Anda di halaman 1dari 31

blogdetik.

com Daftar Blog Home aKU aJeNgPhOtO dEWA QUW CYANG Utopia band TEATER TAS

Anak Kecil Tersenyum (rachajeng oky syailindra)


Mimpi dan bermimpi maka bisa jadi
Search...

TEATER TAS

Today is April 9th, 2014. The current time is 9:48 PM.

sumpah pemuda 2009 indonesia satoe

banner oKrexzzz

Nova Racha

Buat Lencana Anda

oKrexzz

AKU WARNAI HIDUPKU menimba ilmu di POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEBIDADANAN PRODI KEBIDANAN KEDIRI

okrexxxx
Free Mp3 Music Player at www.musik-live.net

o o o o o

Halaman
TEATER TAS Utopia band aJeNgPhOtO aKU dEWA QUW CYANG

April 2013

S
Nop

R K

S M

April 2013

S 8

R K

S M

9 10 11 12 13 14

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o

Arsip Tulisan Terakhir


Asma dalam kehamilan contoh askeb pada balita Kontrasepsi Alamiah (Shimptotermal) SURVEILANS EPIDEMIOLOGI dan KEJADIAN LUAR BIASA jagoan dan sehabat petualang #terios7 wonders

Komentar Terakhir
anak kecil pada Teknologi Untuk Mengatasi Gangguan dan Kelainan Pada Sistem Gerak Manusia (Tugas biologi) forex education pada Teknologi Untuk Mengatasi Gangguan dan Kelainan Pada Sistem Gerak Manusia (Tugas biologi) editrativiawl pada Teknologi Untuk Mengatasi Gangguan dan Kelainan Pada Sistem Gerak Manusia (Tugas biologi) rarablige pada Teknologi Untuk Mengatasi Gangguan dan Kelainan Pada Sistem Gerak Manusia (Tugas biologi) Greeptvip pada Teknologi Untuk Mengatasi Gangguan dan Kelainan Pada Sistem Gerak Manusia (Tugas biologi)

Kategori
2011 AKU BOLANG KASEMBON RAFTING E-LEARNING Ekskul tik smansa JERITAN LYANDRA Logo quw PREDIKSI UNAS SMANSA ON TIK SMANSA_PaRe Sumpah pemuda 2009 Tak Berkategori cerpen extra kurikuler smansa ikesehatan anak komntes #terios7wonders new teater tas osis pengetahuan puisi puisi lyandra sejarah teater

tAMU blog q
Graphic Designers

what time a clock?? RACHA ayo coment.............................. blog fans

DALAM PERSAHABATAN DAN CINTA DUA TANGAN TERANGKAT BERDAMPINGAN UNTUK MENCAPAI APA YANG TIDAK DAPAT DI CAPAI SENDIRIAN

ShoutMix chat widget

April 9
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI dan KEJADIAN LUAR BIASA
Posted on April 9th, 2013 at 7:53 AM by anak kecil

Category: pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil dari sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data ini penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara. Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran dan mengurangi atau memberantas penyebarannya. Jadi, epidemiologi surveilans adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematis dan berkesinambungan, analisis, dan interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memantau (memonitor) peristiwa kesehatan. Informasi hasil surveilans digunakan untuk perencanaan, penerapan (implementasi), evaluasi tindakan (intervensi), dan program kesehatan masyarakat. Atau dengan kata lain, epidemiologi surveilans merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian

penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk pencegahan dan penanggulangannya. sehingga data surveilans dapat dipakai baik untuk menentukan prioritas kegiatan kesehatan masyarakat maupun untuk menilai efektivitas kegiatan. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud Surveilans Epidemiologi? 2. Apakah tujuan pengamatan epidemiologi?
3. Apa saja ruang lingkup penyelenggaraan sistem Surveilans Epidemiologi?

4. Bagaimanakah sifat utama Surveilans? 5. Apakah manfaat Surveilans epidemiologi? 6. Apa saja sasaran Surveilans epidemiologi? 7. Apa saja jenis jenis Surveilans Epidemiologi?
8. Bagaimanakah kegiatan epidemiologi Surveilans? 9. Bagaimanakah langkah - langkah pengembangan Surveilans Epidemiologi berbasis masyarakat? 10. Bagaimana pengamatan Epidemiologis di Rumah Sakit (Hospital Surveillance)? 11. Apa saja kegiatan pokok pengamatan Epidemiologi? 12. Bagaimana pengamatan epidemiologi surveilans pada Industri? 13. Apakah yang dimaksud kejadian luar biasa (KLB)? 14. Bagaimana langkah langkah dalam mengahadapi kejadian luar biasa? 15. Apa saja contoh epidemiologi surveilans berbagai penyakit?

1.3 TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui pengertian Surveilans Epidemiologi 2. Untuk mengetahui tujuan pengamatan epidemiologi
3. Untuk mengetahui ruang lingkup penyelenggaraan sistem Surveilans Epidemiologi

4. Untuk mengetahui sifat utama Surveilans 5. Untuk mengetahui manfaat Surveilans epidemiologi 6. Untuk mengetahui sasaran Surveilans epidemiologi 7. Untuk mengetahui jenis jenis Surveilans Epidemiologi
8. Untuk mengetahui kegiatan epidemiologi Surveilans 9. Untuk mengetahui langkah langkah pengembangan Surveilans Epidemiologi berbasis masyarakat 10. Untuk mengetahui bagaimana pengamatan Epidemiologis di Rumah Sakit (Hospital Surveillance) 11. Untuk mengetahui kegiatan pokok pengamatan Epidemiologi 12. Untuk mengetahui bagaimana pengamatan epidemiologi surveilans pada Industri 13. Untuk mengetahui pengertian kejadian luar biasa 14. Untuk mengetahui bagaimana langkah langkah dalam mengahadapi wabah 15. Untuk mengetahui contoh epidemiologi surveilans berbagai penyakit

BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI SURVEILANS EPIDEMIOLOGI a.Menurut Istilah, surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu surveillance, yang berarti mengamati tentang sesuatu. Meskipun konsep surveilans telah berkembang cukup lama, tetapi

seringkali timbul kerancuan dengan kata surveillance dalam bahasa inggris, yang berarti mengawasi perorangan yang sedang dicurigai. b.Langmuir (1963) memberikan definisi surveilans sebagai suatu kegiatan perhatian yang terus menerus pada distribusi dan kecenderungan penyakit melalui pengumpulan data, konsolidasi, evaluasi laporan mortalitas dan mortalitas, dan data lain yang sesuai kemudian disebarkan kepada mereka yang ingin tau.
c. Menurut Sub-Direktorat Surveilans Epidemiologi, Depkes RI dan WHO surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan agar mereka mampu melakukan tindakan.

d.WHO (1968) mengemukakan pengertian surveilans sebagai suatu kegiatan pengumpulan data yang sistematis dan menggunakan informasi epidemiologi untuk perencanaan, implementasi, dan penilaian pemberantasan penyakit.
e.Sistem Surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan Surveilans epidemiologi yang terintegrasi anatara unit unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber sumber data, pusat penelitian, pusat pengkajian dan penyelenggara program kesehatan yang meliputi tata hubungan Surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten / kota, propinsi, dan pusat. Berkaitan dengan epidemiologi kebidanan, maka Surveilans epidemiologi kebidanan, yang difokuskan kepada pelayanan kesehatan ibu dan anak atau KIA, maka kegiatan akan dibatasi pada semua kegiatan epidemiologi yang erat kaitannya dengan ibu hamil, masa nifas, dan anak balita. f.KESIMPULAN:Kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. -Sistem Surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan Surveilans epidemiologi yang terintegrasi anatara unit unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber sumber data, pusat penelitian, pusat pengkajian dan penyelenggara program kesehatan yang meliputi tata hubungan Surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten / kota, propinsi, dan pusat. Berkaitan dengan epidemiologi kebidanan, maka Surveilans epidemiologi kebidanan, yang difokuskan kepada pelayanan kesehatan ibu dan anak atau KIA, maka kegiatan akan dibatasi pada semua kegiatan epidemiologi yang erat kaitannya dengan ibu hamil, masa nifas, dan anak balita.

2.2 TUJUAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI Secara garis besar, tujuan surveilans epidemiologi adalah: 1. Mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat menimbulkan epidemi, misalnya: a. Malaria, b. Gondok, c. Kolera, dan d. campak 2. Mengetahui perioditas suatu penyakit

3. Pengetahuan ini penting untukmenentukan apakah peningkatan insidensi suatu penyakit yang terjadi disebabkan kejadian luar biasa atau karena perioditas penyakit tersebut. 4. Mengetahui situasi satu penyakit tertentu, misalnya: situasi penyakit rabes di jawa barat yang di laporkan oleh Kantor Wilayah Kesehatan Jawa Barat Unit Surveilans Epidemiologi setiap bulan. 5. Memperoleh gambaran epidemiologi tentang penyakit tertentu, misalnya: berdasaran laporan bulanan kejadian luar biasa yang terjadi pada bulan Agustus 1984 adalah sebagai berikut: a. Kabupaten Bekasi, terjadi letusan campak sebanyak 277 orang dengan 5 orang meninggal b. Kabupaten Bandung, terjadi letusan diare yang menimpa 63 orang dengan 5 orang meninggal c. Kabupaten Garut, terjadi letusan kolera yang menimpa 112 orang dan 1 orang meninggal. 6. Melakukan pengendalian penyakit, melelui pengamatan epidemiologi dapat diketahui dengan segera bila terjadi peningkatan insidensi penyakit yang diamati atau kasus baru penyakit yang belum lam menimbulkan wabah. 7. Mengetahui adanya letusan ulang penyakit yang pernah menimbulkan epidemi, misalnya pengamatan cacat bawaan yang dilakukan secara intensif setelah terjadi epidemic pada tahun 1951 dan 1962 akibat obat talidomida. 8. Pengamatan epidemiologi dilkukan terhadap influenza untuk mendeteksi adanya tipe baru virus influenza karena adanya dugaan timbunya pandemic influenza dengan virus influenza tipe baru. Tujuan umum surveilans : 1. Menilai status kesehatan masyarakat 2. Menentukan prioritas kesehatan masyarakat 3. Mengevaluasi program 4. Melaksanakan riset. Contoh tujuan surveilans : Disentri : mendeteksi letusan disentri melalui pemantauan kasus insidens diare akut berdarah Polio : memantau kemajuan eradikasi polio melalui pemantauan insidens poliomielitis, virus polio yang ganas dapat ditemukan (diisolasi) pada anakanak usia <14 tahun. Malaria : memantau insidens malaria yang konformatif (melalui pemeriksaan laboratorium) termasuk insidens penyakit akibat P. Falciparum dan resistensi obat antiparasit AIDS : Mengukur insidens kasus AIDS sehingga kecenderungan ke depan dapat diprediksi dan pelayanan kesehatan dapat direncanakan

Tuberkulosis : memantau kemampuan program TB untuk mendeteksi kasus, menjamin selesainya pengobatan dan kesembuhan Tujuan khusus surveilans : 1. Menganalisis keadaan penyakit yang ditelitinya. Jika dalam pengamatan masih didapat kasus baru, berarti keadaan penyakit belum dapat diatasi. 2. Pekerjaan surveilans dihentikan bila dalam waktu dua kali masa tunas ditemukan lagi kasus tersebut Contoh tujuan surveilans dalam menganalisis masalah kesehatan yang ditelitinya, di antaranya adalah : 1. Deteksi KLB, letusan, wabah (epidemi) 2. Memantau kecenderungan penyakit endemik 3. Evaluasi intervensi 4. Memantau kemajuan pengendalian 5. Memantau kinerja program 6. Prediksi KLB, letusan, wabah (epidemi) 7. Memperkirakan dampak masa datang dari penyakit 2.3 RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, karena itulah secara operasional masalah masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri, sehingga untuk itulah diperlukan tata laksana terintegrasi dan komperehensif dengan kerja sama yang harmonis antar sektor dan antar program , sehingga secara umum perlu dikembangkan subsistem Surveilans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari:

a. surveilans epidemiologi penyakit menular merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular. b. surveilans epidemiologi penyakit tidak menular Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular c. surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan. d. surveilans epidemiologi masalah kesehatan Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program kesehatan tertentu. e. surveilans epidemiologi kesehatan mata Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program kesehatan mata.

Umumnya, pengamatan epidemiologis dilakukan pada: penyakit yang menimbulkan wabah, penyakit kronis, penyakit endemis, penyakit baru yang dapat menimbulkan masalah epidemiologis. f. surveilans epidemiologi klinis g. surveilans epidemiologi kependudukan h. surveilans epidemiologi pengelola pelayanan kesehatan i. surveilans epidemiologi kesehatan jiwa j. surveilans epidemiologi gizi k. surveilans epidemiologi perilaku l. surveilans epidemiologi genetika m.surveilans epidemiologi kenakalan remaja 2.4 SIFAT UTAMA SURVEILANS Untuk penilaian dari suatu sistem surveilans, dapat dilakukan penilaian terhadap beberapa sifat utama sistem yang meliputi : 1. Kesederhanaan Kesederhanaan suatu sistem surveilans berarti struktur yang sederhana dan mudah dioperasikan, tetapi tetap dapat mencapai tujuan. Kesederhanaan sistim mempunyai arti erat dengan ketepatan waktu dan dapat mempengaruhi besarnya biaya operasional yang dibutuhkan untuk melaksanakan sistem tersebut. 2. Fleksibilitas Sistem surveilans yang fleksibel adalah suatu sistem yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan informasi yang dibutuhkan atau keadaan lapangan dengan terbatasnya waktu, anggota, anggaran, dapat diterapkan dalam keadaan penyakit yang baru atau masalah kesehatan yang baru, adanya perubahan definisi kasus atau perubahan dari sumber laporan. 3. Tingkat penerimaan terhadap sistem Adanya penerimaan sistem surveilans tertentu dapat dilihat dari keinginan individu maupun organisasi tertentu untuk ikut serta dalam sistem tersebut. Keinginan menggunakan sistem tersebut oleh : Orang - orang di luar organisasi pelaksana sistem surveilans, diminta ikut serta melakukan sesuatu untuk sistem tersebut Orang - orang yang memang merupakan petugas dari organisasi pelaksana sistem tersebut Tingkat penerimaan suatu sistem surveilans dapat dilihat berdasarkan berbagai indikator berikut ini. Tingkat partisipasi subyek dan pelaksana surveilans. Bagaimana cepatnya mencapai tingkat partisipasi yang tinggi tersebut Tingkat kelengkapan hasil wawancara dan besarnya penolakan menjawab pertanyaan Kelengkapan bentuk pelaporan

Tingkat kelengkapan laporan, termasuk laporan dokter praktek umum, rumah sakit, laboratorium serta berbagai fasilitas pelayanan kesehatan lainnya Ketepatan waktu pelaporan. 4. Sensitifitas sistem surveilans Sensitivitas sistem surveilans dimaksudkan dengan tingkat kemampuan sistem tersebut untuk mendapatkan menjaring data informasi yang akurat. Sensitivitas sistem surveilans dapat dinilai dalam dua tingkatan. Pertama, pada tingkatan pelaporan kasus, proporsi kasus atau masalah kesehatan yang mampu dideteksi oleh sistem surveilans. Kedua, Sensitivitas sistem surveilans dapat diketahui tingkat sensitivitasnya dari kemampuannya untuk mendeteksi kejadian luar biasa (epidemi). Sensitivitas dari suatu sistem surveilans dapat dipengaruhi dari berbagai kemungkinan Orang orang dengan penyakit tertentu atau masalah kesehatan tertentu yang mencari pengobatan Jenis penyakit atau keadaan gangguan kesehatan yang akan didiagnosa, keterampilan petugas kesehatan dalam melakukan diagnosis serta tingkat sensitivitas tes diagnosis Jenis kasus yang akan dilaporkan kepada sistem serta cara pemberian diagnosisnya. Pengukuran tingkat sensitifitas dari suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh tingkat validitas informasi yang dikumpulkan oleh sistim, dan pengumpulan informasi di luar sistim untuk menentukan frekuensi keadaan atau peristiwa dalam komunitas. Dalam praktek, penekanan utama dalam penilaian sensitivitas suatu sistem, dengan asumsi bahwa kasus yang dilaporkan terklasifikasi secara tepat, adalah dengan memperkirakan jumlah total kasus dalam komunitas yang dapat dideteksi oleh sistem. Sistem surveilans dengan tingkat sensitivitas yang rendah masih dapat digunakan dalam memantau kecenderungan, sepanjang tingkat sensitivitasnya cukup rasional dan konstan. 5. Nilai ramal positif (predictive value positive) Nilai ramal positif adalah proporsi orang orang yang diidentifikasi sebagai kasus yang sesungguhnya, memang berada dalam kondisi yang sedang mengalami surveilans. Dalam penilaian terhadap nilai ramal tersebut, penekanannya terutama diarahkan kepada konfirmasi laporan kasus dari sistem tersebut. Kemudian diperhatikan pengaruhnya dalam penggunaan sumberdaya kesehatan masyarakat. Misalnya, nilai ramal positif penderita cacing tambang yaitu pada pekerja di perkebunan teh yang tidak memakai alas kaki. Nilai ramal positif yang dimaksudkan disini adalah sasaran yang di surveilans berada pada kondisi atau lingkungan yang tepat atau sesuai. Jadi, misalnya ketika kita

melakukan surveilans terhadap penyakit HIV/AIDS dan PMS maka kita lakukan pada komunitas PSK bukan pada masyarakat di lingkungan pondok. 6. Sifat representatifnya sistem Yang dimaksud dengan sistem surveilans yang representatif adalah suatu sistem surveilans yang dapat menguraikan dengan tepat berbagai kejadian atau peristiwa kesehatan atau penyakit sepanjang waktu termasuk penyebaraannya dalam populasi menurut waktu dan tempat. Sifat representatif ini dapat diperiksa melalui penelitian khusus yang mencari identitas dari semua kasus melalui sampel. 7. Ketepatan waktu Ketepatan waktu dimaksudkan tingkat kecepatan atau keterlambatan diantara langkah-langkah yang harus ditempuh dalam suatu sistem surveilans.
2.5 MANFAAT SURVEILANS EPIDEMIOLOGI Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya. Untuk mengukur kinerja upaya pelayanan pengobatan juga membutuhkan dukungan surveilans epidemiologi. Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan dimanfaatkan dalam : Menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lainlain Menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya. Menentukan reservoir dari infeksi Memastikan keadaankeadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya transmisi penyakit. Mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya, distribusinya, dsb.

Tergantung daripada tujuan suatu sistim surveilans tertentu, maka suatu sistem surveilans dapat dikatakan berguna bila memenuhi satu dari berbagai hal berikut ini : Dapat mendeteksi kecenderungan (trend) perubahan kejadian penyakit tertentu. Dapat mendeteksi kejadian luar biasa (epidemi) Dapat memberikan perkiraan tentang besarnya morbiditas dan mortalitas sehubungan dengan masalah kesehatan yang menjalani surveilans tersebut Dapat merangsang dan mendorong untuk diadakannya penelitian epideniologis tentang kemungkunan pencegahan dan penanggulangannya.

Dengan mengidentifikasi faktor resiko yang berkaitan dengan kejadian penyakit Dapat memperhitungkan kemungkinan tentang adanya pengaruh atau efek upaya penanggulangan kejadian penyakit atau gangguan kesehatan Dapat memberikan perbaikan di bidang klinis bagi pelaksana pelayanan kesehatan (health care provider) yang juga merupakan bagian dari unsur pokok sistim surveilans. 2.6 SASARAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI 1. Individu Pengamatan dilakukan pada individu yang terinfeksi dan mempunyai potensi untuk menularkan penyakit. Pengamatan dilakukan sampai individu tersebut tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya, seperti: penderita, karier, dan orang dengan risiko tinggi Pengamatan epidemiologi dimaksudkan untuk mengetahui: contact person, terjadinya infeksi lebih lanjut, pengobatan yangdilakukan, pengamatan lanjutan Contact person Pengamatan dilakukan terhadap orang yang rentan yang kontak dengan penderita atau karier sampai tidak membahayakan orang tersebut dan lingkungannya. Untuk penyakit infeksi, pengamatan dilakukan sampai lewat masa tunas. Dalam pengamatan individu dilakukan pencatatan tentang umur, jenis kelamin,alamat,pekerjaan,kekebalan-dan-pengobatan/pencegahan/imunisasi. Pengamatan secara individu bermanfaat untuk mengetahui infeksi lebih lanjut. Keteraturan berobat Pengamatan individu dapat digunakan untuk mengetahui ketaatan terhadap pengobatan terutama penyakit kronis, misal TBC, agar tidak kambuh dan tidak membahayakan dirinnya maupun lingkungannya. Pengamatan lanjutan Pengamatan individu juga dilakukan terhadap penderita yang pindah dari atau ke suatu daerah sebagai pengamatan lanjutan, misal penyakit lepra. 2. Populasi lokal/kelompok individu Populasi lokal ialah kelompok penduduk yang terbatas pada orang-orang dengan risiko terkena suatu penyakit (population at risk). Data diperoleh dari Dinkes Kota atau Kabupaten. 1. Pengamatan dilakukan pada indvidu yang kontak dengan penderita atau karier. Misalnya pada epidemi morbili, pengamatan dilakukan terhadap anak-anak yang rentan dan kontak dengan penderita atau karier 2. Pengamatan juga dilakukan pada pejamu yang rentan. Misalnya pada bayi, anak yang belum mendapat imunisasi atau belum pernah menderita penyakit yang dapat menimbulkan kekebalan seperti, morbili, tetanus, pertusis, varisela. 3. Pengamatan dilakukan terhadap orang yang menderita penyakit yang mudah selapse, misal TBC 4. Pengamatan terhadap kelompok indivdu yang mempunyai peluang untuk kontak dengan penderita. Misal dokter, perawat dan petugas laboratorium. 3. Populasi nasional

Populasi nasional ialah pengamatan yang dilakukan terhadap semua penduduk secara nasional. Hal ini dilakukan setelah program pemberantasan dilaksanakan, misalnya pengamatan penyakit malaria setelah dilakukan pemberantasan penyakit secara nasional. Data pada populasi nasional dapat diperoleh dari SDKI, Kemenkes RI, dan sebagainya. 4. Populasi Internasional Kegiatan ini berupa pengamatn terhadap penyakit yang dilakukan oleh berbagai negara secara bersama-sama. Pengamatan ini ditujukan untuk penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau pandemi, misalnya pes, cacar, kolera, influenza. Tujuan dilakukannya pengamatan internasional adalah untuk saling memberi informasi tentang epidemi yan timbul di suatu negara agar negara lain yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan. Untuk menjamin kelancaran usaha ini dibuat undang-undang yang berlaku secara internasional yang dikenal sebagai undang-undang karantina. Undang-undang karantina ini dimaksudakan untuk mengdakan pengawasan terhadap segala sesuatu yang datang dari negara yang terkena wabah agar tidak menjalar ke negara yang bersangkutan. Data pada populasi internasional diperoleh dari data WHO. Selain dilakukan terhadap penyakit menular, pengamatan epidemiologi juga dilakukan terhadap penyakit non-infeksi. Misalnya, pengamatan terhadap cacat bawaan akibat obat talidomia setelah timbul epidemi di Amerika Serikat. Pengamatan dilakukan melalui pencatatan insidensi cacat bawaan pada saat dilahirkan, pencatatan terhadap orang-orang yang menderita cacat bawaan, dan catatan di sarana pelayanan kesehatan
2.7 JENIS JENIS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

1. Surveilans pasif ialah penggumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan di daearah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan yang terjadi, dan kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut. Misalnya, pengambilan data balita gizi buruk diperoleh melalui data yang telah tersedia di poskesdes, pengambilan data telah dilaksanakan sebelumnya oleh kader. Keuntungan surveilans pasif ini adalah tenaga dan biaya yang dikeluarkan sedikit dan data sudah tersedia. Sedangkan, kekurangannya adalah tidak sesuai kebutuhan, maksudnya adalah data yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diperlukan dalam surveilans tersebut. 2. Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur seminggu sekali atau dua minggu sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit tertentu. Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang berkaitan dengan penyakit tertentu dan pencatatan tetap dilakukan walaupun tidak ditemukan kasus baru. Misalnya, surveilans penderita DBD dimana deteksi dini dilakukan oleh bidan, kemudian bidan memperoleh data dari hasil survei tersebut. Keuntungan surveilans aktif ini adalah sesuai kebutuhan, maksudnya adalah data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diperlukan dalam surveilans tersebut. Kerugiannya adalah tenaga dan biaya yang dikeluarkan besar dan data yang dicari belum ada sehingga

harus melakukan pendataan langsung, misalnya pendataan ada atau tidaknya kasus baru penyakit tertentu.
2.8 KEGIATAN EPIDEMIOLOGI

Bentuk kegiatan epidemiologi surveilans meliputi: a. Laporan rutin secara berkala kasus penyakit tertentu, baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular, atau berbagai kejadian yang berhubungan dengan kesehatan secara umum. b. Pencatatan dan pelaporan khusus kejadian tertentu dalam masyarakat yang biasanya tebatas pada bebagai kejadian yang mungkin mempunyai dampak yang berat atau yang mempunyai potensi mewabah. c. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan jenis penyakit yang wajib dilaporkan termasuk berbagai penyakit menular tertentu/penyakit karantina serta berbagai penyakit yang dianggap mempunyai potensi mewabah atau penyakit yang jarang dijumpai dalam masyarakat. Surveilans ekologi dan lingkungan yakni surveilans yang khusus dilakukan terhadap berbagai vektor penyakit menular, pengamatan terhadap pencemaran lingkungan, tanah, air, dan udara serta pengamatan terhadap beradanya bahan berbahaya lain dalam lingkungan yang dapat berupa vektor penyakit tertentu, pengotoran lingkungan dan lain lain. Untuk dapat melaksanakan sistem epidemiologi surveilans dengan baik diperlukan kerja sama dengan berbagai pihak dan unsur pendukung pelaksanaan surveilans antara lain laboratorium, umtuk diagnosis pasti, system pelaporan yang aktif dan teratur, berbagai tenaga ahli untuk keperluan diagnosis, analisis, dan interpretasi data serta tenaga perencana dan evaluator. Dalam pelaksanaan program epidemiologi surveilans, dialami berbagai kendala dan keterbatasan : a. Untuk melaksanakan berbagai kegiatan suatu system surveilans, dibutuhkan sejumlah tenaga khusus dengan kegiatan yang cukup intensif. b. Untuk mendapatkan hasil analisis dibutuhkan waktu untuk tabulasi dan analisis data. c. Masih terbatasnya indikator kunci untuk berbagai nilai nilai tertentu dari hasil analisis sehingga sring sekali mengalami kesulitan dalam membuat kesimpulan hasil analisi d. Untuk dapat melakukan analisis kecenderungan suatu proses dalam masyarakat yang dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk pengumpulan data. Data yang terbatas hanya satu atau dua tahun saja, sulit untuk dijadikan patokan dalam membuat analisis kecenderungan. e. Untuk melakukan penilaian terhadap tingkat keberhasilan suatu program, biasanya mengalami kesuliitan bila dilakukan pada populasi yang jumlahnya kecil atau bila tidak ada populasi/kelompok pembanding (kontrol).

f. Sering sekali kita memperoleh laporan hasil surveilans yang kurang lengkap sehingga sulit membuat analisis maupun kesimpulan. Dalam usaha mengembangkan suatu system epidemiologi surveilans harus dikembangkan berbagai langkah berikut ini : a. Kepentingan kesehatan masyarakat Peristiwa kesehatan yang dirasakan masyarakat atau yang memerlukan biaya yang besar mempunyai arti yang penting dalam kesehatan masyarakat. Dalam hal ini, selain melihat situasi penyakit yang mungkin sedang dirasakan oleh masyarakat, juga harus memperhatikan penyakit penyakit yang mempunyai potensi untuk timbul dan akan merupakan masalah yang berat dalam masyarakat. Untuk mementukan pentingnya suatu peristiwa kesehatan yang perlu mengalami surveilans, dpat dianalisis berdasarkan beberapa hal berikut ini : Jumlah kasus yang ada yang meliputi besarnya insiden atau prevalensi gangguan kesehatan. Berat ringannya akibat penyakit/gangguan gangguan kesehatan tersebut seperti angka case fatality rate maupun angka kematian secara umum. Angka penurunan produktivitas (index of lost productivity) atau angka lamanya perawatan (bed disability rate). Angka kematian umur muda umpamanya angka kehilangan umur potensial (years of potensial life lost atau YPLL) maupun disability adjused life years (DALY). Angka kematian umur muda dimaksudkan usia reproduktif hilang, tetapi yang bersangkutan masih hidup. Besarnya biaya perawatan dan pengobatan. Kemungkinannya untuk dapat dicegah dalam berbagai tingkatan pencegahan.
2.9 LANGKAH - LANGKAH PENGEMBANGAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI BERBASIS MASYARAKAT Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: A. Persiapan 1. Persiapan Internal Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biayapelaksanaan. a. Petugas Surveilans Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas.

Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat. b. Pedoman/Petunjuk Teknis Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali bukubuku pedoman atau petunjuk teknis surveilans. c. Sarana & Prasarana Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll. d. Biaya Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans. 2. Persiapan Eksternal Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans. Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan-dukungan 3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di desanya. SMD ini harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang dihadapi di desanya, dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya berdasarkan kesepakatan dan potensi yang dimiliki. Informasi tentang situasi penyakit /ancaman penyakit dan permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD merupakan informasi untuk memilih jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang diselenggarakan di desa tersebut. 4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa. Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa, Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain. Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa. 5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka membuat perencanaan kegiatan, meliputi :

a.Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas b.Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang c. Lokasi pengamatan dan pemantauan d. Frekuensi Pemantauan e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan f. Waktu pemantauan g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat, dll.

kesehatan dipantau.

B. Tahap pelaksanaan 1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa 1.a. Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit. Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan pemantauan dan pengamatan di desa lain karena kondisi penyakit yang sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa. Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per minggu/ per bulan/ bahkan setiap saat) kepada petugas kesehatan di Poskesdes. 1.b. Pelaksanaan Surveilans oleh Petugas Surveilans Poskesdes Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas kesehatan/ surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Poskesdes adalah : 1) Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari laporan warga masyarakat. 2) Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data laporan tersebut diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan terlihat kecenderungan peningkatan suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis penyakit Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare, Malaria, dll serta jenis penyakit lain yang sering terjadi di masyarakat desa setempat. 3) Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas (mingguan/bulanan). 4) Membuat peta penyebaran penyakit sehingga dapat diketahui lokasi penyebaran suatu penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi. 5) Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang situasi penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah masyarakat desa untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit. 6) Memberikan respon cepat terhadap ancaman atau adanya KLB 7) Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upayaupaya pencegahan dan penanggulangan penyakit. 2. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas

Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga . Petugas surveilans puskesmas diharuskan: 1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, melakukan Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan) sehingga akan terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat. 2) Membuat peta daerah rawan penyakit sehingga akan terlihat daerah yang mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit kemudian secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko. 3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan permasalah penyakit di wilayahnya. 4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya. 5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada petugas di Poskesdes. 6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala(mingguan/bulanan/tahunan).

Indikator surveilans 1. Specific (spesifik) 2. Measurable (dapat diukur) 3. Action oriented (orientasi pada aksi) 4. Realistic (realistis) 5. Timely (tepat waktu) Unsur-unsur yang mendukung kegiatan surveilans dapat berjalan dengan baik memerlukan data yang baik, tepat, dan benar, di antaranya adalah : 1. Pencatatan kematian 2. Laporan penyakit 3. Pemeriksaan laboratorium 4. Penyelidikan kasus 5. Penyelidikan wabah 6. Survei 7. Penyelidikan tentang distribusi dari vektor dan reservoar penyakit 8. Penggunaan obat-obatan, serum, dan vaksin 9. Keterangan tentang penduduk serta lingkungan Unsur dasar kegiatan surveilans: 1. Jaringan yang baik dari orang-orang yang bermotivasi tinggi 2. Definisi kasus dan mekanisme pelaporan yang jelas 3. Sistem komunikasi yang efisien 4. Epidemiologi dasar namun berbunyi 5. Ada dukungan laboratoris 6. Umpan balik yang baik dan respons yang cepat Langkah-langkah kegiatan perencanaan sistem surveilans : 1. Tetapkan objek 2. Menjabarkan definisi kasus

3. Menentukan sumber data atau mekanisme 4. Mengembangkan instrumen pengumpulan 5. Metode uji lapangan 6. Mengembangkan cara analitik pendekatan 7. Mekanisme diseminasi 8. Menjamin manfaat analisis dan interpretasi Analisis data surveilans terbagi atas 2 yaitu secara sederhana dan lebih lanjut. Evalu asi sistem survei lans 1. S ensi tifi tas 2. K etep atan wakt u 3. R epre sent atif 4. N ilai duga posi tif 5. D aya teri ma 6. K eluw esan 7. K esed erha naan 8. Untung rugi 9. Tindakan yang tepat 2.10 PENGAMATAN EPIDEMIOLOGIS SURVEILLANCE) Infeksi Nosokomial

DI

RUMAH

SAKIT

(HOSPITAL

Perkataan nosokomial yang berasal dari kata Yunani berarti di rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial ialah infeksi yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit. Epidemiologi infeksi nosokomial Seperti telah dikemukakan sebelumnya, epidemiologi ialah telaah mengenai faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya dan penyebaran penyakit pada sekelompok orang. Tiga faktor yang diperlukan bagi terjadinya suatu infeksi (termasuk infeksi yang diperoleh di rumah sakit) ialah : 1. Sumber mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi 2. Rute penyebaran mikroorganisme tersebut 3. Inang yang rentan terhadap infeksi oleh mikroorganisme tersebut. Sumber infeksi Sumber mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial pada hakikatnya sama dengan yang ada di masyarakat, yaitu orang, benda, substansi, aliran udara, hewan, dan serangga. Yang paling sering merupakan sumber mikroorganisme yang patogenik bagi orang ialah manusia. Sebagai contoh, infeksi infeksi gawat yang banyak terjadi di rumah sakit masa kini umumnya disebabkan oleh Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Candida albicans, Staphylococcus aureus, Serratia marcescens, Proteus mirabilis dan beberapa Actinomyces spp.. Suatu penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba yang memang terdapat di dalam tubuhnya sendiri disebutinfeksi endogenus dan penyakit yang disebabkan oleh kuman dari luar tubuhnya disebut infeksi eksogenus. Sumber luar meliputi semua reservoir yang secara potensial mengandung penyebab penyakit. Personalia dan pengunjung rumah sakit dapat juga merupakan sumber organisme penyebab penyakit. Dua sumber terbesar kontaminasi di rumah sakit ialah (1) Penderita ke penderita, penderita infeksi, (2) Petugas kesehatan ke penderita, tangan para petugas rumah sakit. Alat-alat yang digunakan, lingkungan sekitarnya (sumber air yang tercemar, makanan, udara) juga menjadi sumber organisme penyebab penyakit bila tercemar Pemindah sebaran penyebab infeksi Terjadinya pemindahsebaran, daur infeksi harus berlangsung secara lengkap. Patogen harus keluar dari sumbernya, mempunyai cara atau wahana bagi pemindahsebarannya dan mempunyai gerbang masuk ke dalam inang yang rentan. Bila penyebab penyakit ini tercegat pada tahapan mana saja di dalam daurnya maka tidak akan terjadi infeksi. Tujuan pengendalian infeksi ialah memutuskan daur tersebut. Kerentanan inang Sejumlah faktor mempermudah kemungkinan terjadinya infeksi pada penderita yang dirawat di rumah sakit. Bila pasien tersebut masuk rumah sakit, maka ketahanannya dapat menurun karena menderita penyakit, luka atau luka berat dan karena pengobatan seperti pembedahan, radiasi, suntikan ke dalam pembuluh darah balik, dan cara pengobatan lain. Seringnya dilakukan pengobatan diagnostik tambahan, serta digunakannya prosedur anastetik dapat merusak pertahanan inang terhadap mikroba sehingga menambah peluang terjadinya infeksi nosokomial yang disebabkan oleh mikroorganismeoportunis. Mikroorganisme ini merupakan bagian dari mikrobiota normal, tetapi menjadi patogen bila pindah dari habitatnya yang normal ke nagian lain dalam inang. Mikroorganisme oportunis yang biasa menyebabkan infeksi nosokomial dan keadaan klinis yang berkaitan dengan mekanisme pertahanan inang yang terkompromi

Keadaan klinis yang berkaitan dengan mekanisme pertahanan inang terkompromi Aspergillus sp. Penerima transplantasi ginjal yang Bacteroides fragilis kekebalannya tertekan (pasien yang Candida albicans diberi obat untuk mengurangi atau Cryptococcus menghambat pembentukan antibodi) neoformans Anestesi umum, pembedahan perut Escherichia coli Penanaman katup jantung buatan; Virus herpes simpleks penerima cangkokan yang Klebsiella kekebalannya tertekan Mikobakteria Kerusakan pada jaringan getah bening Proteus seperti pada penyakit Hodgkin Pseudomonas aeruginosa Pengeluaran air seni dengan kateter Serratia marcescens Penerima allograft (pencangkokan Staphylococcus aureus jaringan dari donor yang tidak identik Streptococcus namun dari spesies yang sama) yang pneumoniae kekebalannya tertekan Penerima transplantasi yang diberi antibiotik atau obat-obatan yang menekan kekebalan. Pasien yang kekebalannya tertekan; penggunaan steroid (obat-obatan steroid umtuk waktu lama) Pengeluaran air seni dengan kateter, pembedahan perut Berkurangnya leukosit pada penderita kanker, gangguan pada pembentukan sel-sel darah merah Pemasukan kateter ais seni; tetesan intravena terus menerus Kateter intravena, organ palsu seperti katup jantung, alat-alat untuk tangan dan mata yang ditanamkan Tidak adanya limpa;tumor bahurangkap Penderita yang dirawat di rumah sakit merupakan penjamu yang rentan. Hal ini disebabkan : 1. Penyakit atau kondisi yang telah ada, misalnya bayi prematur, 2. Karena pengobatan seperti antibiotika, kemoterapi, radiasi, operasi, 3. Infus, kateter, jarum suntik, 4. Peralatan yang digunakan terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen seperti hepatitis B. Pengendalian dengan memutuskan daur infeksi

Mikroorganisme Oportunis

Karena faktor inang dan penyebab penyakit lebih sulit dikendalikan, maka pemutusan daur infeksi terutama ditujukan terhadap pemindahsebaran. Pengucilan Pengucilan ialah pemisahan penderita ataupun perawatannya dari orang lain. Kebijakan pengucilan yang dilakukan di rumah sakit dimaksudkan untuk mencegah penyebarab mikroorganisme diantara pasien, petugas, dan pengunjung Faktor faktor yang mempengaruhi kerentanan pasien terhadap infeksi Faktor Contoh Pertahanan selular Pasien sangat muda yang tidak memadai Pasien sangat tua penyakit Kurang gizi Kecelakaan Kencing manis Pembedahan Penyakit kronis yang melemahkan Pengobatan Kelainan hematologis Penyakit ginjal Defisiensi imunologis Luka bakar parah Badan yang sangat lemah Renjatan (shock) Ukuran luka dan banyaknya cairan yang keluar dari luka Lamanya pembedahan Kerusakan berat pada jaringan Lamanya tinggal di rumah sakit sebelum dan sesudah operasi Benda asing-jahitan bedah, kateter, organ palsu Antibiotik Radiasi Steroid Imunosupresif (menekan kekebalan) Kategori pengucilan sebagai tindakan pencegahan di rumah sakit Desinfeksi dan sterilisasi di rumah sakit Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyediaan, yaitu tempat kebanyakan peralatan dan disuplai dibersihkan serta disterilkan. Hasil proses ini dimonitor oleh laboratorium mikrobiologi secara teratur. Kecenderungan di rumah sakit untuk menggunakan alat alat serta bahan yang dijual dalam keadaan steril dan sekali pakai, seperti alat suntik, jarum, sarung tangan, dan masker, tidak saja mengurangi waktu yang diperlukan untuk membersihkan, menyiapkan, serta mensterilkan alat alat, tetapi juga mengurangi pemindahsebaran patogen melalui infeksi silang. Sanitasi lingkungan rumah sakit Tujuan sanitasi lingkungan ialah membunuh atau menyingkirkan pencemaran oleh mikroba dari permukaan. Untuk mengevaluasi prosedur dan cara cara untuk mengurangi pencemaran, dilakukan pengambilan contoh mikroorganisme sewaktu waktu dari permukaan. Pengurangan kontaminasi oleh mikroorganisme paling baik dicapai dengan kombinasi pergeseran dan

penggosokan, serta air, detrgen dan desinfektan. Agar efektif, desinfektan harus digunakan dalam konsentrasi yang cukup selama waktu tertentu. Pengawasan infeksi Pengawasan infeksi ialah pengamatan dan pencatatan sistematik terjadinya penyakit menular, ini merupakan dasar bagi usaha pengendalian aktif. Identifikasi dan evaluasi masalah masalah infeksi nosokomial dan pengembangan serta penilaian pengendalian efektif hanya dapat dicapai dengan pengawasan teratur terhadap infeksi pada penderita. Pengawasan penderita Pengawasan infeksi penderita dimulai ketika masuk rumah sakit dengan menyertakan kartu data infeksi di dalam catatan medis penderita. Keterangan berikut perlu dicatat pada kartu oleh PPI : macam infeksi, penyakit yang diperoleh di rumah sakit, organisme yang diisolasi, pembedahan dan pengobatan sebelum infeksi, antibiotik yang diberikan, waktu yang dibutuhkan untuk mengendalikan infeksi Data yang dikumpulkan setiap hari mengenai biakan dari laboratorium mikrobiologi serta dari hasil inspeksi laboratoris dan klinis dicatat pada setiap kartu data infeksi setiap penderita. Evaluasi keterangan ini menyingkapkan ada infeksi baru, atau kelompok infeksi, dan menunjukkan adanya kebutuhan akan penyelidikan segera untuk menemukan sumber dan cara pemindahsebaran organisme penyebab infeksi tersebut. Penemuan penemuan ini mendorong dikembangkannya cara cara perawatan penderita yang lebih baik, yang merupakan faktor terpenting dalam pengendalian penyakit nosokomial. Pengawasan pekerja rumah sakit Pemeriksaan fisik harus merupakan persyaratan bagi semua petugas rumah sakit, dan catatan imunisasi harus diperiksa. Bila tidak tercatat, maka imunisasi terhadap penyakit polio, tetanus, difteri dan campak harus disyaratkan. Petugas yang menunjukkan hasil positif pada uji tuberkulin harus diperiksa dengan sinar X di bagian dada untuk menentukan kemungkinan adanya tuberkulosis aktif. Wanita dalam usia subur, petugas yang tergolong kelompok yang lemah, dan personalia di bagian anak anak harus diberitahu mengenai kemungkinan adanya kerentanan dan ditawari perlindungan. Pengawasan lingkungan rumah sakit Bila perawat pengendalian infeksi menemukan satu atau lebih kasus infeksi baru, maka mungkin diperlukan banyak biakan dari penderita, petugas, dan lingkungan untuk menemukan sumber patogen dan lalu meniadakannya. Pengambilan contoh mikrobiologis secara demikian dapat membantu penyelidikan suatu masalah epdemiologis khusus. Komponen komponen program pengendalian Perawatan penderita yang efektif merupakan inti dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dan merupakan alasan bagi adanya program pengendalian. Titik utama program pengendalian infeksi ialah penderita, yang merupakan pusat perhatian panitia pengendalian infeksi dan merupakan titik awal bagi semua cara cara pengawasan. Hubungan antara unsur unsur ini bila diatur dan dilaksanakan bersama sama, maka akan tersusun program pengendalian yang efektif. Panitia pengendalian infeksi. 2.11 KEGIATAN POKOK PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI Dalam melakukan pengamatan epidemiologi terdapat 5 kegiatan sebagai berikut : 1. Pengumpulan data Pengumpulan/pencatatan kejadian (data) yang dapat dipercaya. Data yang dikumpulkan meliputi data epidemiologis yang jelas, tepat,

dapat dipercaya dengan validitas dan realibilitas yang tinggi dan ada hubungannya dengan penyakit yang dialami surveilans. Jenis dan bentuk data yang dikumpulkan ditentukan dengan tujuan surveilans. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang dicurigai atau population at risk melalui kunjungan rumah (active surveillance) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana pelayanan kesehatan. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan tehnik wawancara dan atau pemeriksaan. Misalnya, pencatatan vektor yang meliputi : Reservoir, Distribusi vektor, Siklus perkembangan vektor. 2. Pengolahan data Pengelolaaan data untuk dapat memberikan keterangan yang berarti. Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk mentah (row data) yang perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk table, grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Komplikasi data tersebut, harus dapat memberikan keterangan yang berarti. 3. Analisis data dan penarikan kesimpulan Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan. Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi yang ada dalam masyarakat. Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasarkan variabel orang, tempat, dan waktu sehingga diperoleh gambaran yang sistematis tentang penyakit yang sedang diamati dan hasilnya dilaporkan ke semua instansi yang terkait serta dimuat dalam buletin khusus yang dikeluarkan oleh kementerian kesehatan di Jakarta untuk disebarluaskan. 4. Penyebaran informasi Penyebarluasan data/keterangan termasuk umpan balik. Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki nilai keterangan yang cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan agar informasi ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Penyebarluasan data/informasi dilakukan dalam tiga arah yang meliputi : Ditujukan ke tingkat administrasi yang lebih tinggi sebagai informasi untuk dapat menentukan kebijakan selanjutnya Dikirim kepada instansi pelapor atau ke tingkat administrasi yang lebih rendah yang berfungsi sebagai pengumpul dan pelapor data dalam bentuk umpan balik Disebarkan kepada instansi terkait dan kepada masyarakat luas 5. Evaluasi data

Hasil evaluasi data system surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan penanggulangan khusus dan program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan perbaikan program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi/penilaian hasil kegiatan. 2.12 PENGAMATAN PADA INDUSTRI Dengan meningkatnya industri diseluruh dunia termasuk indonesia, sudah saatnya mengadakan pengamatan pada industri untuk mendapatkan gambaran tentang penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan insidensi penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan dapat dilakukan dengan mengadakan pencatatan rutin tentang kesehatan karyawan melalui pemeriksaan sebelum menjadi karyawan, selama menjadi karyawan, bahkan setelah menjadi karyawan. Dengan mengadakan pencatatan dan pelaporan rutin dan akurat kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dapat diketahui penyakit-penyakit yang timbulnya berkaitan dengan pekerjaan. Resiko karyawan untuk menderita penyakit akibat pekerjaan dapat terdiri dari : 1. Fisik, misalnya kecelakaan akibat kerja, pekerja tambang, 2. Bising, debu, gas, 3. Bahan kimia, misalnya pabrik asbes, 4. Industri yang menggunakan zat warna. Hasil pengamatan ini sangat bermanfaat untuk mengadakan pencegahan dan perlindungan keselamatan kerja pada karyawan, dengan salah satu caranya adalah pemeriksaan rontgen.Hasil pengamatan akan dilaporkan ke Dinkes Kota/Kabupaten setempat. 2.13 PENGERTIAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) -Wabah atau kejadian luar biasa adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa pada satu/sekelompok masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama. (Last, 1983) -Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang-undang Wabah sebagai berikut : Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka. -KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989). KLB penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah. 2.14 LANGKAH LANGKAH MENGAHADAPI KLB Didalam epidemiologi prinsip dasar dalam mengahadapi wabah umumnya sama, pada penyakit menular maupun pada penyakit tidak menular. 1. Garis besar pelacakan wabah / Kejadian Luar Biasa Pengumpulan data dan informasi secara saksama langsung di lapangan / tempat kejadian, yang disusul dengan analisis data yang teliti dengan ketajaman pemikiran merupakan landasan dari

suatu keberhasilan pelacakan. Dengan demikian maka dalam usaha pelacakan suatu peristiwa luar biasa atau wabah, diperluakan adanya suatu garis besar tentang sistematika langkah langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dan dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan. Langkah langkah ini hanya merupakan pedoman dasar yang kemudian harus dikembangkan sendiri oleh setiap investigator (pelacak) dalam menjawab setiap pertanyaan yang mungkin timbul dalam kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun penentuan langkah langkah tersebut sangat bergantung pada tim pelacak, namun beberapa hal yang bersifat prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta penentuan adanya wabah harus mendapatkan perhatian lebih awal dan harus ditetapkan sedini mungkin. 2. Analisis situasi awal Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan bersifat wabah atau situasi luar biasa, diperlukan sekurang kurangnya empat kegiatan awal yang bersifat dasar dari pelacakan. a. Penentuan / penegakan diagnosis Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan penelitian/ pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Harus diamati secara tuntas apakah laporan awal yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat kebenarannya). Umumnya wabah penyakit demam berdarah harus jelas secara klinis maupun laboratorium. Hal ini mengingat bahwa gejala demam berdarah dapat didiagnosis secara tidak tepat, di samping itu pemeriksaan laboratorium kadang kadang harus dilakukan lebih dari satu kali. b. Penentuan adanya wabah Sesuai dengan definisi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) maka untuk menentukan apakah situasi yang sedang dihadapi adalah wabah atau tidak, perlu diusahakan untuk melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak. Artinya apakah jumlah kasus yang dihadapi jauh lebih banyak dari sebelumnya, atau apakah jumlah kasus lebih tinggi dari yang diperkirakan (estimated) sebelumnya. c. Uraian keadaan wabah Bila keadaan dinyatakan wabah ,segera melakukan uraian keadaan wabah berdasarkan tiga unsur utama yakni waktu, tempat dan orang. Membuat kurva epidemic dengan menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul gejala penyakit. Di samping itu, gambarkan penyebaran sifat epidemic berdasarkan penyebaran kasus menurut tempat/ secara geografis (spot map epidemi). 3. Analisis lanjutan Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah maka selain tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut serta analisis situasi secara berkesinambungan.

Ada beberapa hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian pada tindak lanjut tersebut. a. Usaha penemuan kasus tambahan Untuk usaha penemuan kasus tambahan, harus ditelusuri kemungkinan dengan menggunakan berbagai cara, antara lain : Adakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktik umum setempat untuk mencari kemungkinan mereka menemukan penderita penyakit yang sedang diteliti dan belum termasuk dalam laporan yang ada. Adakan pelacakan dan pengawasan yang intensif terhadap mereka yang tanpa gejala atau mereka dengan gejala ringan/ tidak spesifik, tetapi mempunyai potensi menderita atau termasuk kontak dengan penderita. Keadaan ini sering dijumpai pada beberapa penyakit tertentu yang selain penderita dengan klinis jelas, juga kemungkinan adanya penderita dengan gejala ringan dan tanpa gejala kunig, di mana diagnosis pastinya hanya mungkin ditegakkan dengan melalui pemeriksaan laboratorium b. Analisis data Lakukan analisis data secara berkesinambunagn sesuai dengan tambahan informasi yang didapatkan dan laporkan hasil interpretasi data tersebut. c. Menegakkan hipotesis Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuatlah keputusan hasil analisis yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan diketahui harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis t ersebut. d. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut Tindakan pemadaman suatu wabah diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai denga keadaan wabah yang terjadi. Harus diperhatikan bahwa setiap tindakan pemadaman wabah disertai dengan berbagai kegiatan tindak lanjut ( follow up) sampai keadaan sudah normal kembali. Biasanya kegiatan tindak lanjut dan pengamatan dilakukan sekurang kurangnya dua kali masa tunas penyakit yang mewabah. Setelah keadaan normal, maka untuk beberapa penyekit tertentu yang mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah (keadaan luar biasa) susulan, harus disusunkan suatu program pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk surveilans epidemiologi, terutama pada kelompok dengan resiko tinggi. Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan lengkap yang kemudian dikirim kepada semua instansi terkait. Laporan tersebut meliputi berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya wabah, analisis dan evaluasi upaya yang telah dilakukan serta saran saran untuk mencegah berulangnya kejadian luar biasa untuk masa yang akan datang. Metodologi Penyelidikan KLB

Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga metoda yang dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
a. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan suatu penelitian deskriptif, analitik atau keduanya. b. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif), c. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah sakit, klinik, laboratorium dan lapangan). Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian), dengan tujuan khusus : a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB (CDC, 1981; Bres, 1986). Metodologi atau langkah-langkah yang harus dilalui pada pada penyelidikan KLB, seperti berikut : langkah-langkah Penyelidikan KLB 1 Persiapan penelitian lapangan 2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB 3 Memastikan Diagnose Etiologis 4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan 5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat 6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan) 7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran 8 Mengidentikasi keadaan penyebab KLB 9 Merencanakan penelitian lain yang sistematis 10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan 11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi 12 Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi Penyakit-penyakit Menular yang Berpotensi Wabah/KLB 1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting, meliputi : DHF, Campak, Rabies, Tetanus Neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis. 2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera, meliputi : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax,Hepatitis, Typhus abdominalis, Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus 4. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting. 5. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB tetapi diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR terpadu Puskesmas ke Kabupaten, dan seterusnya secara

berjenjang sampai ke tingkat pusat. Penyakit tersebut meliputi : Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis, Gonorhoe, Filariasis & AIDS, dll. Jika peristiwa KLB atau wabah dari penyakit yang bersangkutan sudah berhenti (incidence penyakit sudah kembali pada keadaan normal), maka penyakit tersebut tidak perlu dilaporkan secara mingguan lagi. Sementara itu, laporan penyakit setiap bulan perlu dilaporkan ke Puskesmas oleh Bidan desa/petugas di Poskesdes.

2.15 Contoh epidemiologi surveilans berbagai penyakit Epidemiologi difteri Difteri terdapat di seluruh dunia dan secara khas menyerang dalam bentuk epidemik. Insiden penyakit ini telah menurun dengan tajam sejak diperkenalkannya imunisasi aktif. Terjadinya penyakit dan kematian yang tertinggi adalah pada anak-anak berumur 2 sampai 5 tahun. Pada orang dewasa, difteri terjadi dengan frekuensi rendah. Manusia adalah inang alamiah satusatunya bagi C.diphtheriae. Bakteri ini dipindahsebarkan dari satu orang ke orang laindengan kontak langsung lewat inti titik air dari sekresi saluran pernafasan bagian atas. Kadang-kadang dapat terjadi difteri pada luka kulit (difteri kulit), dan ini dapat berfungsi sebagai gudang (reservoir) bagi penyebaran penyakit tersebut. Secara klinis, pasien sakit pada umumnya tidak menyebarkan penyakit ini secara luas, tetapi orang yang menyimpan penyakit ini, seperti yang baru sembuh atau penular, merupakan penyebar basilus yang lebih penting. Epidemiologi influenza Epidemic influenza terjadi dalam siklus. Galur virus tipe A biasanya mengikuti siklus 2 tahun sampai 3 tahun. Galur B mempunyai siklus 4 sampai 6 tahun. Tipe C jarang menimbulkan epidemi, mereka hanya menyebabkan infeksi subklinis atau perjangkitan kecil-kecilan di antara anak-anak. Semua influenza pandemi (penyebaran penyakit secara cepat dan menyeluruh) disebabkan oleh virus tipe A. selama seratus tahun terakhir telah terjadi tiga pandemic, yaitu tahun 1889-1890, 1918-1919, dan 1957-1958. Yang paling parah ialah pandemi tahun 19181919, mengakibatkan kematian lebih dari 20 juta orang. Di daerah-daerah beriklim sedang, epidemic influensa biasanya terjadi pada pergantian musim hujan. Dalam suatu kelompok orang, epidemic mencapai puncaknya sekitar 2 minggu sejak mula terjadinya seringkali menyurut dalam waktu kurang lebih sebulan. Yang paling mudah terkena yaitu anak-anak kecil, orang lanjut usia, wanita hamil dan orang-orang lemah. Influenza, seperti penyakit asal-udara lain pada manusia, dipindahsebarkan lewat percikan, kontak langsung dengan penderita (misalnya lewat ciuman) atau lewat benda tercemar (misalnya sapu tangan kotor). Epidemiologi infeksi oleh salmonella Terinfeksinya manusia oleh salmonella hamper selalu disebabkan mengkonsumsi makanan atau minuman tercemar. Makanan yang biasanya tercemar meliputi kue-kue yang mengandung saus susu, daging cincang, susis unggas, daging panggang yang diperdagangkan, dan telur. Walaupun penular dan orang sakit dapat mencemari makanan dan minuman, sumber salmonelosis terbesar yang merupakan gudang salmonella ialah hewan-hewan tingkat rendah. Epidemiologi peracunan makanan oleh stafilokokus Orang merupakan sumber terpenting stafilokokus yang menghasilkan enterotoksin. Pada perjangkitan peracunan makanan oleh stafilokokus biasanya dapat ditunjukkan bahwa galur stafilokokus di dalam makanan yang tercemar itu sama dengan yang ada pada tangan orang yang menangani pangan tersebut. Makanan yang dapat menunjang pertumbuhan stafilokokus dengan baik merupakan penyebab penyakit tersebut. Makanan yang pada umumnya ada kaitannya dengan penyakit itu adalah kue-kue yang diisi saus terbuat dari telur dan susu, daging-daging olahan seperti ham dan lain sebagainya. Sayangnya makanan yang mengandung enterotoksin

dalam jumlah cukup banyak untuk dapat menimbulkan penyakit biasanya mempunyai penampilan, bau, dan rasa yang normal. Epidemiologi infeksi asal air Suatu perjangkitan penyakit asal air didefinisikan sebagai suatu kejadian yang melibatkan dua orang atau lebih yang menderita sakit serupa setelah meminum air, disertai bukti epidemiologis yang menunjukkan bahwa air adalah sumber penyakit tersebut. Epidemiologi demam tifoid Demam tifoid terjadi di semua bagian dunia, tetapi jarang berjangkit di tempat tempat yang sanitasinya baik, yaitu bila pembuangan sampah biologis dan pemurnian air dilakukan dengan baik. Namun di bagian bagian dunia yang belum mempunyai standar sanitasi yang tinggi, penyakit ini masih merupakan penyakit yang penting. Sumber utama infeksi oleh S. Typhi ialah penderita penyakit atau pembawa organisme tersebut ( penular ) karena demam tifoid secara khusus merupakan penyakit manusia. Air atau makanan yang tercemari tinja manusia baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan rute infeksi yang biasa. Bahaya ini diperbesar oleh kenyataan bahwa basilus tifoid dapat bertahan selama berminggu minggu di dalam air, debu, es dan bahkan limbah yang sudah dikeringkan. Epidemiologi kolera Kolera juga disebut sebagai kolera Asia karena merupakan endemi di Indonesia, India, Bangladesh, dan negara negara lain di Asia. Manusia adalah inang alamiah satu satunya bagi V. Cholerae. Air memegang peran utama dalam penularan di daerah pedesaan tempat kolera berjangkit sebagai endemi. Pencemaran makanan secara langsung dengan ekskreta yang terinfeksi juga penting ; lalat rumah dapat memainkan peranan utama dalam penyebaran vibrio ini. Cara penularan yang demikian itu dapat menimbulkan epidemi. Di daerah tempat penyakit tersebut merupakan endemi, kolera terutama merupakan penyakit pada anak anak. Namun, di daerah yang belum pernah di jangkiti, laju terjadinya penyakit tersebut pada orang dewasa ialah setinggi seperti pada anak anak. Epidemiologi Malaria Di Amerika Utara, Eropa, dan mungkin Asia bagian Utara, malaria boleh dikatakan merupakan penyakit masa lalu. Kasus kasus yang terjadi di Amerika Utara dan Eropa diderita oleh orang orang yang berkunjung ke Asia, Afrika atau Amerika Latin. Di bagian bagian bumi tropika dan subtropika, malaria masih merupakan masalah kesehatan satu satunya yang paling gawat sekarang ini. Epidemiologi Gonorea Meningkatnya insiden gonorea dan Pk lainnya di negara negara Barat bertepatan dengan mulai dipakainya obat pencegah kehamilan yang diminum dan alat pencegah kehamilan yang diletakkan di rahim pada tahun 1960-an. Hal ini turut menyebabkan bertambahnya kebebasan seks di antara kaum wanita, dan tentunya juga berkurangnya penggunaan siapan siapan spermisidal ( membunuh sperma) dan kondom, keduanya ini memungkinkan perlindungan terhadap gonorea. Inang satu satunya untuk N. Gonorrhoeae ialah manusia. Jadi penyakit ini ditularkan lewat kontak langsung dengan rekan seks terinfeksi yang merupakan pembawa panyakit BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Surveilans Epidemiologi merupakan kegiatan yang mutlak harus dilakukan terhadap semua masalah kesehatan (penyakit) yang prevalens di suatu wilayah. Setiap kegiatan pasti memerlukan adanya sebuah perencanaan yang baik. Di sisi

lain perencanaan yang baik harus didukung oleh data yang valid. Oleh karena itu surveilans mempunyai peranan yang sangat penting didalam mendukung ketersediaan data dan informasi yang valid tentang permasalahan yang ada. Surveilans merupakan kegiatan yang sistematis dan terus-menerus dalam pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi serta desiminasi, sehingga dapat diketahui tindakan yang tepat dalam mengatasi maspalah-masala keseatan yang ada secara cepat dan tepat. Setelah kegiaan pengumpulan, pengolahan, analaisis dan interpretasi, maka harus dilakukan diseminasi kepada stakeholder (pihak yang berkepentihan) yang mempunyai kemampuan untuk berkontribusi dalam menyelesaiakan masalah yang ada secara bersama-sama. Pemecahan masalah kesehatan juga memerlukan kontribusi sektor lain. Informasi hasil surveilans digunakan untuk perencanaan, penerapan (implementasi), evaluasi tindakan (intervensi), dan program kesehatan masyarakat. Atau dengan kata lain, epidemiologi surveilans merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya. Dengan demikian data surveilans dapat dipakai baik untuk menentukan prioritas kegiatan kesehatan masyarakat maupun untuk menilai efektivitas kegiatan. DAFTAR PUSTAKA

Budiarto,Eko,Dewi Epidemiologi.Jakarta:EGC

Anggraeni.2003.Pengantar

Isolation Techniques for Use in Hospitals, 2d ed., Atas kebaikan Center for Disease Control, Atlanta, Ga., 1975

Noor,Nur Nasry.2008.Epidemiologi.Jakarta:PT Rineka Cipta


Pelczar,Michael J.2005.Dasar-dasar Mikrobiologi.Jakarta:UI-Press Surveilans Epidemiologi, Mukono, 2000, p.3

Sutomo,Adi Heru,dkk.2007.Epidemiologi Kebidanan.Yogyakarta:Fitramaya


Jadilah orang pertama yang menyukai tulisan ini Apakah anda menyukai tulisan ini ? Suka tulisan ini

Leave a Reply

Anda mungkin juga menyukai