Anda di halaman 1dari 5

Eldora Aristian’s first fan fiction project,

Sowoneul Malhaebwa
.:tell me your wish:.

.PART ONE.
‘Betapa seorang Lee kecil sepertiku bisa menjadi sosok yang begitu pathetic hanya
dengan berhadapan dengan seorang tuan muda Cho.’

Disclaimer: (sayang sekali) Ngga mempunyai semua unsur dari ff ini (bahkan
Super Juniorpun ToT). Hanya main kata dan plot, judulpun credit ke SNSD’s
Sowoneul Malhaebwa (judul Koreanya) lalu KYUMIN MILIKKU! *SHOT* Terinspirasi
dan berniat mengkonstruksi ulang kejadian dari berita lama April 19 2007 Super
Junior Car Accident, sedikit merubah ceritanya, tapi plotnya hampir sama kaya
aslinya. Waktu, tempat, etc, sudah disurvei keberbagai sudut kota Seoul. *plakk*
Rating: Enaknya berapa ya? *disepak* G aja deh (padahal kaga tau G itu apa)
Point of View: Gantian. Sungmin, Kyuhyun, Sungmin, Kyuhyun, dst.
Pairing: KyuhyunxSungmin [kyumin]*sudahpasti*
Side Pairing: SungminxHeechul [minchul] *cobacoba*
Summary: Ketika kesalahpahaman dan kebohongan menyelimuti kamar kami,
semua berubah menjadi ilusi. Tidak—seperti ilusi. Sayang sekali, ini nyata, matey.
Mood: HAPPEHHHH <33
Now Listening: Tell Me Your Wish (Genie)- Girls’ Generation
Seoul, Super Junior’s dorm. Our room.
April 19, 2007. 08:03 PM.

“…”

“Hyung.”

“…”

Part One. Sowoneul Malhaebwa


“Hyung. Kau benar-benar marah padaku karena soal itu?”

“…tidak.”

“Kau mau terus-terusan berbohong dihadapanku? Asal kau tahu—kau tidak akan bisa.”

You mostly know that, Hyun-ah.

Aku membaringkan tubuh kecilku diatas ranjang. Ranjang kami berdua. Dengan dia yang duduk
dipinggirnya sambil menunduk. Aku tahu betul dia merasa bersalah. Sangat tahu. Namun hanya
untuk menatap kedua bola mata coklat tua teduh yang biasa berbinar diatas panggung beserta
sinarnyapun, aku enggan. Aku sedikit sedih—tidak. Aku marah. Aku kecewa. Aku—tidak
mengerti jalan pikirannya. Dia telah menjanjikanku hari ini untuk makan malam bersama—
hanya berdua. Dan tahu apa? Tanpa sepengetahuanku, dia telah mengambil job disuatu radio
di Seoul, hari ini. Jauh sebelum perjanjiannya denganku. Hmm, apakah mungkin dia sengaja
menghancurkanku dengan mempermainkanku seperti ini? Aku memejamkan mataku, berusaha
menahan butiran kecil kristal milikku jatuh. Dan kemudian membenamkan kepalaku dibawah
bantal pink kecilku, hadiah kecil darinya.

Aku menyesal.

Harusnya tak kuterima sejak awal tawaran managerku itu. Aku sama sekali lupa ketika mengajaknya
berkencan—well, makan malam bersama. Ya ya ya, Kyuhyun, kau salah. Kau salah dan dia benar.
Camkan itu. Kau harusnya bisa lebih sedikit menjaga perasaannya. Kasihan dia. Padahal dia selalu
membuatmu bahagia. Aku terus menyalahkan diriku sendiri, membuatku terasa bodoh. Aku sudah
berulang kali mengucap maaf kepadanya, namun dia tak pernah meresponku. Padahal kita satu ruangan.
Padahal kita berhadapan. Tidakkah itu menyakitkan, hyung? Hatiku makin sakit ketika dia membuang
wajahnya. Lebih memilih membenamkannya dibawah bantal pink kesayangannya dibanding menatapku.
Oke, hyung, aku memang kotor, jadi kau tak perlu memandangku. Namun dengan begitu, detik ini juga
kau sedang merobohkan kepercayaan diriku. Eshaite, dia benar-benar marah padamu, Kyu. Aku
menghela nafas panjang. Menunduk pasrah. Merapatkan kembali cardigan abu-abu kesayanganku.

2
Atmosfer kamar ini makin dingin. Tidak hangat seperti biasanya. Padahal kamar ini selalu ramai, paling
ramai dari seluruh asrama. Mungkin saat ini tidak ada. Bukan tidak ada, namun mungkin memang belum
ada. Belum waktunya. Mungkin Tuhan belum mengijinkan kamar ini menjadi seterang biasanya.

Tapi tetap saja aku agak—sedih?

(knock-knock)

“…?”

“Pardon—? Kyuhyun-sshi, kau disana?”

Part One. Sowoneul Malhaebwa


Jae? Untuk apa dia kesini? Dia membuka pintunya pelan-pelan, seakan takut menggangguku
dan Hyun-ah. Aku tersenyum manis kearahnya, dan tentu saja dia membalasku dengan
cengiran khasnya. “Hey, mobil kita sudah siap—kau harus cepat. Semua telah menunggumu
dilobby.” Segurat kekhawatiran jelas terpatri diwajahnya, tatkala melihat sang magnae—why
yes, dia termuda disini, iya kan?—berwajah muram seperti itu. Well, karena akhirnya aku luluh
juga, kutatap wajah tampannya yang menjadi pujaan jutaan wanita didunia—dan kurasakan
ngilu dirongga dadaku. Namun aku tetap diam, merasakan dia yang ikut-ikutan menatapku
dengan pandangan tolong-maafkan-aku a la Cho Kyuhyun. Aku membuang muka dengan
segala kesinisan, membenamkan wajahku kembali dibawah bantal. Aku tak tahu apa reaksinya,
dan aku memang tidak ingin tahu sama sekali. Hening, dan kutahu Jae termenung melihat
ketidakberesan diantara kami, sesaat setelah terdengar suara. Suara yang seperti menambah
palu godam dihatiku. “Terima kasih sudah diingatkan, Eun-hyung. Min-hyung, aku pergi dulu.” Aku
sadar, dia memang sudah berdandan sejak tadi. Namun kukira dia berdandan untuk kencan
kami berdua. Yeah, dugaanku salah. Salah besar.

Aku memeluk teddy bear besarku erat. Makin erat. Sampai akhirnya aku menangis dibahunya.

Seoul, Super Junior’s dorm. 11th floor upstairs.


April 19, 2007. 08:59 PM.

“Hey, Kyuhyun-sshi. Kau kenapa, heh?”

Aku diam. Agak menyadari bahwa aku melamun sejak tadi, karena barusan Hyukjae membuyarkannya.
Aku menggenggam pipa-pipa pinggiran tangga, bergetar kurasa. Bukan karena Seoul diguncang gempa,
namun mungkin karena gempa besar dihatiku. Eun-hyung makin menatapku penasaran, dan aku paling
tidak suka ditatap seperti itu. Aku berhenti untuk mengatur nafasku, berusaha rileks. Hyung yang berada
disisiku saat ini masih sabar menungguku, tersenyum puas karena akhirnya aku membuka mulutku. Aku
menarik nafas dalam-dalam, dan berkata, “Ah—tidak ada apa-apa.” Seperti yang tertebak, dia langsung

3
mengeryit kesal. Menunggu selama itu dan jawabanku mungkin termasuk tidak memuaskannya. Scheiβe.
“Cih. Jangan berbohong, Hyun-sshi. Aku paling tidak suka dibohongi, omong-omong.” Sambil
menatapku makin tajam. Aku tahu sifatnya memang begitu, namun aku tidak mungkin bercerita hal ini
padanya. “Aku serius—aku benar-benar tidak apa-apa, hyung. Baik aku maupun Min-hyung—ng, tidak
ada apa-apa.” Bodoh. Cho Kyuhyun bodoh. Untuk apa kau berkata seperti itu sambil menyangkutpautkan
masalah ini dengan dia, hah? Aku terus-terusan mengumpat diriku sendiri; dengan menyebut namanya,
aku telah membuat si Hyukjae keras kepala disampingku ini makin curiga. Pintar sekali. “Hmm, terserah
padamulah kalau kau memang tidak mau cerita padaku.” Dia mulai melangkahkan kaki mendahuluiku,
menjejaki anak-anak tangga yang berbaris menuju lobby. Meninggalkanku yang masih terdiam. Aku tahu,
mungkin dia kecewa. “Tapi kapanpun kau mau,” Dia berbalik kearahku,

“Kau bisa bercerita padaku. Aku pasti akan mendengarkanmu.” Sambil tersenyum tulus.

Part One. Sowoneul Malhaebwa


Aku membalas senyumannya, seraya menyeimbangkan jalanku dengan kakinya.

“Kamsahamnida, hyung.”

Aku tahu seharusnya aku tidak bersikap kekanakan seperti ini.

Mungkin ini hanya akan membebani Hyun-ah.

Kutatap jam dinding kamar kami. Sudah jam sembilan. Mungkin dia akan siaran diradio tersebut
sampai jam sebelas, aku tidak tahu. Yang pasti, aku akan sabar menunggu, kapanpun dia
pulang. Aku juga mengerti jadwalnya yang lebih padat daripada jadwalku, aku juga tidak pernah
mempermasalahkannya. Dia masih amat muda, berbakat dan—setidaknya dimataku—dia
sempurna. Aku tidak tahu apa yang membuatku berpikiran seperti itu—err, mungkin itu hanya
perasaanku. Kulihat jam lagi. Baru lewat satu menit. Lama sekali. Sebelumnya memang jauh
lebih lama, namun tidak selama ini. Saat ini aku memang menunggunya. Sangat menunggunya.
Saat dia pulang nanti, aku ingin masak sesuatu untuknya. Dan aku ingin bilang maaf padanya.
Aku merasa selalu membuatnya repot. Dia dua tahun dibawahku, namun dia jauh lebih dewasa
dibanding aku. Kadang aku malu padanya. Aku kuat. Aku memang kuat. Hyun-ah selalu bilang
begitu setiap aku menunjukkan talentaku dibidang martial arts kepadanya—as his request.
Namun hanya didepannya, aku bisa membulirkan butir-butir kristal dari mata hitam bulat
besarku. Dia sering bilang aku manis, dan aku hanya bisa mengucap terima kasih dan
bersemu. Seluruh member mengakui itu, namun hanya ucapan dari seorang Hyun-ah-lah yang
bisa membuatku bereaksi begitu. Aku tersenyum miris sendiri bila mem-flashback ingatanku
bersamanya. Betapa seorang Lee kecil sepertiku bisa menjadi sosok yang begitu pathetic
hanya dengan berhadapan dengan seorang tuan muda Cho. Aku spontan sadar dari semua
lamunanku, ketika pintu kamar ini diketuk lagi.

“Minnie?”
Heechul. Pasti dia.

4
“….”

“….ya?”

“Bolehkah aku masuk kedalam?”

“Silahkan. Kenapa mesti tidak boleh?” Aku tertawa kecil.

Pintu berderit. Mungkin nanti kuminta Kyu mengoleskan sedikit minyak diengselnya. Chul
tersenyum tipis padaku, kubalas dengan cengiran khas anak-anak milikku. Aku sengaja
bersikap seperti-tidak-ada-apa-apa, namun semua orang pasti akan langsung tahu; pasti-ada-
apa-apa. Kata Wookie, wajahku polos. Semua yang kupikirkan akan langsung tergambar

Part One. Sowoneul Malhaebwa


diwajahku. Dan menjadi salah satu sisi manisku. Kadang jadi kebanggaan tersendiri saat kau
dipuji orang lain, rite? Terutama jika yang memujimu adalah orang yang termasuk penting
dalam hidupmu. “Selamat malam.” Tanpa basa-basi, dia ikut merebahkan tubuhnya disamping
tubuhku. Tempat dimana Kyu selalu merebahkan diri disana saat dini hari dia mengiraku
tertidur, dan dia tersenyum lega. Padahal aku terjaga semalaman, dan hanya memejamkan
mataku saat pintu berderit, berpura-pura. Dan dalam hitungan detik dia terlelap—aku tahu dia
pasti sangat lelah—aku cepat-cepat terduduk dan tersenyum menatap wajahnya. Kutarik
selimut dan kulilitkan dengan penuh kasih sayang padanya. Lalu aku ikut tertidur dikakinya.
Obliviously. “Selamat malam. Ada apa tiba-tiba?” Aku bertanya dengan heran, karena Chul
memang jarang sekali ke kamar ini. Dia diam, lalu tersenyum. Menatapku. Kadang aku takut
dengan tatapannya yang seperti itu. Tatapan seorang yang obsesif. Membuatku seolah didalam
genggamannya. Membuatku seakan miliknya. “Tidak apa-apa. Memangnya tidak boleh?” Dia
terkikik geli melihat wajahku yang ketakutan. Dan—ya, aku memang ketakutan.

“Bu-bukannya tidak boleh, tapi—“

“Kadang aku bisa kesepian juga.”

“Semua sudah tertidur. Jarang sekali memang mereka bisa tidur malam.”

“Jadi?”

“Aku ingin main denganmu.”

Aku langsung merinding dalam hitungan milidetik.

Catatan Kaki Part 1, October 10 2009, 02:01 AM @ my room.

Hai semua. Apa kabar? *shot* Saya Eldora Aristian, membawa satu fanfic dengan opening yang phail
bikinan saya *senyum hampa* Yak, ini memang fanfic pertama saya seumur hidup, shonen ai, SLS,
dan GAGAL PULA GRAAAAAAHHH *plakked*

Yak, enjoy this failed ya (wave)


*mepet-mepetin page pake sampah ga berguna*

Anda mungkin juga menyukai