan mulai dipengaruhi kendaraan lain. Pengemudi terbatas dalam memilih kecepatan (untuk perencanaan jalan perkotaan). 0,45 0,74 D Kerapatan kendaraan tinggi, arus masih stabil, kecepatan dan gerak kendaraan telah dipengaruhi kendaraan lain, kenyamanan rendah. 0,75 0,84 E Operasi lalu lintas mendekati/ berada pada kapasitas. Arus kadang tidak stabil, kecepatan rendah tapi masih relatif seragam. Gerakan minta jalan (to give way) harus dipaksakan. 0,85 1,00 F Arus dipaksakan, tidak stabil, terjadi antrian, kendaraan bergerak dan berhenti secara bergantian, bertambahnya beberapa kendaraan mengakibatkan macet total. > 1,00
7.2 Tingkat pelayanan tergantung fasilitas (facility-dependent level of service)
Tingkat pelayanan diukur berdasarkan tipe fasilitas, bukan pada kondisi arus lalu lintas. Jalan bebas hambatan (expressway) tentunya memiliki tingkat pelayanan yang tinggi, sedangkan tingkat pelayanan rendah adalah untuk jalan Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 27 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
sempit di wilayah perkotaan dengan beberapa perimpangan. Gambar berikut memperlihatkan tiga fasilitas transportasi dengan tingkat pelayanan berbeda.
Nampak bahwa tingkat pelayanan terbaik diberikan oleh fasilitas dengan nilai rasio arus/kapasitas (Q/C) tertinggi untuk ratio waktu tempuh/waktu tempuh arus bebas (T Q /T 0 ) yang sama, atau sebaliknya fasilitas dengan T Q /T 0 yang terendah untuk nilai Q/C yang sama. Untuk keperluan pemodelan, hubungan antara waktu tempuh, arus lalu lintas dan kapasitas perlu diketahui. Persamaan yang telah banyak digunakan dalam pemodelan adalah sebagai berikut:
1 (1 a) Q/C T Q = To. 1 Q/C
T Q : waktu tempuh rata-rata saat arus lalu lintas = Q To : waktu tempuh rata-rata saat arus lalu lintas = 0 (bebas hambatan) Q : arus lalu lintas C : kapasitas a : indek tingkat pelayanan; merupakan indek yang terkait dengan kualitas pelayanan; indek yang kecil menunjukkan tingkat pelayanan baik
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 28 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Nampak dari persamaan di atas bahwa apabila nilai a=0, maka T Q =To, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada antrian dalam sistim, pemakai jalan dapat bebas memilih kecepatan tanpa ada hambatan apapun. Nilai a dapat diperoleh melalui observasi lapangan. Dengan mengolah rumus di atas, maka:
(C Q)(T Q To) a = To . Q di mana nilai-nilai T Q dan Q didapat dari observasi di lapangan.
Untuk arahan, nilai a seperti ditunjukkan tabel berikut:
Conditions To (minute/mile) a value Saturation flow (vehicles/hr) Expressways/ motorways Multi-lane urban arterials Collector roads 0.8 - 1.0
1.5 - 2.0
2.0 - 3.0 0 - 0.2
0.4 - 1.6
1.0 - 1.5 2000/lane
1800/lane
1800/total width
Ringkasan
Sistim terdiri dari satu set obyek (komponen) yang berhubungan antara satu dengan lainnya. Land use transport system mempunyai tiga komponen utama: 1. Tata guna lahan/ tata ruang (land use) 2. Sarana dan prasarana transportasi (transport networks), dan 3. Lalu lintas (traffic)
Transportasi dan Tata Guna Lahan Hal 29 dari 29 Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Hubungan antara tiga komponen di atas diperlihatkan oleh 6 (enam) konsep dasar berikut: 1. Aksesibilitas Land use activity dan jaringan transportasi (transport connection)
2. Bangkitan pergerakan (trip generation) Tipe land use; Intensitas land use; Transport facility?
3. Sebaran pergerakan (trip distribution) Kombinasi antara: Lokasi + tipe/ intensitas land use + kemudahan/ kesulitan pencapaiannya
4. Pemilihan moda (mode choice) Tersedianya moda transportasi mudah, murah, cepat, aman dan nyaman
5. Pemilihan rute (route choice) Jaringan transportasi jarak terpendek, waktu tercepat, biaya termurah best route
6. Arus lalu lintas pada jaringan jalan/ arus dinamis (traffic flow on the transport network/ the dynamic of traffic flow) Elemen terkait: arus lalu lintas, waktu tempuh, kapasitas jaringan dan indek tingkat pelayanan
Secara ringkas, keterkaitan 6 konsep dasar terhadap 3 komponen land use transport system (land use transport traffic) adalah sebagai berikut: 1. Aksesibility Land use; transport 2. Trip generation Land use; transport? 3. Trip distribution Land use; transport 4. Mode choice Transport; traffic 5. Route choice Transport; traffic 6. Traffic flow on Transport; traffic the transport network